Community of Publishing in Nursing (COPING), ISSN: 2303-1298

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI OTOGENIK TERHADAP TINGKAT STRES PADA LANSIA

Ni Putu Ratih Febriana Dewi Lestari, I Dewa Made Ruspawan, Kadek Eka Swedarma

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Email: ratihfebriana94@yahoo.co.id

ABSTRAK

Abstrak. Peningkatan harapan hidup penduduk lansia secara tidak langsung memiliki dampak positif dan efek negatif. Secara umum, kondisi fisik seseorang yang telah memasuki lansia menurun langkah demi langkah, oleh karena itu lansia mudah mengalami stres. Stres bukanlah penyakit, tetapi mungkin awal dari penyakit, baik secara fisik maupun mental jika diabaikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres adalah melalui penerapan teknik relaksasi autogenik. Relaksasi autogenik adalah teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan yang dilakukan dalam keadaan sadar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi autogenik terhadap tingkat stres pada lansia di Puskesmas Wilayah Kuta Badung utara. Penelitian ini adalah eksperimen semu dengan pretest dan posttest dengan kelompok kontrol. Sampel diambil dari dua tempat berbeda, yaitu di desa Canggu Banjar Permai sebagai kelompok perlakuan dan desa Tegalgundul sebagai kelompok kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah sampel pada kelompok perlakuan sebanyak 18 orang, sedangkan pada kelompok kontrol 16 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner Depresi, Anxiety, dan Stress Scales (DASS) dengan skala rasio. Dari uji statistik independent sample T-test menunjukkan p = 0,001 (p <0,05), yang artinya ada pengaruh relaksasi autogenik terhadap tingkat stres.

Kata kunci: teknik relaksasi autogenik, stres, DASS

ABSTRACT

Abstract. Increased life expectancy of elderly population indirectly have a positive impact and negative effects. In general, the physical condition of a person who has entered the elderly decreased step by step, therefore elderly easy to experience stress. Stress isn’t a disease, but it may be early onset of the disease, both physically and mentally if neglected. One effort that can be done to reduce stress is through the application of autogenic relaxation techniques. Autogenic relaxation is a relaxation technique to reduce tension is done in a conscious state. The purpose of this study was to determine the effect of autogenic relaxation on the level of stress on the elderly in the Region Health Center of northern Kuta Badung. This study is a quasi experiment with pretest and posttest with control group. Samples were taken from two different places, namely at Canggu Banjar Permai village as a treatment group and Tegalgundul village as a control group. The sampling technique used purposive sampling by the number of samples in the treatment group as many as 18 people, while in the control group of 16 people. The technique of collecting data using questionnaires Depression, Anxiety, and Stress Scales (DASS) with ratio scale. From the statistical test independent sample T-test showed p = 0.001 (p <0.05), which meaning that there are influence of autogenic relaxation on level of stress.

Keywords: autogenic relaxation technique, stress, DASS

PENDAHULUAN

Penduduk lanjut usia di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup. Menurut Data Statistik Indonesia, tahun 2014 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia mencapai 14,1 juta jiwa. Pada tahun 2012, jumlah penduduk lanjut usia di Provinsi Bali mencapai 35% dari total penduduk. Jumlah ini meningkat secara bertahap dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, jumlah penduduk

lanjut usia mencapai 37% dari total penduduk di Provinsi Bali. (BPS Provinsi Bali, 2014). Kecamatan Kuta Utara merupakan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang padat. Jumlah penduduk Kuta Utara mencapai sekitar 2,1% dari total penduduk kabupaten Badung. Desa Tibubeneng merupakan desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Kuta Utara dengan luas wilayah 6,50 km yang mencakup 13 banjar didalamnya. Salah satu banjar yang

