Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH TELENURSING TERHADAP PERAWATAN DIRI PASIEN DENGAN PENYAKIT KRONIS

I Wayan Wahyu Pratama*, Putu Oka Yuli Nurhesti, Made Dian Sulistiowati Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *Email: [email protected]

ABSTRAK

Perawatan diri adalah perilaku gaya hidup sehat yang dilakukan oleh individu untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Perawatan diri juga bisa menjadi strategi yang dijamin untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Saat ini, ada banyak cara untuk mendukung pasien penyakit kronis. Salah satunya adalah telenursing. Telenursing sebagai proses pemberian, pengelolaan, dan koordinasi perawatan dan administrasi layanan kesehatan melalui teknologi informasi dan telekomunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Telenursing terhadap kemampuan perawatan diri pasien. Intervensi diberikan selama tiga minggu. Ini adalah eksperimen semu dengan pretest-posttest menggunakan desain kelompok kontrol. Teknik sampel adalah purposive sampling. Jumlah sampel adalah 60 orang yang terdiri dari 30 orang pada kelompok kontrol dan 30 orang pada kelompok perlakuan. Uji Mann-Whitney diperoleh nilai p = 0,000 <0,05 yang berarti ada pengaruh yang signifikan kemampuan perawatan diri telenursing baik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari Telenursing terhadap kemampuan perawatan diri.

Kata kunci: telenursing, perawatan diri, penyakit kronis

ABSTRACT

Self care is healthy lifestyle behaviors committed by individuals to maintain optimal growth and development. Self care can also become a strategy that are guaranteed to promote and maintain health. Currently, there are many ways to support chronic illness patients. One of them is telenursing. Telenursing as a process of giving, managing and coordinating of care and administering health services through information technology and telecommunications. This research aims to know the influence of Telenursing to the self care patient ability. The intervention given for three weeks. This was quasi experimental with pretest-posttest using control group design. The sample technique was a purposive sampling. The number of sample were 60 people consisting of 30 people in control group and 30 people in treatment group. The Mann-Whitney test obtained p value = 0.000 < 0.05 which means there is significant influence of telenursing self-care ability both on treatment group and the control group. So it can be concluded that there is significant influence of the Telenursing to the self care ability.

Keywords: telenursing, self care, chronic diseases

PENDAHULUAN

Penyakit kronis merupakan kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang. Penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan gejala dan kecacatan, disamping menghadapi segala bentuk perubahan identitas yang diakibatkan oleh penyakit (Smeltzer & Bare, 2010).

Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat sosial, ekonomi, dan budaya. Dilaporkan bahwa setidaknya 34,2 juta orang di dunia mengalami keterbatasan aktivitas karena kondisi kronis (Smeltzer & Bare, 2010). Menurut WHO (2010), penyakit kronis menyebabkan 36 juta (63%) kematian dari

57 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2008. Pada tahun 2000, di Amerika Serikat diperkirakan 57 juta penduduk menderita berbagai penyakit kronis dan diperkirakan akan meningkat menjadi 81 juta pada tahun 2020 (Wu & Green, 2007). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI 2008, diketahui bahwa di Indonesia proporsi angka kematian akibat penyakit kronis meningkat dari 41,7% pada 1995 menjadi 49,9 % pada 2001 dan 59,5 % pada 2007 (WHO, 2010).

Beberapa faktor yang menyebabkan penyakit kronis dapat menjadi masalah kesehatan yang banyak ditemui hampir di seluruh negara, diantaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi

serius lainnya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama (Smeltzer & Bare, 2010).

Peningkatan jumlah penderita penyakit kronis dan berbagai masalah yang muncul pada penyakit kronis menjadi tantangan bagi perawat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan menyediakan asuhan keperawatan yang berkualitas, komprehensif, dan berfokus pada pasien (CDC, 2006). Berdasarkan hal tersebut pasien dengan penyakit kronis harus ikut berperan aktif dalam melakukan pengontrolan dan manajemen terhadap penyakitnya sepanjang hidupnya.

