Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

STRATEGI ORANG TERINFEKSI HIV DALAM MEMANAJEMEN GEJALA EFEK TERAPI ANTIRETROVIRAL DI BALI

Nyoman Agus Jagat Raya*1, Ni Kadek Ayu Suarningsih1

1Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: jagatraya91@unud.ac.id

ABSTRAK

Antiretroviral (ARV) dibutuhkan oleh orang dengan HIV (ODHIV) untuk menekan laju perkembangan HIV, akan tetapi ARV memiliki efek samping pada beberapa ODHIV. Strategi dalam memanajemen gejala sangat diperlukan untuk mengurangi gejala yang tidak nyaman dan mengganggu aktivitas ODHIV. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman ODHIV dalam memanajemen gejala efek terapi ARV di Bali, Indonesia. Penelitian ini menggunakan rancangan studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan partisipan melalui teknik purposive sampling dan snowball sampling berdasarkan kriteria: orang yang berstatus HIV berusia 18 tahun atau lebih dan sedang menjalani terapi ARV dengan domisili di Bali. Pertanyaan semi-struktur tentang strategi manajemen gejala digunakan untuk mendapatkan pengalaman partisipan. Analisis data menggunakan analisis tematik. Empat tema dan 10 kategori diperoleh dari 10 partisipan yang bersedia menandatangani informed consent dalam penelitian ini yaitu 1) strategi manajemen gejala meliputi pengobatan, mengontrol pikiran, menjalankan kegiatan spiritual, pengalihan aktivitas, dan adanya dukungan; 2) alasan manajemen gejala didasarkan kenyamanan dan gejala yang berkurang; 3) sumber informasi manajemen gejala dari internal dan eksternal; dan 4) keefektifan strategi manajemen gejala meliputi tingkat keefektifan dan kepuasan. Studi ini memberikan gambaran data terkait strategi yang efektif yang dilakukan secara personal oleh ODHIV untuk mengurangi gejala-gejala yang muncul efek samping ARV. Perawat HIV dan konselor dapat menyusun rencana intervensi pendidikan kesehatan atau konseling terkait strategi manajemen gejala efek samping ARV khususnya kepada ODHIV yang baru pertama mengonsumsi ARV.

Kata kunci: efek samping, HIV, manajemen gejala, terapi antiretroviral

ABSTRACT

Antiretrovirals (ARVs) are needed by people living with HIV (PLWH) to reduce the rate of HIV progression, however ARVs have side effects for some PLWH. Managing symptoms are very necessary to reduce uncomfortable symptoms that interfere with PLWH's activities. The aim of this study was to explore the experiences of PLWH in managing the symptoms of the effects of ARV therapy (ART) in Bali, Indonesia. This research used a qualitative study design with a phenomenological approach. The participant collection technique was through purposive sampling and snowball sampling techniques based on the criteria: people with HIV status aged 18 years or more and currently undergoing ART and domiciled in Bali. Semi-structured questions about symptom management strategies were used to elicit participants' experiences. Thematic analysis was used. Four themes were obtained from 10 participants who were willing to sign informed consent in this study, namely 1) symptom management strategies including medication, controlling thoughts, carrying out spiritual activities, diverting activities, and providing support; 2) reasons for symptom management were based on comfort and reduced symptoms; 3) symptom management information derived from internal and external sources; and 4) effectiveness of symptom management strategies including levels of effectiveness and satisfaction. An overview of data regarding effective strategies carried out personally by PLWH to reduce the symptoms as the effect of ART. HIV nurses can develop interventions plan such as health education or counseling related to symptom management strategies due to ARV side effect, especially for PLWH who are taking ARVs for the first time.

