FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PERTAMA PADA MASYARAKAT DI DESA RIAS TAHUN 2023
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PERTAMA PADA MASYARAKAT DI DESA RIAS TAHUN 2023
Indriani Moldy
Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Keperawatan Institut Citra Internasional korespondensi penulis, e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pencarian pengobatan pertama adalah segala tindakan yang dilakukan seseorang untuk menemukan obat yang tepat ketika mereka merasa memiliki masalah kesehatan. Perilaku mencari pengobatan bervariasi tergantung pada masalah kesehatan atau penyakit individu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional dan uji chi square dengan hasil berupa analisa univariat dan analisa bivariat. Populasi penelitian yaitu masyarakat Desa Rias yang melakukan pengobatan swamedikasi dan pengobatan ke fasilitas kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Mei -17 Juni 2023 dengan sampel sebanyak 100 responden dengan menggunakan teknik random sampling. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Rias Bangka Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan (p-value = 0,000), pengetahuan (p-value = 0,000), dan status ekonomi (p-value = 0,000) dengan perilaku pencarian pengobatan pertama.
Kata kunci: ekonomi, pendidikan, pengetahuan, perilaku pencarian pengobatan pertama
ABSTRACT
The first treatment search is any action that a person takes to find the right medicine when he or she feels that they have a health problem. Treatment-seeking behavior varies depending on an individual's health problem or illness. The purpose of this study was to determine what factors were related to the behavior of seeking first treatment in the community in Rias Village, South Bangka.This research was conducted using a cross sectional design and chi square test with the results of univariate analysis and bivariate analysis. The research population is the people of Rias Village who carry out self-medication and treatment at health facilities. This research was conducted on May 22 - June 17 in 2023. The sample in this study was 100 respondents. Respondents in this study were the people of Rias Village, South Bangka. The results of this study indicate that there is a relationship between education (p-value = 0,000), knowledge (p-value = 0,000), economic status (p-value = 0,000) with first treatment-seeking behavior. The suggestion from this study is that the health workers at the Rias health center always improve health promotion activities in order to increase public knowledge about treatment at health facilities, so that more people seek treatment at health services.
Keywords: economy, education, first treatment seeking, knowledge
PENDAHULUAN
Pencarian pengobatan pertama adalah segala tindakan yang dilakukan seseorang untuk menemukan obat yang tepat ketika mereka merasa memiliki masalah kesehatan. Perilaku mencari pengobatan didahului oleh proses pengambilan keputusan, yang kemudian dimoderatori oleh perilaku individu, rumah tangga, norma masyarakat, dan harapan penyedia layanan kesehatan. Orang yang menderita suatu penyakit, tetapi tidak menganggap penyakit itu mengancam jiwa, tentu saja tidak mengambil tindakan untuk mengobatinya. Namun, jika mereka merasa penyakit tersebut mengganggu aktivitas mereka atau dapat mengancam jiwa, perilaku dan stres akan muncul (Trisnawan, 2015).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2014, 75% penduduk Perancis menggunakan pengobatan alternatif, di Jerman 77% klinik terapi menggunakan akupuntur, 95% rumah sakit Tiongkok adalah klinik pengobatan tradisional, dan 70% orang India menggunakan obat tradisional sebagai pengobatan. Sekitar 60% penduduk di Belanda dan 74% di Inggris menggunakan obat tradisional. Persentase penduduk yang menggunakan pengobatan alternatif dan komplementer di Canada, Amerika dan Belgia kisaran 70%, 42%, dan 38% (WHO, 2014).
Di Indonesia, 55,8% rumah tangga memutuskan untuk melakukan pengobatan sendiri jika sakit, sedangkan 44,2% sisanya berobat ke puskesmas jika terjadi gangguan kesehatan. Untuk mendukung pemanfaatan pengobatan tradisional sebagai salah satu cara berobat di masyarakat, pelayanan kesehatan tradisional telah berhasil dilaksanakan pada tahun 2019 dengan mengintegrasikannya pada 5.139 Puskesmas dan 250 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Jumlah ini kemudian ditambah menjadi 475 puskesmas, 30 rumah sakit dan 60 puskesmas di Kabupaten / Kota seluruh Indonesia tahun 2020-2024 (Kemenkes RI, 2020).
