Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG CARDIOPULMONARY

RESUSCITATION MELALUI PELATIHAN BASIC LIFE SUPPORT PADA PECALANG DAN KADER DI DESA WISATA BONGAN TABANAN

I Made Suindrayasa*1, Meril Valentine Manangkot1, I Gusti Ngurah Juniartha1, Gusti Ayu Ary Antari1

1Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Desa Wisata adalah satu program yang dibuat oleh satu desa yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan. Bongan merupakan salah satu desa wisata yang ada di Bali yang sedang berkembang. Industri pariwisata harus didukung oleh berbagai aspek khususnya kesehatan. Ketika melakukan pertolongan dalam situasi kegawatdaruratan, seseorang harus mempunyai pengetahuan yang baik dan sikap yang positif. Pengetahuan menolong meliputi pemahaman dalam prinsip, langkah, dan tata cara menolong. Sikap positif dalam menolong adalah posisi seseorang dalam berkeinginan untuk menolong sehingga nanti ditunjukkan dengan perilaku menolong. Persiapan, pencegahan, dan penanganan kondisi kegawatdaruratan yang baik akan memberikan rasa aman bagi wisatawan yang berkunjung dan pelaku jasa pariwisata yang ada di desa wisata. Pecalang dan kader merupakan perwakilan dari masyarakat yang dapat diandalkan saat terjadi kondisi-kondisi kegawatdaruratan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pelatihan Basic Life Support terhadap pengetahuan dan sikap pecalang dan kader dalam penanganan kegawatdaruratan khususnya tentang cardiopulmonay resuscitation. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan metode quasi experimental dengan pre-post test. Perlakuan yang diberikan berupa Pelatihan Basic Life Support berupa ceramah, demontrasi, tanya jawab yang dilaksanakan secara tatap muka. Hasil analisis data menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p-value < 0,05 menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap tentang penanganan kegawatdaruratan khususnya tentang cardiopulmonay resuscitation melalui pelatihan BLS.

Kata kunci: basic life support, pariwisata, pengetahuan, sikap

ABSTRACT

Tourism Village is a program created by a village which aims to attract tourist visits. Bongan is one of the tourist villages in Bali that is currently developing. The tourism industry must be supported by various aspects, especially health. In providing assistance in emergency situations, a person must have good knowledge and a positive attitude. Helping knowledge includes understanding the principles, steps and procedures for helping. A positive attitude in helping is a person's position in wanting to help so that it will be shown by helping behavior. Good preparation, prevention and handling of emergency conditions will provide a sense of security for visiting tourists and tourism service providers in tourist villages. Pecalang and cadres are representatives of the community who can be relied on when emergencies occur. The aim of this study was to determine the effect of Basic Life Support Training on the knowledge and attitudes of pecalang and cadres in handling emergencies, especially regarding cardiopulmonary resuscitation. The method in this research was descriptive analytical method with quasi experimental method with pre-post test. The treatment provided is in the form of Basic Life Support Training in the form of lectures, demonstrations, questions and answers which are carried out face to face. The results of data analysis using the Wilcoxon test showed p-value < 0,05, it means shows an increase in knowledge and attitudes regarding emergency management, especially regarding cardiopulmonary resuscitation through BLS training.

Keywords: attitude, basic life support, knowledge, tourism

PENDAHULUAN

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan. Banyak negara bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Bali merupakan salah satu tujuan pariwisata yang paling terkenal di Indonesia. Perekonomian yang berjalan di Bali paling besar dampaknya dari sektor pariwisata. Hal ini membuat masyarakat Bali mempunyai kesadaran menjaga dan mamajukan sektor industri pariwisata agar menunjang keberlangsungan hidupnya (Prasiasa, 2013).