Manajemen diri merupakan proses dinamis, interaktif, dimana pasien terlibat aktif dalam pengontrolan dan manajemen penyakitnya. Manajemen diri merujuk pada kemampuan individu (pasien) untuk bekerja sama dengan keluarga, komunitas, dan pemberi pelayanan kesehatan untuk melakukan manajemen gejala penyakit, terapi, perubahan gaya hidup, dan konsekuensi psikososial, budaya serta spiritual terkait dengan kondisi penyakit (Richard & Shea, 2011). Manajemen diri pada pasien dengan penyakit kronis mencakup manajemen nutrisi, manajemen stres, perawatan diri, protokol terapi sesuai penyakit dan dukungan sosial (Sarafino, 2006).

Perawatan diri merupakan salah satu bagian manajemen diri yang mencakup perilaku gaya hidup sehat dilakukan oleh individu untuk mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal atau strategi pencegahan yang dilakukan untuk mempromosikan atau menjaga kesehatan (Richard & Shea, 2011; Riegel & Dickson, 2008). Perawatan diri penyakit kronis membutuhkan perhatian yang optimal untuk masalah-masalah yang kompleks, saling terkait, bersifat medis, sosial, mental, dan emosional. Upaya-upaya kolaboratif dari banyak tenaga pelayanan kesehatan dibutuhkan untuk

memberikan perawatan untuk mendukung perawatan diri secara optimal oleh pasien penderita penyakit kronis (Smeltzer & Bare, 2010).

kelangsungan hidup mereka. Keperawatan dapat menggunakan perkembangan ini untuk mengembangkan metode baru dalam pemberian asuhan keperawatan. Pemberdayaan masyarakat dan rekayasa sosial dapat dilakukan perawat melalui komunikasi jarak jauh dengan pasien (CNA, 2005).

Telenursing didefiniskan sebagai suatu proses pemberian, manajemen dan koordinasi asuhan serta pemberian layanan kesehatan melalui teknologi informasi dan telekomunikasi (CNA, 2005). Telenursing merupakan metode baru dalam melakukan asuhan keperawatan. Bentuk telenursing meliputi penggunaan website, media sosial, telepon, mobile phone dan video interaktif dalam memberikan perawatan pada pasien (Lee, Chen, Haiso, 2007). Metode ini cukup menarik karena pasien dimonitor oleh perawat dan mendapatkan akses pelayanan sesuai keinginan pasien melalui komunikasi jarak jauh. Metode telenursing memiliki beberapa keuntungan diantaranya efektif dan efisien, menurunkan biaya pengobatan pasien, dan menurunkan angka kunjungan ke rumah sakit untuk kondisi akut diantara periode kronis.

Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Telenursing terhadap Perawatan Diri Pasien dengan Penyakit Kronis di RSUP Sanglah Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis Quasi Eksperimental. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest with control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien penderita penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Penelitian ini menggunakan 60 subjek penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 30

orang kelompok perlakuan dan 30 orang kelompok kontrol. Kemudian peneliti melakukan perhitungan untuk antisipasi adanya sampel yang drop out sebanyak 10% dari besar sampel yang telah ditentukan peneliti. Sehingga total sampel yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini berjumlah 66 orang dengan tambahan 10% dari kriteria drop out.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang kemampuan perawatan diri pasien meliputi makan, mandi, berpakaian, toileting serta data demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan) yang diberikan metode keperawatan telenursing. Cara pengumpulan data dilakukan dimulai dari sampel yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, responden dikelompokan menjadi kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Selanjutnya, responden diberikan penjelasan mengenai prosedur dan tujuan penelitian, kemudian responden menandatangani lembar informed consent.