Keywords: antiretroviral therapy, HIV, side effects, symptom management

PENDAHULUAN

Kasus HIV dan AIDS masih menjadi isu kesehatan global sejak tahun 1980 disebabkan kasus yang terjadi hingga saat ini. Secara global, The Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) (2021) memaparkan angka kejadian orang terinfeksi HIV pada tahun 2020 mencapai 37,7 juta dan orang meninggal akibat HIV sebanyak 680.000 orang. Indonesia mengalami puncak kasus HIV pada tahun 2019 dengan total kasus 50.282 dan Bali menduduki 10 besar kasus HIV terbanyak di Indonesia dengan jumlah kasus 2.283 sekaligus menempatkan Bali pada posisi 7 nasional (Pusdatin Kemenkes RI, 2020). Pusat dan Informasi Kesehatan (Pusdatin) Kemenkes RI (2020) juga menyebutkan orang dengan HIV (ODHIV) yang menjalani terapi antiretroviral/ antiretroviral therapy (ART) di Indonesia selama Januari hingga Maret 2021 sebanyak 6.762 orang. Antiretroviral (ARV) sudah banyak diakses oleh ODHIV untuk mempertahankan hidup dan menekan perkembangbiakan HIV di dalam tubuh. Namun, pada beberapa ODHIV, ARV sangat berkaitan dengan gejala yang muncul sebagai efek samping dari ARV.

ODHIV yang menjalani terapi ARV selama satu tahun mengalami keluhan gejala yang dirasakan seperti adanya nyeri pada beberapa bagian tubuh, terjadinya penurunan berat badan, rasa letih, kesulitan tidur (Wakeham et al., 2018). Kesulitan tidur dan merasa keletihan menjadi gejala yang paling dominan yang dirasakan oleh ODHIV (Voss, Barroso, & Wang, 2021). ODHIV di Bali yang mengonsumsi ARV selama masa pandemi Covid-19 menyampaikan pengalaman gejala fisik yang muncul seperti kepala pusing, demam, rash, mual, rambut rontok, radang tenggorokan, penurunan berat badan, kulit menghitam, nyeri sendi dan otot, gatal, diare (Raya & Suarningsih, 2022). Gejala-gejala yang muncul ini sangat perlu mendapatkan penanganan dalam proses manajemen gejala sehingga dapat mencegah perburukan kondisi ODHIV dan mampu meningkatkan kualitas hidup.

Manajemen gejala merupakan salah satu intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan kepada ODHIV, baik di rumah sakit, klinik HIV, ataupun komunitas melalui Puskesmas. Proses asuhan keperawatan dimulai dengan melakukan pengkajian pengalaman gejala yang dialami ODHIV, kemudian berlanjut dalam penyusunan luaran dan intervensi keperawatan yang berfokus pada manajemen gejala efek terapi ARV. Manajemen gejala juga memperhatikan profil kepatuhan ODHIV dalam menjalani terapi ARV termasuk perburukan kondisi klinis karena adanya infeksi (Zepeda et al., 2019). Kondisi tersebut dapat memengaruhi cara ODHIV dalam melakukan manajemen gejala. Konsep model manajemen gejala oleh Dodd et al (2001) menjadi acuan penelitian ini dalam melihat pengalaman manajemen gejala ODHIV berdasarkan pengalaman gejala dan luaran yang dirasakan setelah melakukan manajemen gejala efek terapi ARV. Luaran yang diharapkan terjadi adalah status fungsional menjadi lebih baik, mampu merawat diri sendiri, memahami status emosional, lebih efisien dan efektif dalam pembiayaan, serta mencegah perburukan kondisi (Dodd et al., 2001).

Penelitian terkait manajemen gejala belum banyak dilakukan, namun terdapat penelitian manajemen gejala pada masa pandemi Covid-19 (Raya & Suarningsih, 2022). Penelitian tersebut belum memberikan perspektif dari cara ODHIV dalam melakukan manajemen gejala di luar masa pandemi Covid-19, serta tidak secara mendalam menggali hingga alasan memanajemen gejala, tingkat keefektifan manajemen gejala, dan sumber informasi dalam memanajemen gejala. Selain itu, studi tentang manajemen gejala pada ODHIV yang mengalami gejala keletihan dan gangguan tidur hanya berfokus pada manajemen dua gejala tersebut saja dan metode yang digunakan sebatas telaah literatur (Voss, Barroso, & Wang, 2021). Oleh karena itu, penelitian ini dirasa penting dilakukan dengan tujuan untuk

mengeksplorasi strategi orang terinfeksi HIV dalam memanajemen gejala efek terapi ARV di Bali. Kebermanfaatan dari

METODE PENELITIAN

Studi ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan pada Juli hingga September 2022 di Bali dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu orang yang telah mengetahui status HIV dirinya; berusia dewasa dari 18 tahun atau lebih; ODHIV yang sedang menjalani terapi ARV; berdomisili di Bali; dan bersedia menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi yaitu ODHIV yang tidak melanjutkan terapi ARV dan mengundurkan diri berpartisipasi dalam penelitian ini.