terdapat di desa Tibubeneng adalah banjar Canggu Permai yang merupakan salah satu banjar dengan penduduk lansia yang cukup banyak.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Oleh sebab itu para lansia mudah sekali akan mengalami stres. Stres bukan penyakit, tapi bisa menjadi awal timbulnya penyakit mental atau fisik jika terjadi terlalu lama. Stres merupakan suatu perasaan tertekan saat menghadapi permasalahan. Stres menimpa setiap orang, masalah yang sama bisa memberikan stres dan beban yang berbeda. Stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan nyeri kepala, penurunan fungsi sistem imun, kelelahan, kelainan jantung, depresi dan gangguan mental emosional yang lain (Carruthers, 2006). stres pada lansia merupakan kondisi ketidakseimbangan, tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan, yang terjadi pada seluruh tubuh dan dapat mempengaruhi kehidupan. Adapun faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian stres pada lansia yaitu kondisi kesehatan fisik, kondisi psikologis, masalah pada lingkungan, masalah pada keluarga, dan masalah pekerjaan. Untuk mengatasi stres yang timbul, secara umum stres dapat dikelola dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan secara farmakologis, pendekatan secara perilaku, dan pendekatan secara kognitif (Chomaria, 2009). Namun, pendekatan secara farmakologis sangat jarang diterapkan oleh penderitanya, mengingat banyaknya efek samping bagi tubuh. Pendekatan lain untuk mengatasi stres yaitu dengan pendekatan perilaku dan pendekatan kognitif. Dimana, pendekatan perilaku ini berdasar pada pendekatan untuk menyeimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi, seperti melakukan relaksasi dengan latihan fisik dengan berbagai macam gerakan serta pengelolaan nutrisi seperti

diet. Contoh dari pendekatan perilaku ini kurang relevan jika di terapkan bagi lansia, mengingat penurunan kemampuan daya pikir dan berkurangnya respon motorik pada lansia. Pendekatan lain untuk mengatasi stres yaitu dengan pendekatan kognitif, dimana pendekatan ini mengacu pada perubahan pola pikir individu untuk berpikir dan bersikap positif dengan membekali diri dengan pengetahuan mengenai stres. Salah satu contohnya adalah relaksasi otogenik berupa hipnoterapi yang menggunakan pendekatan kognitif dalam penatalaksanaannya.

Relaksasi otogenik sudah berkembang di negara luar, namun aplikasinya masih jarang digunakan di Indonesia. Sebagai contoh adalah Eropa dimana teknik relaksasi ini sukses diterapkan oleh ribuan orang didalamnya lebih dari setengah abad yang lalu. Teknik relaksasi otogenik atau autogenic merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri berupa kata-kata atau kalimat pendek atau pikiran yang bisa membuat pikiran tentram (Greenberg, 2002). Ide dasar dari relaksasi autogenik ini adalah untuk mempelajari cara mengalihkan pemikiran berdasarkan anjuran sehingga dapat menyingkirkan respon stres yang menggangu pikiran. Tujuan relaksasi autogenik ini adalah untuk memberikan perasaan nyaman, mengurangi stres, memberikan ketenangan dan mengurangi ketegangan (National Safety Council, 2004). Relaksasi Otogenik memerlukan waktu 1520 menit yang nyaman dilakukan pada pagi hari maupun sore hari. Hasil dari relaksasi mulai terasa jika penderita melakukannya selama 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Pada teknik relaksasi otogenik terdiri dari 4 sesi tindakan: sesi 1 yaitu latihan standar yang berpusat pada tubuh (posisi tubuh), sesi 2 yaitu pemusatan konsentrasi dan kewaspadaan , sesi 3 yaitu latihan otogenik yang terdiri dari 6 fase tindakan dan sesi 4 dilakukan evaluasi. Relaksasi

otogenik tidak dianjurkan untuk anak dibawah 5 tahun, individu yang kurang motivasi atau individu yang memiliki masalah mental dan emosional berat. Jika merasa cemas atau gelisah selama atau sesudah latihan, atau mengalami efek samping tidak bisa diam,maka latihan harus dihentikan (Saunders, 2002). Dengan dampak positif dan pemecahan masalah yang diberikan oleh penggunaan teknik relaksasi otogenik tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh teknik relaksasi otogenik terhadap tingkat stres pada lansia di Wilayah Puskesmas Kuta Utara Badung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan rancangan quasi experiment yaitu pretest and posttest with control group, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi otogenik terhadap tingkat stres pada lansia.

