Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH SENAM KAKI DIABETES TERHADAP NEUROPATI PERIFER

SENSORI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Kadek Sri Rosiani1*, Desak Made Widyanthari1, I Wayan Surasta2 1Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Politeknik Kesehatan Denpasar

*Email: srirosiani13@gmail.com

ABSTRAK

Sensory peripheral neuropathy (NPS) adalah komplikasi mikrovaskular jangka panjang dari diabetes mellitus tipe 2 (DM) yang sebagian besar menyebabkan amputasi. Pencegahan yang bisa digunakan adalah latihan kaki diabetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan kaki diabetik terhadap NPS pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas III Denpasar Utara. Penelitian ini adalah eksperimen semu dengan desain kelompok kontrol pretestposttest. Sampel adalah 20 responden yang dipilih dengan teknik sampling jenuh dan dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Data dikumpulkan dengan pemeriksaan NPS dengan Semmes Weinstein Monofilament 10g di delapan lokasi uji di kedua kaki. Studi ini menemukan ada perubahan level NPS yang 70% NPS moderat menjadi 70% NPS ringan pada kelompok intervensi, sedangkan perubahan levelnya adalah 20% menjadi 40% NPS parah dalam kontrol. Hasil uji Mann-Whitney menemukan bahwa p <α (p = 0,000; α = 0,05), dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari latihan kaki diabetik terhadap NPS pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas III Denpasar Utara. Berdasarkan penelitian ini, direkomendasikan kepada praktisi perawatan kesehatan untuk mempromosikan latihan kaki diabetik sebagai terapi tambahan sebagai pencegahan primer dan sekunder dari NPS.

Kata kunci: latihan diabetes, diabetes melitus, neuropati

ABSTRACT

Sensory peripheral neuropathy (NPS) is long term microvascular complication of type 2 diabetes mellitus (DM) that mostly lead to amputation. A prevention that can be used is diabetic foot exercise. This study aims to determine the effect of diabetic foot exercise to NPS in type 2 DM patient in Puskesmas III Denpasar Utara. This study was quasy experimental with pretest-posttest control group design. Sample was 20 respondents which chosen by saturated sampling technique and divided into intervention and control group. Data collected by NPS examination with Semmes Weinstein Monofilament 10g in eight test sites in both feet. This study found there were change level of NPS which 70% moderate NPS to 70% mild NPS in intervention group, while the level change was 20% to 40% severe NPS in control. The result of Mann-Whitney test found that p<α (p=0,000; α=0,05), it could be concluded that there was significant effect of diabetic foot exercise to NPS in type 2 DM patient in Puskesmas III Denpasar Utara. Based on this study, it is recommended to health care practitioner to promote diabetic foot exercise as adjuvant therapy as primary and secondary prevention of NPS.

Keyword: Diabetic Exercise, Diabetes Mellitus, Neuropathy

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik kronis akibat tidak adekuatnya sekresi insulin endogen oleh pankreas, penurunan efek insulin akibat resistensi insulin, atau keduanya yang kemudian menyebabkan hiperglikemia (McPhee & Ganong, 2010). Jumlah penderita DM terus meningkat setiap tahun, baik di dunia maupun di Indonesia. Diperkirakan terdapat 347 juta diabetesi di dunia dan pada tahun 2012 menyebabkan kematian 1,5 juta orang (WHO, 2014). Pada tahun 2013, Indonesia merupakan negara ketujuh di dunia dengan jumlah diabetesi terbanyak yaitu 8,5 juta penduduk Indonesia usia 20-79 tahun menderita DM dan

diperkirakan meningkat sebanyak 66% pada tahun 2035 (IDF, 2013).

DM tipe 2 merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah penderita cukup tinggi di Bali. Hal ini terlihat dari prevalensi penderita DM di Bali adalah 5.9% dari jumlah penduduk dan prediabetes mellitus 10% (Persatuan Gerontologi Medik Indonesia [PERGEMI] dalam Sanjiwani, 2014). Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali, DM termasuk 10 besar penyakit di Kota Denpasar dengan jumlah penderita 8.543 di tahun 2012. Puskesmas III Denpasar Utara tercatat sebagai puskesmas dengan jumlah kasus baru DM tertinggi setiap bulan yaitu sebanyak 115 orang/bulan sejak Januari

2013 hingga Agustus 2014 (Dinkes Kota Denpasar, 2014).

