HUBUNGAN AKTIVITAS MENYELAM DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PENYELAM DI DESA LES, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298
HUBUNGAN AKTIVITAS MENYELAM DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PENYELAM DI DESA LES, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG
I Made Parayoga Dwipayana1, A.A. Istri Putra Kusumawati2, Ni Ketut Guru Prapti3 1,3Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Bali
ABSTRAK
Menyelam adalah salah satu aktivitas bawah air yang telah dinikmati sebagai salah satu cabang olahraga. Apabila penyelam turun makin dalam ke dasar laut, paru akan terpajan oleh peningkatan tekanan oksigen. Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap paru, diperlukan adanya pencegahan berupa skrining kapasitas vital paru menggunakan spirometri. Penelitian ini bertujuan menganalisa apakah ada hubungan aktivitas menyelam berupa kedalaman dengan kapasitas vital paru pada penyelam. Desain penelitian ini adalah non-experimental design berupa penelitian korelasional. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan cross-sectional, dimana observasi data variabel bebas dan terikat dilakukan satu kali pada suatu saat. Dengan teknik purposive sampling peneliti mendapatkan sampel sebanyak 35 orang. Setelah dilakukan pengukuran dan penghitungan FEV1 dan pemberian angket didapatkan hasil obstruksi sedang sebanyak 15 orang (42,86%), yang mengalami obstruksi ringan sebanyak 11 orang (31,43%), dengan persentase FEV1 normal sebanyak 9 orang (25,71%) dan tidak ada yang mengalami obstruksi berat. Menyelam pada kedalaman <10 meter sebanyak 22 orang (62,86%), pada kedalaman 10 – 30 meter sebanyak 5 orang (14,29%) dan pada kedalaman >30 meter sebanyak 8 orang (22,86%). Berdasarkan uji korelasi Spearman-Rank didapatkan hasil p=0,029 dengan koefisen korelasi -0,368 artinya ada hubungan signifikan antara aktivitas menyelam dengan kapasitas vital paru. Berdasarkan penelitian ini disarankan agar penyelam selalu dengan rutin memeriksakan kesehatannya.
Kata kunci : Aktivitas menyelam, kapasitas vital paru, penyelam
ABSTRACT
Diving is one of the underwater activities which are enjoyed as one kind of sports. If diver goes steeply downward, the lung will be exposed by the increase of oxygen pressure. To prevent further lung damage, some preventions need to be performed such as do measuring of lung vital capacity using spirometry tool. This study aims to analyze the relation between the depth of diving and vital capacity of lungs among divers using non-experimental design in the form of correlational research. Cross-sectional approach was used to this study by measurement or observation of independent data and dependent data was performed once in a while. Thirty five divers were collected by purposive sampling. The results of this study are 15 people (42,86%) got moderate obstruction, 11 people (31,43%) got mild obstruction, normal FEV1 is 9 people (25.71%) and no one sample have severe obstruction. Diving in the depth about < 10 metres was done by 22 people (62,86%), 10 – 30 meters by 5 people (14.29%) and > 30 meters by 8 people (22,86%). The results was obtained by Rank Spearman correlation test result is p= 0,029 with correlation coefficient is -0.368. This results means there are significant correlation between diving activities with vital lung capacity. From this research suggested for diver to always checking their health status routinely.
Keywords: Diver diving activity lung vital capacity
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal vital yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Kesehatan merupakan suatu keadaan yang bukan sekadar ketiadaan suatu penyakit atau kecacatan, tetapi merupakan suatu keadaan baik secara menyeluruh termasuk kondisi fisik, mental dan sosialnya (World Health Organitation, 2010). Sedangkan menurut Undang-Undang no 36 tahun 2009 tentang kesehatan, mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Salah satu cara menjaga kesehatan adalah dengan berolahraga. Olahraga adalah segala kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial (Undang-Undang No. 3 Tahun 2005). Latihan fisik dengan pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat kesegaran jasmani (Syatria, 2006). Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunani, Puspitasari, dan Sulistyawati (2013) yang menyimpulkan bahwa semakin sering berolahraga dalam hal ini renang, maka kapasitas vital paru akan meningkat. Menurut Guyton dan Hall (2007), aktivitas akan meningkatkan frekuensi dan volume pernapasan serta
mempunyai efek yang jelas terhadap peningkatan kemampuan paru.
