PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN TERKAIT DETEKSI DINI HIV/AIDS PADA WANITA PENJAJA SEKS DI SAWAN BULELENG
on
Jurnal Keperawatan
Community of Publishing in Nursing
(COPING) NERS
ISSN: 2303-1298
PERILAKU PENCARIAN PELAYANAN KESEHATAN TERKAIT DETEKSI DINI HIV/AIDS PADA WANITA PENJAJA SEKS DI SAWAN BULELENG
1I Putu Yoga Apriadi, 2Made Oka Ari Kamayani, 3Made Rini Damayanti S 1,2,3Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Email: [email protected]
ABSTRACT
HIV/AIDS is an infectious disease that is becoming a global health problem today. This causes disease prevention is a top priority in avoidance of AIDS and infection of HIV virus that focus on key populations (FSW). Voluntary Counselling and Testing (VCT) is a strategy to prevent the spread of HIV / AIDS. This study used a qualitative approach with a thematic analysis technique to describe and explore health seeking behavior related to early detection of HIV/AIDS among FSW in Sawan, Buleleng Regency. The data was collected (May - June 2015) using in-depth interviews and field observations. Sampling technique used purposive sampling by the number of six participants. The results showed FSW knowledge about HIV/AIDS are still common and have not focused that influence risky sexual behaviors of FSW such as anal sex and oral sex that don’t use condoms. FSW health care view such as health care workers, health care, and special clinics is quite good. Motivating factor in the behavior in seeking health care is the awareness and the desire of the FSW itself, support for the FSW, and an invitation from a friend. FSW inhibiting factor in the behavior in seeking health care is the cost of health care, examination results, lack of information, health care facilities, and partner check. Based on this research, government and health workers together were able to intensify early detection of health services related to HIV/AIDS to suppress the incidence of AIDS, especially in FSW that have a high risk of HIV/AIDS.
Keyword: HIV/AIDS, FSW, Sexual Risk Behavior, Health Seeking Behavior
Pendahuluan
HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan global saat ini (Peter, 2008). Kasus HIV/AIDS di Indonesia senantiasa meningkat dari tahun ke tahun bahkan situasi ini menempatkan Indonesia sebagai negara tempat penyebaran HIV/AIDS tercepat di Asia (Syarief, 2011). Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Juni 2014, HIV-AIDS tersebar ke 76% kabupaten dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia (Ditjen PP & PL, 2014). Provinsi di Indonesia dimana pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali (Purwadianto, 2011). Jumlah HIV di Bali pada tahun 2014 mencapai 9.051 kasus dan menempati peringkat ke-5 setelah Papua, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta, namun merupakan provinsi peringkat ketiga dengan nilai prevalensi tertinggi setelah Papua dan Papua Barat yaitu sebesar 109,52 per 100.000 jumlah penduduk. Hal ini menyebabkan
pencegahan penyakit menjadi prioritas utama dalam penanggulangan penyakit AIDS dan penyebaran virus HIV(KPAN, 2010). Fokus penanggulangan HIV/AIDS adalah pada masyarakat yang memiliki risiko tinggi yang disebut dengan populasi kunci yang salah satunya adalah wanita penjaja seks (WPS). Pengadaan Klinik Voluntary Counselling and Testing (VCT) di fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia merupakan strategi untuk pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dalam keperawatan komunitas akan menjadi fokus prioritas dalam upaya pencegahan dini terhadap agen penyakit. Menurut American Foundation Of AIDS Research (AMFAR) (2014) menyimpulkan WPS, baik WPS langsung (WPSL) maupun WPS tidak langsung (WPSTL), ternyata berisiko 19 kali lebih besar tertular penyakit HIV dibanding masyarakat umum. Upaya pencarian pelayanan kesehatan pada kalangan WPS yang masih rendah dan masih sulit
diketahui sampai saat ini ,(KPAN, 2010). Situasi sosial (tempat, pelaku, dan aktivitas) dan budaya yang terdapat di masing-masing daerah terutama di Bali sangatlah berbeda, dengan demikian perbedaan tersebut merupakan salah satu dasar perlu dilakukannya eksplorasi lebih
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dari bulan Mei-Juni 2015
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah WPS yang bedomisili di Buleleng dan bekerja di Sawan. Sampel dalam penelitian ini disebut partisipan (6 orang) dengan menggunakan metode purposive sampling. Usia rata-rata partisipan adalah 24 tahun dengan orientasi seksual adalah heteroseksual dan biseksual.