Populasi yang diteliti adalah seluruh lansia yang berada di Wilayah Puskesmas Kuta Utara khususnya di Banjar Canggu Permai dan Banjar Tegalgundul pada bulan Maret dan April 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Non Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu Lansia yang berusia 60 tahun keatas dan berada di wilayah Banjar Canggu Permai dan Banjar Tegalgundul Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung, lansia yang mengalami stres, serta bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Sedangkan pasien diekslusikan apabila mengalami keterbatasan atau kelumpuhan anggota badan, dan yang mengalami kelainan jiwa atau depresi.

Jumlah responden berjumlah 34 orang dengan 18 orang lansia di Banjar Canggu Permai sebagai kelompok perlakuan dan 16 orang lansia di Banjar Tegalgundul sebagai kelompok kontrol.

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Depression, Anxiety, and Stres Scales (DASS-42) untuk mengukur tingkat stress sebanyak 14 item pernyataan. Dari 14 item pernyataan yang mengukur tingkat stres, didapatkan 10 item pernyataan yang dinyatakan valid dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,423) yaitu item 1, 6, 11, 12, 14, 27, 32, 33, 35, dan 39. Nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,897 lebih besar dari nilai konstanta 0,6 sehingga instrumen dinyatakan reliable (Widiada, 2013).

Setelah mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian dari pihak terkait, peneliti melakukan serangkaian persiapan kemudian mencari sampel penelitian. Setelah sampel terpenuhi, peneliti membagi sampel ke dalam dua kelompok kemudian memberikan penjelasan mengenai penelitian kepada sampel tersebut. Setelah mendapatkan persetujuan dari sampel untuk mengikuti penelitian, sampel diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden penelitian.

Pada kedua kelompok dilakukan pretest, kemudian pada kelompok kontrol melakukan kebiasaan sehari hari sedangkan pada kelompok perlakuan dilakukan teknik relaksasi otogenik selama 15 menit yang dilakukan pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut. Setelah latihan berakhir, dilakukan post-test pada kedua kelompok kemudian data tersebut diolah dengan program komputer.

Setelah data terkumpul maka dilakukan analisis. Uji normalitas data tingkat stres pre-test dan post-test pada kedua kelompok menunjukkan data terdistribusi normal sehingga dilakukan analisis secara parametrik yaitu Paired Sample T-Test dengan tingkat kemaknaan 5% untuk menganalisis perubahan tingkat stres pada masing-masing kelompok. Sedangkan uji Independent Sample T-Test dengan tingkat kemaknaan 5 % untuk

menganalisis pengaruh teknik relaksasi otogenik terhadap tingkat stres pada lansia.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Maret sampai dengan 26 April 2015 di Wilayah Puskesmas Kuta Utara Badung yaitu Banjar Canggu Permai dan Banjar Tegalgundul Desa Tibubeneng, Kuta Utara Badung.

Karakteristik dasar responden penelitian diperhatikan pada tabel 3. Rata-rata usia responden pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah 60 – 74 tahun. Pada kelompok perlakuan, sebanyak 15 orang lansia sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 12 orang lansia. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden laki-laki.

Tabel 1.