Menyelam adalah salah satu aktivitas bawah air yang saat ini telah banyak dinikmati sebagai salah satu cabang olahraga. (Herman, Yunus, Harahap, & Rasmin, 2011). Menyelam bukanlah tanpa risiko. Apabila penyelam turun makin dalam ke dasar laut, paru akan terpajan oleh peningkatan tekanan PO2. Semakin sering seseorang menyelam akan semakin besar risiko kelainan paru yang mungkin terjadi (Herman dkk., 2011).
Paru-paru merupakan sepasang organ besar berbentuk kantong di rongga dada (thoracic cavity) (Finahari, 2008). Salah satu indikator pemeriksaan fungsi paru adalah pemeriksaan kapasitas paru yang diukur dengan spirometer. Jumlah udara yang dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya dalam satu detik pertama pada waktu ekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal adalah Force Expiration Volume (FEV) satu second atau FEV1 (Nisa, Sidharti, & Adityo, 2015). Hasil pengukuran FEV1 dijadikan salah satu parameter fungsi paru. Spirometri adalah prosedur evaluasi fungsi pulmonari untuk mengukur volume dan kecepatan udara inspirasi/ ekspirasi dengan menggunakan alat ukur spirometer (Quanjer, 2008). Spirometer banyak digunakan untuk mengevaluasi kondisi-kondisi penyakit
pernafasan seperti asma, fibrosis pulmonari dan COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease).
Di Indonesia, puskesmas daerah Ujung Tanah kota Makasar mencatat, dari tahun 2000 hingga 2006 terdapat 13 orang penyelam meninggal dunia (Paskarini, Tualeka, Ardianto, & Dwiyanti, 2013). Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada penyelam profesional di Manado, dari seluruh sampel 39,2% diantaranya mengalami restriksi ringan, 3,6% mengalami restriksi sedang dan 3,6% lainnya mengalami restriksi berat. (Numbery, Joseph, Maramis, & Kawatu, 2012). Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap paru, diperlukan adanya tindak pencegahan. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan deteksi dini atau skrining.
Pada studi pendahuluan yang telah dilakukan kepada para penyelam desa Les didapatkan data total anggota komunitas yang terdata sekitar 45 orang yang rutin melakukan penyelaman dan seluruhnya merupakan laki-laki. Dari wawancara yang dilakukan kepada 11 orang penyelam, tiga orang mengeluh nyeri dada dan satu orang diantaranya masih mengeluhkannya hingga saat ini. Empat orang mengatakan pernah mengeluh sesak dan satu orang pernah diopname di RS Sanglah dengan keluhan sesak. Hampir seluruh penyelam pernah
mengalami nyeri telinga serta pilek beberapa hari setelah penyelaman. Metode penyelaman yang biasanya digunakan adalah thetered diving, breath holding atau free diving, dan SCUBA (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus) diving dengan kedalaman berkisar 10 hingga 30 meter.
Berdasarkan hasil uraian di atas maka diperlukan suatu studi untuk mengetahui adanya hubungan antara kedalaman penyelaman maupun metode penyelaman tertentu dengan perubahan fungsi paru yang ditandai dengan perubahan kapasitas vital paru. Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng tahun 2015 menyebutkan bahwa prevalensi kejadian gangguan paru di Buleleng masuk ke urutan tiga besar sehingga deteksi dini (skrinning) sangat diperlukan dalam pencegahan penyakit khususnya penyakit paru agar gangguan penyakit paru yang lebih serius bisa dicegah terutama pada penyelam. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Aktivitas Menyelam dengan Kapasitas Vital Paru Pada Penyelam di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng”. Peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu “Adakah Hubungan Aktivitas Menyelam dengan Kapasitas Vital Paru Pada
Penyelam di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng?”