Kemudian dilakukan pengukuran kemampuan perawatan diri pretest pada kedua kelompok. Pada kelompok perlakuan diberikan telenursing minimal dua kali seminggu dan diberikan selama tiga minggu. Setelah tiga minggu pemberian telenursing dilakukan pengukuran kemampuan perawatan diri kembali pada kedua kelompok, baik kelompok perlakuan yang mendapat telenursing maupun kelompok kontrol yang tidak mendapatkan intervensi telenursing. Setelah data terkumpul, diperoleh data tidak berdistribusi normal sehingga untuk menganalisis perbedaan pretest dan posttest masing-masing kelompok dilakukan dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test dan untuk menganalisis perbedaan kemampuan perawatan diri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney U Test.

HASIL PENELITIAN

Adapun hasil penlitian sebagai berikut.

Tabel 1.

Karakteristik responden berdasarkan usia (n= 30:30)

Karakteristik Responden

Kelompok perlakuan

Kelompok kontrol

f

%

f

%

Usia

18—25

3

10,0

6

20,0

26—35

4

13,3

3

10,0

36—45

10

33,3

2

6,7

46—55

8

26,7

9

30,0

56—60

5

16,7

10

33,3

Jenis Kelamin

Laki-laki

16

53,3

18

60,0

Perempuan

14

46,7

12

40,0

Pekerjaan

PNS

1

3,3

0

0,0

Pegawai Swasta

6

20,0

5

16,7

Wiraswasta

5

16,7

8

26,7

Lain-lain

18

60,0

17

56,7

Tingkat Pendidikan

Perguruan Tinggi

2

6,7

1

3,3

SMA

19

63,3

19

63,3

SMP

4

13,3

4

13,3

SD

4

13,3

6

20,0

Lain-lain

1

3,3

0

0,0


Tabel 1 menunjukkan kategori rentang usia responden terbanyak pada kelompok perlakuan berada pada rentang usia 36—45 tahun sebanyak 10 orang (33,3%), sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh rentang usia terbanyak berada pada rentang 56—60 tahun yaitu sebanyak 10 orang (33,3%). Kategori jenis kelamin responden terbanyak baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah laki-laki, pada kelompok perlakuan sebanyak 16 orang (53,3%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 18 orang (60,0%). Kategori pekerjaan terbanyak

baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah lain-lain yang meliputi ibu rumah tangga, petani, pekebun, dan nelayan. Pada kelompok perlakuan sebanyak 18 orang (60,0%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 17 orang (56,7%). Kategori tingkat pendidikan responden terbanyak baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol adalah SMA (sekolah menengah atas), pada kelompok perlakuan sebanyak 19 orang (63,3%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 19 orang (63,3%).

Tabel 2.

Karakteristik responden berdasarkan penyakit kronis yang diderita (n = 30:30)

Penyakit Kronis yang diderita

Kelompok perlakuan

Kelompok kontrol

f

%

f

%

ACKD

1

3,3

1

3,3

Asma

-

-

2

6,7

Anemia Aplastik

1

3,3

-

-

B24

1

3,3

-

-

CHF

-

-

1

3,3

CKD

6

20,0

8

26,7

DM

4

13,3

7

23,3

Ensefalitis

1

3,3

-

-

Epileptikus

1

3,3

3

10,0

Hemofilia

-

-

1

3,3

Hidrocepalus

-

-

1

3,3

Hipokalemia

1

3,3

-

-

Kanker

3

10,0

2

6,7

Osteoarthritis

-

-

1

3,3

Pneumotorax

1

3,3

-

-

PPOK

-

-

2

6,7

SLE

-

-

1

3,3

Sol Serebri

1

3,3

-

-

Stroke

4

13,3

-

-

Thalasemia

1

3,3

-

-

Tumor Faring

1

3,3

-

-

Tumor Paru

1

3,3

-

-

Tumor Serebri

1

3,3

-

-

Tabel 3.

