PENGARUH EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (CURCUMA DOMESTICA VAL) METODE MASERASI DAN DEKOK TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH TIKUS PUTIH (RATTU NORVEGICUS) YANG DIBERI VAKSIN DPT

Kusuma Dewi, Ni Kadek., dr. Made Jawi, M.Kes. (1), Ns. Dian Adriana, S.Kep (2) Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Abstract. Turmeric rhizome is one of the herbal plant which can use for antipyretic. One of the chemical content inside turmeric rhizome which can use for fever treatment is flavonoid. Use of dekok extraction method already use for processing turmeric rhizome as antipyretic. Considering that flavonoid compound can't stand with heat, then it necessary to do Tumeric rhizome processing with maceration method. This study aims for know the differences in effect turmeric rhizome extract with maceration method and dekok to decrease white rat body temperature which given DPT vaccine. This study is experimental study with completely randomized design. The treatment group consists of turmeric rhizome extract maceration method dose 126 mg, dose 252, dose 378 mg, dekok method at dose of 2.4 gr/200 grBB and control negative are give aquades (3cc/200grBB).. Data Analysis with One Way Anova test shown significant differences (p:0.001 < α:0,05) between treatment groups before and after the intervention. The results of the analysis with post hoc test show not significant difference between treatment groups (p:0.095 - 0.947 > α:0,05).

Key words : Turmeric Rhizome Extract, vaccine

PENDAHULUAN

Vaksin DPT merupakan salah satu program wajib dari pemerintah (Dirjen P2PL, 2011). Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian vaksin DPT berupa reaksi lokal seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus (Depkes, 2009). Demam yang ditimbulkan vaksin DPT lebih tinggi daripada vaksin-vaksin yang lain (Syarifah, 2010).

Pengobatan demam sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu pengobatan non farmakologi adalah dengan memanfaatkan terapi herbal yang juga

Antipyretic, Maceration, Dekok, DPT

berfungsi sebagai antipiretik salah satunya yaitu pemanfaatan tanaman rimpang kunyit (Kohli et al., 2005).

Rimpang kunyit merupakan salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai antipiretik dalam pengobatan demam. Salah satu kandungan senyawa kunyit yang diduga dapat digunakan sebagai pengobatan demam adalah senyawa flavonoid (Neha et al., 2009). Berbagai metode ekstraksi pengolahan rimpang kunyit telah banyak digunakan untuk mengefektifkan kandungan kimianya. Pengolahan rimpang kunyit sebagai antipiretik telah diolah dengan metode dekok serta infusa. Pengolahan dengan cara tersebut tidak efektif untuk mengaktifkan senyawa flavonoid

karena senyawa flavonoid tidak tahan panas serta mudah teroksidasi pada suhu yang terlalu tinggi (Adithya et al., 2010).

Maserasi merupakan proses paling tepat dilakukuan. Suhu terbaik untuk melakukan maserasi adalah 20-30^C (Setyaningsik et al., 2010) sangat tepat digunakan untuk mengaktifkan senyawa flavonoid dalam rimpang kunyit, mengingat senyawa tersebut tidak tahan panas. Senyawa metanol walaupun dapat digunakan sebagai pelarut, namun senyawa ini sangat tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai bahan makanan karena bersifat toksik. Air merupakan salah satu pelarut polar yang mudah diperoleh namun, air merupakan tempat tumbuh bagi kuman serta dapat melarutkan enzim

Berdasarkan fakta tersebut, maka diperlukan terobosan terbaru dalam pengolahan rimpang kunyit sehingga diharapkan dapat menghasilkan kualitas yang lebih bagus dari sebelumnya serta dapat diaplikasikan dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai uji pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit (curcuma domestica Val) terhadap penurunan suhu tubuh pada tikus putih (Rattus Norvegicus) yang diberi vaksin DPT.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni atau percobaan. Menurut Hanafiah (2010), percobaan atau experimental design dengan rancangan acak lengkap (completely randomized designed).