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan nonexperimental design yang berupa penelitian korelasional yaitu memberikan gambaran yang lebih spesifik dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek tertentu dan menjelaskan hubungan antara dua variabel (Nursalam, 2009). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan cross-sectional.
Populasi dan Sample
Populasi dari penelitian ini adalah penyelam di desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng yang dengan teknik purposive sampling dipilih 35 orang penyelam.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini yaitu berupa alat spirometri dan angket. Angket aktivitas menyelam digunakan untuk mengkaji data demografi responden dan juga data yang berhubungan dengan aktivitas menyelam. Peralatan spirometri digunakan untuk mengukur volume udara yang masuk dan keluar dari paru-paru yang disertai dengan prosedur penggunaan alat.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Populasi penyelam yang terdata sebanyak 45 orang dipilih dengan teknik purposive sampling Peneliti menetapkan kriteria inklusi usia 20 - 40 tahun, melakukan aktivitas menyelam minimal sejak 1 tahun terakhir, melakukan aktivitas menyelam secara rutin minimal 1 minggu sekali, bersedia mengikuti penelitian dan kriteria eksklusi merokok sejak lebih dari 1 tahun terakhir serta pada saat penelitian sedang mengalami keluhan pernapasan sehingga terpilih jumla sample sebanyak 35 orang
Kemudian seluruh sample yang terpilih diminta membaca informed consent dan membubuhkan tanda tangan jika setuju atas poin-poin yang terdapat pada lembar penjelasan penelitian, maka sample resmi menjadi responden.
Setelah itu, dilakukan pengukuran kapasitas vital paru dengan menggunakan alat spirometri dan meminta responden untuk mengisi angket aktivtas menyelam yang telah disediakan. Pengukuran kapasitas vital paru dengan menggunakan alat spirometri disesuaikan dengan prosedur penggunaan alat.
Pertanyaan yang terdapat dalam angket meliputi karakterisitik responden (nama/inisial, jenis kelamin, umur), kedalaman penyelaman, serta teknik menyelam yang dipergunakan. Data yang didapat dimasukkan ke dalam master tabel yang selanjutnya dilakukan uji normalitas
dengan menggunakan shapiro-wilk (karena data <50) dengan bantuan program komputer.
Tabel 1 Hasil Uji Normalitas
Shapiro-Wilk | |||
Statistic |
df |
Sig. | |
Kedalaman |
.680 |
35 |
.000 |
KVP |
.946 |
35 |
.087 |
Hasil uji menunjukkan bahwa aktivitas menyelam memiliki signifikansi 0,00 (tidak terdistribusi normal) dan
kapasitas vital paru memiliki signifikansi 0,87 (terdistribusi normal). Syarat uji
statistik korelatif parametrik adalah bahwa semua jenis data harus terdistribusi normal. Karena data yang penulis dapatkan tidak terdistribsi normal, maka penulis menggunakan uji statistik non-parametrik yang sesuai yaitu uji korelatif bivariat Spearman-Rank.
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan pengumpulan data dan tabulasi data pada master tabel, maka didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Kelompok Usia (Tahun) |
Frekuensi (n) |
Persentase (% ) |
23-25 |
2 |
5.71 |
26-28 |
3 |
8.57 |
29-31 |
5 |
14.29 |
32-34 |
3 |
8.57 |
35-37 |
9 |
25.71 |
38-40 |
13 |
37.14 |
Total |
35 |
100 |
Dari tabel 2 dapat terlihat bahwa dari 35 responden mayoritas berusia 38-40 tahun, yaitu berjumlah 13 orang (54,29%), sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok usia 23-25 tahun yaitu 2 orang (5,71%).
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Kategori Metode Penyelaman |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Free Diving/ Snorkeling |
20 |
57.14 |
SCUBA Diving |
0 |
0.00 |
Thetered Diving |
15 |
42.86 |
Total |
35 |
100 |
Dari tabel 3 dapat terlihat bahwa dari 35 responden mayoritas menggunakan metode penyelaman free diving/snorkeling, yaitu berjumlah 20 orang (57,14%), sedangkan tidak ada penyelam yang menggunakan
metode SCUBA (0,00%).
Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan
Metode Penyelaman pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula,
Kabupaten Buleleng Januari 2016
Kategori Kedalaman Penyelaman |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Dangkal (<10 meter) |
22 |
62.86 |
Sedang (10 - 30 meter) |
5 |
14.29 |
Dalam (>30 meter) |
8 |
22.86 |
Total |
35 |
100 |
Dari tabel 4 dapat terlihat bahwa dari 35 responden mayoritas menyelam pada kedalaman <10 meter yaitu sebanyak 22 orang (62,86%), dan paling sedikit pada kedalaman sedang yaitu sebanyak 5 orang (14,29%).
Tabel 5 Kedalaman Penyelaman berdasarkan
Usia pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Usia |
Kategori Kedalaman Penyelaman | |||||
Dangkal |
% |
Sedang |
% |
Dalam |
% | |
23-25 |
2 |
5.71 |
0 |
0.00 |
0 |
0.00 |
26-28 |
1 |
2.86 |
1 |
2.86 |
1 |
2.86 |
29-31 |
2 |
5.71 |
1 |
2.86 |
2 |
5.71 |
32-34 |
2 |
5.71 |
0 |
0.00 |
1 |
2.86 |
35-37 |
5 |
14.29 |
2 |
5.71 |
2 |
5.71 |
38-40 |
10 |
28.57 |
1 |
2.86 |
2 |
5.71 |
Total |
22 |
62.86 |
5 |
14.29 |
8 |
22.86 |
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok usia 38-40 tahun menyelam pada kedalaman dangkal yaitu 10 orang (28,57%).
Tabel 6 Kedalaman Penyelaman berdasarkan Metode Penyelaman pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Metode |
Kategori Kedalaman Penyelaman | |||||
Dangkal |
% |
Sedang |
% |
Dalam |
% | |
Free Diving |
19 |
54.29 |
1 |
2.86 |
0 |
0.00 |
SCUBA Diving |
0 |
0.00 |
0 |
0.00 |
0 |
0.00 |
Thetered Diving |
3 |
8.57 |
4 |
11.43 |
8 |
22.86 |
Total |
22 |
62.86 |
5 |
14.29 |
8 |
22.86 |
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok yang paling banyak melakukan penyelaman dangkal adalah kelompok yang menggunakan metode penyelaman Free Diving/Snorkeling yaitu sebanyak 19 orang (54,29%).
Tabel 7 Karakteristik Responden Berdasarkan
FEV1 pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Kategori Obstruksi Berdasarkan FEV |
Frekuensi (n) |
Persentase (%) |
Normal (>75%) |
9 |
25.71 |
Obstruksi ringan (6074%) |
11 |
31.43 |
Obstruksi sedang (4059%) |
15 |
42.86 |
Obstruksi berat (<40%) |
0 |
0.00 |
Total |
35 |
100 |
Dari tabel 5.6 dapat terlihat bahwa dari 35 responden mayoritas mengalami obstruksi sedang jika diukur dengan alat spirometri yaitu sebanyak 15 orang (42,86%) dan tidak ada penyelam yang mengalami obstruksi berat (0,00%).
Tabel 8 Persentase FEV1 berdasarkan Usia pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Usia |
Kategori Obstruksi berdasarkan Persentase FEV | |||||||
Normal |
% |
Ringan |
% |
Sedang |
% |
Berat |
% | |
23-25 |
1 |
2.86 |
0 |
0.00 |
1 |
2.86 |
0 |
0.00 |
26-28 |
0 |
0.00 |
1 |
2.86 |
2 |
5.71 |
0 |
0.00 |
29-31 |
1 |
2.86 |
0 |
0.00 |
4 |
11.43 |
0 |
0.00 |
32-34 |
1 |
2.86 |
0 |
0.00 |
2 |
5.71 |
0 |
0.00 |
35-37 |
1 |
2.86 |
5 |
14.29 |
3 |
8.57 |
0 |
0.00 |
38-40 |
5 |
14.29 |
5 |
14.29 |
3 |
8.57 |
0 |
0.00 |
Total |
9 |
25.7 |
11 |
31.4 |
15 |
42.9 |
0 |
0.00 |
Tabel 8 menunjukkan bahwa kategori persentase FEV yang paling banyak adalah dengan obstruksi ringan pada kelompok usia 35-37 dan 38-40 tahun yaitu masing-masing sebanyak 5 orang (17,14%).