Peningkatan jumlah diabetesi dapat menyebabkan peningkatan angka kecacatan akibat komplikasi yang timbul dalam perjalanan penyakitnya. Komplikasi yang paling ditakutkan adalah ulkus kaki diabetik yang mengarah pada amputasi dan mortalitas (Kruse & Edelman, 2006; American Diabetes Association [ADA], 2013). Menurut Khanolkar, Bain, & Stephens (2008), diabetesi 30 kali lebih berisiko mengalami amputasi dibandingkan populasi umum.

Sebagian besar ulkus kaki diabetik dimulai dengan neuropati perifer sensori (NPS) (McNeely et al. dalam Kruse & Edelman, 2006). NPS merupakan neuropati yang paling sering terjadi akibat kondisi DM (NDIC, 2013; National Institute of Neurological Disorders and Stroke [NINDS], 2014). Menurut National Diabetes Information Clearinghouse (NDIC) (2013), 60-70% diabetesi mengalami neuropati. Risiko mengalami neuropati pada diabetesi meningkat seiring dengan lamanya seseorang menderita DM dan usia diabetesi tersebut (NDIC, 2013).

Penyebab utama NPS adalah insufisiensi insulin yang menginduksi peningkatan induksi stres oksidatif dan menyebabkan kerusakan neuron dan penurunan perfusi (Kishore, 2014). Gejala yang timbul dari kerusakan ini salah satunya adalah penurunan sensasi terhadap suhu dan nyeri akibat kerusakan jaringan (luka) (NINDS, 2014).

Penatalaksanaan NPS diabetik terutama adalah kontrol glikemia, penanganan gejala, serta perawatan kaki (foot care) (Quan, 2014). Perawatan kaki mencakup follow-up teratur, pemberian pendidikan kesehatan (penkes) kepada pasien, dan latihan fisik (Quan, 2014). Salah satu latihan fisik yang dapat dilakukan adalah senam kaki diabetes. Senam kaki diabetes terdiri dari gerakan-gerakan yang melibatkan sendi-sendi kaki yang dimulai dari menggerakkan sendi jari-jari kaki

kemudian pergelangan kaki dan lutut (RSI Sultan Agung, 2010; Setiawan, 2013).

Berdasarkan beberapa penelitian, senam kaki diabetes memberikan pengaruh positif terhadap gejala NPS. Berdasarkan penelitian oleh Suwandewi (2012) yang dilakukan pada 15 orang didapatkan bahwa skor neuropati diabetik perifer setelah melakukan senam kaki diabetes menurun secara signifikan (p=0,00; α<0,05). Penelitian mengenai pengaruh senam kaki diabetes juga dilakukan oleh Priyanto (2012) yang dilakukan pada 125 lansia DM didapatkan perbedaan yang signifikan dari hasil pengukuran sensitivitas kaki kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan senam kaki diabetes dengan p=0,00 dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan p=0,083 (α<0,05).

Puskesmas III Denpasar Utara merupakan puskesmas dengan kasus baru DM tertinggi di Kota Denpasar sampai dengan tahun 2014 dan sedang menggalakkan program penyakit tidak menular (PTM) terutama DM, namun dalam pelaksanaannya masih belum optimal. Berdasarkan wawancara dengan salah satu pengelola program PTM di puskesmas ini, program PTM belum sepenuhnya tepat sasaran dan belum terdapat program khusus untuk pencegahan NPS bagi diabetesi. Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan pada bulan Maret 2015 di Puskesmas III Denpasar Utara, didapatkan bahwa dari 12 kaki diabetesi yang telah dilakukan pemeriksaan NPS dengan monofilamen Semmes-Weinstein 10 g (SWM 10g), 67% mengalami NPS kategori berat dan 33% mengalami NPS kategori sedang.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya pengaruh senam kaki diabetes terhadap PN sensorik pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas III Denpasar Utara.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan quasi experimental yaitu pretest-posttest with control group, yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh senam kaki diabetes terhadap NPS. Populasi yang diteliti adalah seluruh diabetesi yang tercatat sebagai pasien lama di Puskesmas III Denpasar Utara dan melakukan rujukan balik pada Maret 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Nonprobability Sampling dengan teknik sampling jenuh. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu tercatat sebagai pasien lama (kunjungan >2 kali) di Puskesmas III Denpasar Utara, memiliki respon negatif minimal pada 1 titik saat pemeriksaan NPS menggunakan Semmes Weinstein Monofilament 10g (SWM 10g), berusia antara 31-69 tahun, kadar glukosa darah sewaktu <250 mg/dL, serta bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani inform consent. Adapun kriteria eksklusi penelitian ini yaitu menderita artritis remathoid, SLE, kusta, dan keganasan; gangguan fisiologis yang menghambat dan mengganggu pergerakan (misal: nyeri, dispneu); alkoholik dan/atau merokok dalam kurun <5 tahun; sedang dalam terapi dengan agen kemoterapi; pasca pembedahan bypass lambung; serta memiliki gangguan kejiwaan dan demensia. Terdapat 20 sampel yang memenuhi kriteria dan tidak ada yang mengalami drop out sehingga jumlah responden tetap 20 orang dengan 10 orang pada kelompok perlakuan dan 10 orang pada kelompok kontrol.