Berdasarkan data Kemenkes RI (2017), 55,8% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri dan 15,04% menggunakan pengobatan tradisional. Pada tahun 2017 sebanyak 294.692 rumah tangga di Indonesia menggunakan pelayanan kesehatan tradisional pada tahun sebelumnya yaitu 30,4% (89.753), jumlah rumah tangga terbanyak yang menggunakan keterampilan jenis Yankestrad tanpa alat (77,8) dan bahan ramuan yaitu 49,0% (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data Riskesdas (2018) kemudahan akses pelayanan kesehatan berhubungan dengan jarak tempat tinggal dan waktu tempuh ke pelayanan kesehatan. Mengenai jarak tempuh ke pelayanan kesehatan, 67,2% penduduk dapat memperoleh pelayanan dalam waktu kurang dari 15 menit dan 23,6% dalam waktu 16-30 menit, sedangkan sisanya membutuhkan waktu lebih dari setengah jam untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Pada saat yang sama, jarak menunjukkan bahwa 94,1% rumah berjarak maksimal 5 kilometer dari layanan kesehatan dan hanya 6% yang lebih dari 5 meter.
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Selatan tentang pencarian pengobatan pertama pada masyarakat tidak ditemukan. Berdasarkan data dari Puskesmas Rias Bangka Selatan selama 4 tahun terakhir dari tahun 2018 sampai 2021 jumlah kunjungan mengalami penurunan. Jumlah kunjungan pasien rawat jalan tahun 2018 sebesar 8.621 kali, jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2019 sebanyak 6.718 kali, dan jumlah kunjungan pasien rawat jalan tahun 2020 sebanyak 5.718 kali. Pada tahun 2021 kunjungan pasien rawat jalan 4.299 kali.
Pola perilaku pencarian pengobatan dapat dilihat sebagai cerminan implementasi sistem kesehatan suatu negara dan akses ke layanan kesehatan. Dalam konteks perilaku pencarian pengobatan di Indonesia, akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan merupakan
tanda positif bahwa penyelenggara serius terhadap sistem pelayanan kesehatan negara, apalagi di negara yang kaya akan budaya dan kepercayaan seperti Indonesia (Marsila, 2017).
Penurunan angka kunjungan dalam akses pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sarana puskesmas yang masih kurang lengkap, sikap petugas, masyarakat masih banyak melakukan pengobatan tradisional dan kesadaran masyarakat sehingga inilah yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat terhadap akses pelayanan kesehatan di puskesmas (Lesmana dkk, 2018).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang atau untuk memilih pengobatan atau penyembuhan, ada orang yang melakukan pengobatan tradisional dan juga pengobatan medis. Penyembuhan secara medis diterapkan berdasarkan penelitian ilmiah, sedangkan penyembuhan secara alternatif didasarkan pada pengalaman pasien dan penilaian subyektif tanpa bukti subyektif. Penyembuhan secara medis memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan pengobatan tradisional seperti prosedur jelas, terpercaya, tepat sasaran, dan alat lebih canggih yang bisa terjadi ketika masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional daripada pengobatan medis yaitu beresiko tinggi dapat membahayakan pasien dan juga kurang terpercaya (Amisim dkk, 2020).
Namun, popularitas pengobatan tertentu bergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor inilah yang menjadi alasan seseorang memilih jenis pengobatan atau tidak. Faktor tersebut antara lain ekonomi, pengetahuan, pendidikan, budaya, kepercayaan, agama, masyarakat, demografi, dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat memiliki peran penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu
kelompok dan masyarakat (Amisim dkk, 2020).
Pendidikan adalah sarana penyebarluasan nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat sekaligus media penyampaian nilai-nilai baru. Berdasarkan hasil penelitian dari Gannika (2020), diperoleh hasil bahwa pendidikan tentang pengobatan tradisional memiliki hubungan yang signifikan terhadap pengambilan keputusan masyarakat dalam pencarian pengobatan. Faktor lain yang berhubungan dengan pencarian pengobatan adalah pengetahuan. Pengetahuan adalah gudang kekayaan spiritual yang secara langsung atau tidak langsung memperkaya hidup kita. Berdasarkan penelitian berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Mencari Kesehatan pada Tunawisma di Kota Madiun” oleh Dini (2020) diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku mencari pengobatan pada gelandangan di Kota Madiun Selain faktor pengetahuan, faktor sosio-ekonomi merupakan salah satu faktor yang erat kaitannya dengan perilaku pencarian pengobatan karena berdasarkan hasil penelitian Sirait (2021) menunjukkan hasil bahwa faktor ekonomi sangat mempengaruhi dalam memilih pengobatan alternatif sebagai pilihan pertama.
Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan peneliti pada 5 Januari 2023 dengan melakukan wawancara pada 10 warga di Desa Rias Bangka Selatan ditemukan bahwa masyarakat tidak menggunakan layanan medis karena kesadaran akan penyakit yang dimiliki masyarakat. Masyarakat datang ke puskesmas Rias ketika sakitnya cukup parah. Bukannya normal dan datang ke puskesmas untuk berobat, sementara masyarakat yang sakit atau demam biasa dan masih bisa bangun dari tempat tidur dan memilih membeli obat di warung dan mengkonsumsi obat tradisional dibandingkan datang berobat ke pelayanan kesehatan.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis penelitian dimana pengumpulan data dilakukan sekaligus dalam suatu saat, artinya subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja (Sugiyono, 2018). Variabel dependen penelitian ini adalah perilaku pencarian pengobatan pertama. Variabel independen
dalam penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan, dan ekonomi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga dari Desa Rias sebanyak 960 jiwa. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu sebanyak 100 orang. Data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji chi square.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Pencarian Pengobatan Pertama pada Masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan Tahun 2023
Perilaku Pencarian Pengobatan | |||||||
Pendidikan |
Pengobatan Swamedikasi |
Pengobatan ke Fasilitas Kesehatan |
Total |
p-value |
POR (95%CI) | ||
n % |
n |
% |
N |
% |
0,000 |
6,760 | |
Rendah Tinggi |
39 56,5 5 16,1 |
30 26 |
43,5 83,9 |
69 31 |
100 100 |
(2,321 -19,687) | |
Total |
44 44 |
56 |
56 |
100 |
100 | ||
Berdasarkan tabel |
1 menunjukkan |
(0,05). |
Hal |
ini menunjukkan bahwa ada |
bahwa responden yang melakukan pencarian pengobatan dengan pengobatan swamedikasi pada pendidikan rendah berjumlah 39 orang (56,5%) lebih banyak dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi. Sedangkan yang melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas kesehatan pada pendidikan tinggi sebanyak 26 orang (83,9%) lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah. Berdasarkan hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,000 < ɑ
hubungan antara status pendidikan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan tahun 2023. Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai POR = 6,760 (2,321-19,687). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki pendidikan rendah 6,7 kali lebih cenderung memilih pengobatan swamedikasi dibandingkan dengan responden dengan pendidikan tinggi.
Tabel 2. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pencarian Pengobatan Pertama pada Masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan Tahun 2023 | |||
Perilaku Pencarian Pengobatan | |||
Pengetahuan |
Pengobatan Pengobatan ke Fasilitas Total p-value POR Swamedikasi Kesehatan (95%CI) | ||
n % n |
% N |
% 0,000 15,667 | |
Kurang Baik |
33 78,4 9 |
21,4 42 |
100 (5,839 - |
Baik |
11 19,0 47 |
81,0 58 |
100 42,037) |
Total |
44 44 56 |
56 100 |
100 |
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan |
pencarian |
pengobatan ke fasilitas | |
bahwa responden |
yang melakukan |
kesehatan |
pada pengetahuan baik |
pencarian pengobatan swamedikasi pada |
berjumlah 47 orang (81,0%) lebih banyak | ||
pengetahuan kurang |
baik berjumlah 33 |
dibandingkan |
dengan berpengetahuan |
orang (78,4%) lebih banyak dibandingkan |
kurang baik. | ||
dengan responden yang berpengetahuan |
Berdasarkan hasil uji statistik chi | ||
baik. Sedangkan |
yang melakukan |
square didapatkan nilai p-value = 0,000 < |
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan tahun 2023. Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai POR =15,667
(5,839-42,037). Hal tersebut menyatakan bahwa responden dengan pengetahuan rendah 15,6 kali lebih cenderung memilih pengobatan swamedikasi dibandingkan dengan pengobatan ke fasilitas kesehatan.