Tabel 9 Hasil Kategori FEV1 berdasarkan Metode Penyelaman pada Nelayan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Januari 2016
Kategori Obstruksi berdasarkan Persentase FEV Metode
Penyelaman Normal % Ringan % Sedang % Berat %
Free Diving |
7 |
20.0 |
7 |
20.00 |
6 |
17.1 |
0 |
0 |
SCUBA Diving |
0 |
0.0 |
0 |
0.00 |
0 |
0.0 |
0 |
0 |
Thetered Diving |
2 |
5.7 |
4 |
11.43 |
9 |
25.7 |
0 |
0 |
Total |
9 |
25.7 |
11 |
31.43 |
15 |
42.9 |
0 |
0 |
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa kelompok kategori persentase FEV yang paling banyak adalah dengan obstruksi sedang pada kelompok yang menggunakan metode penyelaman Thetered Diving yaitu sebanyak 9 orang (25,71%).
PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan karakteristik
penyelam di Desa Les berdasarkan usia, | ||||
dari 35 |
orang |
penyelam |
yang diteliti | |
sebagian |
besar |
penyelam |
berada |
pada |
kelompok |
usia |
38-40 |
tahun, |
yaitu |
berjumlah 13 orang (54,29%), sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok usia 23-25 tahun yaitu 2 orang (5,71%). Sedangkan karakteristik responden berdasarkan metode penyelaman menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan metode snorkeling atau free diving yaitu sebanyak 20 orang (57,14%). Data-data di atas sesuai dengan penelitian Herman, dkk (2011) yang menyebutkan bahwa sebagian besar penyelam yang diteliti berumur 30-39 tahun dan seluruh sampel yang diteliti menggunakan metode free diving atau menyelam dengan menahan nafas.
Penyelam yang menggantungkan kehidupannya dari menyelam dan hasil laut perlu diperhatikan karena menyelam sendiri dapat mempengaruhi kesehatannya. Beberapa faktor dapat mempengaruhi penyelam, sehingga berpengaruh terhadap faal dan menyebabkan kerusakan paru dan jalan napas disamping peningkatan kerja otot-otot pernapasan. Apabila penyelam turun makin dalam ke dasar laut, paru akan terpajan oleh peningkatan tekanan PO2
sehingga semakin sering seseorang melakukan penyelaman akan semakin besar risiko kelainan faal paru yang mungkin terjadi (Herman, dkk, 2011).
Menurut pandangan peneliti sebagian besar penyelam berada pada kelompok usia 38-40 tahun disebabkan karena sebagian besar penyelam merupakan penyelam yang sudah berpengalaman dan menyelam sejak lama sedangkan penyelam-penyelam pemula yang baru bergabung masih relatif sedikit dan masih jarang melakukan penyelaman aktif.
Berdasarkan data yang didapatkan peneliti, Sebagian besar penyelam menyelam pada kedalaman dangkal yaitu sebanyak 22 orang (62,86%). Menurut pengamatan peneliti, hal ini terjadi karena 57.14% penyelam menggunakan teknik snorkeling yang didesain untuk menyelam pada penyelaman dangkal.
Para Penyelam di Desa Les sendiri sebagian besar merupakan kelompok pencari ikan hias. Mereka dibagi menjadi dua kelompok besar penyelam. Rata-rata satu orang penyelam menyelam dua sampai lima kali perminggu. Kelompok usia 35-37 tahun dan 38-40 tahun sebagian besar menyelam dua kali seminggu karena kondisi fisik mereka mulai menurun. Mereka biasanya menyelam pada kedalaman 5 hingga 50 meter tergantung kekuatan fisik dan peralatan yang dipakai.
