Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH

Komang Tatis Yunny Wulandari*, Ni Made Aries Minarti, Ni Luh Ari S Kumarawati

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*Email: tatisyunni@yahoo.com

ABSTRAK

Anak-anak usia prasekolah memiliki banyak masalah dengan perkembangan mereka, salah satu keterlambatan perkembangan adalah pengembangan bahasa. Keterlambatan pengembangan bahasa dapat menyebabkan kesulitan belajar dan prestasi akademik yang rendah. Penyebab keterlambatan perkembangan bahasa adalah kurangnya rangsangan. Stimulus yang dapat diberikan oleh orang tua untuk meningkatkan perkembangan bahasa adalah terapi bercerita. Bercerita dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak-anak agar dapat berkomunikasi secara aktif dan efisien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi mendongeng terhadap perkembangan bahasa anak-anak prasekolah di TK Widya Sari Kumara Denpasar. Penelitian ini adalah desain pra-eksperimental (one group pretest-posttest design). Sampel terdiri dari 42 anak yang dipilih dengan teknik non-probability sampling dengan purposive sampling. Data dikumpulkan dengan lembar observasi DDST II untuk mengamati perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Dari hasil pretest menunjukkan bahwa 25 anak memiliki

perkembangan bahasa normal dan 17 anak memiliki perkembangan bahasa yang dicurigai. Dari pengamatan posttest menunjukkan bahwa 32 anak memiliki perkembangan bahasa normal dan 10 anak memiliki

perkembangan bahasa yang dicurigai. Data dikumpulkan dengan mengamati perkembangan bahasa anak-anak prasekolah menggunakan lembar observasi DDST II. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan tingkat signifikansi p = 0,008 (p≤0,05). Ini berarti bahwa ada efek yang signifikan dari terapi mendongeng pada perkembangan bahasa anak-anak prasekolah. Berdasarkan hasil, disarankan kepada perawat untuk menggunakan mendongeng sebagai terapi alternatif dalam merangsang perkembangan bahasa anak-anak prasekolah.

Kata kunci: anak prasekolah, terapi mendongeng, pengembangan bahasa

ABSTRACT

The preschool age children had a lot of problems with their development, one of the developmental delays is language development. Delays in language development can cause learning difficulties and a low academic achievement. The cause of the delay in language development is the lack of stimulation. Stimulus that can be provided by parents to improve language development is storytelling therapy. Storytelling can improve children’s language development in order to be able to communicate actively and efficiently. This study aims to investigate the effect of storytelling therapy on the preschoolers’ language development in TK Widya Sari Kumara Denpasar. This research was a pre-experimental design (one group pretest-posttest design). The sample consists of 42 children who were selected by non-probability sampling technique with purposive sampling. The data was collected with observation sheet DDST II for observe the language development of preschool age children. From the result pretest showed that 25 children had normal language development and 17 children had suspect language development. From the observation posttest showed that 32 children had normal language development and 10 children had suspect language development. The data was collected by observing preschoolers’ language development using observation sheet DDST II. The results of the Wilcoxon test showed there was significant difference with a significance level p = 0.008 (p≤0,05). It means that there was a significant effect of storytelling therapy on preschoolers’ language development. Based on the results, it is suggested to the nurse to use storytelling as an alternative therapy in stimulating language development of preschoolers.

Keyword : preschoolers, storytelling therapy, language development

PENDAHULUAN

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah anak yang berumur 36-60 bulan, pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, dimana panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu

belajar dengan baik, proses belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Populasi anak-anak di dunia saat ini berjumlah 1,9 miliar anak yaitu 27% dari populasi penduduk dunia (Hansroling, 2014). Jumlah anak pada kelompok usia pendidikan pra sekolah 0-6 tahun di Indonesia tercatat sebanyak 32,6 juta orang (Profil Anak Indonesia, 2012).

