Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

Linda Rohmah, Yulia Susanti*, Dwi Haryanti

Progran Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal Email: [email protected]

ABSTRAK

Peran masyarakat dalam menurunkan jumlah vektor DBD sangat menentukan penurunan jumlah kasus DBD. Pemberian pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan bahaya dari nyamuk demam berdarah sangat menentukan keberhasilan penanggulangan demam berdarah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif, metode penelitian deskriptif dengan pendekatan survey. Sampel berjumlah 332 responden dengan teknik pengambilan purposive sampling. Alat ukur berupa kuesioner sebanyak 30 pertanyaan. Analisa data menggunakan univariat dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik responden sebagian besar berusia masa dewasa akhir (usia 3645 tahun) sebanyak 124 responden (37,3%), berjenis kelamin laki-laki sebanyak 234 responden (70,5%), berpendidikan SD sebanyak 151 responden (45,5%), bekerja swasta sebanyak 114 responden (34,3%). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD yang belum pernah menderita DBD sebagian besar cukup sebanyak 133 responden (40,1%). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang DBD yang pernah menderita DBD sebagian besar baik yaitu sebanyak 28 responden (8,4%). Diharapkan masyarakat untuk mencari informasi tentang DBD sehingga lebih mengerti dan memahami tentang DBD dengan jalan sering membaca buku, majalah, membuka internet bertanya kepada tenaga kesehatan atau teman dengan demikian pengetahuan tentang DBD akan meningkat.

Kata kunci : pengetahuan, masyarakat, demam berdarah dengue

ABSTRACT

The role of the community in reducing DHF vectors number is very decisive decrease the number of DHF cases. The understanding and knowledge of the community about the dangers of dengue fever mosquito determine the success of dengue fever prevention. This research aim to describe the level of public knowledge about the disease Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in the village of the District Tunggulsari Brangsong Kendal. The design of this study was quantitative, descriptive method with survey approach. The sample was amounted to 95 respondents with decision-purposive sampling technique. Measuring instrument was a questionnaire of 30 questions. Data were analyzed using univariate in the form of frequency distribution and percentage. The results showed that the characteristics of respondents mostly aged late adulthood (ages 36-45 years) as many as 124 respondents (37.3%), sex as male much as 234 respondent (70,5%), elementary school education as much as 151 respondents (45.5%), most of the private work as many as 114 respondents (34,3%). The level of public knowledge about Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) DHF who have never suffered mostly quite as much as 133 respondents (40.1%). The level of public knowledge about Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), which had suffered from dengue mostly good as many as 28 respondents (8.4%). Expected people to find information about Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) so that a better understanding and grasp of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) with the road often read books, magazines, go online to ask for health workers or friends with such knowledge of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) will increase.

Keyword : science, society, dengue hemorrhagic fever

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita penyakit DBD sebelumnya. Nyamuk Aedes ini tersebar luas di rumah-rumah dan tempat umum, kecuali di

tempat-tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Ginanjar, 2008). Nyamuk ini biasanya juga hidup diantara garis lintang 350 utara dan 350 selatan, karena nyamuk suka tinggal didaerah yang lembab dan menyukai hidup berdekatan dengan manusia (Gubler, 2010).