Instrumen yang digunakan sebagai pengumpul data dalam penelitian ini adalah SWM 10g, form identitas, dan prosedur pelaksanaan senam kaki diabetes. Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari pihak terkait, peneliti melakukan pendataan dan mencari sampel penelitian. Setelah jumlah sampel terpenuhi, peneliti memberikan penjelasan penelitian. Setelah sampel menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian, sampel diminta untuk menandatangi inform consent dan peneliti membagi sampel ke dalam dua kelompok.

Pada kedua kelompok dilakukan pretest, kemudian pada kelompok kontrol melakukan kebiasaan sehari-hari, sedangkan pada kelompok perlakuan dilakukan latihan senam kaki diabetes tiga kali seminggu

dengan durasi total ±30 menit dalam satu hari selama tiga minggu. Senam kaki diabetes terdiri dari serangkaian gerakan pada jari-jari kaki, pergelangan kaki, dan lutut dengan pengulangan sebanyak 10 kali. Setelah tiga minggu, dilakuakn posttest pada kedua kelompok kemudian data tersebut diolah dengan program komputer.

Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis. Analisis perbedaan skor pretest dan posttest baik pada kelompok perlakuan maupun kontrol dilakukan secara parametrik yaitu paired sample T-test dengan tingkat kemaknaan 5% berdasarkan hasil uji normalitas data yang menunjukkan data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji normalitas data selisih skor pretest-posttest pada kelompok perlakuan dan kontrol tidak berdistribusi normal sehingga analisis dilakukan secara nonparametrik dengan uji Mann-Whitney dengan tingkat kemaknaan 5% untuk menganalisis pengaruh senam kaki diabetes terhadap NPS pada pasien DM tipe 2.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan sejak tanggal 20 Mei sampai dengan 1 Juni 2015 di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara. Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lamanya menderita DM diperlihatkan pada Tabel 1.

Sejumlah 40% responden berada pada usia 45-59 tahun pada kelompok kontrol, sedangkan pada kelompok perlakuan 90% responden berada pada usia 30-44, 45-59, dan 60-64 tahun dengan proporsi yang sama. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki dan telah menderita DM kurang dari 5 tahun.

NPS Pretest dan Posttest Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Tabel 2. menunjukkan mayoritas responden pada kedua kelompok mengalami derajat NPS sedang saat pretest. Sedangkan saat posttest, 70% responden kelompok perlakuan mengalami derajat NPS ringan

dan 40% responden kelompok kontrol

mengalami derajat NPS berat.

Tabel 1.

Gambaran karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lamanya menderita DM

Karakteristik

Perlakuan (10 responden)     Kontrol (10 responden)

(%)

(%)

Usia (tahun)

30-44

30

10

45-59

30

40

60-64

30

30

> 65

10

20

Jenis Kelamin

Laki-laki

60

60

Perempuan

40

40

Lama menderita DM

< 5 tahun

50

40

5-10 tahun

20

50

> 10 tahun

30

10

Tabel 2.

Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan Kontrol Berdasarkan Derajat NPS

Perlakuan (10 responden)

Kontrol (10 responden)

Derajat NPS      Pretest (%)      Posttest (%)

Pretest (%)

Posttest (%)

Baik                   0               10

0

0

Ringan               20             70

20

20

Sedang               70             20

40

40

Berat                   10                0

20

40

Total                   100              100

100

100

Tabel 3

Distribusi Responden Kelompok Perlakuan dan Kontrol Berdasarkan Skor NPS

Perlakuan (10 responden)           Kontrol (10 responden)

S or NPS                Rata-rata±SD

Rata-rata±SD

Pretest                        4,10±1,729

2,80±2,150

Posttest                         1,60±1,174

4,70±2,214

Tabel 3. menunjukkan rata-rata skor

Perbedaan     Pretest-Posttest     pada

NPS pretest pada kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan

adalah 4,10 dan 2,80 pada kelompok kontrol.