Jumlah anak usia prasekolah di Provinsi Bali berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 pada yaitu berjumlah 202.212 anak dan jumlah anak usia 4-6 tahun di Denpasar yaitu sebanyak 41.783 anak (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014).Anak mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, namun tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Ada yang mengalami keterlambatan perkembangan sehingga tidak sesuai dengan aturan yang ada. Angka kejadian keterlambatan ini beberapa tahun terakhir semakin meningkat, angka kejadian di Amerika Serikat berkisar 12-16%, Thailand 24%, dan Argentina 22%, di Indonesia antara 13%-18% (Dhamayanti M, 2006). Salah satu keterlambatan yang bisa terjadi pada anak adalah keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan perkembangan bahasa adalah ketidakmampuan anak untuk menggunakan simbol linguistik untuk berkomunikasi secara verbal (Zuhriah, 2009). Menurut National Center for Health Statistic (NCHS), data gangguan bicara dan bahasa yang berdasarkan atas laporan orang tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada palatum) angka kejadiannya adalah 0,9% pada anak dibawah umur. Dari hasil evaluasi langsung kepada anak sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5% (Soetjningsih, 2012).

Suryawan (2012) menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa 90% dikarenakan adanya gangguan input yakni kurangnya pemberian stimulasi, seperti kurangnya mengajak anak berbicara, berinteraksi dan bermain. Anak sangat membutuhkan stimulasi yang adekuat untuk menunjang tahap perkembangannya. Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulus. Apalagi jika stimulus tersebut diberikan secara terus menerus (Nursalam, 2005). Stimulasi yang kurang dapat menyebabkan hambatan dalam perkembangan anak yaitu

menimbulkan penyimpangan perilaku sosial dan motorik pada anak, yaitu anak akan menjadi malu pada teman-temannya (Soetjiningsih, 2012).

Salah satu stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak adalah dengan terapi bercerita. Mendengarkan cerita yang baik dan menceritakannya kembali dapat mengasah perkembangan bahasa, penambahan kosa kata, membantu perkembangan kognitif, membantu berkembangnya interpersonal dan berkembangnya aspek sosial.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar, jumlah anak usia 46 tahun yaitu sebanyak 47 anak, yang terdiri dari kelas A, B1 dan B2. Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar didapatkan data bahwa sekitar 45% anak perkembangan bahasanya kurang. Dari data raport didapatkan bahwa anak-anak masih kurang dalam menjawab pertanyaan, membedakan suku kata awal dan akhir serta 40% anak masih kurang mampu untuk mengungkapkan dan menceritakan pengalaman secara sederhana dan berurutan. Berdasarkan penilaian menggunakan lembar observasi Denver Developmental Screening Test (DDST) yaitu sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun (Adriana, 2013), didapatkan data bahwa 5 anak dari 8 anak, yang peneliti observasi dari 47 orang jumlah keseluruhan anak pada TK tersebut diketahui bahwa anak- anak tersebut belum optimal dalam mengartikan lima kata, mengerti tiga kata sifat, menyebut dua lawan kata dan mengartikan tujuh kata.

Pentingnya kecerdasan bahasa bagi anak akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan teman, guru, dan orang yang ada disekitarnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa pada anak-anak usia pra-sekolah di

Taman Kanak-Kanak Widya Kumara Sari Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan preexperimental design dengan desain penelitian one group pretest-postest design.

Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar yang berjumlah 47 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Nonprobability Sampling dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 42 anak yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Formulir Denver Developmental Screening Test II.

Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari pihak terkait, peneliti melakukan pendekatan formal ke guru kemudian memberikan penjelasan tentang manfaat, tujuan, dan waktu pelaksanaan kegiatan kepada orang tua responden, orang tua yang setuju dan mengizinkan anaknya untuk ikut serta dalam penelitian kemudian menandatangani lembar pernyataan persetujuan yang diberikan oleh peneliti. Anak usia prasekolah yang memenuhi kriteria inklusi dikumpulkan di ruang kelas, kemudian dilakukan pretest dengan mengobservasi perkembangan bahasa menggunakan lembar DDST II sebelum diberikan terapi bercerita. Anak usia prasekolah dibagi menjadi tiga kelompok kemudian diberikan terapi bercerita dengan durasi 30 menit dua kali dalam seminggu. Setelah dilakukan pemberian terapi bercerita sebanyak enam kali pertemuan, kemudian dilakukan posttest menggunakan lembar observasi DDST II untuk mengevaluasi perkembangan bahasa responden setelah diberikan terapi bercerita.

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan uji Wilxocon Signed Rank Test dengan tingkat kemaknaan 5% untuk menganalisis pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan sejak tanggal 10 April sampai tanggal 8 Mei 2015 di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 23 orang dan responden perempuan berjumlah 19 orang.