Prosedur Pengumpulan Data
Tahap persiapan dengan menyusun panduan wawancara, catatan observasi lapangan, dan melalukan perizinan dengan pihak terkait. Tahap pelaksanaan dengan melakukan perkenalan dengan partisipan, BHSP dengan partisipan dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam. Tahap terminasi dilakukan setelah semua partisipan dilakukan validasi hasil transkrip wawancara.
Analisis dan Uji Keabsahan Data
Analisis data menggunakan thematic analysis dengan cara meneukan kata kunci yang dimasukkan kedalam kategori dan disimpulkan secara umum melalui tema besar, selanjutnya data diverivikasi dan disajikan dalam bentuk deskriptif
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 7 tema dan 24 sub tema. Respon pengetahuan WPS mengenai HIV/AIDS
mendalam tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran, menggali, dan mengeksplorasi perilaku pencarian pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS pada kalangan WPS. cukup baik namun masih umum dan belum terfokus. Hal tersebut tergambar. Hal ini masih terlihat dari jawaban partisipan yang terangkum dalam tema respon kognitif, dimana partisipan mengetahui informasi seputaran HIV/AIDS hanya sebatas informasi secara umum dan masih terdapat keraguan dalam menjawab yan terbagi kedalam sub tema menyerang sistem kekebalan tubuh, media penularan, cara pencegahan, pengobatan, dan hubungan dalam berhubungan seksual dengan HIV/AIDS.
“..penyakit yang menyerang pertahanan tubuh kita itu ya..”(P2)
“…ehmm lewat seks bebas, darah yang kena, jarum suntik narkoba bisa juga ya.”(P4)
Perilaku seksual beresiko yang dilakukan WPS tergambar dalam tema perilaku seksual yang terdiri dari seks genitogenital, seks orogenital, dan seks anogenital. Tema ketidaknyamanan didapatkan ketika melakukan hubungan seksual seperti risih dan nyeri.
“...udah biasa blowjob [oral seks] sih mas.”(P4)
“gue deep throat [penis masuk melalui mulut sampai ke tenggorokan] sakitnya minta ampun….”(P6)
Pandangan WPS terhadap keberadaan pelayanan kesehatan tergambar dalam satu tema yaitu pelayanan kesehatan. Respon psikososial menjadi tema dalam respon WPS saat pertama kali memanfaatkan pelayanan kesehatan dan hal yang dirasakan pasrah, depresi, dan takut.
“saya pernak cek kesehatan di rumah sakit mas, cek darah lengkap lah e apalagi yang di cek tu..pokoknya lengkap…di rumah sakit kana ada jaminan kesehatan
juga..dikit lah bayarnya. Puskesmas juga pernah.”(P2)
“khawatir sama hasil tesnya…duhhh gimana ya, ga gini? ga gitu?” (P1)
Tema faktor pendorng WPS dalam mencari pelayanan kesehatan, yaitu kesadaran, keinginan, dukungan, dan ajakan.
“pertama, aku pengen tau kayak gimana HIV/AIDS tu, kedua aku pengen sehat, aku bukan orang sembarangan yang mau tertular kayak gitu ya mas.”(P5)
Tema faktor penghambat WPS dalam mencari pelayanan kesehatan, yakni biaya, hasil pemeriksaan, kurang informasi, fasilitas kesehatan tidak lengkap.
“kalo terus-terusan cek mah kagak punya uang mas…..kalo gajian habis pakek beli peralatan diri sendiri aj mas..sama bayar kost.”(P2)
Pembahasan
Tema respon kognitif menggambarkan seberapa jauh tingkat pengetahuan WPS mengenai HIV/AIDS. Tingkat pendidikan suatu individu mempengaruhi pengetahuan individu tersebut. Menurut Mann (1986) dalam Sunaryo mengungkapkan bahwa isi dari komponen kognitif adalah persepsi, kepercayaan, dan stereotype dari individu (Sunaryo, 2014). Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka semakin tinggi pula tingkat pemahaman dalam menyerap pengatahuan dan semakin mudah pula dalam melakukan praktik sesuai dengan tingkat pemahaman pengetahuan yang didapatkan individu (Djamarah, 2008).