Pada tingkat Pemerintahan Daerah, mulai dimunculkan inovasi agar terjadinya peningkatan sektor industri pariwisata dengan adanya Desa Wisata. Desa Wisata adalah satu program yang dibuat oleh satu desa yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan sehingga menambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bongan merupakan salah satu desa wisata yang ada di Bali yang sedang berkembang. Industri pariwisata harus didukung oleh berbagai aspek khususnya kesehatan. Kondisi kegawatdaruratan merupakan situasi yang dapat terjadi dimana saja, siapa saja, dan kapan saja. Persiapan, pencegahan, dan penanganan kondisi kegawatdaruratan yang baik akan memberikan rasa aman bagi wisatawan yang berkunjung dan pelaku jasa pariwisata yang ada di desa wisata (Pitana & Diarta, 2019).

Peran serta masyarakat sangat penting untuk dilibatkan dalam hal persiapan, pencegahan, dan penanganan kondisi kegawatdaruratan. Pecalang dan kader merupakan bagian dari masyarakat. Pecalang merupakan petugas yang ada di desa dan bertujuan dalam menjaga kenyaman dan keamanan desa. Pecalang merupakan tokoh yang punya peran sangat penting dalam menjaga adat istiadat masyarakat Bali. Pecalang juga memiliki pengaruh yang kuat terhadap aktivitas yang ada di masyarakat. Kader adalah bagian dari masyarakat yang bertugas memantau

kondisi kesehatan masyarakat desa. Fungsi kader adalah membantu program-program yang ada di puskesmas. Pecalang dan kader merupakan perwakilan dari masyarakat yang dapat diandalkan saat terjadi kondisi-kondisi kegawatdaruratan. Perlunya peningkatan kemampuan pecalang dan kader yang ada di desa dalam penanganan kegawatdaruratan merupakan hal yang sangat penting (Suwantoro, 2014).

Pelatihan Basic Life Support (BLS) adalah suatu pelatihan yang paling dasar dalam melakukan penyelamatan nyawa saat terdapat seseorang yang mengalami henti jantung. Hal yang mendasar dari BLS terdiri dari mengenal secara langsung kondisi henti jantung yang terjadi secara mendadak dan mampu melakukan aktivasi sistem kegawatdaruratan. Mengenal secara dini dan berespon dengan kondisi serangan jantung termasuk bagian dari pelatihan BLS. Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) merupakan suatu aktivitas pertolongan darurat, sebagai motivasi untuk membuat seperti semula kondisi henti napas dan atau henti jantung (yang disebut mati klinis). Pengembalian kondisi ke fungsi tubuh yang maksimal, untuk pencegahan mati biologis. Hal yang paling utama dari BLS merupakan suatu usaha oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mengembalikan perfusi darah serta oksigenasi ke seluruh jaringan tubuh terutama serebral. Dalam pelatihan BLS diberikan tindakan-tindakan dalam upaya melakukan pertolongan sirkulasi sistemik. Pertolongan tersebut berupa ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efisien dan maksimal. Pertolongan atau pemberian bantuan terus dilakukan sampai kembalinya sirkulasi sistemik secara spontan atau datangnya bantuan dengan alat-alat yang lengkap untuk melakukan pertolongan dan bantuan hidup jantung lanjutan (Guyton & Hall, 2018).

Pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan diorganisasikan untuk memperoleh pemahaman, pembelajaran, dan pengalaman yang terakumulasi

sehingga bisa diaplikasikan ke dalam masalah. Pengetahuan tentang CPR merupakan pengetahuan penyelamatan nyawa pada kondisi henti jantung. Pengetahuan akan membentuk dimensi sikap individu. Sikap adalah konsep yang sering mendapat perhatian atau pembahasan dalam ilmu psikologi sosial. Sikap adalah sebuah evaluasi yang bersifat secara internal / subjektif terjadi dalam diri seseorang dan tidak mampu dilihat langsung. Sikap dapat dilihat jika sikap sudah diimplementasikan menjadi sebuah tindakan atau perilaku.