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus). Peneliti mengambil sampel berjumlah 25 ekor tikus yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel disini dilakukan dengan cara completely randomized designed.

Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran suhu tubuh rektal tikus putih yang dihitung dari nilai rata-rata suhu tubuh tikus putih tiap 15 menit sampai pengukuran pada menit ke-90 dengan menggunakan termometer digital dengan skala data interval

Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data

Dari sampel yang terpilih, peneliti melakukan pengelompokkan khusus yaitu untuk perlakuan pemberian ekstrak rimpang kunyit metode maserasi terdiri dari 3 perlakuan yaitu dosis 1 (126 mg/200grBB), dosis 2 (252 mg/200grBB), dan dosis 3 (378 mg/200grBB). Sedangkan untuk kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak rimpang kunyit metode dekok terdiri dari 1 kelompok dosis yaitu 2,4 gr/200grBB sesuai dengan dosis paling efektif pada penelitian sebelumnya.

Setelah data terkumpulkan maka data di deskripsikan rata-rata suhu tubuh sebelum dan setelah perlakuan pada masing-masing kelompok. Selanjutnya ditabulasikan,

data dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi dan diintepretasikan.

Sebelum dilakukan analisis uji parametric, maka data akan dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiiro-Wilk dan uji homogenitas (Levene-test). Untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit terhadap penurunan suhu tubuh akan dilakukan uji Anova dan untuk melihat apakah terdapat perbedaan penurunan suhu tubuh yang signifikan pada kelompok perlakuan akan dilakukan uji Post Hoc dengan tingkat signifikansi p ≤ 0.05 dan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil Penelitian

Distribusi karakteristik sampel berdasarkan usia dari pengumpulan data didapatkan, tikus putih yang digunakan dalam penelitian ini berusia 2 bulan dengan rata-rata berat badan tikus berkisar antara 100-200 gram BB.

Rata-rata suhu tubuh tikus putih setelah diberikan vaksin DPT mengalami perubahan. Setelah diberikan vaksin, suhu tubuh pada masing-masing kelompok sampel mengalami peningkatan (dalam kondisi demam). Rata-rata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak rimpang kunyit hingga menit ke 90 sebesar 35,2-35,9 ^C sedangkan rata-rata suhu tubuh pada kelompok kontrol yang diberikan aquadest sebesar 36,6^C.

Rata-rata suhu rektal pada kelompok maserasi dosis 1, dosis 2, dosis 3, dan dekok pada beberapa titik waktu menunjukkan penurunan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok

kontrol (aquadest) dari hasil penelitian didapatkan bahwa terjadi kenaikan suhu rektal rata-rata tikus putih setelah menit ke-15 hingga menit ke-30, kemudian turun hingga menit ke-60 dan mengalami sedikit peningkatan lagi pada menit ke-75.

Menurut hasil uji statistic pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit terhadap penurunan suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT dengan menggunakan uji Anova didapatkan hasil p : 0.001 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa Ha diterima atau pemberian ekstrak rimpang kunyit metode maserasi dan dekok pada kelompok perlakuan dan aquadest pada kelompok kontrol dapat menurunkan suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT.

Dari perhitungan statistic uji Post Hoc sumber variasi kelompok perlakuan dengan taraf signifikansi 5% menunjukkan bahwa perbandingan antar kelompok perlakuan yang mendapatkan ekstrak rimpang kunyit metode maserasi dan dekok menunjukkan nilai p>0,05 yaitu Ha ditolak atau tidak ada perbedaan pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit (Curcuma domestica Val) metode maserasi dan dekok terhadap penurunan suhu tubuh tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi vaksin DPT.

PEMBAHASAN

Tikus putih dalam penelitian ini dibuat demam dengan memberikan zat pirogen yang disuntikkan pada tubuhnya secara intra peritoneal. Salah satu zat pirogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaksin DPT-Hib. Demam yang ditimbulkan oleh vaksin

DPT lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin-vaksin lain (Syarifah, 2010).