Karakteristik responden berdasarkan   usia didapatkan bahwa

sebagian besar responden yaitu berusia 6 tahun yang berjumlah 33 orang dan responden yang berusia 5 tahun sebanyak 9 orang.

Hasil Pengamatan terhadap Obyek Penelitian Sesuai Variabel Penelitian

Setelah dilakukan observasi pada anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar dengan lembar observasi DDST II sebelum diberikan terapi bercerita, maka didapatkan data perkembangan bahasa normal yaitu sebanyak 25 orang dan jumlah responden yang perkembangan bahasanya suspect sebanyak 17 orang dan untuk perkembangan bahasa untestable tidak ada.

Perkembangan bahasa setelah terapi bercerita     didapatkan bahwa

perkembangan bahasa normal yaitu sebanyak 32 orang dan jumlah responden yang perkembangan bahasanya suspect berkurang menjadi 10 orang dan tidak ada satu orang anak pun yang mengalami perkembangan bahasa untestable.

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perkembangan Bahasa Sebelum dan Setelah Diberikan Terapi Bercerita (n= )

Perkembangan Bahasa

Pre test

Post test

Uji Wilcoxon Signed Ranks Test

Normal

25

32

0,008

Suspect

17

10

Untestable

0

0


Hasil analisis terapi bercerita berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil analisis data dengan menggunakan uji Wilxocon Signed Rank Test dengan α = 0,05 mendapatkan nilai signifikan (p) yaitu 0,008 yang berarti p<0,05 dengan tingkat kesalahan 5% maka H0 (nol) ditolak yang artinya ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar.

PEMBAHASAN

Hasil pengukuran perkembangan bahasa dengan menggunakan lembar observasi DDST II menunjukkan kondisi awal perkembangan bahasa sebelum dilakukan intervensi terapi bercerita terdapat 25 orang dengan perkembangan bahasa normal, 17 orang dengan perkembangan bahasa suspect dan tidak terdapat perkembangan bahasa untestable.

Musfiroh (2008), berpendapat bahwa pada saat anak berusia 5 tahun telah mampu menghimpun kurang lebih 3000 kata. Kata-kata yang dimiliki anak usia prasekolah meliputi kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata keterangan. Pada observasi juga didapatkan perkembangan bahasa yang lebih dominan adalah pada item perkembangan bahasa anak sudah mampu dalam mengerti tiga kata sifat, menghitung lima kubus dan menyebut dua lawan kata. Ramli (2005) mengemukakan bahwa pada anak usia prasekolah anak telah menguasai dasar-dasar sintaksis dan semantik, yaitu telah belajar bagaimana kalimat dibentuk dan kata-kata digunakan untuk mengkomunikasikan makna.

Pada penelitian ini didapatkan sebagian siswa TK Widya Kumara Sari Denpasar memiliki perkembangan bahasa

yang suspect sebelum diberikan terapi bercerita yaitu sebanyak 17 orang. Anak sebagian besar tidak dapat mengartikan lima sampai enam kata sesuai dengan kegunaan, bentuk, dan terbuat dari apa. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya fasilitas perkembangan bahasa yang disediakan oleh orang tua, seperti kurang dalam memberikan stimulus pendengaran dan penglihatan, serta kurang mengajak anak berbicara, sehingga kosakata anak sedikit dan belum mampu dalam mengartikan kata.

Sofiana (2012) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa adalah hubungan keluarga, yaitu hubungan yang sehat antara ibu dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari ibunya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan dalam perkembangan bahasanya. Soetjiningsih (2012) menyebutkan bahwa perkembangan bahasa pada anak dapat berjalan menjadi optimal dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan bahasa adalah fasilitas ruangan bermain dan waktu khusus bermain. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratnaningsih (2014) yang menjelaskan bahwa orang tua yang memfasilitasi perkembangan bahasa anak seperti menyediakan ruangan dan waktu untuk bermain, akan berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anaknya.

Hasil penelitian didapatkan bahwa perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah setelah diberikan terapi bercerita mengalami peningkatan. Dari 25 orang perkembangan bahasa normal

sebelum diberikan terapi bercerita meningkat menjadi 32 orang setelah diberikan terapi bercerita, yang artinya terdapat peningkatan perkembangan bahasa sebanyak tujuh orang setelah diberikan terapi bercerita. Dari perkembangan bahasa suspect terjadi penurunan dari 17 orang menjadi 10 orang setelah diberikan terapi bercerita.

