Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP SENSITIVITAS KAKI PADA PASIEN DM TIPE 2

Putu Budhi Sanjaya, Ni Luh Putu Eva Yanti*, Luh Mira Puspita Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *Email: evayanti.nlp@gmail. com

ABSTRAK

Pasien DM tipe 2 lebih berisiko mengalami ulkus kaki apabila terdapat penurunan sensasi protektif kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. Jenis penelitian ini adalah Quasi-experimental dengan Nonequivalent control group design. Sampel penelitian diambil secara porpusive samplingberjumlah 26 orang (13orang kelompok intervensi dan 13 orang kelompok kontrol). Instrumen penilaian menggunakan skor sensasi protektif kaki yang diukur menggunakan homemade 10-g monofilament. Senam kaki diabetik dilakukan setiap hari selama dua minggu. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney U test dengan derajat kemaknaan α≤0,05. Hasil analisis data menunjukkan sensitivitas kaki lebih baik pada pasien DM tipe 2 yang diberikan senam kaki diabetik dengan p value=0,000. Saran dalam penelitian ini adalah diharapkan senam kaki diabetik dapat diadakan atau diberikan di institusi pelayanan kesehatan terutama yang menangani pasien DM khususnya DM tipe 2.

Kata kunci: DM tipe 2, senam kaki diabetik, sensitivitas kaki

ABSTRACT

Patients with type 2 diabetes are more likely at risk of foot ulcers due to the declining of nerve sensitivity. This study aimed to determine the effect of diabetic foot exercise toward foot sensitivity of patients with type 2 DM in the Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. This research was a Quasi-experimental with Nonequivalent control group design. Samples were taken in purposive sampling that was about 26 people (13 interventions group and 13 control group). The assessment instruments used foot protective sensation scores that were measured by using a homemade 10-g monofilament. The diabetic foot exercisewas done every day for two weeks. Data were analyzed using the Wilcoxon test and Mann-Whitney U test with the significance level of α≤0, 05. The results of data analysis showed a better foot sensitivity in patients with type 2 DM who were given the diabetic foot exercise with p value=0.000. A suggestion in this study was the diabetic foot exercise were expected to be held in a health care institution, especially for patients type 2 DM.

Keywords: type 2 DM, diabetic foot exercise, foot sensitivity

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2013). Indonesia menempati peringkat ke-7 dunia dengan penderita DM sebanyak 8,5 juta penduduk pada tahun 2013 (International Diabetes Federation, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi pasien DM di Bali adalah 1,5% dari jumlah penduduk Bali atau sekitar 60.830 penduduk (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Berbagai komplikasi dapat muncul pada pasien DM, salah satunya adalah

neuropati DM. Hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) sehingga terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam sel saraf (Price & Wilson, 2002). Penimbunan ini menyebabkan edema sel saraf serta memicu stimulasi berbagai enzim yang dapat merusak sel saraf baik melalui faktor metabolik dan faktor neurovaskular. Gangguan neurovaskular yang terjadi akan mengganggu suplai darah dan oksigen menuju sel saraf (Subekti, 2009).

Kerusakan pada serat saraf sensorik kaki berdampak pada penurunan sensitivitas saraf kaki yang berfungsi sebagai sensasi protektif. Kehilangan sensasi protektif menyebabkan pasien DM lebih mudah mengalami ulkus kaki

diabetik (Veves, Guirini, dan Lugerfo, 2002). Menurut Suyono dkk (2013), pasien DM mempunyai risiko 5 kali lebih besar mengalami ulkus kaki diabetik. Sekitar 15% pasien DM mengalami komplikasi berupa ulkus kaki diabetik(Widianti, 2010). Kejadian amputasi pasien DM lebih besar 15 kali daripada yang bukan pasien DM. Berdasarkan data perawatan Penyakit Dalam RSCM tahun 2007, dari 111 pasien DM yang dirawat dengan masalah kaki diabetik terdapat 39 orang (35%) yang diamputasi. Amputasi kembali/ulang terjadi sekitar 30-50% pasca amputasi dalam kurun waktu 1-3 tahun.Insiden kematian akibat amputasi tersebut sekitar 15% dari total pasien DM yang diamputasi(Pusat Data Persi, 2011). Kejadian amputasi dapat menurunkan kualitas hidup pasien DM dalam hal mobilisasi dan aktivitas perawatan diri.

