Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH TERAPI BEKAM BASAH TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI

Ida Rosidawati1, Irma Nurahmi2

  • 1    Dosen Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

  • 2    Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya Email: ida.rosidawati@umtas.ac.id

ABSTRAK

Hipertensi sering disebut the silent killer, karena gangguan ini merupakan suatu keadaan tanpa gejala tetapi apabila dibiarkan dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada organ-organ tubuh vital seperti otak, ginjal, dan jantung. Oleh karena itu diperlukan penanganan untuk mengatasi hipertensi. Penanganan hipertensi terbagi menjadi dua kategori yaitu farmakologis dan non farmakologis. Bekam merupakan salah satu jenis terapi komplementer non farmakologis yang dapat digunakan untuk pasien hipertensi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh terapi bekam basah terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya. Metode yang digunakan yaitu pra eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest design. Populasi berjumlah 36 orang. Dan sampel yang diambil berjumlah 20 orang dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan yaitu sphygnomanometer air raksa, stetoskop, dan lembar isian. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat uji beda Wilcoxon. Hasil analisis didapatkan bahwa terapi bekam basah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi dengan nilai p value 0,001 (< 0,05) untuk TD sistolik dan 0,000 (< 0,05) untuk TD diastolik, Kesimpulannya, bekam basah dapat mempengaruhi tekanan darah pada pasien hipertensi. Oleh karena itu, diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dapat menggunakan terapi komplementer bekam basah dalam menangani pasien hipertensi.

Kata kunci: Bekam basah, Hipertensi, Tekanan darah

ABSTRACT

Hypertension often called the silent killer, because hypertension is a disorder of without symptoms, but if overlooked and allowed within a long time can result in permanent damage on vital organs of the body like the brain, the kidneys, and heart. Therefore, necessary treatment to overcome hypertension. The treatment of hypertension is divided into two categories namely pharmacological and non pharmacological. Cupping is one type of complementary therapy non pharmacological that can be used for patients hypertension. The purpose of this research is to find the existence of the influence of wet cupping therapy against of blood pressure in patients hypertension in Rumah Sehat Cordova Tasikmalaya City. Methods used namely pre experimental to a draft one group pretest-posttest design. Total population is 36 people. And samples taken is 20 people by purposive applying a technique of sampling. An instrument used is sphygnomanometer mercury, a stethoscope, and sheets of stuffing. This research using analysis bivariat Wilcoxon test. Wet cupping therapy got having significant influence on blood pressure in patients of hypertension with the value of p value 0,001 ≤ 0.05 (for BP systolic) and 0,000 ≤ 0.05 (for BP diastolic). In conclusion, wet cupping may affect blood pressure in patients hypertension. Because of it, hopefully the medical team especially nurse can use complementary therapy wet cupping in dealing with patients hypertension.

Keyword : Blood Pressure, Hypertension, Wet Cupping

PENDAHULUAN

Hipertensi sering disebut the silent killer karena gangguan ini merupakan suatu keadaan tanpa gejala, tetapi jika dibiarkan dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen pada organ-organ tubuh vital seperti jantung, ginjal, dan otak. Penyakit hipertensi ini telah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan pada tahun 2025 mendatang diproyeksikan sekitar 29 persen warga dunia terkena hipertensi. Di Asia sendiri penyakit hipertensi telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya, hal itu menandakan bahwa satu dari tiga orang menderita hipertensi (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2008; Widiyani, 2013).

Prevalensi hipertensi di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Laporan dari Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya didapatkan jumlah penderita hipertensi pada tahun 2013 sebanyak 13.187 kasus. Sedangkan penderita hipertensi pada tahun 2014 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 16.832 kasus, dengan rincian penderita hipertensi berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5.639 orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11.193 orang (Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2014).