Karakteristik berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan

Kategori Responden

Jenis Kelamin (Kelompok Perlakuan)

Jenis Kelamin (Kelompok Kontrol)

(usia)

Laki-laki

Wanita

Laki-laki       Wanita

F%

f

%

f  %f

%

60-74 tahun

3,0     16,7

12,0

66,7

2,0     12,5 9,0

56,25

75-80 tahun

2,0     11,1

0,0

0,0

4,0     25,0 1,0

6,25

≥ 80 tahun

1,0     5,5

0,0

0,0

0,0     0,0     0,0

0,0

Total

18,0

100,0

16,0

100,0

Gambaran Tingkat Stres Pre-test dan Post-test pada Kelompok Perlakuan

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai pre-test responden kelompok perlakuan terdapat sebaran data berupa sebagian besar berada pada kategori stres berat sebanyak 11 orang (61,1%), kemudian

setelah diberikan relaksasi otogenik hasil post-test yang didapat menunjukkan bahwa sebanyak 2 orang (11,1%) dalam kategori stres berat. Ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan presentase jumlah responden yang mengalami stres dari kategori stres berat ke kategori stres sedang.

Tabel 2.

Gambaran Tingkat Stres Pre-Test dan Post-Test pada Kelompok Perlakuan

Kategori Tingkat Stres

Pre test

Post test

f%

f%

Tidak Stres (0-8)

00

1 5,6

Stres Ringan (9-10)

2 11,1

4 22,2

Stres Sedang (11-13)

5 27,8

11 61,1

Stres Berat (14-20)

11 61,1

2 11,1

Gambaran Tingkat Stres Pre-test dan Post-test pada Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai pre-test responden kelompok kontrol paling banyak berada pada kategori stres sedang yaitu sebanyak 7 orang

(43,75%), kemudian setelah dilakukannya pengontrolan selama 3 hari hasil post-test yang didapat menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang (56,25%) dalam kategori stres sedang. Ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada presentase jumlah

responden yang mengalami stres sedang

pada kelompok kontrol.

Tabel 3.

Gambaran Tingkat Stres Pre-Test dan Post-Test pada Kelompok Kontrol

Kategori Tingkat

Pre test

Post test

Stres

f%

f%

Stres Ringan (9-10)

1 6,25

00

Stres Sedang (11-13)

7 43,75

9 56,25

Stres Berat (14-20)

6 37,5

6 37,5

Stres Sangat Berat (≥21)

2 12,5

1 6,25

Perbedaan Stres Pre-test dan Post-test pada Kelompok Perlakuan

Berdasarkan tabel 4, terjadi perubahan tingkat stres sebelum dan setelah diberikan latihan relaksasi otogenik pada kelompok perlakuan. Pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai p value dan nilai t tabel. Berdasarkan hasil uji

Tabel 4.

Frekuensi Stres Pre-test dan Post-test pada kelompok Perlakuan

Deskripsi

Mean

Minimum

Maximum

Std.

Deviasi

Asymp. Sig. (2-tailed)

Pre-test pada kelompok perlakuan

14,5

10

20

2,7

.000

Post-test pada kelompok perlakuan

11,3

8

14

1,7

Perbedaan Stres Pre-test dan Post-test pada Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 5, Pengambilan


keputusan


dilakukan


dengan


membandingkan nilai p value. Berdasarkan hasil uji statistik Paired Sample T-test

statistik Paired Sample T-test didapat nilai p = 0,000 (p < 0,05) dengan nilai t = 6,815 yang berarti Ha diterima sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi otogenik terhadap tingkat stres sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok perlakuan.

didapat nilai p = 0,348 (p > 0,05) dengan nilai t = 0,968 yang berarti Ha ditolak sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan tingkat stres pada kelompok kontrol.

Tabel 5.

Frekuensi Stres Pre-test dan Post-test pada Kelompok Kontrol

Deskripsi

Mean

Minimum

Maximum

Std.

Deviasi

Asymp. Sig. (2-tailed)

Pre-test pada kelompok kontrol

14,5

10

26

4,5

Post-test pada kelompok kontrol

14,0

11

22

3,2

.348

Selisih Stres pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Berdasarkan tabel 8, hasil uji statistik

Independent Sample T-test didapatkan hasil

p = 0,001 (p < 0,05) dengan nilai t = 3,803 yang artinya Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan ada pengaruh relaksasi

otogenik terhadap tingkat stres pada lansia di wilayah Puskesmas Kuta Utara Badung. Tabel 6.