METODE PENELITIAN

Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan metode quasi experimental dengan pre-post test. Perlakuan yang diberikan berupa Pelatihan Basic Life Support berupa ceramah, demonstrasi, tanya jawab yang dilaksanakan secara tatap muka pada bulan Oktober 2021. Sampel dalam penelitian ini yaitu pecalang dan kader di Desa Wisata Bongan Tabanan yang dipilih secara total sampling. Jumlah responden sebanyak 31 orang. Dalam penelitian ini alat pengumpulan data menggunakan kuesioner pengetahuan dan kuesioner sikap. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 10 pertanyaan dan kuesioner sikap terdiri dari 10 pertanyaan. Kuesioner pengetahuan dan sikap dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari konsep pengetahuan dan sikap serta sudah melalui uji validitas dan

Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan di Desa Wisata Bongan Tabanan, didapatkan data bahwa belum pernah dilakukan pemberian informasi tentang persiapan, pencegahan, dan penanganan saat terjadinya kondisi kegawatdaruratan khususnya pelatihan BLS. Pada saat terjadi situasi kegawatdaruratan masyarakat hanya menunggu atau langsung mengantarkan korban ke pelayanan kesehatan. Pecalang di Desa Wisata Bongan Tabanan merupakan pecalang yang baru menjabat di desa dan belum memiliki pengalaman tentang kegawatdaruratan.

reliabilitas. Kuesioner pengetahuan dan kuesioner sikap sudah dinyatakan valid dan reliabel. Sebelum memulai kegiatan penelitian, terlebih dahulu meminta ijin kepada pihak Kepala Desa Bongan Tabanan. Kemudian merencanakan kegiatan dengan kesepakatan jadwal, ruangan, susunan acara, dan sebagainya. Kegiatan penelitian diawali dengan meminta tanda tangan informed consent atas kesediaan responden mengikuti kegiatan ini. Kemudian kegiatan dilanjutkan dengan pemberian pre-test, pemaparan materi, demonstrasi, tanya jawab, dan diakhiri dengan post-test. Analisis data pertama dilakukan dengan uji normalitas data yaitu Shapiro-Wilk didapat data tidak berdistribusi normal. Analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini diikuti oleh 31 orang responden yang terdiri dari pecalang dan kader di Desa Wisata Bongan Tabanan.

Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian (n=31)

Karakteristik Responden

Frekuensi

Persentase (%)

Umur

20-30 tahun

2

6,5

30-40 tahun

15

48,5

40-50 tahun

14

45

Total

31

100

Jenis Kelamin

Laki-laki

30

97

Perempuan

1

3

Total

31

100

Tingkat Pendidikan

SMA

21

68

Diploma

7

22,5

Sarjana

3

9,5

Total

31

100

Tabel 1 menunjukkan bahwa responden sebagian besar berusia 30-40 tahun yaitu 15 orang (48,5%), sebagian

besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 30 orang (97%), dan sebagian besar berpendidikan SMA yaitu 21 orang (68%).

Tabel 2. Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Setelah Perlakuan (n=31)

Kategori

Baik

Cukup

Kurang

Pengetahuan (pretest)

10

14

7

Pengetahuan (posttest)

28

3

0

Tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sebelum diberikan pelatihan Basic Life Support terbanyak pada kategori

cukup yaitu 14 orang dan setelah diberikan pelatihan Basic Life Support terbanyak pada kategori baik yaitu 28 orang.

Tabel 3. Data Sikap Sebelum dan Setelah Perlakuan (n=31)

Kategori

Baik

Cukup

Kurang

Sikap (pretest)

12

18

1

Sikap (posttest)

27

4

0

Tabel 3 menunjukkan, sebelum diberikan pelatihan, mayoritas responden memiliki sikap dengan kategori cukup sebanyak 18 orang. Setelah diberikan

pelatihan, mayoritas pada kategori yang orang.

responden berada baik sebanyak 27

Tabel 4. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Sebelum dan Setelah Perlakuan

Variabel

p-value

Pengetahuan (pre-post)

0,000

Sikap (pre-post)

0,000

Berdasarkan tabel 4 didapatkan

tentang Cardiopulmonary Resuscitation

bahwa p<0,05  maka  ada pengaruh

pada pecalang dan kader di Desa Wisata

pelatihan Basic Life Support dalam peningkatan pengetahuan dan sikap

Bongan Tabanan.