Kemampuan perawatan diri pretest pada kelompok perlakuan dan kontrol (n = 30:30)

Variance

Max

Min

Standar Deviasi

Perlakuan

2,36

3

1

0,57135

Kontrol

2,86

3

1

0,53498


Tabel 2, hasil pengamatan berdasarkan variabel penelitian didapatkan nilai kemampuan perawatan diri pretest terendah pada kelompok perlakuan adalah 1 sedangkan nilai kemampuan perawatan diri tertinggi adalah 3. Sebaliknya pada

kelompok kontrol nilai terendah kemampuan perawatan diri pretest adalah 1 dan nilai kemampuan perawatan diri tertinggi adalah 5 dari rentang skala 1 sampai 5 yang diberikan peneliti.

Tabel 4.

Kemampuan perawatan diri post test pada kelompok perlakuan dan kontrol (n = 30:30)

Variance

Max

Min

Standar Deviasi

Perlakuan

6,02

5

3

0,77608

Kontrol

3,23

3

1

0,56832

Tabel 7, hasil pengamatan terhadap subjek penelitian kemampuan perawatan diri posttest didapatkan nilai kemampuan perawatan diri posttest pada kelompok perlakuan cenderung meningkat, yaitu senyak empat belas orang dari tiga puluh subjek penelitian mengalami peningkatan

nilai kemampuan perawatan diri sebesar 2. Di pihak lain pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan yang signifikan, yaitu dua belas orang dari tiga puluh subjek penelitian hanya mengalami peningkatan kemampuan perawatan diri sebesar 1.

Tabel 5.

Hasil uji statistik kemampuan perawatan diri pretest dan posttest pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (n= 30: 30)

ZP

Perlakuan

Posttest-Pretest

0,000

-4,799

Kontrol

Posttest-Pretest

0,157

-1,414

Tabel 5, hasil analisis perbedaan kemampuan perawatan diri pretest dan posttest menunjukkan perbedaan yang signifikan pada kelompok perlakuan yang mendapat intervesi telenursing. Sedangkan hasil analisis perbedaan kemampuan

perawatan diri pretest dan posttest menunjukan hasil yang tidak signifikan antara kemampuan perawatan diri pada kelompok kontrol sebelum dan setelah tiga minggu tanpa telenursing.


Tabel 6.

Analisis pengaruh telenursing terhadap kemampuan perawatan diri pada pasien dengan penyakit kronis

(n= 60)

Mann-Whitney U Test

Z

Asymp. Sig. (2tailed)

Selisih kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

35.000

-6,296

0,000


Tabel 6, hasil analisis pengaruh telenursing terhadap perawatan diri pada pasien dengan penyakit kronis didapatkan nilai Asymp Sign 2-tailed sebesar 0,000, nilai tersebut lebih kecil dari alpha penelitian 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh telenursing terhadap kemampuan perawatan diri pada pasien dengan penyakit kronis di Ruang Ratna dan Ruang Mawar RSUP Sanglah Denpasar.

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengukuran kemampuan perawatan diri pretest dari 30 responden kelompok perlakuan menunjukkan hasil nilai kemampuan perawatan diri tertinggi 3 dari rentang 1–5 yang diberikan peneliti yang berarti kemampuan perawatan diri pasien mendapat bantuan sedang dari orang terdekatnya meliputi buang air besar atau buang air kecil, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi dengan variance sebesar 2,36 dn standar deviasi sebesar 0,57135, sedangkan pada kelompok kontrol nilai kemampuan perawatan diri tertinggi didapatkan nilai sebesar 3 dari skala 1—5 yang diberikan peneliti dengan variance sebesar 2,86 dan standar deviasi sebesar 0,53498.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan perawatan diri pretest pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol lebih rendah dari nilai kemampuan perawatan diri pada orang normal biasanya. Menurut Nilsson Carina et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Information and Communication Technology Insupporting People with Serious Chronic Illness Living at Home an Intervention Study, ada beberapa hal yang dapat membuat seorang pasien memiliki perasaan takut yang dapat menghambat proses pengobatan sehingga dapat memperpanjang proses perawatan. Adapun faktor-faktor yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah perasaan takut akan prognosis penyakit yang diderita, ketakutan akan perubahan perlakuan dari