Angka kematian yang disebabkan oleh DBD mencapai 140.000 setiap

tahunnya. Hal tersebut menjadikan DBD sebagai masalah utama di Indonesia yang harus segera ditangani, karenaangka kematian DBD selalu meningkat dari tahun ke tahun (Purnomo, 2014). Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD dilaporkan ada di 12 Kabupaten dan 3 Kota dari 11 Provinsi di Indonesia, antara lain: 1) Provinsi Banten, Kabupaten Tangerang; 2) Provinsi Sumatera Selatan, Kota Lubuklinggau; 3) Provinsi Bengkulu, Kota Bengkulu; 4) Provinsi Bali, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar; 5) Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Bulukumba, Pangkep, Luwu Utara, dan Wajo; 6) Provinsi Gorontalo, Kabupaten Gorontalo; serta 7) Provinsi Papua Barat, Kabupaten Kaimana; 8) Provinsi Papua, Kabupaten Mappi; 9) Provinsi NTT, Kabupaten Sikka; 10) Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas; 11)Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Majene. Sepanjang bulan Januari 2016, kasus DBD yang terjadi di wilayah tersebut tercatat sebanyak 492 orang dengan jumlah kematian 25 orang, sedangkan pada bulan Februari 2016 tercatat sebanyak 116 orang dengan jumlah kematian 9 orang. Hasil data tersebut menunjukan adanya penurunan KLB di Indonesia sepanjang bulan Januari-Februari 2016 (Kemenkes RI, 2016). Sementara itu di Kabupaten Kendal, jumlah kasus DBD tahun 2013 sebanyak 57,5%, tahun 2014 sebanyak 59,8% dan tahun 2015 sebanyak 68,8% dari jumlah penduduk per 100.000 penduduk (Dinas Kesehatan [DinKes] Kabupaten Kendal, 2015).

Mengingat sangat berbahayanya penyakit DBD, maka perlu ada upaya pemberantasan yang komprehensif dari penyakit tersebut.Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN 3M-Plus) untuk menanggulanggi penyakit DBD. Ini merupakan cara utama yang dianggap efektif, efisien dan ekonomis untuk memberantas vektor penular DBD mengingat obat dan vaksin pembunuh virus DBD belum di temukan.Program

PSN 3M-plus perlu diimbangi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang DBD. Pengetahuan kepada masyarakat diperlukan karena sebagai modal awal perubahan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2007).

Peran masyarakat dalam menurunkan jumlah vektor DBD sangat menentukan penurunan jumlah kasus DBD, untuk meningkatkan peran masyarakat tersebut perlu dilakukan penyuluhan tentang DBD dan pelatihan tenaga juru pemantau jentik (Jumantik) (Depkes RI, 2008). Selain itu pemberian pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat akan bahaya dari nyamuk demam berdarah juga sangat menentukan keberhasilan penanggulangan demam berdarah (Dinas Infokom Jawa Timur, 2008). Pengetahuan masyarakat yang meningkat penting dalam mengendalikan jumlah vektor DBD di rumahnya sendiri-sendiri, tetapi apabila pengetahuan masyarakat kurang akan menimbulkan peningkatan kasus DBD (Soegianto, 2008). Masyarakat yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai DBD memiliki upaya pencegahan yang baik (Sutaryo, 2006).

Penelitian di Thailand membuktikan adanya hubungan langsung antara pengetahuan tentang pencegahan DBD terhadap tindakan pencegahan DBD (Constantianus, et.al, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Herminingrum, I.Y (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna (signifikan) dengan tingkat korelasi sedang antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan upaya pencegahan DBD di Desa Sukorejo Musuk Boyolali, dimana semakin baik tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD, maka semakin baik pula upaya pencegahan DBD, akibatnya terjadi penurunan kasus DBD.

Kendala pencegahan DBD yang masih sering terjadi di masyarakat adalah ketidaktahuan masyarakat mengenai penyakit dan perilaku manusia. Ketidaktahuan masyarakat terjadi karena

kurangnya informasi tentang penyakit DBD. Perilaku masyarakat yang menjadi kendala dalam pencegahan DBD yaitu masyarakat belum konsisten dalam melakukan program pencegahan dan pemberantasan DBD (Sungkar, dkk. 2010).