Hasil analisis menunjukkan bahwa

Sedangkan rata-rata skor NPS posttest pada

terdapat perbedaan signifikan skor NPS

kelompok perlakuan adalah 1,60 dan 4,70 pada kelompok kontrol.

pretest-posttest pada kelompok perlakuan.

Tabel 4

Hasil Analisis Skor NPS Pretest-Posttest Kelompok Perlakuan

Skor           Hasil t Hitung    Nilai t Tabel (tt)

Derajat Kebebasan (df =

Nilai Probabilitas (p) n-1)

Pretest             9,303            ±2,262

Posttest                ,                      ,

9                       0,000

Perbedaan     Pretest-Posttest     pada

Kelompok Kontrol

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skor NPS pretest-posttest pada kelompok kontrol.

Tabel 5

Hasil Analisis Skor NPS Pretest-Posttest Kelompok Kontrol

Skor NPS

Hasil t Hitung (th)

Nilai t Tabel   Derajat Kebebasan

(tt)                (df = n-1)

Nilai Probabilitas (p)

Pretest

-8,143

±2,262             9

0,000

Posttest

Hasil Analisis Neuropati Perifer Sensori

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada selisih

skor NPS pretest-posttest pada kelompok perlakuan dan kontrol.

Tabel 6

Hasil Analisis Selisih Skor NPS Pretest-Posttest Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Kelompok

Hasil z Hitung (zh)

Nilai z Tabel (zt)

Nilai Probabilitas (p)

Perlakuan

±1,96

0,000

Kontrol

-3,845

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini usia responden dipengaruhi oleh faktor cara pengambilan sampel yang dibatasi oleh kriteria inklusi sehingga peneliti tidak menilai pencarian sampel berdasarkan usia. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki serupa dengan laporan di beberapa negara yang menunjukkan bahwa prevalensi diabetesi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (Siddiqui, Khan, & Carline, 2013) dan NPS cenderung berkembang lebih awal pada diabetesi laki-laki (Aaberg, Burch, Hud & Zacharias, 2008). Namun beberapa penelitian menunjukkan sebaliknya bahwa persentase DM lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki (Hilawe, Yatsuya, Kawaguchi, & Aoyama, 2013). Hal ini menunjukkan baik perempuan maupun laki-laki memiliki risiko yang hampir sama terhadap DM tipe 2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas diabetesi dengan NPS ditemukan pada responden dengan lama menderita DM kurang dari lima tahun. DM tipe 2 dapat telah diderita oleh diabetesi empat sampai tujuh tahun sebelum diagnosis DM tipe 2 ditegakkan. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan ringan kadar glukosa darah tidak memberikan tanda dan gejala fisik yang cukup signifikan (Spollet, 2006). Kondisi ini menyebabkan NPS dapat terdeteksi saat diagnosis DM ditegakkan. Selain itu, insiden NPS meningkat lebih dari dua kali lipat setelah lima tahun dan lebih dari lima kali lipat setelah sepuluh tahun dari waktu penegakan diagnosis (Freeman, 2005).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas responden pada kelompok perlakuan mengalami NPS sedang saat pretest. Hal ini dipengaruhi oleh ketaatan menjalani terapi farmakologis, pola diet, tingkat aktivitas, dan tingkat stres responden yang tidak dikontrol sebelum intervensi. Dalam penelitian ini intervensi hanya dilakukan pada tingkat aktivitas kepada responden kelompok perlakuan. Pada saat posttest, sebagian besar responden kelompok perlakuan mengalami NPS ringan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat aktivitas yang telah meningkat setelah diberikan latihan senam kaki diabetes tiga kali seminggu selama tiga minggu. Peningkatan aktivitas fisik mempengaruhi peningkatan kontraksi otot yang membantu kontrol

glikemia yang mengarah pada perbaikan kondisi NPS (Wyatt & Ferrance, 2006; Gulve, 2008). Sedangkan pada kelompok kontrol, 40% responden mengalami NPS sedang saat pretest dan 40% mengalami NPS berat saat posttest. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko yang tidak dikontrol maupun diintervensi selama penelitian berlangsung. Adapun faktor risiko tersebut adalah ketaatan menjalani terapi farmakologis, pola diet, tingkat aktivitas, dan tingkat stres responden.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skor NPS pretest-posttest pada kelompok perlakuan. Suwandewi (2012) dalam penelitiannya mengenai pengaruh senam kaki diabetes terhadap NPS tanpa kontrol menunjukkan bahwa latihan senam kaki diabetes tiga kali seminggu selama tiga minggu dapat mempengaruhi perubahan derajat NPS secara signifikan. Peningkatan tingkat aktivitas melalui latihan senam kaki diabetes tiga kali seminggu selama tiga minggu meningkatkan aliran darah kaki (Nasution, 2010; Harefa & Sari, 2011; Agustianingsih, 2013) dan penggunaan glukosa oleh jaringan pada kaki (Priyanto, 2012; Andriani, 2014).

