PENGARUH TERAPI WARNA HIJAU

TERHADAP TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR

Arthini, W.B., Sawitri, K.A., Nurhesti, O.Y.

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Abstract. Increased of Systolic Blood Pressure (SBP) is a manifestation of cardiovascular organ degeneration in elderly. One of non pharmacological therapies that can affect blood pressure is green color therapy. Green is able to reduce tension, suppresses the activity of the sympathetic nervous system, dilates capillaries, and stimulates the pituitary to release neurohormones, which can lower blood pressure. This study aims to determine the therapeutic effect of green color on SBP in elderly in the Elderly Social Institution of Wana Seraya Denpasar. This research is a quasy-experimental study (pre-test and post-test with control group design). Samples consisted of 30 elderly people that selected by purposive sampling, divided into control and experimental groups. The experimental group was given green color therapy for 10 minutes every day for seven days. SBP pre-test and post-test in both groups was measured by sphygmomanometer and stethoscope. The results show an increase of 0,0573 mmHg at an average SBP in control group, and decrease of 6,54 mmHg on average SBP in experimental group. Based on the independent sample t-test, this difference was statistically significant, with t value of -10,456 and Sig. (2-tailed) of 0,000, which means there is a therapeutic effect of green color therapy for systolic blood pressure in elderly in the Elderly Social Institution of Wana Seraya Denpasar.

Keywords: elderly, green color therapy, systolic blood pressure

PENDAHULUAN

Pada lansia, perlahan-lahan proses regenerasi jaringan akan hilang dan diikuti dengan menurunnya fungsi dan struktur jaringan (Situmorang, 2011). Salah satu penurunan fungsi organ yang umum terjadi pada lansia adalah pada sistem kardiovaskular, dimana terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer ketika ventrikel kiri memompa, sehingga afterload dan Tekanan Darah Sistolik (TDS) meningkat. Hal ini menyebabkan lansia cenderung mengalami peningkatan tekanan darah, yang dapat mengarah ke penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) (Gunawan, 2009).

Penatalaksanaan peningkatan tekanan darah maupun hipertensi pada lansia secara prinsip tidak berbeda dengan hipertensi pada umumnya, yang terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.

Menurut JNC VI, pilihan pertama untuk terapi farmakologi hipertensi pada lansia adalah diuretik dan beta blocker (Kuswardhani, 2006). Selain terapi farmakalogi, pendekatan secara non farmakologi dapat dilakukan untuk mengimbangi, bahkan menekan penggunaan obat anti hipertensi (Dalimartha dkk, 2008). Salah satu terapi non farmakologi yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah terapi warna hijau (Azeemi, 2007).

Terapi warna hijau mengacu pada konsep cakra dalam ilmu penyembuhan India kuno, yang termuat dalam kitab Ayurveda. Warna hijau mampu mengurangi ketegangan, menurunkan tekanan darah, menekan aktivitas sistem saraf simpatis, dan melebarkan pembuluh kapiler (Azeemi, 2007). Selain itu, warna hijau juga dapat merangsang hipofisis

dalam mengeluarkan berbagai neurohormon seperti oksitosin, serotonin, dan beta endorfin, yang juga dapat menurunkan tekanan darah (Honig, 2007).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Panti Sosial Tresna Werda (PSTW) Wana Seraya Denpasar, dari sepuluh orang lansia yang diukur tekanan darahnya secara acak, diperoleh data bahwa tujuh orang memiliki TDS melebihi 140 mmHg. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terapi warna hijau terhadap tekanan darah sistolik pada lansia di PSTW Wana Seraya Denpasar.

Dengan adanya terapi komplementer berupa terapi warna hijau, diharapkan terjadi peningkatan status kesehatan khususnya pada lansia, serta perawat dan petugas panti mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada lansia yang cenderung mengalami peningkatan tekanan darah. Selain itu, dapat menjadi informasi ilmiah dalam bidang keperawatan mengenai penggunaan terapi komplementer berupa terapi warna hijau untuk menurunkan tekanan darah.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasy-experimental dengan rancangan pretest and post-test with control group design yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi warna hijau terhadap TDS pada lansia di PSTW Wana Seraya Denpasar.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal di PSTW Wana Seraya Denpasar, yang berjumlah 52 orang. Peneliti mengambil sampel sebanyak 30 orang, yang terdiri dari 15 orang kelompok kontrol dan 15 orang kelompok eksperimental.