Prosedur pengumpulan data dimulai dengan berkoordinasi dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang penanggulangan dan pencegahan HIV. Peneliti melakukan koordinasi terkait kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini pada pihak KPA Provinsi Bali dan LSM. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, petugas lapangan memberikan rekomendasi nama calon partisipan yang telah disetujui calon partisipan untuk dapat dihubungi oleh peneliti. Peneliti menghubungi calon partisipan dan menjelasan maksud serta tujuan penelitian. Apabila calon partisipan setuju, maka dilanjutkan dengan penandatanganan informed consent dan menentukan waktu serta lokasi penelitian. Proses wawancara dilakukan dengan meminta izin perekaman dan melakukan

HASIL PENELITIAN

Sepuluh partisipan yang terlibat dalam penelitian ini, dominan berjenis kelamin laki-laki, rentang usia 25-45 tahun, berorientasi seksual heteroseksual, dan

penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam penyusunan asuhan keperawatan HIV dan AIDS.

catatan observasi proses penelitian kepada partisipan. Rata-rata durasi wawancara yang dilakukan selama 25-30 menit.

Pedoman wawancara menggunakan pertanyaan semi-struktur yang telah dikonsultasikan kepada ahli dalam bidang HIV dan kualitatif. Peneliti mengawali pertanyaan dengan “Apakah ada gejala yang muncul setelah mengonsumsi ARV?” dan dilanjutkan dengan “Bagaimana pengalaman strategi Anda dalam memanajemen gejala yang muncul efek terapi ARV?”. Hasil wawancara dilakukan proses verbatim dan dilanjutkan dengan proses analisis data. Teknik analisis data menggunakan metode dari Colaizzi yang dimulai dengan membaca dan membaca kembali transkrip verbatim, melakukan ekstraksi data yang signifikan, melakukan formulasi data yang bermakna, melakukan kategori data untuk mendapatkan tema, mengintegrasikan tema, kategori, dan kode terhadap tujuan penelitian, validasi dan finalisasi hasil. Triangulasi data dilakukan dengan mewawancarai petugas lapangan dan tenaga kesehatan yang mendampingi ODHIV.

Penelitian ini sangat memperhatikan prinsip etik seperti autonomi, keadilan, kerahasiaan, kebermanfaatan, dan tidak merugikan partisipan. Rekomendasi etik telah diperoleh dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan nomor protokol 2022.02.1.0545 pada 14 Juni 2022.

memiliki pekerjaan dominan sebagai pegawai swasta. Data selengkapnya pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Karakteristik Partisipan

Kode Partisipan

Usia (tahun)

Jenis Kelamin

Orientasi Seksual

Pekerjaan

P1

25

Laki-Laki

Biseksual

Pegawai Swasta

P2

39

Laki-Laki

Heteroseksual

Pegawai Swasta

P3

33

Perempuan

Heteroseksual

Pegawai Swasta

P4

31

Transgender perempuan

Homoseksual

Pegawai Swasta

P5

34

Laki-Laki

Heteroseksual

Pegawai Swasta

P6

34

Laki-Laki

Heteroseksual

Pegawai Swasta

P7

45

Perempuan

Heteroseksual

Pegawai Swasta

P8

31

Laki-Laki

Homoseksual

Pegawai Swasta

P9

38

Perempuan

Heteroseksual

IRT

P10

33

Transgender

Homoseksual

Pegawai Swasta

perempuan

Empat tema diperoleh dalam penelitian ini. Tema pertama (Tabel 2) adalah strategi manajemen gejala yang mencakup beberapa kategori yaitu pengobatan, mengontrol pikiran (mekanisme koping), melaksanakan kegiatan spiritual, melakukan aktivitas yang disukai, serta adanya dukungan sosial. Tema kedua (Tabel 3) adalah alasan memanajemen gejala yang terdiri dari dua

kategori yaitu kenyamanan dan gejala berkurang. Tema ketiga (Tabel 4) adalah sumber informasi manajemen gejala yang didapatkan dari internal (diri sendiri) dan eksternal (orang lain). Tema keempat (Tabel 5) adalah keefektifan strategi manajemen gejala terdiri dari dua kategori yaitu tingkat keefektifan dan tingkat kepuasan.