Dengan menggunakan snorkeling, penyelam bisa berada dalam air sekitar 5 sampai dengan 15 menit dengan jeda sekitar 3 menit selama pengambilan udara. Jika menggunakan thetered diving yang mereka biasanya sebut dengan alat kompressor. Mereka rata-rata bisa bertahan dalam air 1 hingga 2 jam tergantung kekuatan fisik mereka. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa daya tahan kardiorespirasi akan mencapai puncaknya pada usia 20-32 tahun dan setelah usia ini fungsi paru akan mengalami penurunan (Warganegara, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Numbery, Joseph, Maramis, dan Kawatu (2012) juga menyebutkan pada kelompok data kapasitas paru normal paling banyak didapat pada kelompok usia 18-22 tahun (83,3%).
Kapasitas vital paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukan kedalam tubuh atau paru seseorang secara maksimal. Jumlah oksigen yang dapat dimasukan ke dalam paru ditentukan oleh kemampuan kembang kempisnya sistem pernapasan. Semakin baik kerja sistem pernapasan berarti volume oksigen yang diperoleh semakin banyak. Dada mengembang selama inspirasi, saat dinding dada bergerak keatas dan keluar dari pleura parietalis yang melekat dengan baik pada dinding dada, pleura tersebut juga ikut terangkat (Warganegara, 2015).
Mayoritas penyelam mengalami obstruksi sedang jika diukur dengan alat spirometri yaitu sebanyak 15 orang (42,86%). Berdasarkan pengamatan peneliti setelah melakukan wawancara dengan 15 orang yang mengalami obstruksi sedang, secara umum mereka tidak merasakan gejala apapun. Namun, jika setelah melakukan penyelaman mereka akan merasakan sesak dan batuk namun hal tersebut masih bisa mereka toleransi. Rata-rata keluhan yang mereka rasakan adalah batuk dan sesak namun akan segera hilang setelah beristirahat. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa gejala obstruksi sedang adalah adanya batuk dan sesak nafas setelah melakukan aktivitas berat. Sedangkan tanda-tanda PPOK akan mulai muncul pada obstruksi berat (Davey, 2005). Menurut hasil penelitian Weaver, Churchill, Hegewald, Jensen, dan Crapo (2009), didapatkan dari 6% laporan gangguan obstruksi jalan nafas, 15% dilaporkan melalui gejala batuk dan sesak nafas.
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara aktivitas menyelam (kedalaman penyelaman) dengan kapasitas vital paru (FEV1), dapat diketahui bahwa kecenderungan FEV1 normal dan obstruksi ringan terjadi pada penyelam yang melakukan aktivitas menyelam dengan kedalaman dangkal yaitu masing-masing
sebanyak 8 orang (22,86%) dan kecenderungan obstruksi paru sedang terjadi pada penyelam yang menyelam pada penyelaman dalam yaitu 7 orang (20,00%). Hasil ini menunjukkan adanya hubungan antara aktivitas menyelam dengan kapasitas vital paru yang selanjutnya akan dibuktikan dengan analisis statistik.
Data sesuai variabel yang didapatkan dengan menggunakan alat spirometri dan angket aktivitas menyelam berskala rasio sehingga perlu dilakukan uji normalitas data. Syarat uji statistik korelatif parametrik adalah semua jenis data harus terdistribusi normal. Karena data yang penulis dapatkan tidak terdistribsi normal, maka penulis menggunakan uji statistik non-parametrik yang sesuai yaitu uji korelatif bivariat Spearman-Rank.