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non probability sampling, tepatnya purposive sampling.

Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran fisiologis pada tekanan darah sistolik dengan menggunakan sfigmomanometer dan stetoskop. Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah intervensi terapi warna hijau setiap harinya, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimental.

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data

Lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Sebelumnya, lansia yang menjadi responden telah diberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan, serta menandatangani informed consent (persetujuan) sebagai subjek penelitian. Lansia yang menjadi kelompok eksperimental diberikan terapi warna hijau dengan panjang gelombang 490-560 nm, dengan cara menempatkan responden ke dalam ruangan yang telah dicat dengan warna hijau, dan diberikan paparan slide powerpoint berwarna hijau selama 10 menit. Pengukuran TDS dilakukan sebelum dan setelah diberikan terapi warna hijau setiap harinya. Kegiatan ini dilakukan satu kali sehari selama tujuh hari. Lansia yang menjadi kelompok kontrol juga dilakukan pengukuran TDS pre-test dan post-test tanpa diberikan perlakuan. Pengukuran TDS pre-test dan post-test dilakukan setiap hari selama tujuh hari, dengan jarak 10 menit antara pengukuran pre-test dan post-test, sesuai dengan lamanya terapi warna hijau pada kelompok eksperimental.

Data yang telah terkumpul ditabulasi ke dalam matriks pengumpulan data (lembar observasi) yang telah dibuat

sebelumnya oleh peneliti, kemudian dilakukan analisis data. Karena data yang diperoleh berskala interval, maka sebelum dilakukan uji analisis, dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas dengan rumus Saphiro Wilk, karena jumlah sampel kurang dari 50. Untuk menganalisis perbedaan perubahan TDS pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental, karena data berdistribusi normal, maka uji analisis yang digunakan adalah uji beda statistik parametrik, yaitu uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test), dengan tingkat kepercayaan 95% (α ≤ 0,05).

HASIL PENELITIAN

Sebelum terapi warna hijau, didapatkan mean TDS rata-rata kelompok kontrol sebesar 145,10 mmHg, dan kelompok eksperimental sebesar 145,49 mmHg. Perubahan TDS setelah terapi warna hijau pada kelompok kontrol didapatkan mean TDS rata-rata sebesar 145,16 mmHg, sedangkan pada kelompok eskperimental didapatkan mean TDS rata-rata sebesar 138,94 mmHg.

Hasil uji statistik perbedaan perubahan TDS pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental menggunakan independent sample t-test, diperoleh nilai t sebesar -10,456 dan nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α penelitian (0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan antara perubahan TDS pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi warna hijau terhadap tekanan darah sistolik pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.

PEMBAHASAN

Sebelum terapi warna hijau, didapatkan mean TDS rata-rata kelompok kontrol sebesar 145,10 mmHg, dan kelompok eksperimental sebesar 145,49 mmHg. Perubahan TDS setelah terapi warna hijau pada kelompok kontrol didapatkan mean TDS rata-rata sebesar 145,16 mmHg, sedangkan pada kelompok eskperimental didapatkan mean TDS rata-rata sebesar 138,94 mmHg. Hal tersebut menunjukkan bahwa TDS responden di PSTW Wana Seraya Denpasar lebih tinggi dari nilai normal, dimana nilai normal untuk TDS usia 18 tahun ke atas menurut klasifikasi JNC VII adalah kurang dari 120 mmHg.