Tabel 2. Tema 1: Strategi Manajemen Gejala

Kategori

Kode

Pernyataan

Pengobatan

Minum obat pereda gejala

“Pereda pusing iya. Saya juga konsumsi anti depresan.” (P4, 31 tahun, Transgender perempuan)

“Nyoba jenis salep mulai dari salep cina gitu kan.” (P5, 34, Laki-laki)

Konsultasi ke fasilitas kesehatan

“Itu dah ke dokter dikirim ke RS Sanglah itu diobati di sana.” (P3, 33 tahun, Perempuan)

Pengobatan tradisional

“Saya ehm apa namanya, saya minum semacam olahan tradisional dari kunyit. Kadang juga saya

gunakan air madu. Kemudian saya minum.” (P3)

Mengontrol pikiran (mekanisme koping)

Berpikir positif

“Berpikir positif terus. Pokoknya enggak mau berpikiran sedih karena itu berpengaruh banget gitu.” (P4)

Menjalani saja

“Iya berpikir positif dan ya tidak usah gini, dibawa santai aja. Gitu lah istilahnya” (P2, 39 tahun, Laki-laki)

Spiritual

Ibadah/berdoa

“Saya juga mencoba sembahyang saja. Biar tenang.” (P9, 38 tahun, Perempuan)

“Saya lebih milih sholat saja.” (P8, 31 tahun, Laki-laki)

Meditasi

“Kalau lebih cemas kan biasanya lebih ini yang lebih apa namanya lebih sesaknya berasa sakitnya lebih berasa gitu. Lebih ke rileksasi jadinya, terus lebih ke meditasi biasanya malemnya lebih apa ya lebih mendekatkan diri lah sama Ida Hyang Widhi (Tuhan)” (P6, 34 tahun, Laki-laki)

“Saya melakukan meditasi juga, biar lebih tenang, biar tidak semakin berat gejala yang saya alami” (P7)

Aktivitas dan dukungan sosial

Melakukan aktivitas yang disukai

“Saya juga kadang memilih olahraga, kayak ng-gym gitu, biar teralihkan apa yang sedang saya rasakan.” (P5)

“Aku sibuk aja dengan apa yang aku suka, aku kerja aja.” (P10, 33 tahun, Transgender Perempuan)

“Saya olahraga agar tetap bugar.” (P7)

Mengatur pola makan dan minum

“Iya kalau saya biasanya minum air hangat kan biasanya saya minumnya itu malam sebelum tidur Ehmm.. Terus nanti paginya tuh masih kayak agak sempoyongan gitu. Saya biasanya minum air hangat campur madu gitu yang pokoknya biar enggak mual aja gitu tapi nantinya hilang kok.” (P1, 25 tahun, Laki-laki)

“Itu dah jadi harus ya makan teratur, minum air sih disuruh banyak.” (P3)

Bercerita dengan orang terdekat

“Kita kadang kadang curhat sama keluarga gitu. Cerita-cerita yang mana ‘oh ada jalan keluar’ sama teman yang sesama juga. Oh gimana jalan keluar ada kita bentuk KDS (kelompok dampingan sebaya) juga di sini di negara, gitu.” (P2)

“Saya biasanya mengajak sharing atau cerita-cerita dengan orang sesama positif HIV, seperti saling dukung gitu, biar semua sama-sama semangat jalaninnya.” (P7, 45 tahun, Perempuan)

Jalan-jalan/liburan

“Kadang saya juga jalan-jalan ke pantai, kadang sendiri, untuk tenangin pikiran.” (P5)

“Saya jalan-jalan sama anak, sama suami, sama

keluarga kecil saya saja.” (P9)

Tidur

“Kalau capek dengan semua ini, ya aku milih tidur aja.” (P10)

“Kadang juga dibawa tidur aja sih.” (P8)

