Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH PSIKOEDUKASI KELUARGA TERHADAP TINGKAT STRES KELUARGA MERAWAT ORANG DENGAN GANGGUAN

JIWA (ODGJ) DIRUMAH

Ni Made Putri Rahayu*, Ni Made Dian Sulistiowati, Kadek Eka Swedarma 1Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *Email : putri_jeding@yahoo.com

ABSTRAK

Stres adalah perasaan lelah (kewalahan) akibat dari peristiwa-peristiwa yang tidak mampu dikendalikan dan merupakan respon fisik dan psikologis terhadap tuntutan dan tekanan. Oleh karena itu, selama memberikan perawatan keluarga harus didukung oleh tenaga kesehatan melalui pemberian pendidikan kesehatan. Salah satunya intervensi yang dapat diberikan kepada keluarga dengan masalah kesehatan jiwa adalah psikoedukasi. Berbeda dengan pendidikan kesehatan pada umumnya, psikoedukasi keluarga tidak hanya mengkaji masalah keluarga dan pemberian edukasi, tetapi juga mengajarkan cara mengatasi stres dan beban keluarga serta melakukan pemberdayaan komunitas untuk membantu keluarga sehingga akan mampu memotivasi keluarga untuk memberikan perawatan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur. Penelitian ini merupakan studi pre-eksperimental (One Grup Pre Post Test Design). Sampel terdiri dari 30 orang yang dipilih dengan cara purposive sampling. Dalam melihat tingkat stres keluarga sebelum dan sesudah psikoedukasi keluarga digunakan kuesioner Zarit Burden Interview (ZBI). Hasil penelitian dari 30 sampel dengan uji paired t-test, menunjukkan nilai p value=0,000 artinya psikoedukasi keluarga berpengaruh terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

Kata kunci: gangguan jiwa, psikoedukasi keluarga, stres

ABSTRACT

Stress is a feeling tired (overwhelmed) result from events which are not capable of being controlled and is a response against the physical and psychological demands and pressures. Therefore, as long as families provide care must be supported by health workers through the health education. One of these interventions can be provided to families with mental health is psychoeducation. In contrast to health education in general, family psychoeducation not only examines the problems of families and granting educational, but also teach you how to cope with stress as well as the burden of family and community empowerment to help families so as to be able to motivate families to provide better care. This research aims to know the influence of family psychoeducation against family stress levels treating people with mental disorders (ODGJ) at home in the region Puskesmas II Denpasar Timur. This research is pre-experimental study (One Group Pre Post Test Design). The sample consisted of 30 people selected by purposive sampling technique. In looking at the family stress levels before and after the family psychoeducation used the questionnaire Zarit Burden Interview (ZBI). Research results was testing with paired t-test, indicating the value of the p value = 0.000 where the family psychoeducation influence on levels of family stress caring for people with mental disorders (ODGJ) at home in the region Puskesmas II Denpasar Timur.

Keywords: mental disorders, stress, family psychoeducation

PENDAHULUAN

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan yang mengacu pada suatu kondisi yang mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku seseorang (Ronald, et al., 2010). Gangguan jiwa adalah gangguan pada pikiran atau perilaku seseorang sehingga mengakibatkan ketidakmampuan dalam menghadapi tuntutan dan menjalani rutinitas hidup.

Angka penderita gangguan jiwa di seluruh dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut Riskesdas (2013), prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia sebesar 1,7 per mil. Studi pendahuluan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Denpasar pada bulan Juni tahun 2015, jumlah penduduk di Kota Denpasar sebesar 740.602 jiwa. Terdapat 252 orang dengan gangguan jiwa yang datang berobat ke Puskesmas. Salah satu angka tertinggi terdapat pada wilayah kerja Puskesmas II Dentim dengan total jumlah penduduk 62.255 orang, terdapat 59 (41,2%) ODGJ yang datang dan tercatat di Puskesmas. Bila dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 dimana jumlah gangguan jiwa berat Provinsi Bali sebanyak 2,3%, maka antara jumlah penduduk dan jumlah ODGJ tersebut didapatkan estimasi ODGJ di wilayah Puskesmas II Dentim sebanyak 143 orang, sehingga masih terdapat selisih yaitu 84 (58,8%) ODGJ di wilayah itu yang belum ditemukan. Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan secara komprehensif melalui beberapa pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan petugas kesehatan.

Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam penyembuhan ODGJ. Walaupun keluarga tidak selalu merupakan sumber positif dalam kesehatan jiwa, tetapi mereka paling sering menjadi bagian penting dalam proses penyembuhan (Kumfo dalam Videbeck, 2008). Didukung oleh penelitian Nuraenah dkk. (2014), bahwa keluarga memiliki tanggungjawab untuk merawat, namun di dalam pelaksanaan menyebabkan

beban tersendiri bagi keluarga. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan meningkatnya stres dari keluarga (Fontaine dalam Nuraenah, dkk., 2014).

Stres adalah perasaan yang paling umum dialami oleh keluarga yang memiliki ODGJ. Stres keluarga yang muncul bisa berupa malu, isolasi sosial, dan juga rasa kebingungan dalam pemenuhan kebutuhan treatment anggota keluarga yang sakit dan harus dilakukan secara terus-menerus (Mubin dan Andriani, 2013). Selama memberikan perawatan keluarga harus didukung oleh tenaga kesehatan melalui pemberian pendidikan kesehatan.

Pendidikan kesehatan yang diperuntukkan untuk masalah kesehatan jiwa disebut Psikoedukasi Keluarga. Psikoedukasi merupakan suatu metode edukatif yang bertujuan untuk memberikan informasi yang diperlukan serta pelatihan dalam merawat ODGJ (Bhattacharjee, et al., 2011). Dalam penelitian Wiyati dkk. (2010), bahwa terapi psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor secara bermakna dalam merawat ODGJ.

Dengan psikoedukasi yang diberikan kepada keluarga diharapkan dapat mengurangi stres yang dialami keluarga dalam merawat ODGJ. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti mengenai pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah. Puskesmas II Denpasar Timur dipilih karena salah satu angka tertinggi di Bali terdapat pada wilayah kerja Puskesmas II Dentim dan karena sebelumnya terapi psikoedukasi keluarga ini belum pernah diterapkan maupun diteliti pengaruhnya di Bali khususnya kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pre-eksperimental dengan menggunakan rancangan one group prepost test design untuk mengetahui pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap

tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

Populasi dari penelitian adalah populasi target yaitu keluarga di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur (Dentim) yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa sebanyak 59 jiwa. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik non probability sampling jenis Purposive Sampling.

Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner Zarit Burden Interview (ZBI). Kuesioner ini merupakan instrument baku yang sudah diuji validitas dan reabilitasnya. Kuesioner berupa check list menggunakan skala Likert dengan 22 item pertanyaan.

Sebelum diberikan intervensi, seluruh sampel yang berjumlah 30 orang diberikan lembar persetujuan berupa informed consent untuk selanjutnya mengisi lembar kuesioner pre-test. Pertanyaan dalam kuesioner akan dijawab oleh responden dengan ketentuan untuk

kode 0= tidak pernah, kode 1= jarang, 2= kadang-kadang, kode 3= cukup sering, dan kode 4= hampir selalu. Pada gambar 1 dibawah ini memperlihatkan alur proses penelitian.

Setelah pengisian lembar kuesioner pre-test, diberikan intervensi psikoedukasi keluarga. Pelaksanaan terapi psikoedukasi keluarga terdiri dari 3 sesi pertemuan yang dilakukan selama seminggu. Pada sesi pertemuan terakhir, dilanjutkan dengan pengisan lembar kuesioner post-test. Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya dilakukan analisis data dan dilakukan penyajian hasil serta penarikan kesimpulan. Untuk menguji sampel dengan data interval setelah diuji normalitas data, maka digunakan uji paired t-test (dependent t-test) menggunakan program statistik dengan tingkat kepercayaan 95% (p <0,05).

HASIL PENELITIAN

Karakteristik responden dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel. 1

Homogentitas karakteristik umum responden (n=30)

Karakteristik

f

%

Usia

30-57

22

73.3%

58-85

8

26.7%

Hubungan dengan klien

Keluarga Inti

22

73.3%

Keluarga Besar

8

26.7%

Lama merawat

5-22

23

76.7%

23-40

7

23.3%

Jenis kelamin

Laki-laki

17

56.7%

Perempuan

13

43.3%

Pada tabel 1 diperilihatkan

bahwa

Gambar 2

dibawah ini

memperlihatkan hasil nilai mean untuk pre-test sebesar 34.70, dan untuk post-test sebesar 25.27, jadi terdapat penurunan


karakteristik keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebagian besar berusia dalam rentang umur 30-57 tahun (73.3%), hubungan dengan klien adalah keluarga inti (73.3%), lama merawat dalam rentang 5-22 tahun (76.7%), dan berjenis kelamin laki-laki (56.7%).