Secara teoritis, lansia memang cenderung mengalami peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia, yang umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ pada sistem kardiovaskular. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta terjadi penurunan elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya (Ismayadi, 2004). Selain itu, terjadi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer ketika ventrikel kiri memompa, sehingga tekanan sistolik dan afterload meningkat (Gunawan, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Singh dkk (2012), ditemukan bahwa tekanan darah sistolik meningkat sekitar 1,7 hingga 11,6 mmHg dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Pada kelompok kontrol, ditemukan adanya perbedaan yang tidak signifikan antara TDS sebelum dan setelah terapi warna hijau, yang terbukti dari mean TDS rata-rata sebelum terapi warna hijau adalah 145,10 mmHg dan mean TDS rata-rata setelah terapi warna hijau adalah 145,16 mmHg. Hal ini disebabkan karena kelompok kontrol tidak diberi perlakuan berupa terapi warna hijau. Pada kelompok kontrol hanya dilakukan pengukuran TDS pre-test dan post-test, dengan jarak 10

menit antara pengukuran pre dan post setiap harinya, sesuai dengan lamanya terapi warna hijau pada kelompok eksperimental.

Pada kelompok eksperimental, ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara TDS sebelum dan setelah terapi warna hijau, yang terbukti dari mean TDS rata-rata sebelum terapi warna hijau adalah 145,49 mmHg dan mean TDS rata-rata setelah terapi warna hijau adalah 138,94 mmHg. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan TDS rata-rata setelah diberikan terapi warna hijau. Penurunan tekanan darah merupakan salah satu efek dari terapi warna hijau, dimana menurut Azeemi (2007), warna hijau memiliki efek dalam mengurangi ketegangan, menurunkan tekanan darah, menekan aktivitas sistem saraf simpatis, dan melebarkan pembuluh kapiler. Hal ini sejalan dengan penelitian Long (2008) yang meneliti efek dari beberapa warna berbeda terhadap tekanan darah. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa penurunan tekanan darah yang paling signifikan terjadi pada video berwarna hijau.

Setelah dilakukan analisis statistik mengenai perbedaan perubahan TDS pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test), diperoleh nilai t sebesar -10,456 dan Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α penelitian (0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga diperoleh adanya perbedaan yang signifikan antara perubahan TDS pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi warna hijau terhadap TDS pada lansia di PSTW Wana Seraya Denpasar.

Perbedaan yang terjadi juga terlihat dari hasil pengukuran TDS selama tujuh hari, dimana mean perubahan TDS rata-

rata pada kelompok kontrol (d1) adalah -0,0573, yang berarti terjadi peningkatan TDS rata-rata sebesar 0,0573 mmHg, sedangkan mean perubahan TDS rata-rata pada kelompok eksperimental (d2) adalah 6,54, yang berarti terjadi penurunan TDS rata-rata sebesar 6,54 mmHg.

Penurunan TDS rata-rata yang terjadi pada kelompok eksperimental merupakan pengaruh dari terapi warna hijau, dimana secara teoritis warna hijau dikatakan berefek pada sistem saraf secara keseluruhan, terutama pada sistem saraf pusat (Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003). Warna ini menimbulkan rasa nyaman, mengurangi stres, dan menenangkan emosi (Kusuma, 2010). Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pahmer (2003), yang menemukan bahwa warna hijau dapat menurunkan tekanan darah.

Hasil penelitian ini juga didukung oleh studi percontohan yang dilakukan Shealy dkk (1996) dalam Honig (2007), yang mengukur perubahan dalam berbagai zat kimia saraf dan neurohormonnya sebagai respon terhadap cahaya berwarna. Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa warna hijau menyebabkan terjadinya peningkatan rata-rata kadar serotonin hingga 104%, oksitosin hingga 45,5%, dan beta endorfin hingga 33%. Warna hijau juga menyebabkan terjadinya penurunan kadar norepinefrin hingga 29%. Perubahan kadar zat kimia saraf dan neurohormon tersebut memiliki pengaruh dalam menurunkan tekanan darah, dengan cara menekan aktivitas saraf simpatis, yang dapat menurunkan kadar kortisol dan hormon adrenalin (Liza, 2010).

KESIMPULAN DAN SARAN

Terapi warna hijau dapat menurunkan TDS rata-rata sebesar 6,54 mmHg pada kelompok eksperimental, sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi warna hijau terjadi

peningkatan TDS rata-rata sebesar 0,0573 mmHg. Menurut analisis perbedaan perubahan tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental menggunakan independent sample t-test, diperoleh nilai t sebesar -10,456 dan nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang lebih kecil dari α penelitian (0,05), yang berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga diperoleh terdapat perbedaan yang signifikan antara perubahan tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimental. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi warna hijau terhadap TDS pada lansia di PSTW Wana Seraya Denpasar.