Perilaku seksual yang beresiko seperti tanpa pengaman (kondom) merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit menular seksual yang salah satunya adalah HIV/AIDS (Wijaya, 2010). Dari data hasil penelitian kualitatif yang dilakukan di China terhadap 24 WPS, didapatkan hasil bahwa 16 (66%) WPS melakukan semua jenis seks (seks anal, seks oral, dan seks genitogenital) tanpa kondom dan 8 (34%) WPS jarang menggunakan kondom (Jie, et
al., 2012). Ketidaknyamanan yang dirasakan partipan saat melakukan hubungan seksual seperti nyeri dan risih akan mempengaruhi activity daily living. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Nairobi, Kenya dengan data yang didapatkan pada female sex workers (pekerja seks wanita) menyatakan rasa ketidaknyamanan akibat nyeri genital sebesar 12%, sensasi terbakar saat buang air kecil sebesar 14%, dan rasa gatal pada kelamin atau dubur 11% (Ouma, et al., 2005).
Pandangan terhadap keberadaan pelayanan kesehatan bagi partisipan sangat beraneka ragam. Banyak faktor yang diperhatikan partisipan diantaranya petugas pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan klinik khusus. Petugas pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan menurut UU Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan, adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan, memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang memerlukan kewenangan dalam menjalankan pelayanan kesehatan (KEMENKUMHAM, 2014). Selain petugas kesehatan, partisipan juga memperhatikan dari segi fasilitas pelayanan kesehatan yang pernah dirasakan partisipan saat memanfaatkan pelayanan kesehatan. Fasilitas akan berpengaruh pada kunjungan rutin (kontrol rutin) bagi kalangan WPS yang memanfaatkan pelayanan kesehatan (Mbonu et al, 2011). Tema selanjutnya yang mengenai respon WPS saat pertama kali mengunjungi pelayanan kesehatan yaitu respon psikososial. Respon psikososial tergambar jelas dari pernyataan partisipan seperti pasrah, takut, dan depresi. Kunjungan pertama ke pelayanan kesehatan memiliki banyak stressor sehingga menimbulkan respon fisiologis yaitu ketakutan pada partisipan yang mengalaminya (Stuart, 2007) Depresi yang berkepanjangan dapat menyebabkan individu yang mengalaminya menjadi
putus asa serta ingin mengakhiri kehidupan dan depresi merupakan dampak dari ketidakmampuan menghadapi stress yang semakin memberat (Hawari, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tsai yang dilakukan di Uganda menyatakan 48 partisipan yang sudah positif HIV pernah mengalami kecemasan akan kematian dan dikaitkan dengan tingkat mortalitas orang dengan HIV positif (Tsai, et al., 2014). Hal ini sebagai proses penyesuaian diri guna menghadapi tuntutan keadaan secara sadar, realistik, objektif, dan rasional. Proses penyesuaian diri menurut Heerdjan dalam Sunaryo (2014) mengartikan bahwa usaha atau perilaku penerimaan yang bertujuan untuk mengatasi hambatan dan kesulitan. Perilaku pencarian pelayanan kesehatan, baik kunjungan pertama maupun kontrol rutin yang dilakukan oleh WPS dalam penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong diantaranya kesadaran, keinginan, dukungan, dan ajakan. Faktor keinginan ini disebut bentuk unobservable behavior atau covert behavior (Notoatmodjo, 2010). Hal ini juga didukung oleh Karr (1983) yang menyatakan bahwa adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya yang menjadi determinan perilaku (Notoatmodjo, 2010). Vroom (1998) yang menyatakan bahwa setiap individu dapat berperilaku tertentu karena ada kesadaran akan hasil tertentu. Dimana dalam penelitian ini, partisipan memiliki kesadaran akan risiko tinggi pekerjaannya dan pentingnya keberadaan pelayanan kesehatan (Saam & Wahyuni, 2013). Menurut jurnal studi yang dilakukan di Turki, didapatkan hasil bahwa partisipan yang terbuka kepada teman dan mendapatkan dukungan akan lebih berperilaku postif dalam stigma sosial yang dihadapi (Kasapoglu, et al., 2011).
Penelitian ini juga menemukan faktor-faktor yang menjadi penghambat kalangan WPS dalam mencari pelayanan kesehatan.