Tabel 3. Tema 2: Alasan Manajemen Gejala

Kategori

Kode

Pernyataan

Kenyamanan

Lebih tenang

“Karena gimana kalo minum air hangat itu. Ada efek rileks gitu loh kak. Jadi kayak jadi kayak rileks terus kalau dicampur madu gitu kan dia manis ya jadi nggak bikin enak gitu.” (P1)

“Karena yang tiang (saya) rasakan gini awalnya kan sering ke dokter nih dikasih obat ini obat itu malah tidak melihat hasilnya, tambah stres jadinya dikasih obat ini enggak sembuh kasih obat itu enggak sembuh gitu kan. Cuma sembuhnya sebentar, beberapa hari kumat lagi kumat lagi gitu, tapi kalau dengan tenang pikirannya lebih tenang itu biasanya lebih ini lebih teratur napas dari kesehatan yang lain juga.” (P6)

“Biar tidak semakin berat gejalanya, biar saya tenang juga.” (P7)

“Lebih gak terlalu mikirn, lebih ke tenang aja, samasama keluarga aja” (P9)

Lebih terasa manfaatnya

“Ya karena itu yang lebih terasa manfaatnya bagi saya.” (P4)

“Ada manfaatnya sama diri saya sendiri.” (P5)

Gejala berkurang

Tidak ada kekambuhan

“Di samping itu juga selama e sudah 4 tahun ini saya sudah merasakan manfaatnya. Gitu lah modelnya ya dok, enggak ada keluhan sama enggak pernah ada keluhan gitu.” (P2)

Mengurangi gejala

“Ya itu untuk yang nafas pendeknya untuk mengurangi gejala napas pendeknya sama pencernaannya biar lancar.” (P3)

“Gejalanya agak jarang muncul aja” (P8)

“Jarang aja aku ngerasain sakit-sakit lagi, tapi kadang emang masih ada sih.” (P10)

Tabel 4. Tema 3: Sumber Informasi Manajemen Gejala

Kategori

Kode                         Pernyataan

Internal: Diri sendiri

Penelusuran internet      “Oh ya, saya cari di internet misalkan mengurangi

apa cara mengurangi gejala mual gitu. Dan itu muncul salah satunya kan. Jadi saya coba dan ternyata cocok.” (P1)

“Apa yang saya lakukan ya boleh saja ini ya mungkin ini apa kan. Sudah sering saya baca di Google-Google gitu.” (P2)

“Dari tiang (saya) sendiri” (P6)

“Diri sendiri aja ee saya cuman nanya ke diri sendiri ee apa sih yang bikin saya mengalami efek samping yang keras gini, gitu.” (P7)

“Dari diri sendiri aja sih.” (P8)

“Sendiri aja.” (P9)

“Ya aku coba-coba sendiri dulu.” (P10)

Eksternal: Orang lain

Keluarga, teman, dokter  “Ya dari diri sendiri tapi ee support keluarga dan

juga teman-teman yang sesama juga. …Informasi ya dari teman teman juga gitu banyak gitu dari teman.” (P2)

“Iya teman sesama (positif HIV).” (P3)

“Teman yang memang dia sama juga (positif HIV) dan dokternya juga” (P4)

“Kadang dari temen, temenku kebetulan dokter juga.” (P5)

“Kebanyakan aku tau dari dokter sih, kadang dari temen-temenku juga” (P10)

Tabel 5. Tema 4: Keefektifan Strategi Manajemen Gejala

Kategori

Kode                         Pernyataan

Tingkat keefektifan

Sangat efektif            “Ya sangat efektif, saya jarang bahkan e tidak pernah

ada keluhan lagi, tidak kambuh lagi.” (P2)

“Sangat efektif kalau menurut tiang (saya) pribadi ya heem heem karena tiang (saya) lebih merasa lebih tenang lebih apa ya. Tiang (saya) merasakan ada yang merasakan ada Tuhan kok.” (P6)

“Sangat sangat sangat efektif.” (P7)

Efektif                  “Efektif menurut saya ya di samping untuk segala

jenis mual termasuk mual ini bisa gitu ilang.” (P1)

“Saya merasa efektif apa yang saya lakukan.” (P5) “Efektif.” (P9)

“Aku ngerasa efektif sih” (P10)

Cukup efektif            “Mungkin cukup efektif karena itu kan mungkin

karena udah rutin minum obat.” (P3)