Terapi bercerita merupakan salah satu bentuk stimulasi yang dapat diberikan orang tua kepada anak. Dimana terapi bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan dengan menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain (Moeslichatun, 2004; Bachtiar, 2005). Dengan bercerita, pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara, dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucap kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya (Dhieni, 2008).

Dalam terapi bercerita stimulus diberikan secara terus-menerus. Wijaya (2009) menyebutkan bahwa stimulasi diperlukan secara terus menerus karena setiap kali anak berpikir atau memfungsikan otaknya, akan terbentuk sinaps baru untuk merespons stimulasi tersebut. Stimulasi yang terus-menerus akan memperkuat sinaps yang lama sehingga otomatis membuat fungsi otak akan semakin baik. Apabila stimulasi berupa terapi bercerita ini diberikan secara berulang maka akan terjadi suatu memori di otak anak sehingga anak dapat mengingat dan memahami lebih dalam, sehingga dengan terapi bercerita dapat meningkatkan perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Muallifah (2013) berpendapat bahwa Storytelling mampu menstimulasi berbagai kecerdasan anak sejak usia dini, diantaranya mampu meningkatkan kecerdasan bahasa anak.

Pemberian stimulasi pada anak dengan terapi bercerita, dapat mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan pragmatik terstimulasi karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji (Taningsih 2006).

Namun dalam penelitian masih terdapat anak yang tetap berada dalam perkembangan bahasa suspect, hal ini dikarenakan pada saat dilakukan intervensi terapi bercerita, responden kurang memperhatikan dan selalu asik bermain sendiri, sehingga meskipun telah diberikan terapi bercerita perkembangan bahasa anak tetap tidak meningkat.

Hasil analisis data penelitian menunjukkan terjadi perubahan perkembangan bahasa sebelum dan setelah diberikan terapi bercerita. Bercerita adalah salah satu terapi bermain yang merupakan aktivitas yang sangat sesuai dengan perkembangan emosi anak-anak (Prasasti, 2005). Bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Kushartanti dkk (2014) yang menyatakan bahwa dengan memberikan cerita, dapat merangsang batang otak yang mengaktivasi korteks serebri di pusat bahasa yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan dalam mengembangkan kemampuan bahasa. Stimulus yang berasal dari lingkungan seperti keluarga dalam memberikan terapi bercerita akan ditangkap oleh panca indra yang kemudian akan terjadi proses pemerolehan bahasa.

Ratnaningsih (2014) berpendapat bahwa dengan pemberian metode bercerita melalui media gambar, dapat mempengaruhi perkembangan pada anak usia prasekolah, terutama pada perkembangan bahasanya, anak menjadi

mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, anak     dapat     menceritakan     dan

mengekpresikan terhadap apa yang didengarnya dan diceritakannya. Dhieni (2008) juga menyatakan bahwa bercerita dapat membantu perkembangan bahasa anak berkomunikasi secara aktif dan efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif. Hal ini didukung juga oleh pendapat Utami (2009) menyatakan bahwa metode menyanyi dan bercerita efektif bagi peningkatan kemampuan bahasa sintaksis anak prasekolah.

Berdasarkan hasil pembahasan yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terapi bercerita efektif dalam meningkatkan      perkembangan

bahasa anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak    Widya  Kumara Sari

Denpasar. Dengan terapi bercerita terjadi stimulus yang berulang di otak anak sehingga terjadi suatu memori pemerolehan bahasa yang dapat meningkatkan kosakata anak dan perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Dengan      bercerita,

pendengaran dan penglihatan anak dapat difungsikan dengan baik untuk membantu kemampuan berbicara. Pada terapi bercerita anak mendengar beragam kosakata, istilah, struktur kalimat, dan ungkapan sehingga menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucap kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap perkembangannya.

SIMPULAN

Perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar sebelum dilakukan terapi bercerita sebagian masih dalam kriteria suspect, setelah dilakukan terapi bercerita perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari menunjukkan peningkatan, yaitu sebagian besar anak perkembangan bahasanya meningkat ke kriteria normal. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan perkembangan bahasa anak usia prasekolah sebelum dan setelah diberikan terapi bercerita. Sehingga ada

pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar.