Hasil Uji Statistik Selisih Stres pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Kelompok

N

Mean Rank Selisih

Asymp. Sig. (2-tailed)

Perlakuan

18

3,11

.001

Kontrol

16

0,50

PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian dari karakteristik subjek penilitian berdasarkan usia dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat dari Setyonegoro (2009), yang membagi kelompok usia 60-74 tahun sebagai kelompok lansia muda (young old), kelompok usia 75-80 tahun sebagai kelompok lansia tua (old), dan kelompok usia >80 tahun sebagai kelompok lansia sangat tua (very old). Menurut Hurlock (1980), usia 60 tahun merupakan usia transisi dari usia setengah baya ke lanjut usia, salah satu ciri khas usia transisi adalah usia ini merupakan masa stres, dimana dibutuhkan penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik

Hasil analisa data menemukan bahwa terdapat perbedaan tingkat stres sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok perlakuan. Hal ini disebabkan, Latihan relaksasi akan membalikkan efek stres yang melibatkan bagian bagian parasimpatetik dari sistem saraf pusat. Relaksasi akan menghambat peningkatan saraf simpatetik, sehingga hormon penyebab disregulasi tubuh dapat dikurangi jumlahnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Prabayati (2014) yang meneliti pengaruh Senam Tera terhadap perubahan tingkat stres Wanita Bali dengan triple roles di Lingkungan Tegehkuri, Kelurahan Tonja, Denpasar dimana hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan tingkat stres pada kelompok perlakuan nilai probabilitas Sig.(2-tailed) sebesar 0,000.. Penelitian lain dilakukan oleh Dewi (2013) yang meneliti pengaruh terapi musik klasik

yang cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang sehingga seseorang sering mengalami stres pada usia ini. Pada karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol, didapatkan jumlah responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan sebagian besar lansia yang berada di masing masing banjar penelitian berjenis kelamin perempuan, sehingga sebagian besar responden yang didapatkan adalah responden yang berjenis kelamin perempuan. Selain itu, perempuan juga memiliki hormon stres corticotropin releasing factor (CRF) sehingga lebih sensitif mengalami stres (Tarigan, 2010).

Mozart terhadap tingkat stres siswa di SMA Negeri 4 Denpasar dimana hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan tingkat stres pada kelompok perlakuan nilai probabilitas Sig.(2-tailed) sebesar 0,007. Berdasarkan teori terapi musik musik klasik Mozart merupakan salah satu jenis musik relaksasi yang memiliki kejernihan, keanggunan, dan kebeningan sehingga mampu memperbaiki konsentrasi, mengurangi stres dan persepsi spasial. Musik klasik Mozart yang memiliki ketukan 60-80 kali per menit mampu membuat seseorang yang mendengarkan menjadi rileks (McCaffrey dan Freeman, 2003). Hasil penilitian perbedaan tingkat stres pre-test dan post-test pada kelompok kontrol menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini dikarenakan responden pada kelompok kontrol tidak mendapatkan latihan relaksasi

otogenik seperti halnya pada kelompok perlakuan. Sehingga bagi seseorang yang mengalami stres yang tidak mendapatkan relaksasi atau terapi dalam mengatasi gejala yang timbul tidak mengalami perbaikan kondisi secara signifikan terhadap gejala yang dialaminya (Vitahealth, 2005). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh relaksasi otogenik terhadap tingkat stres. Hal ini didukung dengan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Tajuddin (2011) dimana ia melakukan penelitian mengenai pelatihan relaksasi Autogenik untuk menurunkan tingkat stres pada penderita hipertensi, penelitian ini melibatkan 10 orang penderita hipertensi sebagai subjek penelitian, 5 orang sebagai kelompok perlakuan dan 5 orang sebagai kelompok kontrol yang berlangsung 6 pertemuan, dengan durasi 1-2 jam di tiap pertemuan. Dimana dari hasil pengukuran menunjukkan adanya perbedaan skor stres yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, p = - 2, 619 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa relaksasi Autogenik mampu menurunkan tingkat stres pada penderita hipertensi. Berdasarkan uraian teori diatas dikaitkan dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa pemberian relaksasi otogenik berpengaruh terhadap tingkat stres pada lansia yang efektif diberikan pada kelompok perlakuan. Oleh karena itu, relaksasi otogenik dapat digunakan sebagai terapi nonfarmakologis untuk mengatasi masalah psikologis khususnya stres.