“50%. Kadang enggak berpengaruh apa yang saya lakukan kayak yang berpikiran positif, itu pas lagi down banget mental illness saya” (P4)

“Cukup efektif cuma kadang pikiran aneh juga masih muncul juga.” (P8)

Tingkat kepuasan

Sangat puas             “Sangat puas” (P1)

“Kalau tiang (saya) sih sangat puas heem karena kalau misalkan tiang (saya) bolak balik bolak balik ke dokter dokter ini dokter itu malah yang lebih panik, lebih cemasnya tambah lagi.” (P6)

“Heemm lebih apa ya sangat puas dan juga lebih melihat kayak saya berbicara dengan diri sendiri

‘okei come on Putu (nama) maju, don’t give up, dan lakukan yang terbaik buat temen-temen’.” (P7)

Puas                    “Puas, karena saya merasa lebih baik” (P3)

“Puas aja saya sih” (P8)

“Saya merasa puas” (P9)

“Ya puas-puas aja sih.” (P10)

Cukup puas              “80% puas karena itu saya juga, seiring berjalannya

waktu kan saya juga namanya mempelajari tentang diri saya seperti apa.” (P4)

PEMBAHASAN

Strategi dalam memanajemen gejala yang dilakukan ODHIV tergantung dari pengalaman gejala yang dialaminya. Hal ini sesuai dengan teori manajemen gejala yang saling berkaitan antara pengalaman gejala, strategi manajemen gejala, dan luaran yang didapatkan (Dodd et al., 2001). Strategi yang digunakan ODHIV pun beragam. ODHIV yang mengalami gejala fisik setelah mengonsumsi ARV seperti nyeri kepala, gatal, mual melakukan strategi manajemen gejala dengan mencari pengobatan untuk meredakan gejala yang muncul. Menurut Modeste dan Majeke (2014) menyatakan bahwa ODHIV akan memilih untuk mengonsumsi obat pereda gejala yang dialami untuk mengurangi gejala yang dirasakan ke dokter atau tenaga kesehatan. Strategi tersebut dilakukan untuk meredakan gejala yang timbul sesuai keluhan dan bersifat sementara karena bisa terjadi kembali, sehingga melakukan pemantauan terhadap gejala yang muncul dan berkonsultasi jenis ARV yang dikonsumsi adalah langkah lanjut yang bisa dilakukan oleh ODHIV. Hal ini sebagai bentuk evaluasi dari ARV apabila terjadi resistensi dan co-infeksi (Panel on Antiretroviral Guideline for Adults and Adolescents, 2018).

Selain gejala fisik, partisipan pada penelitian ini menyatakan pengalaman terhadap gejala psikologis seperti stres, depresi, dan jenuh. Beberapa strategi manajemen gejala yang dilakukan partisipan dengan mengontrol pikiran ke arah yang positif, berdoa, meditasi, melakukan aktivitas yang disukai, bercerita dengan orang terdekat, mengatur pola makan dan minum, menjalani kehidupan seperti biasa, liburan, dan tidur. Strategi

yang dimaksud oleh partisipan dalam penelitian ini tergolong dalam strategi non-farmakologi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian manajemen gejala pada masa pandemi Covid-19 yang menyatakan bahwa strategi yang dilakukan seperti melakukan olahraga, berdoa, yoga, berlibur, mengalihkan pikiran menjadi lebih positif, dan membuat konten di media sosial (Raya & Suarningsih, 2022). Berdasarkan data tersebut, dominan partisipan memilih untuk mengatasi gejala yang dialami dengan strategi non-farmakologis. Studi lain juga menyebutkan beberapa strategi manajemen gejala untuk mengatasi gejala psikologis dengan non-farmakologis seperti terapi perilaku kognitif, penanganan depresi, akupunktur, intervensi pengaturan tidur (Threats et al., 2021; Voss, Barroso, & Wang, 2021). Perawat dapat mempertimbangkan intervensi non-farmakologis dalam pengelolaan asuhan keperawatan HIV dalam manajemen gejala ODHIV (Zepeda et al., 2019).