Menurut Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi (2011) menyebutkan bahwa terdapat perbedaaan pengetahuan mengenai DBD antara wilayah endemis dan non endemis. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang tinggal di wilayah endemis lebih tahu dan lebih mudah mendapat informasi, dan mempunyai pengalaman karena keluarga maupun tetangganya pernah menderita DBD.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal, memperlihatkan bahwa di Kabupaten Kendal pada tahun 2016 ditemukan 357 kasus DBD dan 5 orang meninggal. Data kasus DBD terbanyak di Kecamatan Brangsong khususnya di Desa Tunggulsari yaitu sebanyak 7 kasus dan 2 orang diantaranya meninggal dunia.Desa Tunggulsari hingga saat ini masih dinyatakan sebagai desa yang endemis Demam Berdarah Dengue.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal menunjukkan data 2 dari 7 Kepala keluarga yang terkena DBDtidak dapat menjelaskan tentang penyakit demam berdarah, tanda dan gejalaserta cara penanggulangan demam berdarah. Tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat desa Tunggulsari masih berpendidikan dasar (SD dan SMP). Hasil wawancara dengan kepala puskesmas Brangsong 1 menyatakan sudah dilakukan fogging, namun hal yang sangat menentukan keberhasilan penanggulangan demam berdarah bukan pelaksana fogging tetapi pemberi pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat akan bahayanya dari nyamuk demam berdarah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Gambaran Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan survey. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga dari 9 RW di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal yang berjumlah 1.943. Sampel penelitian sebanyak 332 Kepala keluarga. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling. Alat ukur berupa kuesioner sebanyak 30 pertanyaan. Analisa data menggunakan univariat dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1 mengambarkan karakteristik responden berdasarkan Usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan riwayat demam berdarah dengue (DBD) dalam keluarga di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal terlihat dalam tabel responden sebagian besar berusia masa 3645 tahun yang tergolong dalam masa dewasa akhir dengan presentase 37,3%. Mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 234 responden (70,5%), berdasarkan pendidikan sebagian besar SD sebanyak 151 responden (45,5%), berdasarkan pekerjaan sebagian besar bekerja sebagai swasta sebanyak 114 responden (34,3%). Tergambar dalam tabel mayoritas responden di Desa Tunggulsari kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal sebagian responden anggota keluarganya belum pernah menderita demam berdarah dengue (DBD) sebanyak 279 responden (84,0%)

Tabel 1.

Karakteristik responden (n=332)

Karakteristik Responden

Frekuensi

(%)

Usia

Masa dewasa awal (26- 35 tahun)

70

21,1

Masa dewasa akhir (36- 45 tahun)

124

37,3

Masa lansia awal (46- 55 tahun)

96

28,9

Masa lansia akhir (56 - 65 tahun)

28

8,4

Masa manula (65 - sampai atas)

14

4,2

Jenis Kelamin

Laki-laki

234

70,5

Perempuan

98

29,5

Pendidikan

Tidak Sekolah

27

8,1

SD

151

45,5

SMP

88

26,5

SMA

54

16,3

Sarjana

12

3,6

Pekerjaan

IRT

79

23,8

Swasta

114

34,3

Guru

6

1,8

Wirausaha

21

6,3

Petani

106

31,9

Polisi

6

1,8

Riwayat DBD dalam keluarga

Belum pernah menderita DBD

279

84,0

Pernah menderita DBD

53

16,0

Tabel 2.

Pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue pada Masyarakat yang belum pernah

(n=279)

Tingkat pengetahuan tentang DBD

f

%

Baik

90

32,2

Cukup

133

47,6

Kurang

56

20,0

Tabel 2 menunjukkan bahwa

responden memiliki pengetahuan yang

tingkat pengetahuan responden yang

cukup yaitu sebanyak

133 esponden

belum pernah menderita demam

(47,6%), pengertahuan

yang baik

berdarah dengue (DBD) di Desa

serbanyak 90 responden (32,2%) dan

Tunggulsari Kecamatan Brangsong

untuk perngertahuan kurang serbanyak

Kabupaten Kendal sebagian besar

56 respondern (20,0%).

Tabel 3.

Pengetahuan tentang Demam Berdarah Dengue pada Masyarakat yang pernah (n=53)

Tingkat pengetahuan tentang DBD

f

%

Baik

28

52,8

Cukup

23

43,3

Kurang

2

3,7

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan anggota masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada responden yang pernah menderita DBD di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal sebagian besar baik yaitu sebanyak 28 responden (52,8%), pengetahuan cukup sebanyak 23 responden (43,3%) dan pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (3,7%)

PEMBAHASAN

Tingkat pengetahuan tentang DBD pada Masyarakat yang belum pernah menderita DBD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 279 responden yang belum pernah menderita DBD sebagian besar cukup sebanyak 133 responden (47,7%), pengetahuan baik sebanyak 90 responden (32,3%) dan pengetahuan kurang sebanyak 56 responden (20,1%). Pengetahuan merupakan informasi hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Informasi data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Inilah berpotensi untuk menindaki (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan tentang DBD adalah informasi tentang Demam Berdarah Dengue (DBD)yang diperoleh seseorang setelah melakukan penginderaan. Informasi tentang DBD yang diperoleh meliputi pengertian demam berdarah dengue, penyebab, tanda dan gejala, penularan, pencegahan, penatalaksanaan dan faktor resiko DBD.

Faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Wawan.A dan Dewi, 2010) dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur, sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan sosial budaya. Menurut Elisabeth BH

yang dikutip Nursalam (2008), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) dalam Wawan dan Dewi (2010) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan tentang DBD pada masyarakat yang belum pernah menderita DBD sebagian besar cukup sebanyak 133 responden (47,7%), umur responden mayoritas adalah masa dewasa akhir (usia 36-45 tahun) sebanyak 79 responden (28,3%). Sebagian besar responden usia 36-45 tahun karena responden adalah kepala keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur 3645 tahun ternyata memiliki pengetahuan cukup tentang DBD. Hal ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa semakin bertambah umur seseorang maka akan semakin banyak pengalaman yang diterimanya. Pada umur 36-45 tahun adalah masa seseorang menjalani kehidupan rumah tangga sehingga diharapkan pada masa ini lebih dapat menerima informasi tentang masalah kesehatan terutama tentang DBD yang terjadi pada keluarga, namun ternyata sebagian besar pada usia ini tidak mengetahui tentang DBD. Hal ini terjadi karena responden belum mendapatkan informasi tentang DBD sehingga wajar jika sebagian besar pada usia ini memiliki pengetahuan cukup tentang DBD.

Dari segi pendidikan, tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar, seseorang yang lebih tinggi pendidikannya maka pengetahuannya akan semakin luas (Wawan dan Dewi, 2010). Dari hasil penelitian pendidikan responden mayoritas adalah tamatan SD yaitu sebanyak 125 responden (44,8%). Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan. Responden dengan pendidikan SD tentu akan memiliki pengetahuan yang kurang

baik dibandingkan dengan responden dengan pendidikan tamatan SMP, SMA ataupun Sarjana. Hasil penelitian ternyata sebagian besar responden berpengetahuan cukup tentang DBD dengan sebagian besar pendidikan SD. Hasil ini sesuai dengan teori menurut Wawan dan Dewi (2010) yang menyatakan bahwa pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinue akan dapat lebih biasa mendapatkan informasi.

Selain faktor pendidikan, faktor pekerjaan juga berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Menurut (Wawan dan Dewi, 2010) bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga, seseorang yang sudah bekerja maka tingkat kemampuan berfikirnya akan berpengaruh terhadap pengetahuan. Dari hasil penelitian mayoritas pekerjaan responden adalah petani yaitu sebanyak 98 responden (35,1%). Mayoritas pengetahuan responden yang beekrja sebagai petani dalam penelitian adalah cukup. Dengan kesibukan pekerjaan petani, responden kurang berinteraksi dengan lingkungan dan warga sekitar. Hal ini juga akan mempengaruhi informasi yang diperolehnya misalnya pengetahuan mengenai DBD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan masyarakat yang belum pernah menderita DBD masuk kategori cukup, hal ini dikarenakan berdasarkan informasi dari masyarakat menyatakan bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas Brangsong 1 Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal belum memberikan penyuluhan secara aktif tentang DBD, tenaga kesehatan hanya memberikan pengetahuan secara umum tentang DBD tidak secara khusus menjelaskan tentang penyebab, tanda gejala, cara penularan, cara pencegahan, penatalaksanaan dan faktor resiko DBD. Penyuluhan juga hanya diberikan kepada masyarakat yang pernah menderita DBD. Masyarakat yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai DBD memiliki upaya

pencegahan yang baik (Sutaryo, 2006). Hal ini pula yang mempengaruhi pengetahuan dari responden. Dalam teori dijelaskan bahwa faktor eksternal berupa lingkungan akan mempengaruhi seseorang berarti sejalan dengan hasil penelitian karena lingkungan dari responden yang baik karena tenaga kesehatan yang sudah memberikan penyuluhan tentang DBD menjadikan pengetahuan responden tentang DBD menjadi baik. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermining rum (2011) yang menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan tentang DBD kategori cukup. Hasil penelitian berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mudzakkir, (2014) yang menyatakan bahwa (75,8%) memiliki pengetahuan kurang.