orang terdekat akibat penyakit yang dialami, hilangnya kepedulian orang terdekat, baik keluarga maupun teman dan sahabat, ketakutan akan keterbatasan atau kecacatan yang mungkin akan dialami setelah menjalani pengobatan, hilangnya harapan untuk dapat kembali ke kondisi seperti saat belum mengalami sakit, serta harapan untuk tetap dihargai dan diperlakukan seperti saat belum menderita penyakit kronis. Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al. dalam Sarafino, 2006).

Setelah dilakukan pengukuran kemampuan perawatan diri posttest dari 30 responden kelompok perlakuan diperoleh hasil nilai tertinggi kemampuan perawatan diri pasien sebesar 5 dari rentang 1—5 yang diberikan peneliti yang berarti tidak ada bantuan perawatan diri yang diberikan pada pasien karena pasien sudah melakukan perawatan diri secara mandiri dengan nilai variance sebesar 6,02 dan standar deviasi sebesar 0,77608. Pada kelompok kontrol didapatkan nilai tertinggi perawatan diri pasien adalah 3 dari rentang 1—5 yang diberikan peneliti yng menunjukan perubahan yang tidak signifikan pada kelompok kontrol yang tidak mendapat intervensi telenursing dengan nilai variance sebesar 3,23 dan standar deviasi sebesar 0,56832. Hasil tersebut menunjukan bahwa kemampuan perawatan diri pada kelompok perlakuan menunjukan perubahan yang signifikan setelah tiga minggu pemberian intervensi telenursing. Menurut Nilsson Carina et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Information and Communication Technology Insupporting People with Serious Chronic Illness Living at Home an Intervention Study, terdapat hal yang mampu memberikan dampak positif yang besar sehingga dapat membuat seorang pasien merasa lebih baik setelah mendapat intervensi atau perawatan jarak jauh dengan menggunakan media komunikasi. Hal yang dimaksud dalam penelitian tersebut adalah rasa percaya dan yakin

terhadap pengobatan yang akan diberikan oleh tenaga medis akan mampu memberikan efek positif dalam mengatasi masalah yang timbul dari sakit yang dialami pasien selama ini. Telenursing dapat membantu mengurangi hari perawatan pasien dengan penyakit kronis di rumah sakit karena pasien dapat dipantau kembali melalui telekomunikasi jarak jauh mengenai kondisi dan keluhan yang terjadi saat pasien sudah berada di rumah (Wootton et al, 2009). Selain itu, telenursing juga meningkatkan rasa aman (safety) perawat dan klien (Jackson, 2008 dan Bohnenkamp, 2009).

Berdasarkan uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test pada kelompok perlakuan diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang memiliki nilai lebih kecil dari α penelitian (0,05), yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan perawatan diri pretest dan posttest pada kelompok perlakuan. Menurut Lashkari et al. (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Effect of Telenursing (telephone follow-up) on Glycemic Control and Body Mass Index (BMI) of Type 2 Diabetes Patients, didapatkan perbedaan nilai yang signifikan antara tingkat HbA1c pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah diberikan intervensi dengan menggunakan uji analisis independent t-test, yaitu didapatkan hasil signifikansi (P<0,001). Menurut Hartford Kathleen (2009) dalam penelitiannya tentang “Telenursing and Patients’ Recovery from Bypass”, aplikasi teknologi telekomunikasi dalam memberikan pelayanan keperawatan membuat pasien mampu untuk belajar bagaimana merawat dirinya sendiri. Hal ini juga membantu perawat untuk melakukan pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan secara efektif. Selain itu, juga memperpendek lama perawatan.