Partisipan dalam penelitian ini menyampaikan beberapa alasan melakukan manajemen gejala karena mendapatkan kenyamanan dan gejala berkurang. Partisipan juga menyampaikan bahwa strategi manajemen gejala yang dilakukan dirasa efektif dan memuaskan, serta beberapa lainnya menyampaikan sangat efektif, cukup efektif, sangat puas, dan cukup puas. Kenyamanan dalam menjalani manajemen gejala menjadi hal penting agar tidak terjadi indikasi beban dalam menjalani pengobatan. Schreiner et al (2020) menyebutkan adanya hubungan antara gejala yang semakin memberat dengan beban dalam menjalani pengobatan. Hal ini menunjukkan semakin tidak nyaman

seorang ODHIV dalam menjalani manajemen gejala, maka gejala yang muncul akan semakin terasa berat. Gejala yang memberat membuat ODHIV merasa tidak efektif dalam memanajemen gejala, sehingga berdampak pada penurunan kepatuhan terhadap pengobatan. Hal tersebut juga didukung oleh Vancampfort et al (2018) yang menyatakan ketidakpatuhan ODHIV dalam pengobatan maka erat kaitannya dengan level aktivitas fisik yang rendah. Teori Maslow menyebutkan bahwa kebutuhan fisiologis, keamanan dan kenyamanan, rasa memiliki dan dicintai, self-esteem, dan aktualisasi diri. Teori tersebut mengindikasikan bahwa untuk mencapai rasa aman dan nyaman, maka kebutuhan fisiologis harus teratasi terlebih dahulu (Hayre-Kwan et al., 2021). Berdasarkan teori tersebut, perawat sangat penting memperhatikan tingkat kenyamanan dari ODHIV dalam memanajemen gejala efek terapi ARV sehingga mampu menurunkan gejala yang muncul.

Partisipan dalam penelitian ini menyampaikan bahwa informan yang

SIMPULAN

Strategi manajemen gejala dilakukan ketika ODHIV mengalami gejala yang mengganggu aktivitas sehari-hari, baik dengan cara farmakologi dan non-farmakologi dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan gejala dapat berkurang. Sumber informasi yang didapatkan untuk melakukan manajemen gejala berasal dari inisiatif diri sendiri dan orang lain. Partisipan dalam penelitian ini dominan menyatakan bahwa strategi manajemen gejala yang dilakukan dirasa efektif dan memuaskan. Penelitian ini dapat menjadi gambaran dan data dasar terkait manajemen gejala yang dilakukan ODHIV dalam mengatasi gejala yang muncul dari

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana atas hibah yang diberikan untuk

memberitahu strategi manajemen gejala adalah diri mereka sendiri dan orang lain seperti keluarga, teman, dokter. Inisiatif yang dilakukan oleh partisipan ini bertujuan untuk mengurangi gejala yang muncul, sehingga strategi apapun yang dirasa dapat mengurangi gejala, maka strategi tersebut yang dilakukan. Hal ini dapat berisiko ketidaksesuaian manajemen gejala berdasarkan standar pelayanan perawatan HIV, sehingga berdampak pada munculnya gejala yang tidak menyenangkan (Dong et al., 2020). Hal ini menjadi perhatian serius oleh perawat untuk melakukan pengkajian yang komprehensif setiap kali ODHIV melakukan kontrol rutin dalam mengakses ARV. Hal ini termasuk jika ODHIV mendapatkan informasi dari teman dan keluarganya. Berbeda halnya, jika ODHIV mendapatkan informasi manajemen gejala dari tenaga kesehatan profesional, seperti dokter dan perawat HIV, sehingga informasi yang diberikan sesuai standar pengobatan dan asuhan keperawatan pada pasien yang terinfeksi HIV.

efek samping terapi ARV. Implikasi bagi perawat HIV adalah perawat HIV atau konselor dapat menyusun rencana intervensi pendidikan kesehatan atau konseling terkait strategi manajemen gejala efek samping ARV khususnya kepada ODHIV yang baru pertama mengonsumsi ARV. Penelitian ini masih dalam bentuk eksplorasi pengalaman dan membutuhkan akurasi perhitungan apabila ingin menjelaskan lebih lanjut jenis strategi manajemen gejala yang efektif, sehingga pengembangan penelitian dalam bentuk intervensi dari salah satu strategi hasil penelitian ini dapat diuji lebih lanjut.