Hasil analisis data menemukan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada skor NPS pretest-posttest pada kelompok kontrol. Saat penelitian dilakukan, terdapat responden dengan keluhan stres yang berbeda, tingkat aktivitas yang berbeda, serta ketaatan pengaturan pola diet yang berbeda. Faktor-faktor tersebut tidak dikontrol dengan sengaja selama penelitian berlangsung. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan teori menunjukkan bahwa stres psikologis akut, aktivitas fisik, dan pola diet mempengaruhi kontrol glikemia (Wiesli et al., 2005; Faulenbach et al., 2012; Blaum & Halter, 2005). Kontrol glikemia yang tidak adekuat mempengaruhi risiko perkembangan NPS dan derajat NPS (Pop-Busui et al., 2012).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pada selisih skor NPS pretest-posttest pada

kelompok perlakuan dan kontrol. Pemberian latihan senam kaki diabetes kepada kelompok perlakuan meningkatkan intensitas, durasi, dan frekuensi aktivitas fisik responden dalam kelompok perlakuan. Peningkatan aktivitas fisik pada kaki menyebabkan peningkatan kontraksi pada seluruh otot kaki yang mempengaruhi aliran darah dan penggunaan glukosa pada jaringan kaki.

Kontraksi otot menyebabkan peningkatan aliran darah (Guyton & Hall, 2007). Peningkatan aliran darah kaki selama senam kaki diabetes diperkuat dengan penelitian oleh Nasution (2010), Harefa & Sari (2011), dan Agustianingsih (2013). Peningkatan alirah darah kaki akibat kontraksi otot disebabkan oleh pengaruh NO. Pada saat otot berkontraksi terjadi induksi produksi NO oleh sel endotel dan sel otot rangka. Sel endotel memproduksi NO dipicu oleh reseptor muskarinik yang diaktivasi oleh keberadaan asetilkolin. Sedangkan sel otot rangka memproduksi NO dipicu oleh peningkatan kadar Ca2+ selama rangkaian eksitasi dan kontraksi. NO dalam jangka pendek memediasi vasodilatasi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Dalam jangka panjang, NO memicu perubahan struktur endotel melalui kaskade sinyal sebagai bentuk adaptasi terhadap kontraksi dan metabolisme otot (Levine & Levine, 2013). Peningkatan darah kaki juga disebabkan oleh penurunan kadar oksigen dalam otot dan arteriol lokal yang menyebabkan pelepasan berbagai zat vasodilator, yaitu: adenosin, ion kalium, adenosin trifosfat (ATP), asam laktat, dan karbon dioksida (Guyton & Hall, 2007). Peningkatan aliran darah kaki menyebabkan pengangkutan metabolit sisa aktivitas otot dan nutrisi serta oksigen yang dibutuhkan menjadi adekuat sehingga fungsi dan struktur jaringan pada kaki yang optimal dapat dipertahankan.

Kontraksi otot kaki selama senam kaki diabetes juga menyebabkan peningkatan penggunaan gula. Hal ini diperkuat dengan penelitian oleh Priyanto (2012) dan Andriani (2014). Glukosa merupakan sumber energi

utama yang digunakan selama aktivitas otot (Guyton & Hall, 2007). Peningkatan penggunaan glukosa membantu dalam kontrol glikemia. Kontrol glikemia yang adekuat mempengaruhi perkembangan terjadinya NPS dan derajat NPS (Pop-Busui et al., 2012).

Kelompok kontrol dalam penelitian ini menjalani terapi farmakologis yang telah dianjurkan sebelum penelitian ini dilakukan yaitu seluruh responden mengonsumsi antidiabetik oral. Perbedaan selisih skor NPS pretest-posttest kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dapat disebabkan oleh kontrol glikemia yang tidak adekuat akibat faktor-faktor risiko yang dimiliki oleh responden. Kontrol glikemia yang tidak adekuat meningkatkan risiko dan durasi diabetesi terpapar kondisi hiperglikemia yang tidak terkontrol. Durasi terpapar hiperglikemia sejajar dengan peningkatan risiko diabetesi mengalami NPS dan peningkatan derajat NPS (Dyck, Kratz, Karnes, et al. dalam Tracy & Dyck, 2008:2; NDIC, 2013; Inceu & Veresiu, 2014).