Berdasarkan uji statistik menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test pada kelompok kontrol diperoleh nilai p sebesar 0,157 yang memiliki nilai lebih besar dari α penelitian (0,05), yang

menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, maka dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kemampuan perawatan diri pretest dan posttest pada kelompok kontrol. Menurut Lashkari et al. (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Effect of Telenursing (telephone follow-up) on Glycemic Control and Body Mass Index (BMI) of Type 2 Diabetes Patients, didapatkan perbedaan nilai yang tidak signifikan antara tingkat HbA1c pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Dengan menggunakan uji analisis independent t-test didapatkan hasil signifikansi (P<0,242) yang menunjukkan perbedaan nilai yang tidak signifikan dari kelompok kontrol sebelum dan sesudah mendapatkan intervensi.

Hasil analisis perbedaan kemampuan perawatan diri pada pasien dengan penyakit kronis antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan dengan Mann-Whitney U-Test, diperoleh nilai p sebesar 0,000 lebih kecil dari α penelitian (0,05) yang menunjukkan bahwa Ho ditolak. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan perawatan diri pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang berarti ada pengaruh Telenursing terhadap kemampun perawatan diri pada pasien penderita penyakit kronis di RSUP Sanglah Denpasar. Hal tersebut terjadi karena perbedaan perlakuan yang diberikan pada tiap-tiap kelompok, yaitu kelompok perlakuan mendapat metode intervensi telenursing, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan metode intervensi telenursing. Pemberian metode intervensi telenursing dapat meningkatkan motovasi pasien dalam proses penyembuhan sehingga pasien lebih termotivasi untuk mampu segera beraktivitas secara normal kembali. Sebaliknya, pada kelompok kontrol yang tidak diberikan telenursing, pasien cenderung pasif dan kurang motivasi serta penghargaan untuk bisa segera beraktivitas

seperti saat sebelum dirawat di rumah sakit.

Penelitian yang dilakukan oleh Ameen, Coll and Peters (2005) yang berjudul Impact of Tele-advice on Community Nurses’ Knowledge of Venous Leg Ulcer Care, menyatakan bahwa efektivitas yang baik terkait dengan penerapan telenursing di bidang manajemen perawatan ulkus kaki. Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat perbaikan yang signifikan dalam hal kemampuan perawat komunitas dalam manajemen perawatan ulkus kaki antara sebelum dan sesudah intervensi melalui telenursing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telenursing dapat menjadi sebuah metode alternatif bagi perawat komunitas dalam meningkatkan pengetahuan mereka dalam praktik perawatan ulkus kaki. Hal ini akan memiliki implikasi signifikan untuk penggunaan sumber daya manusia yang lebih efisien dan efektivitas biaya dalam perawatan luka.

Telenursing telah terbukti memiliki banyak manfaat dalam mendukung praktik keperawatan. Telenursing dapat mempermudah akses pasien dalam mencari pelayanan kesehatan, menambah efektivitas waktu, dan mendukung dalam kelancaran proses pembelajaran bidang keperawatan. Penelitian yang berkaitan dengan telehealth dan telenursing telah menunjukkan manfaat yang besar berhubungan dengan diagnosis dan konsultasi, pemantauan dan pengawasan pasien, hasil pelayanan kesehatan dan klinik, serta kemajuan teknologi. Tiap-tiap area ini memiliki perhatian khusus tentang keselamatan pasien (Murdiyanti, 2012).

Tujuan pemberian metode asuhan keperawatan jarak jauh dengan menggunakan media komunikasi atau telenursing adalah tidak untuk memperjelas diagnosis medis pasien, tetapi lebih difokuskan pada dimensi kegawatan atau keterlibatan perawat sehingga para perawat akan lebih terfokus pada informasi dukungan dan peningkatan pengetahuan pasien. Untuk mencapai hasil positif dari

konsultasi perawat dengan pasien melalui telepon terkait dengan penyakit yang dialami pasien maka sangat dibutuhkan sebuah metode atau cara berkomunikasi yang baik dari perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan jarak jauh dengan telepon. Komunikasi yang baik akan berdampak pada kepuasan pasien sehingga setiap perkataan atau saran dari perawat akan mudah didengar dan dipahami oleh pasien dan keluarga. Dengan demikian, pasien dan keluarganya akan termotivasi untuk mengikuti saran perawat (Bohnenkamp & Blackett, 2009).