PEMBAHASAN

Industri pariwisata merupakan tulang punggung perekonomian di Bali. Desa Wisata adalah satu program yang dibuat oleh satu desa yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan sehingga menambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Industri

pariwisata harus didukung oleh berbagai aspek khususnya kesehatan (Yoeti, 2016). Kondisi kegawatdaruratan merupakan situasi yang dapat terjadi dimana saja, kepada siapa saja, dan kapan saja (Perry & Potter, 2016). Persiapan, pencegahan, dan penanganan kondisi kegawatdaruratan

yang baik akan memberikan rasa aman bagi wisatawan yang berkunjung dan pelaku jasa pariwisata yang ada di desa wisata. Peran serta masyarakat sangat penting untuk dilibatkan dalam hal persiapan, pencegahan, dan penanganan kondisi kegawatdaruratan. Pecalang dan kader merupakan perwakilan dari masyarakat yang dapat diandalkan saat terjadi kondisi-kondisi kegawatdaruratan.

Perlunya peningkatan kemampuan pecalang dan kader yang ada di desa dalam penanganan kegawatdaruratan merupakan hal yang sangat penting. Pelatihan Basic Life Support akan meningkatkan pengetahuan pecalang dan kader dari segi pengetahuan dan sikap dalam kondisi kegawatdaruratan. Pelatihan Basic Life Support adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung (Ganong, 2008). Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) sendiri adalah suatu tindakan darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis. Pengetahuan mengenai CPR merupakan pengetahuan penyelamatan nyawa pada kondisi henti jantung (Corwin, 2019). Pengetahuan akan membentuk dimensi sikap individu. Sikap adalah posisi seseorang dalam memandang suatu kondisi, situasi, keadaan, permasalahan dan sebagainya. Sikap juga merupakan proses evaluasi yang direalisasikan menjadi perilaku.

Hasil penelitian ini menemukan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap pada responden setelah diberikan perlakuan. Hasil uji statistik juga menemukan adanya perbedaan yang signifikan pada pengetahuan dan sikap pre dan post dengan p value < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan bermanfaat untuk proses diseminasi informasi, termasuk informasi kesehatan mengenai CPR. CPR adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar dari CPR meliputi pengenalan langsung terhadap henti

jantung mendadak dan aktivasi sistem tanggap darurat. Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian dari CPR. Tindakan ini merupakan suatu bantuan darurat, sebagai upaya untuk memulihkan kondisi henti napas dan atau henti jantung (yang disebut dengan mati klinis) ke fungsi maksimal, untuk pencegahan mati biologis. Tujuan paling utama dari CPR merupakan suatu bantuan nafas atau oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan memperfusikan darah serta oksigenasi ke seluruh jaringan tubuh (Black & Hawks, 2014).

CPR adalah upaya memberikan pertolongan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi atau oksigenasi tubuh secara efisien dan maksimal. Pertolongan dan bantuan akan terus dilakukan sampai korban memberikan respon dan pertolongan datang. Konsep BLS secara umum sangat luas yang meliputi CPR, penatalaksanaan korban tersedak, pertolongan tenggelam, penghentian perdarahan, pertolongan pada korban gigitan binatang, pertolongan pertama pada kecelakaan, dan sebagainya. Secara prinsip BLS bertujuan untuk menghindari korban dari kematian atau kecacatan. Pelatihan BLS yang diberikan pada responden ini berfokus pada CPR saja. CPR merupakan pengetahuan dasar yang dimiliki saat terjadi tindakan henti nafas dan henti jantung. Keuntungan dari tindakan CPR dapat dilakukan tanpa alat dan mampu menyelamatkan nyawa korban.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Nirmalasari (2020) yang mengidentifikasi pengaruh pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap pengetahuan dan keterampilan mahasiswa kesehatan masyarakat. Pelatihan BHD merupakan istilah lain dari pelatihan BLS. Dari penelitian tersebut juga didapat adanya peningkatan pengetahuan secara signifikan setelah diberikan pelatihan BHD. Dalam pelatihan BHD ini dilakukan dengan metode pemaparan materi, penayangan video, dan peragaan simulasi tentang CPR.