Dalam penelitian ini, peneliti tidak dapat mengontrol sepenuhnya variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala stres yang belum dapat dikontrol secara penuh oleh peneliti, seperti adanya stressor yang terjadi pada masing-masing responden yang terjadi secara tiba-tiba dan komunikasi responden dengan lingkungan sekitar. Selain itu,

jumlah sampel pada penelitian ini masih relatif sedikit mengingat keterbatasan biaya, waktu dan kriteria inklusi dalam penelitian.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini, terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil tingkat stres pretest dan post-test pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh relaksasi otogenik terhadap tingkat stres pada lansia di Wilayah Puskesmas Kuta Utara Badung. Untuk menyikapi proses dan hasil pada penilitian ini, maka peniliti menyampaikan beberapa saran, yaitu: perlu kerjasama dari berbagai pihak dalam menurunkan tingkat stres pada lansia. Tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam memberikan latihan teknik relaksasi otogenik dan masyarakat ikut berperan dalam menyebar luaskan informasi mengenai relaksasi guna memperbaiki kualitas hidup sehingga terhindar dari efek merugikan akibat stres.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Provinsi Bali. (2014). Proyeksi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2000-2025. Bali: Badan Pusat Statistika.

Carruthers, C. (2006). Psychological effects of exercise. Academic journals books at Questia (Online, diakses: 4 Februari 2015)

Chomaria,N. (2009). Tips jitu praktis mengusir stres. Yogyakarta: Diva Press

Dewi, (2013). Pengaruh Terapi Musik Klasik Mozart terhadap Tingkat Stres Siswa di SMA Negeri 4 Denpasar. Skripsi diterbitkan. Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Greenberg, J.S. (2002). Comprehensive stress management (7th ed). New York: The McGraw-Hill Companies.

Denpasar: Program

Keperawatan Fakultas

Universitas Udayana.


Studi Ilmu Kedokteran


National Safety Council. T.C. Gilchrest. (2004). Manajemen Stres. Terjemahan oleh Widyastutik, dkk. Jakarta: EGC.

Prabayati, (2014). Pengaruh Senam Tera terhadap Perubahan Tingkat Stres Wanita Bali dengan Triple Roles di Lingkungan Tegehkuri Kelurahan Tonja Denpasar. Skripsi diterbitkan. Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Saunders,S. (2007). Autogenic Therapy: Short term therapy for long term gain. British Autogenic Society, Chairman. (online) (http://www.autogenic-therapy.org.uk, diakses 20 November 2014.).

Tajuddin, I. (2011). Pelatihan relaksasi autogenik untuk menurunkan tingkat stres pada penderita hipertensi. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta. Perpustakaan Universitas Gadjah Mada.

Tarigan, I. (2010). Enam Cara Kurangi Hormon Stres. (Online) http://www.mediaindonesia.com/medi ahidupsehat/index.php/read/2010/01/0 1/2098/4/Enam Cara Kurangi Hormon Stres, diakses pada tanggal 20 Mei 2015)

Vitahealth. (2005). Cegah Stres pada Pasien Asam Urat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Widiada, D. (2013). Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Tingkat Stres pada Lanjut Usia di PSTW Jara Mara Pati Singaraja Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Skripsi diterbitkan.

Volume 5, Nomor 3, Desember 2017

168