SIMPULAN

Ada pengaruh Telenursing terhadap kemampuan perawatan diri pada pasien penderita penyakit kronis.

DAFTAR PUSTAKA

Ameen, J., Coll, A. M., & Peters, M. 2005.

Impact of tele-advice on community nurses' knowledge of venous leg ulcer care. Journal of Advanced Nursing, 50(6), 583-594

Bohnenkamp K.S. Lopez. A.M. Blackett A. 2009. Traditional Versus Telenursing Outpatient Management of Patients With Cancer With New Ostomies. Oncology Nursing Forum. 31;5.

Canadian Nurses Assosiation. 2005. NurseOne, the Canadian Nurses Portal Ottawa. Diperoleh melalui www.cna-alic.ca pada tanggal 30 April 2015.

Hartford Kathleen. 2005. Telenursing and patients’ Recovery from Bypass. Lawson Health Research Institute, University of Western Ontario, London, Ontario N6A 4G5, Canada. J Adv Nurs. 2005 Jun;50(5):459-68

Jackson S. 2008. Technology Study Show Growing Use, Increase Satisfaction with Telehealth. Hospital Home

Health. 25;5;61-72. Available from: www.ahcmedia.com/online.html.

Lashkari Tahereh, Fariba Borhani, Sabzevari Sakineh, Abbaszadeh Abbas. 2013. Effect of telenursing (telephone follow-up) on glycemic control and body mass index (BMI) of type 2 diabetes patients. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, November-December 2013. Vol. 18. Issue 6

Lee RG, Chen KC, Hsiao CC, Tseng CL. 2007. Mobile care system with an alert mechanism.IEEE Trans Inf Technical Biomol.; 11 : 507-517.

Murdiyanti Dewi. 2012. Penerapan Telenursing Sebagai Salah Satu Cara Menyediakan Pelayanan Keperawatan Dalam Era Teknologi Informasi. Jakarta. Unversitas Indonesia

Nilsson Carina, Ohman Marja, Soderberg Siv. 2006. Information and Communication Technology Insupporting people with serious chronic illness living at home an intervention study. Siv Journal of Telemedicine and Telecare; 2006; 12, 4; ProQuest Medical Library pg. 198

Nursalam, 2009. Konsep dan Penerapan Metodelogi penelitian Ilmu Keperawatan. Cetakan Pertama. Jakarta: EGC

Richard, A. A., & Shea, K. 2011. Delineation of self-care and associated concepts. Journal of Nursing Scholarship, 43, 255–264.

Riegel, B., & Dickson, V. V. 2008. A situation-specific theory of heart failure self care. Journal of Cardiovascular Nursing, hal 23(3), 190–196. Richard, A. A., & Shea, K.

2011. Delineation of self-care and

associated concepts. Journal of Nursing Scholarship, 43, 255–264.

Sarafino, E. P. 2006. Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition. USA: John Wiley & Sons.

Smeltzer & Bare. 2010. Textbook of Medical Surgical Nursing Vol. 2. Philadelphia: Linppincott William & Wilkins.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Jalan Gegerkalong Hilir No. 84 Bandung. Alfabeta, CV

World Health Organization. 2010. Chronic diseases.      Diakses melalui

http://www.who.int/topics/chronic_di seases/en/. pada tanggal 27 April 2015

Wootton R., Patil N. g., Scoot R., E., Ho Kendall. 2009. E-BOOK: Telehealth in The Developing World. Royal Society of Medicine Press Ltd. Nited Kingdom. Available From: http://www.rsmpress.co.uk

Wu SY, Green A. 2007. Projection of chronic illness prevalence and cost inflamation. Washington DC: RAND Health.

Volume 7, Nomor 2, Agustus 2019

96