Tabel 3. Hubungan Ekonomi dengan Perilaku Pencarian Pengobatan Pertama pada Masyarakat di Desa Rias
Bangka Selatan Tahun 2023
Perilaku Pencarian Pengobatan | ||||||||
Ekonomi |
Pengobatan Swamedikasi |
Pengobatan ke Fasilitas Kesehatan |
Total |
p-value |
POR (95%CI) | |||
n |
% |
n |
% |
N |
% |
0,000 |
6,802 | |
Rendah |
38 |
58,5 |
27 |
42,5 |
65 |
100 |
(2,483 - | |
Tinggi |
6 |
17,1 |
29 |
82,9 |
35 |
100 |
18,640) | |
Total |
44 |
44 |
56 |
56 |
100 |
100 |
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa responden yang melakukan pencarian pengobatan dengan pengobatan swamedikasi pada ekonomi rendah berjumlah 38 orang (58,5%) lebih banyak dibandingkan dengan responden berstatus ekonomi tinggi. Sedangkan responden yang melakukan pencarian pengobatan ke fasilitas kesehatan dengan status ekonomi tinggi sebanyak 29 orang (82,9%) lebih banyak dibandingkan dengan responden berstatus ekonomi rendah.
Berdasarkan hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,000 <
PEMBAHASAN
Menurut Cummings (2016), pendidikan merupakan proses atau kegiatan yang dikembangkan untuk kepribadian dan keterampilan seseorang atau masyarakat, yang berarti bahwa pendidikan adalah pembentukan karakter suatu sikap yang erat kaitannya dengan kompetensi dalam hal pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan. Sebagaimana diketahui, pendidikan formal di Indonesia adalah sederajat SD/SMP/ SMA/Sederajat. Tingkat pendidikan menentukan kemampuan penalaran orangorang yang mampu menerima informasi dan juga mampu bereaksi dan berpikir secara rasional. Tingkat pendidikan sangat erat kaitannya dengan kesadaran dan pengetahuan seseorang, sehingga status pendidikan memiliki pengaruh yang
(0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan tahun 2023. Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai POR = 6,802 (2,483-18,640). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden berada pada tingkat ekonomi yang rendah 6,8 kali lebih cenderung memilih pengobatan swamedikasi dibandingkan dengan tingkat ekonomi tinggi.
signifikan dalam pencarian pengobatan pertama.
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,000 < ɑ (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara status pendidikan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan tahun 2023. Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai POR = 6,760 (2,321-19,687). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden yang pendidikan rendah 6,7 kali lebih cenderung memilih pengobatan swamedikasi dibandingkan dengan responden dengan pendidikan tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andarwati (2016), tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi sikap masyarakat dalam pemilihan pengobatan.
Masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memiliki pengetahuan yang baik mengenai rasionalitas pemilihan pengobatan sedangkan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung memilih pengobatan tradisional. Penelitian lainnya oleh Dewi (2022), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku pencarian pengobatan (p-value = 0,022) pada penelitian tersebut sebanyak 74,4% responden tidak tamat SLTP atau mempunyai tingkat pendidikan rendah. Persentase pencarian pengobatan kurang baik pada responden dengan tingkat pendidikan rendah sebesar 38,5% dibandingkan responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi hanya sebesar 2,6%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasriati dkk (2016) didapatkan hasil nilai p = 0,02 dengan OR 11,0 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor tingkat pendidikan memiliki hubungan signifikan dengan perilaku keluarga dalam pencarian pengobatan. Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan kemampuan orang tersebut dalam memahami suatu pengetahuan dan mengaplikasikan dalam suatu tindakan. Pendidikan menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya dimana pendidikan dapat digunakan untuk memperoleh informasi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Berdasarkan paparan di atas yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya maka peneliti beropini bahwa pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
Pengetahuan dapat diartikan sebagai pemahaman atau kesadaran yang dimiliki seseorang tentang fakta, konsep, atau keterampilan tertentu. Secara umum, pengetahuan mencakup penguasaan atas berbagai jenis informasi dan pemahaman tentang bagaimana informasi tersebut berhubungan satu sama lain yang dimana adanya hubungan antara pengetahuan dengan pencarian pengobatan pertama pada masyarakat (Awaluddin & Purwanto, 2019).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,000 < (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan tahun 2023. Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai POR = 15,667 (5,83942,037). Hal tersebut menyatakan bahwa responden dengan pengetahuan rendah 15,6 kali lebih cenderung memilih pengobatan swamedikasi dibandingkan dengan pengetahuan tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Madyo (2021) didapatkan hasil p = 0,003 < 0,05 yang artinya terdapat hubungan pengetahuan terhadap perilaku pencarian pengobatan. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Megatsari (2018) yang mendapatkan hasil persentase pencarian pengobatan kurang pada responden yang memiliki pengetahuan rendah sebesar 73,2% dan responden yang memiliki pengetahuan tinggi sebesar 12,2%. Hal ini dikarenakan responden dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki tingkat pendidikan rendah juga (tidak sekolah, SD dan SMP) sebesar 78,1%. Sedangkan responden dengan pengetahuan baik memiliki tingkat pendidikan tinggi (SMA) sebesar 90%. Sebagian besar pengetahuan didapatkan dari diri sendiri dan orang lain, sedangkan tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh. Pada umumnya, semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, semakin baik pula pengetahuannya. Ada pengaruh yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden terhadap perilaku pencarian pengobatan pada fasilitas kesehatan. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik mempunyai risiko 5,7 kali untuk tidak melakukan pengobatan fasilitas kesehatan dibandingkan responden yang memiliki pengetahuan baik.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuniar (2016) dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencarian pengobatan pada masyarakat didapatkan hasil p = 0,007 < ɑ 0,05 dimana pengetahuan mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan atau upaya mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan oleh responden. Dalam penelitian tersebut, responden yang memiliki pengetahuan kurang baik tidak pergi ke fasilitas kesehatan untuk berobat dan jarang menjaga kesehatannya.
Berdasarkan paparan tersebut yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, maka peneliti beropini bahwa pengetahuan seseorang dapat diperoleh dari berbagai media informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan, media massa, media elektronik, dan sebagainya. Hasil penelitian ini menemukan bahwa responden dengan pengetahuan baik sering mendapat informasi terkait penyakit yang dialami dari petugas kesehatan ataupun media massa, begitupun sebaliknya responden dengan pengetahuan kurang akan sulit untuk memahami perilaku pencarian pengobatan yang benar. Responden berpendapat bahwa bila gejala penyakit masih ringan, maka pengobatan dapat dilakukan di rumah. Responden mencari pengobatan saat telah mengalami gejala sakit/parah.
Ekonomi merupakan ilmu sosial yang mempelajari bagaimana manusia menggunakan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan
umumnya sangat membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Hal ini menjadi salah satu alasan masyarakat dalam melakukan pencarian pengobatan pertama (Zalmar, 2021).
Hasil uji statistik chi square didapatkan nilai p-value = 0,000 < (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara status ekonomi dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias Bangka Selatan tahun 2023. Hasil analisa lebih lanjut didapatkan nilai POR = 6,802 (2,48318,640). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden berada pada tingkat ekonomi yang rendah 6,8 kali lebih cenderung memilih pengobatan swamedikasi dibandingkan dengan tingkat ekonomi tinggi.
Berdasarkan penelitian lain oleh Sirait (2021), status ekonomi mempengaruhi pasien dalam memilih pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif menjadi pilihan pertama karena dirasa lebih murah dan mudah untuk mendapatkannya, pengobatan alternatif tidak semahal pengobatan medis. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidana dkk (2018) tentang pengaruh sosio-ekonomi dan kebutuhan terhadap perilaku masyarakat dalam pencarian pengobatan di Kecamatan Medan Kota menunjukkan jenis kelamin, umur, pekerjaan berhubungan dengan upaya pencarian pengobatan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andayani dan Tukiman (2019) yang mengatakan bahwa keberadaan ekonomi memiliki peranan penting dalam penerimaan dan penolakan dari suatu pengobatan dan menunjukkan bahwa p-value = 0,014 < 0,05 yang artinya terdapat pengaruh antara status ekonomi dengan perilaku pencarian pengobatan dengan nilai POR = 0,119 (0,022-0,651).
Berdasarkan paparan yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya maka peneliti beropini bahwa status ekonomi berpengaruh terhadap pemilihan pencarian pengobatan. Responden yang mempunyai pendapatan
di atas UMR akan cenderung untuk melakukan tindakan ke fasilitas pelayanan kesehatan. Hal tersebut karena biaya untuk
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pendidikan (p-value = 0,000), pengetahuan (p-value = 0,000), dan
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, L. S., & Tukiman, T. Gambaran Perilaku Pencarian Pelayanan Pengobatan pada Masyarakat Dusun VI Desa Patumbak Kampung Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013. Kebijakan, Promosi Kesehatan dan Biostatistika, 1(2), 14343.