Tema faktor penghambat membuktikan adanya hal yang menghambat WPS mencari pelayanan kesehatan, diantaranya biaya, hasil pemeriksaan, kurang informasi, fasilitas kesehatan tidak lengkap, dan partner periksa. Berdasarkan penelitian yang dilaksanankan di New Zealand yang menyatakan alasan utama pekerja seks karena faktor finansial, dengan berbagai alasan lainnya yaitu 40% merasa senang bekerja sebagai pekerja seks dan 80% tidak terikat waktu kerja (Abel, et al., 2007). Hal ini didukung oleh Herzberg (1966) yang menyatakan bahwa seorang individu akan termotivasi untuk melakukan suatu perilaku dan akan memprioritaskannya jika terjadi tingkat kepuasan tertentu (Saam & Wahyuni, 2013). Pengakuan partisipan pada saat wawancara menyatakan ketakutan akan hasil tes yang berdampak hasil tes yang diketahui selain dirinya dan petugas kesehatan yang melakukan tes kesehatan pada dirinya, sehingga diketahui banyak orang. Hal ini terjadi akibat sikap partisipan yang belum menanamkan rasa percaya pada konselor atau tenaga kesehatan dan tekanan sosial akibat stigma dan diskriminasi sosial setempat (Saam & Wahuni, 2013). Pada penelitian kualitatif yang dilakukan di Ethiopia oleh Alemu dkk, tahun 2013 pada 24 partisipan, sebanyak 80% (19 partisipan) menyatakan ketakutan akan hasil tes yang berdampak stigma negatif dan diskriminasi terhadap dirinya (Alemu, et al., 2013). Menurut Karr (1983), adanya keterjangkauan informasi (accessibility of information) adalah tersedianya informasi-informasi terkait merupakan determinan seorang individu dalam berperilaku (Notoatmodjo, 2010). Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku kesehatan seorang individu yang salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling factor) atau faktor yang memfasilitasi perilaku diantaranya sarana dan prasarana untuk
terjadinya perilaku kesehatan
(Notoatmodjo, 2010)
Keterbatasan Penelitian
Peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian kualitatif. Peneliti merupakan pemula dalam penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif memposisikan peneliti sebagai instrumen utama dalam proses penelitiannya, maka pengalaman dan kemampuan peneliti sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan. Data yang diberikan partisipan berupa
pengalamannya pada saat wawancara sangat dipengaruhi kondisi partisipan dan lingkungan saat wawancara saja. Hal ini dapat mengaburkan kondisi sesungguhnya pada saat waktu yang lalu. Peneliti harus mengklarifikasi dengan pertanyaan ulangan untuk memfokuskan jawaban partisipan yang sesuai dengan kondisi pada saat itu.
Kesimpulan Dan Saran
Pengetahuan WPS terhadap HIV/AIDS dikatakan cukup baik, akan tetapi masih bersifat umum dan belum terfokus. Perilaku seksual beresiko yang dilakukan WPS antara lain seks genitogenital, seks anogenital dan seks orogenital tergambar dalam tema perilaku seksual. Rasa ketidaknyaman saat berhubungan seksual dirasakan partisipan melalui sub tema yaitu rasa malu, risih, dan nyeri saat berhubungan seksual. Pandangan WPS terhadap pelayanan kesehatan, diantaranya petugas pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan klinik khusus yang tergambar dalam tema pelayanan kesehatan. Sedangkan respon WPS saat pertama kali mengunjungi pelayanan kesehatan yang tergambar dalam tema respon psikososial, yakni pasrah, depresi, dan ketakutan. Faktor pendorong dalam perilaku WPS dalam mencari pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS tergambar dalam sub tema yakni kesadaran dan keinginan dari WPS sendiri, dukungan terhadap WPS, dan ajakan dari teman
maupun pihak lain. Faktor penghambat dalam perilaku WPS dalam mencari pelayanan kesehatan terkait deteksi dini HIV/AIDS dibagi ke dalam sub tema yakni biaya pelayanan kesehatan, hasil pemeriksaan, kurangnya informasi terkait pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, dan partner periksa. Peneliti menyarankan bagi pengelola pelayanan kesehatan khususnya perawat agar mampu melakukan penjangkauan terhadap kalangan WPS yang merupakan populasi kunci penyebaran HIV/AIDS melalui program Voluntary Counceling and Testing (VCT). Membina hubungan saling percaya dengan kalangan WPS sangat penting mengingat stigma dan diskriminasi pada kalangan WPS di masyarakat. Peran perawat yang dapat disarankan berdasarkan pembahasan tema pada penelitian ini adalah perawat sebagai penyuluh, konselor, penghubung (liaison), dan advokator. Bagi institusi pendidikan keperawatan diharapkan dalam praktik dan klinik keperawatan seperti praktik keperawatan komunitas yang tidak hanya berfokus pada masyarakat umum saja tetapi bisa dengan kolompok masyarakat beresiko diantaranya WPS antara lain melakukan peyuluhan, sosialisasi, dan konseling tentang pencegahan dan deteksi dini penyakit yang salah satunya HIV/AIDS sehingga semua lapisan masyarakat dapat dijangkau dalam praktik keperawatan di lapangan.