mean sebesar 9.43 yang perbedaan yang bermakna sebelum dan setelah psikoedukasi keluarga.


berarti ada pada nilai diberikan


Gambar. 2

Perubahan nilai pre-test dan post-test psikoedukasi keluarga


Hasil uji Paired t-test dengan tingkat kepercayaan 95% (α <0,05), diperoleh nilai p = 0,000 (kurang dari α = 0,05), jadi H0 ditolak. Berdasarkan statistik berarti psikoedukasi keluarga berpengaruh terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

PEMBAHASAN

Pada usia produktif, selain merawat ODGJ dirumah keluarga juga memiliki pekerjaan. Lingkungan pekerjaan tidak lepas dari konflik antar sesama pekerja. Pekerjaan yang tidak menjamin kelangsungan hidup maupun upah yang tidak sesuai dapat memperkeruh kondisi dan menyebabkan stres (Deherba, 2015). Kekhwatiran keluarga terhadap masa depan anak dan harapan akan kesembuhan anak sering menjadi alasan utama stres keluarga (Koesoemo, 2009). Memberikan perawatan pada keluarga yang sakit secara fisik merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Laki-laki cenderung mengalami peningkatan risiko stres jika kehidupan keluarga mempengaruhi pekerjaan mereka (Careernews, 2012).

Stres adalah perasaan yang paling umum dialami oleh keluarga yang memiliki ODGJ. Hasil pengisian kuesioner pre-test menunjukkan bahwa sebagian besar item pertanyaan kuesioner masih

banyak terdapat nilai tertinggi dari setiap item pertanyaan yaitu nilai 3 dan 4 yang berarti bahwa tingginya tingkat stres keluarga dalam merawat ODGJ. Sedangkan untuk nilai post-test dari 30 responden dengan 22 item pertanyaan sudah terlihat adanya penurunan 1-2 poin dari setiap item pertanyaan. Hal ini senada dengan pendapat Sulistiowati (2012) dimana peran keluarga dalam pemberian perawatan ODGJ cenderung lebih baik setelah mendapatkan terapi keluarga. Tujuan terapi psikoedukasi keluarga adalah pemberian berbagai informasi perawatan kesehatan mental untuk membantu anggota keluarga lebih memahami penyakit dari anggota keluarga mereka (Varcarolis & Halter, 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian Wiyati, dkk. (2010) bahwa terapi psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemapuan kognitif karena dalam terapi mengandung unsur untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit, mengajarkan teknik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala-gejala penyimpangan perilaku, serta merupakan peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu sendiri.

Penelitian ini membagi psikoedukasi menjadi 3 pertemuan. Pada pertemuan pertama dalam pelaksanaan psikoedukasi keluarga adalah pengkajian masalah keluarga dan perawatan klien gangguan jiwa. Pada pengkajian masalah keluarga,

peneliti dan keluarga bersama-sama mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul di keluarga karena memiliki klien gangguan jiwa. Manfaatnya adalah keluarga dapat menyampaikan pengalamannya dalam merawat klien dengan gangguan jiwa. Setelah dilakukan pengkajian masalah keluarga, dilanjutkan dengan perawatan klien gangguan jiwa yang berfokus pada pemberian edukasi mengenai masalah yang dialami oleh klien. Manfaatnya adalah keluarga mengetahui tentang gangguan jiwa yang dialami oleh klien dan keluarga mengetahui cara merawat klien dengan gangguan jiwa di rumah (FIK UI, 2013).

Pertemuan kedua dalam pelaksanaan psikoedukasi keluarga adalah manajemen stres keluarga dan manajemen beban keluarga. Pemberian manajemen stres keluarga adalah untuk membantu mengatasi masalah masing-masing individu keluarga yang muncul karena merawat klien. Manfaatnya adalah keluarga mendapatkan informasi tentang cara mengatasi stres yang dialami akibat satu anggota yang mengalami gangguan jiwa. Setelah pemberian manajemen stres keluarga, selanjutnya dilakukan manajemen beban keluarga yaitu peneliti bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga membicarakan mengenai masalah yang muncul karena klien sakit dan mencari pemecahan masalah bersama-sama. Manfaatnya adalah keluarga mengenal macam beban dan mengetahui cara mengatasi beban yang dialami akibat adanya anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa (FIK UI, 2013).