Penatalaksanaan sedini mungkin pada pada pasien DM dapat mencegah komplikasi diabetic footdan amputasi (Maryunani, 2013).Dasar manajemen dan penatalaksanaan DM untuk mengontrol kadar glukosa darah adalah diet, latihan fisik, dan terapi obat ditunjang denganedukasi dan pemantauan yang baik (Smeltzer & Bare, 2002). Pada pasien DM tipe 2, latihan fisik merupakan tatalaksana utama untuk mengontrol kadar glukosa darah. Manfaat yang didapat dengan latihan fisik akan optimal apabila memperhatikan frekuensi, intensitas, dan durasi latihan (Widianti, 2010).Salah satu latihan fisik yang dianjurkan pada pasien DM adalah senam kaki diabetik (Akhtyo, 2009).

Senam kaki diabetik adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan dengan cara menggerakkan otot dan sendi kaki. Senam kaki diabetik dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, serta mengatasi keterbatasan gerak sendi. Sensitivitas sel otot yang berkontraksiterhadap insulin akan

meningkat sehinggaglukosadarah yang kadarnya tinggi di pembuluh darah dapat digunakan oleh sel otot sebagai energi. Penurunan kadar glukosa darah juga akan mengurangi timbunan glukosa, sorbitol, dan fruktosa pada sel saraf. Hal ini akan meningkatkan sirkulasi dan fungsi sel saraf atau meningkatkan sensitivitas saraf kaki dan menurunkan risiko/mencegah terjadinya ulkus kaki diabetik (Subekti, 2009; Widianti, 2010).

Sensitivitas kaki atau sensasi protektif kaki dapat diukur menggunakan Semmes-Weinstein Monofilament (SWM).Alat ini merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dianjurkan untuk memeriksa sensasi protektif pada kaki karena bersifat noninvasif, mudah, murah, cepat, dan memiliki kemampuan prediksi yang sangat baik untuk resiko ulserasi atau amputasi. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekankan monofilamen secara tegak lurus sampai monofilament melengkung pada beberapa titik di kaki (20 titik pada kedua kaki) selama 1-1,5 detik, kemudian dievaluasi kemampuan pasien untuk merasakan tekanan tersebut (Veves, Guirini, dan Logerfo, 2002).Pasien DM yang tidak mampu merasakan 10-g monofilament pada satu atau lebih titik permukaan plantar pedis dapat dikategorikan mengalami kehilangan fungsi saraf protektif (Boulton et al, 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh senam kaki diabetikterhadap sensitivitas kakipada pasien DM tipe 2 di Royal DiabetesClinic BROS Denpasar. Diharapkan denganpemberian senam kaki diabetik dapat meningkatkan sensitivitas kaki terutama sensasi protektif kaki.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Quasi Experimentaldengan desain nonequivalent control group design yang memungkinkan untuk membandingkan hasil intervensi yang diberikan. Populasi penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang mengalami penurunan skor sensasi protektif kaki di

Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. Peneliti mengambil sampel secara purposive sampling berjumlah 26 orang sesuai dengan kriteria sampel (13 orang kelompok intervensi dan 13 orang kelompok kontrol).

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Pemeriksaan skor sensasi protektif kaki dilakukan menggunakan homemade 10-g monofilament. Sampel yang terpilih dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan senam kaki diabetik sebanyak satu kali sehari selama dua minggu. Responden sebelumnya diberikan penjelasan mengenai prosedur, tujuan, dan manfaat penelitian serta diberikan pelatihan singkat mengenai senam kaki diabetik. Calon responden kemudian menandatangani informed consent sebagai bentuk persetujuan menjadi responden. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan

observasi. Pemeriksaan sensasi protektif kaki menggunakan 10-g monofilament dilakukan di awal (pretest) dan dua minggu kemudian (posttest). Pemeriksaan sensitivitas kaki dan pemantauan pelaksanaan senam kaki diabetik dilakukan di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar dan di rumah masing-masing responden. Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data terhadap skor sensasi protektif kaki menggunakan uji Wilcoxon dan Mann-Whitney U test untuk mengetahui perbedaan rata-rata skor pretest dan posttest pada masing-masing kelompok dan perbedaan rata-rata antar kelompok. Analisis dilakukan dengan tingkat signifikansi nilai p≤0,05 dan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL PENELITIAN

Hasil identifikasi skor sensasi protektif kaki pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Hasil identifikasi skor sensasi protektif kaki pretest dan post test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (n= 26)

Kelompok

Intervensi

Kontrol

pretest

posttest

pretest

posttest

Rata-rata

14,77

17,31

14,62

14,85

SD

5,003

3,497

4,976

5,178

Minimum

3

9

5

5

Maksimum

19

20

19

20

skor pretest sebesar 14,62 meningkat menjadi 14,85 saat posttest dengan nilai p=0,564 (α≥0,05). Hal ini menunjukkan perubahan yang signifikan terjadi pada kelompok intervensi.