Untuk melakukan uji statistik ini penulis menetapkan tingkat kepercayaan 95% dan derajat kesalahan 5% sehingga agar Ha diterima harus didapatkan nilai p value <0,05. Setelah dilakukan penghitungan dengan menggunakan program komputer didapatkan p value 0,029 (<0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti ada hubungan signifikan aktivitas menyelam dengan kapasitas vital paru pada pada penyelam di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan perhitungan yang peneliti lakukan dengan bantuan aplikasi computer didapatkan koefisien korelasi – 0,368 yang kemudian dicocokkan dengan tabel koefisen korelasi yaitu tabel 4.2 sehingga didapatkan tingkat hubungan antara kedua variabel berada pada interval “rendah”. Karena koefisen korelasi bernilai negatif maka kedua variabel memiliki hubungan terbalik yaitu semakin tinggi nilai aktivitas menyelam (kedalaman) seorang penyelam, maka semakin rendah pula kemungkinan hasil pengukuran kapasitas vital paru yang didapatkan.
Hasil yang penulis dapatkan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shykoff (2005), mengungkapkan, bahwa terdapat hasil signifikan penurunan fungsi paru ditandai dengan penurunan FEV dan sebagian di antaranya melaporkan adanya gejala seperti batuk dan sesak nafas. Selain itu hasil penelitian sejenis juga sesuai dengan hasil penelitian peneliti yaitu menurut Weaver, Churchill, Hegewald, Jensen, dan Crapo (2009), didapatkan hasil dari 6% laporan gangguan obstruksi jalan nafas, 15% dilaporkan melalui gejala dan 12% didapatkan setelah dilakukan pengecekan dengan menggunakan spirometri. Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada penyelam profesional di Manado, dari seluruh sampel 39,2% diantaranya mengalami restriksi ringan,
3,6% mengalami restriksi sedang dan 3,6% lainnya mengalami restriksi berat. (Numbery, Joseph, Maramis, & Kawatu, 2012).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Karakteristik responden berdasarkan usia yaitu dari 35 responden mayoritas berusia 38-40 tahun, yaitu berjumlah 13 orang (54,29%), sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok usia 23-25 tahun yaitu 2 orang (5,71%).
Berdasarkan aktivitas menyelam (kedalaman penyelaman), 35 responden mayoritas menyelam pada kedalaman <10 meter yaitu sebanyak 22 orang (62,86%), dan paling sedikit pada kedalaman sedang yaitu sebanyak 5 orang (14,29%). Mayoritas responden menggunakan metode penyelaman free diving/snorkeling, yaitu berjumlah 20 orang (57,14%), sedangkan tidak ada penyelam yang menggunakan metode SCUBA (0,00%).
Dari hasil pengukuran kapasitas vital paru (FEV1) dengan menggunakan spirometer, dari 35 responden mayoritas mengalami obstruksi sedang sebanyak 15 orang (42,86%) dan tidak ada penyelam yang mengalami obstruksi berat (0,00%).
Berdasarkan analisa data, peneliti mendapatkan hasil p value 0,029 dengan koefisien korelasi -0,368 yang terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas menyelam dengan kapasitas vital paru pada penyelam di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng Saran
Bagi Para Penyelam agar rutin memeriksakan kesehatannya serta rutin berolahraga dan makan makanan dengan gizi seimbang.
Karena didapatkan adanya
hubungan aktivitas menyelam dengan kapasitas vital paru, diaharpkan bagi perawat puskesmas di Desa Les diharapkan lebih meningkatkan perannya dalam melakukan sosialisasi terhadap bahaya gangguan paru dan gangguan kesehatan lainnya. Sosialisasi ini dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dengan bekerja sama dengan pihak terkait, pemberian leaflet dan poster untuk mengenali gangguan paru pada penyelam serta pencegahannya.
Puskesmas diharapkan dapat melakukan pendekatan yang tepat sehingga dapat mendeteksi secara dini kejadian gangguan paru maupun gangguan lain yang berkaitan dengan penyelaman salah satunya dengan melakukan skrining secara berkala..
Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi kapasitas vital paru atau menambah variabel penelitian, seperti merokok, lingkungan, aktivitas fisik, atau
polusi udara dan juga mempertimbangkan pengaruh suatu intervensi misalnya teknik nafas dalam atau pemberian suatu latihan fisik tertentu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan kapasitas vital paru.