Pertemuan ketiga dalam pelaksanaan psikoedukasi keluarga adalah pemberdayaan komunitas untuk membantu keluarga. Pada pertemuan ini, peneliti akan membahas mengenai pemberdayaan sumber-sumber di luar keluarga yaitu di komunitas untuk membantu permasalahan di keluarga dengan klien gangguan jiwa. Manfaatnya adalah keluarga dapat mengungkapkan hambatan dalam merawat klien gangguan jiwa dirumah dan keluarga

dapat berdiskusi dengan tenaga kesehatan dari puskesmas tentang sistem rujukan, advokasi hak-hak klien gangguan jiwa dan mencari dukungan untuk pembentukan Self Help Group (FIK UI, 2013). Pertemuan yang dilakukan pada pemberian psikoedukasi keluarga memungkinkan bagi keluarga untuk berbagi perasaan dan diberikan strategi dalam menghadapi perasaan tersebut (Varcarolis & Halter, 2010).

Hasil uji Paired t-test pada program komputer SPSS dengan tingkat kepercayaan 95% (p <0,05) yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur didapatkan nilai p = 0,000 (kurang dari α = 0,05) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan evidence based practice (EBP) psikoedukasi keluarga adalah terapi yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan keluarga dalam merawat ODGJ, sehingga diharapkan keluarga akan mempunyai koping yang positif terhadap stres dan beban yang dialaminya (Goldenberg & Goldengerg, dalam Wiyati, dkk., 2010).

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa psikoedukasi keluarga berpengaruh terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

SIMPULAN

Terapi psikoedukasi keluarga bermanfaat terhadap keluarga dalam merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah. Hasil uji Paired t-test menggunakan program statistik dengan tingkat kepercayaan 95% (p <0,05) yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dirumah di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur didapatkan nilai p = 0,000 (kurang

dari α = 0,05) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dapat diaplikasikan untuk mengurang tingkat stres keluarga merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

DAFTAR PUSTAKA

Careernews. (2012). Beda jenis kelamin, beda pemicu stres. http://www.careernews.id

Deherba. (2015). Stres-Apa saja penyebab dan akibat stres. http://www.deherba.com

Bhattacharjee, D., Rai, A.K., Singh, N.K., Kumar, P., Munda, S.M., & Das, B. (2011). Psychoeducation: a measure to strengthenpsychiatric treatment. Delhi Psychiatry Journal, Vol. 14 No1: Page 33.

FIK UI. (2013). Modul terapi keperawatan jiwa (terapi keluarga, kelompok, komunitas). Depok.

Friedman. (1998). Keperawatan keluarga. Jakarta: EGC.

Koesoemo, R.P.P. (2009). Pengalaman keluarga. Tesis FIK UI.

Mubin, M.F., & Andriani, T. (2013). Gambaran tingkat stres pada keluarga yang memiliki penderita gangguan jiwa di rsud dr. soewondo kendal. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah. Page: 301.

Nuraenah, Mustikasari, & Putri, Y.S.E. (2012). Hubungan dukungan keluarga dan beban keluarga dalam merawat anggota dengan riwayat perilaku kekerasan di rs. jiwa islam klender Jakarta timur 2012. Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol 2, No 1: page 43.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013). Pedoman pewawancara petugas

pengumpul data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013.

Ronald, W., Carol, D., Elsie, J., Lela, R., Satvinder, D., & Tara, W. (2010). Evolving definitions of mental illness and wellness. Preventing Chronic disease. Vol 7 No 1: Page 2.

Sulistiowati. D. (2012). Pengaruh terapi family psychoeducation (fpe) terhadap kemampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Jurnal PSIK UNUD. Page 1-2

Varcarolis, E.M. & Halter, M.J. (2010). Foundation of: psychiatric mental health nursing: a clinical approach. 6th Edition. New York: Sounders

Videbeck, S.L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

Wiyati, R., Wahyuningsih, D., & Wahyuni, E.D. (2010). Pengaruh Psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat klien isolasi sosial. Jurnal Keperawatan Soedirman (the Soedirman Journal of Nursing), Vol 5 No 2: Page 92.

Volume 7, Nomor 3, Desember 2019

124