Komplikasi pada pasien hipertensi bisa membahayakan kehidupan, maka diperlukan penanganan atau terapi. Terapi hipertensi dapat dikelompokkan ke dalam terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis. Terapi farmakologis yaitu menggunakan obat-obatan atau senyawa kimia dalam penanganannya (diuretik, simpatolitik, vasodilator arteriol langsung, antagonis angiotensin, dan penghambat saluran kalsium). Terapi nonfarmakologis adalah jenis terapi yang

tidak menggunakan bahan dari senyawa kimia, contohnya dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, mengurangi asupan alkohol, rokok, dan mengurangi stress, serta jenis-jenis terapi kesehatan atau komplementer lainnya (Muttaqin, 2009; Jansen, Karim, & Misrawati, 2014).

Konsep Modalitas Penyembuhan Complementary Alternative Medicine (CAM) merupakan serangkaian tindakan yang berfungsi sebagai pelengkap dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Jenis tindakan ini dapat diterapkan oleh perawat untuk membantu pemulihan organ-organ vital pasien yang mengalami gangguan kesehatan. Dalam penerapannya, tindakan ini memerlukan keterampilan khusus, seorang perawat tidak diperkenankan melakukan tindakan yang tidak didasari oleh konsep keilmuan, ataupun menjadikan pasien sebagai objek percobaan dalam melakukan tindakan tersebut (Purwanto, 2013).

Bekam merupakan salah satu jenis dari terapi komplementer yang terdiri dari empat proses, yaitu penghisapan kulit dan jaringan bawah kulit, pembiaran gelas dalam posisi tekanan negatif, pengeluaran darah, dan titik yang tepat (Purwanto, 2013; Umar, 2012). Bekam basah adalah jenis bekam yang mengeluarkan darah pasien, manfaatnya untuk berbagai penyakit terutama penyakit yang terkait dengan terganggunya sistem peredaran darah di tubuh (Kasmui, 2011; Rachmadila, 2009).

Mekanisme penyembuhan bekam pada hipertensi didasarkan atas teori aktivasi organ, dimana bekam akan mengaktivasi organ yang mengatur aliran darah seperti hati, ginjal, dan jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam mengatur peredaran darah sehingga tekanan darah tetap terjaga. Umumnya tubuh mampu menurunkan tekanan darah dengan cara alami. Namun apabila tekanan darahnya sangat tinggi, mekanisme alami proses

penurunan darah tidak mampu dilakukan sehingga perlu dibantu dengan bekam (Umar, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Huljuan, Xun, dan Jianping (2012) mengemukakan manfaat dari bekam diantaranya mengobati rasa sakit, herpes zooster, batuk, dispnea, rehabilitasi stroke, dan hipertensi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jansen, Karim, dan Misrawati (2014) menunjukkan bahwa terapi bekam efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi primer. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mustika, Rahayuningsih, dan Fajria (2012), menunjukkan bahwa terapi bekam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 07 April sampai dengan 10 April 2015 dengan mewawancarai 6 pasien hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya, 4 dari 6 pasien mengatakan setelah diterapi bekam, tubuh mereka menjadi terasa ringan dan bugar. Sedangkan 2 pasien lagi mengatakan beberapa saat setelah dibekam, belum merasakan efeknya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya”.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan pra eksperimental dengan rancangan one group pretest-posttest design. Desain ini merupakan suatu penelitian yang dilakukan dengan satu kelompok yang diberi perlakuan tertentu, kemudian diobservasi sebelum dan sesudah perlakuan (Supardi & Rustika, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien hipertensi yang berkunjung dan melakukan bekam basah di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai Volume 4, No.3 Desember 2016

dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2009). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

  • a.    Kriteria inklusi:

  • 1)    Pasien yang mempunyai riwayat hipertensi.

  • 2)    Pasien yang diterapi bekam basah.

  • 3)    Berada di tempat penelitian pada saat pengambilan data.

  • 4)    Bersedia menjadi responden.