Fokus dari pelatihan tersebut adalah pertolongan pada korban henti nadi dan henti nafas yang terjadi pada Out-ofHospital Cardiac Arrest (OHCA) atau kejadian di luar rumah sakit.

Kejadian henti nadi dan henti nafas dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan dapat dialami oleh siapa saja. Dengan karakteristik tersebut tidak dapat dihindari bahwa seseorang mengalami henti nadi dan henti nafas di luar rumah sakit. Dalam kondisi tersebut orang awam / orang yang menemukan korban pertama kali sebagai penolong yang harus bisa melakukan aktivasi kegawatdaruratan / meminta pertolongan yaitu rumah sakit / petugas kesehatan / ambulance. Saat menunggu bantuan datang, penolong seharusnya mempunyai pengetahuan tentang BLS untuk penyelamatan korban. Jika terjadi kondisi henti nadi dan henti nafas, maka sirkulasi darah ke otak akan terhenti sehingga    menyebabkan    kematian

permanen / irreversible yaitu kematian batang otak. Penolong setidaknya dapat melakukan kompresi dada untuk menimbulkan curah jantung buatan untuk

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pelatihan Basic Life Support dalam peningkatan pengetahuan dan sikap tentang Cardiopulmonary Resuscitation pada pecalang dan kader di Desa Wisata

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana. LPPM UNUD telah mendanai kegiatan ini. Penulis juga berterima kasih kepada Desa Wisata Bongan Tabanan dan Program

DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 2. Singapore : Elsevier.

Corwin, E. (2019). Buku Saku Patofisiologi.

Penerbit Buku Kedokteran: EGC.

menstimulus sirkulasi darah ke otak. Ambang batas penggunaan oksigen di sel selama 12 menit, karena tubuh kita masih memiliki cadangan oksigen di kapasitas vital paru, hemoglobin, dan mitokondria.

Untuk mengejar ambang batas 12 menit tanpa oksigen, korban harus mendapatkan kompresi dada agar muncul curah jantung ke otak. Memiliki pengetahuan BLS sangatlah penting sebagai dasar memposisikan diri terbentuknya sikap yang positif dan keyakinan dalam melakukan pertolongan. Pengetahuan yang cukup, sikap yang positif, akan membentuk keyakinan dan direalisasikan dengan perilaku yang berupa skill atau keterampilan BLS. Bentuk nyata dari pelatihan BLS ini adalah kemampuan / keterampilan yang diterapkan nantinya jika penolong menemukan korban yang henti nadi dan henti nafas. Semakin cepat kita menemukan korban dan melakukan kompresi dada (kurang dari 12 menit) maka semakin tinggi harapan hidup korban untuk terselamatkan dari kematian permanen.

Bongan Tabanan. Implikasi penelitian ini adalah diharapkan informasi tentang Cardiopulmonay Resuscitation berupa modul pelatihan dapat disebarluaskan agar dapat diketahui oleh masyarakat luas khususnya di Desa Wisata Bongan.

Studi Sarjana Keperawatan dan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSSKPN FK UNUD) atas semua dukungan untuk penulis sehingga kegiatan berjalan dengan lancar.

Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2018). Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Nirmalasari.  (2020). Pengaruh Pelatihan BHD

(Bantuan Hidup Dasar) terhadap Pengetahuan dan Keterampilan Mahasiswa

Kesehatan Masyarakat. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, Volume 4 No 2.

Perry & Potter. (2016). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC.

Pitana, I.G., & Diarta, I.K.S. (2019). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Prasiasa, D.P.O. (2013). Destinasi Pariwisata Berbasis  Masyarakat. Jakarta: Salemba

Humanika.

Suwantoro, G. (2014). Dasar-dasar Pariwisata, Upaya    Pengembangan    Pariwisata

Alternatif. Yogyakarta: Andi.

Yoeti. O.A. (2016). Pariwisata Budaya, Masalah, dan Solusinya. Jakarta: PT. Pradnya Parami.

Volume 11, Nomor 3, Juni 2023

234