melaksanakan penelitian ini. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada partisipan yang telah menyampaikan

pengalamannya dan bermanfaat untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dodd, M., Janson, S., Facion, N., Faucett, J., Froelicher, E. S., Humphreys, J., . . . Taylor, D. (2001). Advancing the science of symptom management. Journal of Sdvanced Nursing, 33, 668-676. doi: 10.1046/j.1365-2648.2001.01697.x

Dong, N., Chen, W. T., Lu, H., Zhu, Z., Hu, Y., & Bao, M. (2020). Unmet needs of symptom management and associated factors among the HIV-positive population in Shanghai, China:  A cross-sectional study. Applied

Nursing Research, 54,   151283. doi:

https://doi.org/10.1016/j.apnr.2020.151283

Hayre-Kwan, S., Quinn, B., Chu, T., Orr, P., & Snoke, J. (2021). Nursing and Maslow's Hierarchy: A health care pyramid approach to safety and security during a global pandemic. Nurse Leader, 19(6),  590–595.

doi: https://doi.org/10.1016/j.mnl.2021.08.013

Modeste, R. R. M., & Majeke, S. J. (2014). Sources and types of information on self-care symptom management strategies for HIV and AIDS.         Curationis 37(1). doi:

http://dx.doi.org/10.4102/curationis.v37i1.12 7

Panel on Antiretroviral Guideline for Adults and Adolescents. (2018). Guidelines for the use of antiretroviral agents in adults and adolescents living with HIV. Department of Health and Human Service. Retrieved from http://www.aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/A dultandAdolescentGL.pdf.

Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI. (2020). HIV AIDS.                           Retrieved

from https://www.kemkes.go.id/download.p hp?file=download/pusdatin/infodatin/infodat in%202020%20HIV.pdf

Raya, N.A.J., & Suarningsih, N.K.A. (2022). The symptom experience and management in people with HIV who underwent antiretroviral therapy during the Covid-19 pandemic in Bali, Indonesia. Journal of Nursing Science Update, 10(2), 92-100. doi: http://dx.doi.org/10.21776/ub.jik.2022.010.0 2.2

Schreiner, N., Perazzo, J., Digennaro, S., Burant, C., Daly, B., & Webel, A. (2020). Associations between symptom severity and treatment burden in people living with HIV. Journal of Advanced Nursing, 76(9), 2348–2358. doi: https://doi.org/10.1111/jan.14461

Threats, M., Brawner, B.M., Montgomery, T.M., Abrams, J., Jemmott, L.S., . . ., Enah, C. (2021). A review of recent HIV prevention interventions and future considerations for nursing science. Journal Association Nurses of AIDS Care, 32(3),  373-391. doi:

10.1097/JNC.0000000000000246

UNAIDS.      (2021).      CONFRONTING

INEQUALITIES Lessons for pandemic responses from 40 years of AIDS. https://www.unaids.org/sites/default/files/me dia_asset/2021-global-aids-update_en.pdf

Vancampfort D, Mugisha J, Richards J, De Hert M, Probst M, & Stubbs B (2018). Physical activity correlates in people living with HIV/AIDS: A systematic review of 45 studies. Disability and Rehabilitation, 40(14),          1618–1629.          doi:

10.1080/09638288.2017.1306587

Voss, J.G., Barroso, J., & Wang, T. (2021). A critical review of symptom management nursing science on HIV-related fatigue and sleep disturbance. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18,                10685.                doi:

https://doi.org/10.3390/ijerph182010685

Wakeham, K., Harding, R., Levin, J., Ratanshi, R. P., Kamali, A., & Lallo, D. G. (2018). The impact of antiretroviral therapy on symptom burden among HIV outpatients with low CD4 count in rural Uganda: nested longitudinal cohort study. BMC Palliative Care, 17(8). doi: 10.1186/s12904-017-0215-y

Zepeda, K.G.M., de Silva, M.M., des Dantos, D.C.L., Gaspar, R.B., & Trotte, L.A.C.

(2019). Management of nursing care in HIV/AIDS from a palliative and hospital perspective. Revista Brasileira de Enfermagem,   72(5).   1234-1250. doi:

http://dx.doi.org/10.1590/0034-7167-2017-0431

Volume 11, Nomor 4, Agustus 2023

250