SARAN

Untuk menyikapi proses dan hasil pada penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran, yaitu : kepada orang tua diharapkan terapi bercerita dapat dilaksanakan di setiap Rumah Tangga terutama pada keluarga yang mempunyai anak pada masa tumbuh kembang, kepada pihak pengajar di TK Widya Kumara Sari Denpasar diharapkan dapat menerapkan terapi bercerita sebagai metode pembelajaran kepada para siswa di TK Widya Kumara Sari Denpasar. Dan bagi tenaga kesehatan diharapkan mampu mengembangkan dan mengaplikasikan terapi bercerita sebagai salah satu alternative dalam menstimulasi tumbuh kembang kemampuan bahasa anak khususnya bagi bidang keperawatan anak.

Sedangkan peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis untuk menggunakan kelompok kontrol, sehingga dapat diketahui perbedaan antara kelompok kontrol dan perlakuan, dapat meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak usia prasekolah, melakukan evaluasi perkembangan bahasa secara berkelanjutan setelah dilakukan intervensi dan pada saat dilakukan observasi agar menyediakan ruangan khusus agar responden tidak diganggu oleh responden yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2010)  . Data

statistik Indonesia :    Jumlah

penduduk menurut kelompok umur, jenis kelamin, provinsi, dan kabupaten/kota, 2005. diaksesdari http://demografi.bps.go.id/versi1/inde x.php?option=com_tabel&task=&Ite mi d=1 pada tanggal 28 November 2014

Departemen     Kesehatan     Republik

Indonesia.     (2006).     Pedoman

pelaksanaan stimulasi deteksi dan

intervensi dini tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Departemen Kesehatan RI

Dhamayanti, M. (2006). Kuisoner praskrining perkembangan (KPSP) anak. Bandung : Sari Pediatri

Dhieni, Nurbiana dkk. (2008). Metode pengembangan bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka.

Hansroling. (2014). World peak number of children      is     now.

diaksesdi

www.gapminder.org/news/world-peak-number-of-children-is-now/ pada tanggal 2 Januari 2015

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2012). Profil anak Indonesia 2012. Jakarta : CV. Miftahur Rizky

Kushartanti, dan Yuwono, U. (2014). Pesona bahasa langkah awal memahami linguistik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Moeslichatoen. (2004). Metode pengajaran di taman  kanak-kanak.  Jakarta:

Rineka Cipta

Muallifah. (2013). Storytelling sebagai metode       parenting       untuk

pengembangan kecerdasan anak usia dini. Jurnal Psikologi Islam. Malang

Musfiroh, T. (2005). Bercerita untuk anak usia dini, panduan bagi guru taman kanak-kanak. Jakarta : Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi

Nursalam. (2005). Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Salemba Medika

Prasasti, S. (2005). Seri belajar bahasa indonesia dan bahasa inggris dengan kreatif gambar dan ceritakan (draw

and tell). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Ramli. (2005). Pendamping perkembangan anak usia dini. Jakarta: Depdiknas

Ratnaningsih. (2014). Pengaruh metode bercerita              melaluimedia

gambar terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah tk aisyiyah bustanul athfal 1 gempol Pasuruan. Diakses pada      :

http://ejournal.stikes-ppni.ac.id/index.php/keperawatan-bina-sehat/article/view/29

pada tanggal 3 Juni 2015

Sofiana, N. 2012. Pengaruh story telling terhadap perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah (tk b) di tk pgri 02 tanjung jati kecamatan Kamat kabupaten Bangkalan. Mojokerto: STIKES Bina Sehat PPNI.

Soetjiningsih. (2012). Tumbuh kembang anak.  Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Suryawan, A (2012). Penyebab anak alami keterlambatan bicara. Jawapos, 6 Maret 2012

Taningsih. (2006). Mengembangkan kemampuan bahasa anak usia (4-6 tahun) melalui bercerita. Skripsi. Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak: UNNES.

Utami, C. (2009). Pengaruh metode menyanyi dan bercerita terhadap perkembangan bahasa sintaksis anak prasekolah. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada

Wijaya, A.W. (2009). Pentingnya stimulasi, deteksi, dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) anak. Diakses pada :

http://www.infodokterku.com pada tanggal 3 Juni 2015

Volume 6, Nomor 1, April 2018

48