  • b.    Kriteria eksklusi:

  • 1)    Pasien yang tidak pernah terdiagnosa oleh tenaga medis.

  • 2)    Pasien yang tidak menyertai obat antihipertensi.

  • 3)    Pasien yang tidak mengikuti prosedur penelitian sampai selesai.

Maka didapatkan total akhir responden adalah 20 responden yang telah memenuhi syarat.

Instrumen yang digunakan pada saat pengumpulan data adalah dengan menggunakan sphygnomanometer air raksa, stetoskop, dan lembar isian. Sebelum penelitian dimulai, peneliti melakukan informed consent terlebih dahulu,      kemudian      responden

menandantangi lembar persetujuan. Setelah data terkumpul, langkah yang dilakukan peneliti adalah mengolah data, sehingga data dapat dianalisis dan diambil kesimpulannya. Analisis data dilakukan untuk menjawab atau membuktikan diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah ditegakkan (Hidayat, 2009). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat dan bivariat.

Pada penelitian ini, sebelum dilakukannya analisis bivariat peneliti terlebih dahulu melakukan uji normalitas data. Uji normalitas data ini bertujuan untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak. Berdasarkan uji normalitas data dengan menggunakan Test of Normality Shapiro-Wilk didapatkan bahwa distribusi

data tidak normal untuk variabel tekanan darah sistole sebelum dibekam, tekanan darah diastole sebelum dibekam, tekanan darah sistole setelah dibekam, tekanan darah diastole setelah dibekam. Setelah dilakukan transformasi data dan diuji normalitas kembali, hasilnya masih tidak

normal. Oleh karena itu analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini menggunakan uji beda Wilcoxon. Dinyatakan bermakna apabila p value ≤ 0,05 dan dinyatakan tidak bermakna apabila p value > 0,05.

HASIL PENELITIAN

  • A.    Analisis Univariat

    1.    Jenis Kelamin Responden Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova

Berikut ini disajikan distribusi frekuensi       pasien hipertensi di Rumah Sehat Cordova

responden berdasarkan jenis kelamin pada      Kota Tasikmalaya tahun 2015.

Tabel 1

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien Hipertensi di

Rumah Sehat Cordova Tahun 2015

Jenis Kelamin

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Laki-laki

13

65.00

Perempuan

7

35.00

Total

20

100.00

Berdasarkan tabel 1 dari 20 responden      yang berjenis kelamin perempuan sebesar

didapatkan jumlah  responden yang      35% (7 orang).

berjenis kelamin laki-laki sebesar 65% (13

orang) lebih banyak daripada responden

  • 2.    Usia Responden Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova

Berikut ini disajikan analisis responden      Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya

berdasarkan usia pada pasien hipertensi di       tahun 2015.

Tabel 2

Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Tahun 2015

Karakteristik    N    Mean      SD      Min-Max      95% CI

Usia         20     53.55      13.870       30-78        47.06-60.04

Hasil analisis usia pada tabel 2 dari 20       adalah 47,06 tahun sampai dengan 60,04

responden didapatkan rata-rata usia       tahun.

responden adalah 53,55 tahun, dengan standar deviasi 13,870 tahun. Usia termuda 30 tahun dan tertua 78 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia responden

  • 3.    Tekanan Darah Sistole Sebelum Dibekam Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova

Berikut ini disajikan analisis responden berdasarkan tekanan darah sistole sebelum dibekam pada pasien hipertensi di Rumah

Sehat Cordova Kota Tasikmalaya tahun 2015.

Tabel 3

Analisis Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistole Sebelum Dibekam Basah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Tahun 2015

Karakteristik    N    Median    SD     Min-Max      95% CI

Tekanan darah

sistole sebelum    20     150.00    23.814     140-220      146.35-168.65

dibekam basah


Hasil analisis tekanan darah sistole responden sebelum dilakukan bekam basah pada tabel 3 dari 20 responden didapatkan nilai tengahnya 150,00 mmHg, dengan standar deviasi 23,814 mmHg. Tekanan darah sistole terendah 140 mmHg

dan tertinggi 220 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata tekanan darah sistole responden sebelum dibekam basah adalah 146,35 mmHg sampai dengan 168,65 mmHg.