Pada penelitian ini ditemukan bukti bahwa ada pengaruh terapi warna hijau terhadap TDS pada lansia, sehingga diharapkan perawat dapat mengaplikasikan terapi warna hijau dalam proses keperawatan sebagai intervensi mandiri perawat dalam mengurangi dan mencegah peningkatan tekanan darah. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan penelitian ini diharapkan agar mencari metode dan durasi yang lebih efektif dalam pemberian terapi warna hijau, serta lebih mengontrol confounding factors dan menggunakan jumlah sampel yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Azeemi, K.S. 2007. Colour Therapy. Edisi Pertama. Karachi: Burkhiya Education Foundation.

Dalimartha, S., B.T. Purnama, N. Sutarina, B. Mahendra, R. Darmawan. 2008. Care Your Self, Hipertensi. Jilid Pertama. Jakarta: Penebar Plus.

Edge, K.J. 2003. Wall Color of Patient’s Room: Effects on Recovery, (online), Thesis. University of Florida.

(http://etd.fcla.edu/UF/UFE000857/ed ge_k.pdf, diakses 13 Januari 2011).

Gunawan, D. 2009. Perubahan Anatomik Organ Tubuh Pada Penuaan, (online), (http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&m enu=news&option=detail&nid= 122, diakses 15 Januari 2012).

Honig, L.M. 2007. Physiological and Psychological Response to Colored Light, (online), Dissertation. Faculty of Saybrook Graduate School and Research Center San Francisco. (http://gradworks.umi.com/3369590.pd f, diakses 13 Januari 2011).

Ismayadi. 2004. Proses Menua (Aging Proses), (online), Skripsi. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera                     Utara.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/3595/1/keperawatan-ismayadi.pdf, diakses 1 Maret 2012).

Kusuma, E. 2010. Pengertian Gelombang dan         Aplikasi,         (online),

http://ichsan09.blog.uns.ac.id/files/201 0/11/pengertian-gelombang-dan-aplikasi.pdf, diakses 25 Januari 2012).

Kuswardhani, T. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Tinjauan Pustaka, (online), Divisi Geriatri Bagian Penyakit Dalam FK Unud, RSUP Sanglah Denpasar, (http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/pena talaksanaan%20hipertensi%20pada%2 0lanjut%20us1a%20(dr%20ra%20tuty %20k).pdf, diakses 13 Januari 2012).

Liza. 2010. Otak Manusia, Neurotransmiter, dan Stres, (online), (http://adiwarsito.files.wordpress.com/ 2010/03/6224830-otak-manusia-neurotransmiter-dan-stress-by-dr-liza-

pasca-sarjana-stain-cirebon.pdf, diakses 20 Januari 2012).

Long, M.R. 2008. It’s Not Easy Being Green, (online), A Science Seminar Project.

(http://www.drjreid.com/PDF/Colorize d%20video%20changes%20heart%20r ate%20and%20blood%20pressure.pdf, diakses 18 Februari 2012).

Pahmer, A.K. 2003. How Does Color Affect Blood Pressure?, (online), Project Summary. California State Science          Fair          2003.

(http://www.usc.edu/CSSF/History/20 03/Projects/S0317.pdf, diakses 13 Januari 2011).

Sagala, P. 2011. Kualitas Tidur dan Faktor-Faktor Gangguan Tidur pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor, (online), Skripsi. Medan: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/27941/5/Chapter%20I.pdf, diakses 30 Januari 2012).

Singh, G.M., Danaei, G., Pelizzari, P. M., dkk. 2012. The Age Associations of Blood Pressure, Cholesterol and Glucose: Analysis of Health Examination Surveys from International Populations, (online), (http://circ.ahajournals.org/content/earl y/2012/04/03/CIRCULATIONAHA.11 1.058834, diakses 1 Juni 2012).

Situmorang. 2011. Pengaruh Senam Otak Terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia,                        (online),

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/1 23456789/24258/5/Chapter%20I.pdf, diakses 13 Januari 2012).

vii