Faktor-faktor risiko yang dimiliki oleh responden pada kelompok kontrol diantaranya ketaatan menjalani terapi farmakologis, pola diet, tingkat stres, dan aktivitas fisik. Faktor-faktor risiko ini tidak dikontrol secara sengaja dalam penelitian ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres dan aktivitas fisik memiliki pengaruh terhadap kontrol glikemia (Wiesli et al., 2005; Faulenbach et al., 2012; DiPietro, Yeckel, Gribok, 2012; Guyton & Hall, 2007; Nowlin, Hammer, & Melkus, 2012).

Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang ditemui, yaitu metode penelitian yang menggunakan teknik pembagian kelompok berdasarkan urutan yang ditemui peneliti sehingga peneliti sulit untuk mengontrol variabel perancu seperti frekuensi latihan fisik selain senam kaki diabetes, pemaparan asap rokok oleh anggota keluarga lain, ketaatan menjalani terapi farmakologis, pola diet, penggunaan obat-obatan, dan tingkat stres psikologis.

Hambatan penelitian adalah terdapat beberapa kesalahan pada pencatatan registrasi pasien di Puskesmas III Denpasar Utara yaitu kesalahan penulisan nama pasien dan alamat tidak tertera dengan lengkap.

SIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara selisih skor pretest-posttest pada kelompok perlakuan dan kontrol. Sehingga ada pengaruh senam kaki diabetes terhadap neuropati perifer sensori pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara.

Untuk menyikapi proses dan hasil pada penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran, yaitu: senam kaki diabetes dapat direkomendasikan sebagai terapi tambahan kepada pasien DM tipe 2. Selain itu, hasil penelitian dapat menjadi salah satu referensi pembuatan pedoman pelaksanaan senam kaki diabetes di institusi kesehatan, khususnya Puskesmas III Denpasar Utara. Pedoman pelaksanaan juga dapat disebarluaskan dalam bentuk selebaran (flyer atau poster) untuk diberikan kepada pasien DM tipe 2 dan puskesmas pembantu di wilayah kerja Puskesmas III Denpasar Utara.

Sedangkan berhubungan dengan keterbatasan penelitian ini, peneliti mendorong dilaksanakan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan desain yang lebih baik dan mengontrol faktor-faktor perancu yang dapat mempengaruhi perkembangan NPS pada pasien DM tipe 2.

DAFTAR PUSTAKA

Aarberg, ML., Burch, DM., Hud, ZR., Zacharias, MP. (2008). Gender Differences in the Onset of Diabetic Neuropathy. Journal of Diabetes Complications; 22(2):83-7. Didapat dari http://reference.medscape.com/medli ne/abstract/18280437 (Sitasi tanggal 19 Juni 2015)

Agustianingsih, Nurul. (2013). Pengaruh Senam Kaki Diabetes terhadap Sirkulasi Darah Kaki pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang (Skripsi).        Didapat        dari

http://perpusnwu.web.id/karyailmiah /documents/3437.pdf (Sitasi tanggal 4 Februari 2015)

American Diabetes Association (ADA). (2013). Neuropathy (Nerve Damage). Living with Diabetes. Didapat dari http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/neuropathy/ (Sitasi tanggal 15 Januari 2015)

Andriani, Winda. (2014). Pengaruh Senam Kaki terhadap Perubahan Kadar Gula Darah Puasa pada Klien Diabetes Melitus di Kelurahan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Elektronik UMSB (Beta). Didapat                        dari

http://jurnal.umsb.ac.id/?p=439 (Sitasi tanggal 5 Februari 2015)

Blaum, Caroline S., Halter, Jeffrey B. (2005). Chapter 43: Treatment of Older Adults with Diabetes. Dalam Kahn, C. Ronald (Eds), Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th Ed., hal. 737745.          Didapat          dari

https://books.google.co.id/ (Sitasi tanggal 16 Juni 2015)

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Denpasar. (2014). Data Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas (Kasus Baru). Denpasar: Percetakan Dinkes Kota Denpasar

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali. (2014). Data Sepuluh Besar Penyakit di 9 Kabupaten dan Kota Provinsi Bali. Denpasar: Percetakan Dinkes Provinsi Bali

DiPietro, L., Yeckel, C.W., Gribok, A. (2012). Response to Acute Psychophysical Stress and 24-Hour