Tabel 1, pada kelompok intervensi, didapat rata-rata skorpretest sebesar 14,77 meningkat menjadi 17,31 saat posttest dengan nilai p=0,001 (α≥0,05). Sedangkan pada kelompok kontrol didapat rata-rata


Tabel 2.

Perbedaan perubahan rata-rata skor pre test dan post test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol (N= 26)

Kelompok

Rata-rata Pretest

Rata-rata Post test

Rata-rata Perubahan

P value

Intervensi

14,77

17,31

2,54

0,000

Kontrol

14,62

14,85

0,23

Testdidapat nilai p value=0,000 (α<0,05). Hal ini menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam kaki diabetik terhadap

Tabel 2, hasil analisis perbedaan perubahan skor sensasi protektif pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol menggunakan uji Mann-Whitney U


sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar.

PEMBAHASAN

Hasil analisis data perbedaan skor sensasi protektifkaki pretest dan posttest pada kelompok intervensi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara skor sensasi protektif kaki pasien DM tipe 2 pretest dan posttest. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa senam kaki diabetik dapat membantu melancarkan dan memperbaiki sirkulasi darah pada kaki. Melalui gerakan pada senam kaki diabetik, otot-otot kaki akan berkontraksi sehingga akan meningkatkan sensitivitas sel terhadap glukosa darah sehingga glukosa darah yang kadarnya tinggi di dalam darah dapat terpakai oleh otot (Smeltzer & Bare, 2002). Kontraktilitas pembuluh darah juga akan meningkat karena pompa otot pada pembuluh darah vena yang membantu melancarkan aliran darah balik menuju jantung (Sukarman, 1987 dalam Kushartanti, 2007). Sirkulasi darah yang lancar akan membawa oksigen dan nutrisi menuju sel dan jaringan saraf yang akan mempengaruhi proses metabolisme sel Schwann sehingga fungsi akson dapat baik kembali. Fungsi sel saraf yang optimal pada pasien DM akan mempertahankan fungsi sensitivitas kaki (Tanenberg, 2009). Mekanisme ini dibuktikan dengan hasil penilaian skor sensasi protektif kaki yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor atau perbaikan sensasi protektif kaki. Terdapat empat orang responden yang memiliki sensasi protektif baik dan tidak ada yang mengalami gangguan sensasi protektif buruk.

Hasil analisis data perbedaan skor sensasi protektif kaki pretest dan posttest pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor sensasi protektifantara pretest dengan posttest pada kelompok kontrol, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Hal ini dikarenakan tidak terdapat mekanisme seperti pada mekanisme pergerakan kaki

pada senam kaki diabetik pada kelompok intervensi. Selain itu karena sensitivitas juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti hiperlipidemia, lama menderita DM, gaya hidup (merokok dan mengkonsumsi alkohol), faktor neurovaskuler (gangguan yang terjadi pada pembuluh darah seperti cidera atau kelainan bawaan) (Dyck et al, 2013).

Hasil analisisperbedaan perubahan skor sensasi protektif kaki pretest dan posttestantara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol menunjukkan bahwa Ho ditolak atau terdapat pengaruh pemberian senam kaki diabetik terhadap sensitivitas pada kaki pasien DM tipe 2 di Royal Diabetes Clinic BROS Denpasar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Priyanto, S. (2012), tentang pengaruh senam kaki terhadap sensitivitas kaki dan kadar gula darah pada agregat lansia DM. Penilaian menggunakan skala sensitivitas dan nilai kadar gula darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas kaki lebih baik pada lansia setelah diberikan senam kaki dengan nilai p=0,000 dan kadar gula darah lebih baik pada lansia setelah diberikan senam kaki dengan nilai p=0,000.