DAFTAR PUSTAKA
American Family Physician. (n.d.). Medical Problems of Recreational Scuba Diving. August 1, 2015.
http://www.aafp.org/afp/2001/0601/p22 25.html
Davey, Patrick. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Diniz, M. C., Farias, T. L., Pereira, M. C., Pires, C. B., Goncalves, L. S., Coertjens, P. C., & Coertjens, M.
(2014). Chronic Adaptations To Lung Function In Breath-Hold Diving Fishermen. International Journal of Occupational Medicine and
Environmental Health, 216-223.
August 11, 2015.
http://dx.doi.org/10.2478/s13382-014-0259-7
Finahari, N. (2008). Telaah Alat Ukur Struktur Dan Fungsi Sistem Kardiorespirasi. Malang: Program Doktor Ilmu
Kedokteran Universitas Brawijaya. http://widyagama.ac.id/finahari/wp-content/uploads/2014/12/KI-2.-Telaah-Alat-Ukur-Kardiorespirasi.pdf
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2007). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Herman, D., Yunus, F., Harahap, F., & Rasmin, M. (2011). Ambilan Oksigen Maksimal dan Faal Paru Laki-laki Sehat Penyelam. Jurnal Respirologi
Indonesia, Vol. 31 No. 2. Juli 18, 2015
Kementrian Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
http://www.depkes.go.id/resources/down
load/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf August 11, 2015
Nisa, K., Sidharti, L., & Adityo, M. F. (2015). Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Fungsi Paru pada Pegawai Pria. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung, Vol 5, No 9. Juli 18, 2015.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/
Numbery, I., B.S. Joseph, W., R.R. Maramis, F., & A.T. Kawatu, P. (2012). Gambaran Volume dan Kapasitas Paru pada Para Penyelam. Jurnal Kesehatan Masyarakat Sam Ratulangi. Juli 18, 2015.
http://jkesmasfkm.unsrat.ac.id/
Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Pearce, E. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Paskarini, I., Tualeka, A. R., Ardianto, D. Y., & Dwiyanti, E. (2013). Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan Penyelam Tradisional. Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja. August 1, 2015.
http://download.portalgaruda.org/articl e.php?article=17835&val=1095
Quanjer, P. (2008). Become an expert in spirometry. Nederlands: Leiden
University. http://www.spirxpert.com/
Shykoff, B. (2005). Pulmonary effects of
submerged oxygen breathing: 4-, 6-,
and 8-hour dives at 140 kPa. Undersea & Hyperbaric Medicine. July 28, 2015. ProQuest Medical Library
Syatria, A. (2006). Pengaruh Olahraga Terprogram Terhadap Tekanan Darah pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang
Mengikuti Ekstrakurikuler Basket.
Diponegoro Unversity Institutional Repositoriy.
http://eprints.undip.ac.id/20415/
Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. (n.d.). http://jdihkumhamsulsel.info/peraturan/ uu3-2005.pdf
Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. (n.d.). August 1, 2015.
http://www.sjdih.depkeu.go.id/fulltext/ 2009/36TAHUN2009UU.html
Warganegara, R. K. (2015). The Comparation Of Lung Vital Capacity In Various Sport Athlete. Medical Journal of Lampung University. August 12, 2015,
Weaver, L. K., Churchill, S. K., Hegewald, M. J., Jensen, R. L., & Crapo, R. O.
(2009). Prevalence of Airway Obstruction in Recreational SCUBA Divers. Wilderness and Environmental Medicine. July 28, 28. Proquest
Medical Library
World Health Organization. (2010.). About WHO. August 1, 2015.
Yunani, Puspitasari, D., & Sulistyawati, E.
(2013). Perbedaan Kapasitas Vital Paru Sebelum Dan Sesudah Berenang Pada Wisatawan. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah, Vol.1 No. 2, 129-130
Volume 5, Nomor 1, April 2017
55
Discussion and feedback