Glycemic Control in Healthy Older People. Journal of Aging Research, Vol. 2012(2012),  8 pgs. DOI:

http://dx.doi.org/10.1155/2012/8038 64 (Sitasi tanggal 19 Juni 2015)

Faulenbach, M., Uthoff, H., Schwegler, K., Spinas GA., Schmid C., Wiesli P. (2012). Effect of Psychological Stress on Glucose control in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus [Abstract]. Diabetic Medicine: a Journal of the British Diabetic Association, 29(1):  128-31. DOI:

10.1111/j.1464-5491.2011.03431.x (Sitasi tanggal 19 Juni 2015)

Freeman, Roy. (2005). Chapter 56: Nervous System and Diabetes. Dalam Kahn, C. Ronald (Eds), Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th Ed., hal. 737-745. Didapat                        dari

https://books.google.co.id/    (Sitasi

tanggal 16 Juni 2015)

Gulve, Eric Arthur. (2008). Exercise and Glycemic Control in Diabetes: Benefits,      Challenges,      and

Adjustments to Pharmacotherapy. Journal of the American Physical Therapy Association, Vol. 88 No. 11 1297-1321.      Didapat      dari

http://ptjournal.apta.org/content/88/1 1/1297.full (Sitasi tanggal 25 Juni 2015)

Guyton, Arthur C. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11, hal.259-261,    999,    1010-1027.

Jakarta: EGC

Harefa, K., Sari, Artika. (2011). Pengaruh Senam Kaki terhadap Sirkulasi Darah Kaki pada Pasien Diabetes Melitus di Ruang Penyakit Dalam RSU DR. Pirgandi Medan. Didapat dari https://www.google.com/url?sa=t&rc t=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1 1&cad=rja&uact=8&ved=0CB4QFj AAOAo&url=http%3A%2F%2Fsari -mutiara.ac.id%2Fnew%2Fwp-

content%2Fuploads%2F2013%2F10 %2FManuskrip-PENGARUH-SENAM-KAKI-ok.docx&ei=-V7SVPSwPMTHuASx6IGwDg&us g=AFQjCNFOf71XT46PaZ9cULW CmmM_4jUvVA&sig2=u3O16bfqki 3zLoFkCNMlUQ (Sitasi tanggal 5 Februari 2015)

Hilawe, Esayas H., Yatsuya, H., Kawaguchi, L., Aoyama, A. (2013). Differences by Sex in the Prevalence of Diabetes Mellitus,     Impaired     Fasting

Glycaemia and Impaired Glucose Tolerance in Sub-Saharan Africa: A Systematic Review and MetaAnalysis. Bulletin of the World Health Organization. Didapat dari http://www.who.int/bulletin/volumes /91/9/12-113415/en/ (Sitasi tanggal 28 Juni 2015)

Inceau, G.V., Veresiu, I.A. (2014). Assessment of Peripheral Diabetic Neuropathy:      New      versus

Conventional Methods. Dalam Vlad, S., Ciupa, Radu V. (Eds), International Conference on Advancements of Medicine and Health Care through Technology; 5th –  7th  June 2014, Cluj-Napoca,

Romania (hal. 177-179). Didapat dari      https://books.google.co.id/

(Sitasi tanggal 11 Juni 2015)

International Diabetes Federation (IDF). (2013). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, hal. 11, 34. Didapat dari

http://www.idf.org/sites/default/files/ EN_6E_Atlas_Full_0.pdf    (Sitasi

tanggal 20 April 2015)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Didapat dari http://www.depkes.go.id/article/print /414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-

mencapai-213-juta-orang.html (Sitasi tanggal 20 April 2015)

Khanolkar, M.P., Bain, S.C., Stephens, J.W. (2008). The Diabetic Foot [Review]. QJM: An International Journal of Medicine.                    DOI:

10.1093/qjmed/hcn027       (Sitasi

tanggal 4 Februari 2015)

Kishore, Preeti. (2014). Diabetes Mellitus (DM). Diabetes Mellitus and Disorder     of     Carbohydrate

Metabolism.      Didapat      dari

http://www.merckmanuals.com/prof essional/endocrine_and_metabolic_d isorders/diabetes_mellitus_and_disor ders_of_carbohydrate_metabolism/di abetes_mellitus_dm.html     (Sitasi

tanggal 16 Januari 2015)

Kruse, I., Edelman, S. (2006). Evaluation and Treatment of Diabetic Foot Ulcers. Clinical Diabetes. DOI: 10.2337/diaclin.24.2.91       (Sitasi

tanggal 4 Februari 2015)

Levine, T.B., Levine, Ariene B. (2013). Metabolic     Syndrome     and

Cardiovascular Disease, 2nd Ed. Didapat                        dari

https://books.google.co.id/ (Sitasi tanggal 18 Juni 2015)

McPhee, Stephen J., Ganong, William F.