  • 4.    Tekanan Darah Diastole Sebelum Dibekam Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat

    Cordova

Berikut ini disajikan analisis responden berdasarkan tekanan darah diastole sebelum dibekam pada pasien hipertensi di

Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya tahun 2015.

Tabel 4

Analisis Responden Berdasarkan Tekanan Darah Diastole Sebelum Dibekam Basah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Tahun 2015

Karakteristik    N Median    SD    Min-Max      95% CI

Tekanan darah

diastole sebelum    20    100.00    21.637     90-170       99.37-119.63

dibekam basah

Hasil analisis tekanan darah diastole responden sebelum dilakukan bekam basah pada tabel 4 dari 20 responden didapatkan nilai tengahnya 100,00 mmHg, dengan standar deviasi 21,637 mmHg. Tekanan darah diastole terendah 90 mmHg dan tertinggi 170 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa

95% diyakini rata-rata tekanan darah diastole responden sebelum dibekam basah adalah 99,37 mmHg sampai dengan 119,63 mmHg.

  • 5.    Tekanan Darah Sistole Setelah Dibekam Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat

    Cordova

Berikut ini disajikan analisis responden berdasarkan tekanan darah sistole setelah dibekam pada pasien hipertensi di Rumah

Sehat Cordova Kota Tasikmalaya tahun 2015.

Tabel 5

Analisis Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistole Setelah Dibekam Basah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Tahun 2015

Karakteristik

N

Median

SD

Min-Max

95% CI

Tekanan darah sistole setelah dibekam basah

20

140.00

22.148

120-200

137.63-158.37

Hasil analisis tekanan darah sistole responden setelah dilakukan bekam basah pada tabel 5 dari 20 responden didapatkan nilai tengahnya 140,00 mmHg, dengan standar deviasi 22,148 mmHg. Tekanan darah sistole terendah 120 mmHg dan

tertinggi 200 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata tekanan darah sistole responden setelah dibekam basah adalah 137,63 mmHg sampai dengan 158,37 mmHg.

  • 6.    Tekanan Darah Diastole Setelah Dibekam Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat

Cordova

Berikut ini disajikan analisis responden berdasarkan tekanan darah diastole setelah dibekam pada pasien hipertensi di Rumah

Sehat Cordova Kota Tasikmalaya tahun 2015.

Tabel 6

Analisis Responden Berdasarkan Tekanan Darah Diastole Setelah Dibekam Basah Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Tahun 2015

Karakteristik

N

Median

SD

Min-Max

95% CI

Tekanan darah diastole setelah dibekam basah

20

95.00

20.749

80-160

91.29-110.71

Hasil analisis tekanan darah diastole responden setelah dilakukan bekam basah pada tabel 6 dari 20 responden didapatkan nilai tengahnya 95,00 mmHg, dengan standar deviasi 20,749 mmHg. Tekanan darah diastole terendah 80 mmHg dan

tertinggi 160 mmHg. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata tekanan darah diastole responden setelah dibekam basah adalah 91,29 mmHg sampai dengan 110,71 mmHg.

  • B.    Analisis Bivariat

    1.    Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Tekanan Darah Sistole Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya

Berikut ini disajikan analisis pengaruh          Rumah Sehat Cordova Kota

terapi bekam basah terhadap tekanan          Tasikmalaya

darah sistole pada pasien hipertensi di

Tabel 7

Analisis Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Tekanan Darah Sistole Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Variabel

N

P value

sistole setelah - sistole

Negatif ranks                14

Positive ranks                 0

0,001

sebelum

Ties                      6

Total                   20

Pada tabel 7 dari 20 responden didapatkan bahwa responden yang mengalami penurunan tekanan darah sistole setelah dilakukan terapi bekam basah sebanyak 14 orang dan responden yang memiliki tekanan darah sistole tidak berubah atau tetap sebelum dan sesudah terapi bekam basah sebanyak 6 orang. Hasil uji

statistik Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,001 < 0,050 yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan terapi bekam basah terhadap tekanan darah sistole pada pasien hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya.