Andarwati, R. (2016). Hubungan Pengetahuan Melalui Iklan Obat (Maag) Terhadap Sikap Pemilihan Obat Untuk Swamedikasi Pengobatan Maag Pada Masyarakat Di Dusun V Desa Binjai Baru Kecamatan Talawi. Jurnal Ilmiah Pannmed
(Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist), 10(3), 314-316
Amisim, A., Kusen, A. W., & Mamosey, W. E. (2020). Persepsi Sakit Dan Sistem Pengobatan Tradisional Dan Modern Pada Orang Amungme (Studi Kasus Di Kecamatan Alama Kabupaten Mimika). HOLISTIK, Journal of Social and Culture.
Awaluddin, A., & Purwanto, P. (2019).
Pengetahuan dan Sikap Lansia tentang Penggunaan Obat Tradisional Hipertensi. Jurnal Keperawatan Raflesia, 1(1), 45-54.
Cumming, W. (2016). Resource Conceptual Models of Volcano-Hosted Geothermal Reservoirs for Exploration Well Targeting and Resource Capacity Assessment: Construction, Pitfalls and Challenges. GRC Transactions, Vol. 40.
Dinas Kesehatan Bangka Selatan. (2021). Profil Kesehatan Kabupaten Tahun 2021. Bangka Selatan: Dinkes Bangka Selatan
Dini, P.,L. (2020). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Pencarian
Pengobatan (Health Seeking Behavior) Pada Tunawisma Di Kota Madiun. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun. Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan
Gannika, L., & Sembiring, E. E. (2020). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Perilaku Pencegahan Coronavirus Disease (COVID-19) pada Masyarakat Sulawesi Utara. NERS
berobat ke fasilitas kesehatan secara mandiri membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
status ekonomi (p-value = 0,000) dengan perilaku pencarian pengobatan pertama pada masyarakat di Desa Rias tahun 2023.
Jurnal Keperawatan, 16 (2), 83a€“89.
https://doi.org/10.25077/njk.16.2.83-89.2020
Hidana, R., Shaputra, R., & Maryati, H. (2018). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pasien Luar Wilayah di Puskesmas Tanah Sareal Kota Bogor Tahun 2018. Promotor, 1(2), 105-115.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.
Lesmana, H., Alfianur, A., Utami, P. A., Retnowati, Y., & Darni, D. (2018). Pengobatan
tradisional pada masyarakat tidung kota Tarakan: study kualitatif kearifan lokal
bidang kesehatan. Medisains, 16(1), 31-41.
Madyo, M. (2021). Pengaruh Posisi Condong Kedepan Dan Pursed Lips Breathing
Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen
Pada Pasien PPOK. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA). Vol. IX, No.1.
Marsila. (2017). Penggunaan Pengobatan
Alternatif di Seluruh Dunia. Kalimantan Tengah: SP3T Kalimantan Tengah.
Megatsari, H., Agung, D.L., Ilham, A.R., Mohammad, Y. & Arsya, N. A. (2018). Perspektif Masyarakat Tentang Akses Pelayanan Kesehatan. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21(4), 247-253.
Nasriati, R., Suryani, L., & Afandi, M. (2016). Kombinasi edukasi nyeri dan meditasi dzikir meningkatkan adaptasi nyeri pasien pasca operasi fraktur. IJNP (Indonesian Journal of Nursing Practices), 3(1), 59-68.
Riskesdas. (2018). Laporan Nasional 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan.
Sirait, S. S. P. (2021). Gambaran Faktor Yang Mempengaruhi Pasien Dalam Pemilihan Pengobatan Alternatif Di Klinik Santa Lusia Pinangsori.
https://repository.unar.ac.id/jspui/handle/123 456789/236
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV Alfabeta.
Trisnawan, P. D. (2015). Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013 (Bachelor's thesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, 2015).
Tuniar. (2016). Perceptions and factors affecting utilization of health services in a rural
community in Southern Nigeria. Journal of Medicine and Biomedical Research, 13, 117-124.
WHO. (2014). Traditional Medicine Strategy: 2014-2023. World Health Organization.
Zalmar, N. A. (2021). Gambaran Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Oleh Pemulung Di Tpa Tamangapa Antang Tahun 2016.
Volume 11, Nomor 4, Agustus 2023
351
Discussion and feedback