(2010). Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, Edisi 5, hal. 557-584. Jakarta: EGC

Nasution, Juliani. (2010). Pengaruh Senam Kaki terhadap Peningkatan Sirkulasi Darah Kaki pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Haji Adam Malik Medan [Abstrak]. Skripsi.didapat dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/20590/6/Abstract.pdf (Sitasi tanggal 4 Februari 2015)

National       Diabetes       Information

Clearinghouse (NDIC). (2013).

Diabetic Neuropathies: The Nerve Damage of Diabetes. Didapat dari http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pub s/neuropathies/ (Sitasi tanggal 24 Desember 2014)

National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). (2014). Peripheral Neuropathy Fact Sheet. Didapat                        dari

http://www.ninds.nih.gov/disorders/p eripheralneuropathy/detail_periphera lneuropathy.htm (Sitasi tanggal 28 Desember 2014)

Nowlin, Sarah Y., Hammer, Marilyn J., Melkus, Gail D. (2012). Diet, Inflammation, and Glycemic Control in Type 2 Diabetes: Review of the Literature. Journal of Nutrition and Metabolism, 2012(2012):542698. DOI:  10.1155/2012/542698 (Sitasi

tanggal 20 Juni 2015)

Pop-Busui, R., Lu, J., Brooks, M.M., …, Jones, T.L.Z. (2012). Impact of Glycemic Control Strategies on the Progression of Diabetic Peripheral Neuropathy in the Bypass Angioplasty      Revascularization

Investigation 2 Diabetes (BARI 2D) Cohort. Diabetes Care, Vol. 36 No. 10 3208-3215. DOI: 10.2337/dc13-0012 (Sitasi tanggal 20 Juni 2015)

Priyanto, Sigit. (2012). Pengaruh Senam Kaki terhadap Sensitivitas Kaki dan Kadar Gula Daarah pada Aggregat Lansia Diabetes   Melitus di

Magelang (Tesis).  Didapat  dari

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/203 00843-T30470%20-%20Pengaruh%20senam.pdf (Sitasi tanggal 1 Januari 2015)

Quan, Dianna. (2014). Diabetic Neuropathy Treatment    &    Management.

Medscape.       Didapat      dari

http://emedicine.medscape.com/artic le/1170337-treatment#showall (Sitasi tanggal 29 Desember 2014)

RSI Sultan Agung. (2010). Senam Kaki untuk Penderita Diabetes. Artikel Kesehatan.       Didapat      dari

http://www.rsisultanagung.co.id/v1.1 /index.php?option=com_content&vie w=article&id=432:senam-kaki-untuk-penderita-diabetes&catid=5:kesehatan&Itemid =22 (Sitasi tanggal 3 Januari 2015)

Sanjiwani, Wira, BALIPOST.com. (2014). Survey Diabetes, Warga Desa Pariwisata Cenderung Gendut. http://balipost.com/read/headline/201 4/06/25/15248/survei-diabetes-warga-desa-pariwisata-cenderung-gendut.html (Sitasi tanggal 22 Desember 2014)

Setiawan, H. Yahmin. (2013). Senam Kaki untuk Penderita Diabetes Melitus. Didapat                    melalui

http://www.lkc.or.id/2013/06/17/sen am-kaki-untuk-penderita-diabetes-melitus-2/ (Sitasi tanggal 3 Januari 2015)

Siddiqui, M.A., Khan, M.F., Carline, T.E. (2013). Gender Differences in Linving with Diabetes Mellitus. Journal of the Academy of Medical Sciences of Bosnia and Herzegovina, 25(2):       140-142.        DOI:

10.5455/msm.2013.25.140-142 (Sitasi tanggal 19 Juni 2015)

Spollett, Geralyn R. (2006). Chapter 10: Type 2 Diabetes Across the Life Span. Dalam Mensing, C. (Eds), The Art and Science of Diabetes SelfManagement Education: a Desk Reference     for     Healthcare

Professionals, hal. 217. Didapat dari http://www.diabeteseducator.org/_re sources/pdf/dr_chapter10.pdf (Sitasi tanggal 19 Juni 2015)

Volume 6, Nomor 1, April 2018

26