Tingkat pengetahuan tentang DBD pada Masyarakat yang pernah menderita DBD

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 53 responden yang pernah menderita DBD sebagian besar baik yaitu sebanyak 28 responden (52,8%), pengetahuan cukup sebanyak 23 responden (43,4%) dan pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (3,8%). Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, pengetahuan diperoleh baik dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2010).

Faktor–faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut (Wawan. dan Dewi, 2010) dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan umur, sedangkan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan sosial budaya. Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2008), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) dalam Wawan dan Dewi (2010) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa mayoritas usia responden adalah usia dewasa akhir (36-45 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia 36-45 tahun ternyata memiliki pengetahuan baik tentang DBD. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin banyak pengalaman yang diterimanya. Pada usia 36-45 tahun diharapkan masyarakat lebih dapat menerima informasi tentang masalah kesehatan terutama tentang DBD setelah menderita DBD, dan ternyata sebagian besar masyarakatyang pernah menderita DBD telah mengetahui tentang DBD. Hal ini terjadi karena masyarakat yang pernah menderita DBD telah mendapatkan informasi tentang DBD.

Dari segi pendidikan, tingkat pendidikan akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar, seseorang yang lebih tinggi pendidikannya maka pengetahuannya akan semakin luas (Wawan dan Dewi, 2010). Dari hasil penelitian pendidikan responden yang pernah mengalami DBD mayoritas adalah tamatan SD yaitu sebanyak 26 responden (49,1%). Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan. Responden dengan pendidikan SD tentu akan memiliki pengetahuan yang kurang baik dibandingkan dengan responden dengan pendidikan tamatan SMP ataupun SMA. Hasil penelitian sebagian besar responden berpengetahuan baiktentang DBD dengan sebagian besar pendidikan SD. Hal ini terjadi karena pengetahuan baik tentang DBD yang diperoleh responden didapat dari pengalaman sebelumnya sesudah menderita DBD bukan dari pendidikan. Hasil ini berbeda dengan teori menurut Wawan dan Dewi (2010) yang menyatakan bahwa pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Individu yang dapat

berinteraksi secara kontinue akan dapat lebih biasa mendapatkan informasi.

Selain faktor pendidikan, faktor pekerjaan juga berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Menurut (Wawan dan Dewi, 2010) bekerja bagi masyarakat akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga, seseorang yang sudah bekerja maka tingkat kemampuan berfikirnya akan berpengaruh terhadap pengetahuan. Dari hasil penelitian mayoritas pekerjaan responden adalah sebagai swasta dan IRT masing-masing sebanyak 19 responden (35,8%). Mayoritas pengetahuan pada responden yang pekerjaan swasta dan IRT adalah baik. Dengan pekerjaan swasta dan IRT, responden lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan dan warga sekitar. Hal ini juga akan mempengaruhi informasi yang diperolehnya misalnya pengetahuan mengenai DBD.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan masyarakat yang pernah menderita DBD masuk kategori baik, hal ini dikarenakan berdasarkan informasi dari masyarakat menyatakan bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas Brangsong 1 Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal pernah memberikan penyuluhan tentang DBD, tenaga kesehatan memberikan pengetahuan tentang pengertian demam berdarah dengue, penyebab, tanda dan gejala, penularan, pencegahan, penatalaksanaan dan faktor risiko DBD. Selain itu masyarakat yang memiliki pengetahuan baik kemungkinan diperoleh dari informasi yang didapatkan melalui media massa seperti TV, koran radio, internet, bertanya teman dan sebagainya. Hal ini pula yang mempengaruhi pengetahuan dari responden. Dalam teori dijelaskan bahwa faktor eksternal berupa lingkungan akan mempengaruhi seseorang berarti sejalan dengan hasil penelitian karena lingkungan dari responden yang baik karena tenaga kesehatan yang sudah memberikan penyuluhan tentang DBD menjadikan pengetahuan responden tentang DBD

menjadi baik. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarif, (2013) yang menyatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Desa Maen Tentang Demam Berdarah Dengue secara keseluruhan mendapatkan nilai 72,2% dan dikategorikan baik