2.


Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Tekanan Darah Diastole Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya

Berikut ini disajikan analisis pengaruh          Rumah Sehat Cordova Kota

terapi bekam basah terhadap tekanan          Tasikmalaya.

darah diastole pada pasien hipertensi di


Tabel 8

Analisis Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Tekanan Darah Diastole Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya Tahun 2015

Variabel

N

P value

diastole setelah -

Negatif ranks                16

Positive ranks                  0

0,000

diastole sebelum

Ties                     4

Total                    20


Pada tabel 8 dari 20 responden didapatkan bahwa responden yang mengalami penurunan tekanan darah diastole setelah sebelum dan sesudah terapi bekam basah sebanyak 4 orang.

Hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai p value = 0,000 < 0,050 yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian pada pasien hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya sebelum dilakukan terapi bekam basah, didapatkan nilai tekanan darah sistole terendah 140 mmHg dan tertinggi 220 mmHg, dengan nilai tengahnya 150 mmHg. Sedangkan untuk tekanan darah diastole nilai terendah 90 mmHg dan tertinggi 170 mmHg, dengan nilai tengahnya 100 mmHg.

Setelah dilakukan terapi bekam basah didapatkan nilai tekanan darahnya menurun, dengan nilai tekanan darah sistole terendah 120 mmHg dan tertinggi 200 mmHg, dengan nilai tengahnya 140 mmHg. Sedangkan untuk nilai tekanan darah diastole terendah 80 mmHg dan tertinggi 160 mmHg, dengan nilai tengahnya 95 mmHg.

Hasil uji statistik Wilcoxon didapatkan nilai p value tekanan darah sistole sebelum dan setelah terapi bekam basah adalah 0,001 < 0,050 dan nilai p value tekanan darah diastole sebelum dan setelah terapi bekam basah adalah 0,000 < 0,050, hal ini menyatakan bahwa pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan setelah melakukan terapi bekam basah terhadap tekanan darah baik itu sistole maupun diastole pada pasien hipertensi.

Menurut asumsi peneliti, sebelum dilakukan terapi bekam basah, nilai

Volume 4, No.3 Desember 2016

dilakukan terapi bekam basah sebanyak 16 orang dan responden yang memiliki tekanan darah diastole tidak berubah atau signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan terapi bekam basah terhadap tekanan darah diastole pada pasien hipertensi di Rumah Sehat Cordova Kota Tasikmalaya.

tekanan darah responden baik itu sistole maupun diastole menunjukkan angka hipertensi. Adapun yang dimaksud dengan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah (sistole maupun diastole) di dalam pembuluh darah arteri. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan darah sistole mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan darah diastole mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya (Ruhyanudin, 2007; Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2008).

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara diantaranya, kerja jantung yang meningkat sehingga dapat mengalirkan cairan lebih banyak setiap detiknya, arteri besar menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut akibatnya darah yang dialirkan oleh jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan, bertambahnya cairan dalam sirkulasi, dan sekresi rennin yang tidak tepat dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan darah (Ruhyanudin, 2007; Udjianti, 2013).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukannya terapi pelengkap bekam basah didapatkan nilai tekanan darah responden menurun baik itu sistole maupun diastolnya. Peneliti berasumsi bahwa hal itu terjadi karena

salah satu proses pembekaman yaitu penghisapan kulit dan jaringan bawah kulit. Pada pasien dengan hipertensi, tekanan darah menjadi tinggi salah satunya disebabkan oleh adanya penyempitan pembuluh darah, dimana dengan terjadinya proses penghisapan oleh gelas bekam tersebut, maka akan mengakibatkan pori-pori dan pembuluh darah berdilatasi sehingga peredaran darah akan menjadi lancar dan tekanan darah akan turun. Selain itu, dengan dilakukannya pembekaman pada titik yang tepat, tekanan darah pada pasien hipertensi akan turun.