Daftar Pustaka
Abel, Gillian, et al. 2007. The Impact of Prostitution Reform Act on the Health and Safety Practices of Sex Workers. Report to the Prostitution Law Review
Committee, Department of Public Health and General Practice,
University of Otago (online) (www.otago.ac.nz/christchurch/o tago018607.pdf, diakses tanggal 27 April 2015)
American Foundation of AIDS Research. 2014. Statistic: Women and HIV/AIDS. (online)
(http://www.amfar.org/About-HIV-and-AIDS/Facts-and-Stats/Statistics--Women-and-HIV-AIDS/, diakses tanggal 9 Februari 2015)
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia dilapor s/d Juni 2014. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta
Djamarah, Syaiful B. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka CiptaSukmadinata Wijaya.
2010. Tinjauan Teori. (online) (http://repository.usu.ac.id/bits tream/123456789/16725/Chapt er%20II.pdf, diakses 28
Desember 2014)
Hawari, Dadang. 2011. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Depok: Universitas Indonesia Press
Jie, W., Xiaolan, Z., Ciyong, L., Moyer, E., Hui, W., et al. 2012. A Qualitative Exploration of Barriers to Condom Use among Female Sex Workers in China. 7(10):e46786
Kasapoglu, Aytul., Saillard, Elif K., Kaya, Nilay., Turan, Feryal. 2011. AIDS Related Stigma in Social Relations: A Qualitatve Study in Turkey. The Qualytative Report, 16(6). 1496-1516
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2014. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta Alemu,T., Biadgilign, S.,
Deribe, K., Escudero, H.R.
2013. Experience of Stigma and Discrimination and The
Implications for Healthcare Seeking Behavior among People Living with HIV/AIDS in Resource-Limited Setting.
Sahara J: Journal of Social Aspects of HIV/AIDS: An Open
Access Journal, 10:1, 1-7Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Indonesia. 2010. Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan HIV/AIDS
2010-2014 di Indonesia. (online) (http://dokterbagus.com/files/SR AN.pdf., Diakses tanggal 15 Oktober 2014)
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) Indonesia. 2011. Surveilans Generasi Kedua. Jakarta
Mbonu, Ngozi C, Bart Van Den Borne and Nanne K. De Vries. 2011. The Experiences and
Complexities of Care-Seeking Behavior of People Living with HIV/AIDS: A Qualitative Study in Nigeria, ISBN: 978-953-307640-9
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
Ouma, W. Oyango, et al. 2005. Understanding the HIV/STI Risks and Prevention Needs of Female Seks Worker. Rapid Review #45, December 2015
Peter, Stalker. Let Speak for Millennium Development Goals 2002-2014. Bappenas: Indonesia
Purwadianto, Agus. 2014. Laporan Kasus HIV-AIDS di Indonesia sampai dengan Juni 2014. (online) (http://spiritia.or.id/Stats/StatC urr.php?lang=id&gg=1, diakses
tanggal 14 oktober 2014)
Saam, Zulfan., Wahyuni, Sri. 2013. Psikologi Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC
Sunaryo. 2014. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Syarief, Sugiri. 2011. Penyebaran
HIV/AIDS di Indonesia tercepat di Asia Tenggara. (online)
11/11/21/108636/Penyebaran-
HIV-AIDS-di-Indonesia-Tercepat-di-Asia-Tenggara-, diakses
tanggal 13 Okteober 2014)
Tsai, Alexander., Chan, Brief., Boum, Yap., Kembabazi, Annet. 2014.
Depression and All-Cause Mortality in an HIV Treatment Cohort in Rural Uganda. University of California, San Francisco
Jurnal Keperawatan COPING NERS Edisi Januari-April 2016
74
Discussion and feedback