Penelitian terkait lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2010), tentang pengaruh senam kaki terhadap peningkatan sirkulasi darah kaki pasien DM. Sirkulasi darah diidentifikasi menggunakan ankle brachial index (ABI) yang diukur menggunakan sphygmomanometer. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa, senam kaki dapat meningkatkan sirkulasi darah kaki pasien DM dengan nilai p=0,002. Penelitian oleh Oktaviah (2012), tentang efektifitas senam kaki diabetik dengan bola plastik terhadap sensitivitas kaki pada pasien diabetes melitus tipe 2. Sensitivitas kaki diukur dengan 10-g monofilament. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senam kaki menggunakan bola plastik efektif meningkatkan sensitivitas kaki pasien DM dengan p value 0,002 (<0,05).

Kehilangan sensasi protektif kaki diakibatkan oleh hiperglikemia kronik yang mengganggu metabolisme sel yang mengakibatkan terjadinya mikro-makroangiopati. Gangguan tersebut menyebabkan penurunan aliran darah ke sel dan jaringan saraf sehingga dapat mengakibatkan hipoksia pada sel saraf. Hipoksia sel saraf dapat menyebabkan dimielinisasi dan stasis akson pada sel saraf dan sel Schwann sehingga hantaran saraf dapat tergganggu (Smeltzer & Bare, 2002; Subekti, 2009).

Pemberian senam kaki diabetik dapat membantu melancarkan dan memperbaiki sirkulasi darah pada kaki. Melalui gerakan pada senam kaki diabetik, otot-otot kaki akan berkontraksi sehingga akan meningkatkan sensitivitas sel terhadap glukosa darah sehingga glukosa darah yang kadarnya tinggi di dalam darah dapat terpakai oleh otot (Smeltzer & Bare, 2002). Kontraktilitas pembuluh darah juga akan meningkat karena pompa otot pada pembuluh darah vena yang membantu melancarkan aliran darah balik menuju jantung (Sukarman, 1987 dalam Kushartanti, 2007). Sirkulasi darah yang lancar akan membawa oksigen dan nutrisi menuju sel dan jaringan saraf yang akan mempengaruhi proses metabolisme sel Schwann sehingga fungsi akson dapat baik kembali. Fungsi sel saraf yang optimal pada pasien DM akan mempertahankan fungsi sensitivitas kakinya (Tanenberg, 2009).

Berdasarkan hasil uji homogenitas, varian lama menderita DM antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah tidak homogen dengan nilai p=0,005 (α≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa, yang mempengaruhi perbedaan perubahan skor pretest dan posttest pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol selain senam kaki diabetik kemungkinan juga dipengaruhi oleh varian lama menderita DM. Sesuai dengan teori menurut Dyck et al (2013) yang menyatakan bahwa, lama menderita DM merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kondisi neuropati termasuk sensasi protektif kaki.

SIMPULAN

Terdapat pengaruh yang signifikan senam kaki diabetik terhadap sensitivitas kaki pada pasien DM tipe 2

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2013). Peripheral Neuropathy, (online), (http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complication/neuropathy/pe ripheral-neuropathy.html, diakses tanggal 20 Desember 2014)

Akhtyo. (2009). Gambaran Klinis Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Inap di Unit Penyakit Dalam RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Acta Medica Indonesiana.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Boulton,    A.J.M. et al. (2008).

Comprehensive Foot Examination and Risk Assessment,   (online),

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar ticles, diakses tanggal 6 Desember 2014)

Kushartanti. (2007). Diabetes Educator Training.Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UGM.

Nasution, J. (2010). Pengaruh Senam Kaki Terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah Kaki Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jurnal Ilmu Keperawatan, (online), (repository.usu.ac.id/abstract.pdf)

Price, S.A. & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.

Priyatno, S. (2012). Pengaruh Senam Kaki Terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Gula Darah Pada Agregat Lansia Diabetes Melitus di Magelang. Thesis tidak diterbitkan. Depok Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi Kedelapan. Jakarta: EGC.

Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Suwandewi, N. (2012). Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Diabetic Peripheral Neuropathy Pada Kaki Pasien Diabetes Melitus di Puskesmas 1 Denpasar Selatan. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Suyono, M. dkk. (2013). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Veves, A., Guirini, J.M., dan Logerfo, F.W. (2002). The Diabetic Foot. 3rd Edition. New York: Humana Press.

Widianti, A.T. & Proverawati, A. (2010). Senam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Volume 7, Nomor 2, Agustus 2019

102