Bekam basah merupakan jenis bekam dengan sayatan atau tusukan dengan mengeluarkan darah kotor. Adapun manfaat dari bekam basah ini diantaranya membersihkan darah dan meningkatkan aktifitas saraf tulang belakang, memperbaiki permeabilitas pembuluh darah, radang selaput jantung, ginjal, dan lain-lain (Rachmadila, 2009). Umar (2012) berpendapat bahwa bekam merupakan pengobatan yang terdiri dari empat proses yaitu penghisapan kulit dan jaringan bawah kulit, pembiaran gelas dalam posisi negatif, pengeluaran darah, dan titik yang tepat. Efek yang ditimbulkan dari proses penghisapan antara lain dapat merangsang saraf-saraf yang ada di permukaan kulit, darah dibawah kulit akan berkumpul yang disertai dengan dilatasi pembuluh darah, terbukanya pori-pori, dan peningkatan kerja jantung. Pembiaran gelas dalam posisi negatif dapat meningkatkan dilatasi pembuluh darah, mempercepat sirkulasi darah, dan menimbulkan efek anastesi pada ujung-ujung saraf sensorik. Pada proses pengeluaran darah, suhu di area lokal akan meningkat yang disertai dengan dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga dapat mengakibatkan perbaikan sirkulasi darah. Jika proses yang keempat dikerjakan yaitu titik yang tepat, maka dapat menimbulkan proses pengobatan yang lebih efektif.

Mekanisme penyembuhan bekam pada hipertensi didasarkan atas teori aktivasi organ, dimana bekam akan Volume 4, No.3 Desember 2016

mengaktivasi organ yang mengatur aliran darah seperti hati, ginjal, dan jantung agar organ-organ ini tetap aktif dalam mengatur peredaran darah sehingga tekanan darah tetap terjaga (Umar, 2012). Titik utama pada pasien hipertensi adalah titik kahil, titik hati belakang, dan titik ginjal belakang. Titik kahil, terletak di tulang belakang C7 antara bahu kanan dan kiri, setinggi pundak. Titik kahil ini merupakan titik pertemuan dan penjalaran organ kandung empedu, perut, usus halus, usus besar, kandung kemih, dan tripemanas. Titik hati belakang, terletak di kiri atau kanan tulang belakang, sejajar dengan ujung bagian bawah tulang belikat, agak ke bawah, diantara T9-T10. Titik ginjal belakang, terletak sejajar dengan lekukan pinggang, diantara L2-L3, tepat di kanan kiri ruas tulang belakang (Umar, 2012; Mustaqim, 2010).

Peneliti juga berasumsi bahwa bekam basah memiliki efek terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi salah satunya mengurangi volume darah di dalam tubuh dengan cara pengeluaran sebagian darah. Hal ini sesuai dengan teori Sharaf (2012) yang menyatakan bahwa bekam bisa menurunkan tekanan darah dengan beberapa cara yaitu menenangkan sistem saraf simpatis sehingga sekresi enzim rennin-angiotensin dapat berkurang, menurunkan volume darah yang mengalir di pembuluh darah sehingga mengurangi tekanan darah, mengendalikan kadar hormon aldosteron, mengeluarkan zat nitrit oksida (NO) sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kadar sodium dalam darah menjadi proporsional, meningkatkan suplai darah dan nutrisi, dapat menstimulasi reseptor-reseptor khusus, dan meningkatkan kepekaannya terhadap faktor-faktor penyebab hipertensi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustika, Rahayuningsih, dan Fajria (2012) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Jansen, Karim, dan Misrawati (2014)

menyatakan bahwa terapi bekam efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Thamrin (2012) yang menyatakan tidak terdapat

SIMPULAN

Ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan terapi bekam basah terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi (tekanan darah sistole dengan p value = 0,001 < 0,050 dan

tekanan darah diastole dengan p value = 0,000 < 0,050).

SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan intervensi selanjutnya dalam asuhan keperawatan secara holistik (bio-psiko-sosio-spiritual) kepada masyarakat, salah satunya dengan keperawatan komplementer.

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., Dayrit, MW., & Siswadi, Y.

  • (2008) . Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: EGC.

Dinas         Kesehatan         Kota

Tasikmalaya.(2014). Prevalensi Kejadian Hipertensi se-Kota Tasikmalaya pada tahun 2014.

Hidayat, AA. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Huljuan, C., Xun, L., & Jianping, L.

  • (2012) . An Updated Review of the Efficacy of Cupping Therapy. PLoS ONE 7(2):   e31793.

doi:10.1371/journal.pone.0031793 , diperoleh pada tanggal 07 April 2015.

Jansen, S., Karim, D., & Misrawati.

  • (2014) . Efektifitas Terapi Bekam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Primer.

http://repository.unri.ac.id/xmlui/b

perbedaan tekanan darah antara sebelum dan sesudah terapi bekam, dikarenakan tubuh memiliki refleks baroreseptor sehingga dapat mengembalikan nilai tekanan darah pada keadaan semula.

itstream/handle/123456789/5265/s usianajansen.pdf?sequence=1, diperoleh pada tanggal 30 Maret 2015.

Kasmui. (2011). Bekam Pengobatan Menurut     Sunnah     Nabi.

http://assunnah-qatar.com/phocadownload/PDF/B EKAM.pdf, diperoleh pada tanggal 21 April 2015.

Mustaqim, M. (2010). Thibbun Nabawi Perubatan     Wahyu     Nabi.

https://rofistera.files.wordpress.co m/2013/03/thibbun-nabawi-pengobatan-nabi-gratis.pdf, diperoleh pada tanggal 21 April 2015.

Mustika, F., Rahayuningsih, A., & Fajria, L. (2012). Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi di Klinik De Besh Centre Arrahmah dan Rumah Sehat Sabbihisma Kota Padang Tahun                    2012.

http://repository.unand.ac.id, diperoleh pada tanggal 11 Mei 2015.

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Purwanto, B. (2013). Herbal dan Keperawatan     Komplementer.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Rachmadila. (2009). Bekam Sebagai Metode Pengobatan Alternatif. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/ 125488-SK-Sos%20005%202009%20Rac%20 b%20-%20Bekam%20sebagai%20-%20Analisis.pdf, diperoleh pada tanggal 21 April 2015.

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Press.

Sharaf, AR. (2012). Penyakit dan Terapi Bekamnya. Surakarta: Thibbia.

Supardi, S & Rustika. (2013). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Thamrin, S. (2012). Perbedaan Tekanan Darah  Sebelum dan  Sesudah

Terapi Bekam di Rumah Sehat Afiat   Cinere   Tahun 2012.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspac e/bitstream/123456789/25559/1/H usnita%20Thamrin%20-%20fkik.pdf,    diperoleh pada

tanggal 10 Agustus 2015.

Udjianti, WJ. (2013). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Umar, WA. (2012). Sembuh dengan Satu Titik 2 Bekam Untuk 7 Penyakit Kronis. Solo: Thibbia.

Widiyani, R. (2013). Penderita Hipertensi Terus                Meningkat.

http://health.kompas.com/read/20 13/04/05/1404008/Penderita.Hipe rtensi.Terus.Meningkat, diperoleh pada tanggal 06 April 2015.

Volume 4, No.3 Desember 2016