SIMPULAN

Tingkat pengetahuan masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) yang belum pernah menderita DBD sebagian besar cukup sebanyak 133 responden (40,1%). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) yang pernah menderita DBD di Desa Tunggulsari Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal sebagian besar baik yaitu sebanyak 28 responden (8,4%)

DAFTAR PUSTAKA

Constantianus, et al, (2006). Dengue

Knowledge and practices and their impact on Aedes aegypti populations in Kamphaeng Phet, Thailand. Am. J. Trop. Med. Hyg., 74(4): 692–700

Depkes RI.(2007).Perkembangan kasus demam berdarah di Indonesia. Diakses                        dari

http://www.depkes.go.id       pada

tanggal 9 Oktober 2016.

Depkes RI. (2008). Modul pelatihan bagi pelatih pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dengan pendekatan komunikasi perubahan   prilaku.

Jakarta:Dirjen PP & PL.

Dinas Infokom Jawa Timur.(2008). Data demam berdarah Propinsi Jawa Timur. Surabaya: Dinas Infokom Jatim.

Dinas Kesehatan Kabupaten

Kendal.(2015). Laporan tahunan penyakit. Kendal: DKK Kabupaten Kendal.

Ginanjar. (2008).Demam berdarah, a survival quide, Cet. 1., Yogyakarta: B. First (PT Benteng Pustaka).

Gubler DJ (2010). "Dengue viruses". Di Mahy BWJ, Van Regenmortel MHV. Desk Encyclopedia of Human and Medical Virology. Boston: Academic Press. pp. 372–82.   ISBN 0-12

375147-0.

Herminingrum,I.Y (2011). Hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD dengan upaya pencegahan DBD di Desa Sukorejo Musuk Boyolali. Jurnal Keperawatan FIK UMS.

Kemenkes RI. (2016). Wilayah KLB DBD ada di 11 Provinsi. Diakses dari http://www.depkes.go.id/article/print /16030700001/wilayah-klb-dbd-ada-di-11-provinsi.html pada tanggal 9 Oktober 2016.

Mudzakkir. (2014). Pengetahuan Masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Kedungsari Kecamatan Tarokan Kabupaten Kediri. Jurnal Efektor Jurnal Nomor 25 Volume 01 Desember Tahun 2014.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rhineka Cipta

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta, Salemba Medika.

Purnomo, (2014). Mengapa Demam Berdarah Bisa Mematikan?. Diakses dari http://health.kompas.com/read/2014/ 06/11/0755002/Mengapa.Demam.Be rdarah.Bisa.Mematikan. tanggal 05 Maret 2017 jam 10.00 WIB.

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, (2011). Buletin jendela epidemiologi demam berdarah dengue volume 2. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Available from: http://www.depkes.go.id/downloads/ publikasi/buletin/BULETIN

DBD.pdf pada tanggal 9 Oktober 2016.

Soegianto.(2008). Demam berdarah dengue. Surabaya: Airlangga University Press.

Sungkar, dkk. (2010). Pengaruh penyuluhan    terhadap    tingkat

pengetahuan    masyarakat    dan

kepadatan aedes aegypti di Kecamatan     Bayan provinsi

Banten.Makara, Kesehatan, vol 14,

NO.2, Desember 2010:81-85.2010. diunduh dari: http://journal.ac.id/ upload/artikel/688-1391-1-SM.pdf. pada tanggal 9 Oktober 2016

Sutaryo, (2006). Dengue. Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM.

Syarif,I.S.(2013). Pengetahuan Masyarakat tentang Demam Berdarah Dengue di Desa Maen Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal e-Biomedik (eBM),Volume 1, Nomor 1, Maret 2013, hlm. 349-356.

Wawan, A dan Dewi,S (2010). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika

Volume 7, Nomor 1, April 2019

30