Rata-rata suhu tubuh kelompok sampel sebelum diberikan vaksin DPT sebesar 35,96oC, sedangkan setelah diberikan vaksin, rata-rata suhu tubuh meningkat menjadi 39,07oC. Peningkatan suhu tubuh tersebut menunjukkan bahwa semua sampel pada penelitian ini berada dalam kondisi demam. Besarnya kenaikan suhu bervariasi untuk setiap tikus. Tinggi rendahnya kenaikan suhu menunjukkan derajat demam yang dialami masing-masing tikus.

Dilihat dari hasil uji One Way Anova yang dilakukan antara kelompok sampel pada penelitian ini didapatkan hasil p = 0,001 < α (0,05). Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu suhu T0 (15 menit setelah diberikan vaksin DPT) dan suhu T90 (90 menit setelah diberikan ekstrak rimpang kunyit pada kelompok perlakuan dan aquadest pada kelompok kontrol. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak rimpang kunyit dapat menurunkan suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT.

Terjadinya penurunan suhu tubuh pada penelitian ini, dikarenakan oleh efek antipiretik yang terdapat dalam ekstrak rimpang kunyit. Salah satu kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak rimpang kunyit yang diduga dapat menurunkan suhu tubuh adalah senyawa flavonoid (Agus Kardinan, dan Fauzi Rahmat Kusuma. 2004; 11). Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa yang dapat menghambat aldoreduktase, proteinkinase, monoaminoksidase, DNA polymerase dan siklooksigenase

(Kohli etal., 2005). Penghambatan pada enzim siklooksigenase terutama siklooksigenase-2 (COX-2) dapat memberikan pengaruh lebih luas oleh karena mekanisme penghambatan enzim siklooksige merupakan langkah awal untuk menuju jalur hormon eikosanoid yang merupakan zat aktif biologik yang bersasal dari asam arakhidonat seperti tromboksan dan prostaglandin (Indah, 2004). Mekanisme penghambatan pada prostaglandin, akan menurunkan titik thermostat tubuh di hipotalamus sehingga demam menjadi turun (Rakayudha, 2010).

Menurut Daniele (2008) senyawa flavonoid juga berfungsi sebagai antioksidan yang bekerja sebagai inhibitor biosintesis prostaglandin. Senyawa flavonoid bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi) (Indah, 2004).

Hasil uji Post Hoc antara kelompok maserasi dengan dekok menunjukkan terjadi penurunan suhu tubuh yang tidak bermakna dimana nilai p>0.05 antara menit ke-15 sampai menit ke-90. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan penurunan suhu rektal antara kelompok yang dibandingkan. Walaupun tidak terdapat perbedaan selisih penurunan suhu tubuh secara bermakna, tetapi dilihat dari nilai rata-rata perbedaan suhu rektalnya, didapatkan bahwa kelompok maserasi dosis 2 merupakan dosis yang

paling baik karena memiliki rata-rata penurunan suhu paling tinggi dibandingkan dengan kelompok maserasi dosis 1, maserasi dosis 3 dan dekok. Hal tersebut terjadi karena maserasi dosis 2 berada dalam konsentrasi terbaik untuk berikatan dengan reseptor sehingga reseptor dapat berikatan dengan obat dalam durasi yang lebih lama. Intensitas efek obat dikatakan berbanding lurus dengan fraksi reseptor yang didudukinya atau diikatnya, dan intensitas efek mencapai titik maksimal apabila seluruh reseptor ditempati oleh obat (Ganiswara, 2003).

Penurunan suhu rektal tikus bervariasi pada penelitian ini, meskipun terdapat dalam kelompok perlakuan yang sama. Menurut Ganiswara (2003), perbedaan penurunan suhu rektal tersebut kemungkinan juga dipengaruhi oleh factor lain seperti factor psikologis (stress oleh karena dilakukannya pengukuran suhu rektal yang berulang-ulang), factor endogen tikus (sensitifitas terhadap zat yang diberikan, keadaan lambung tikus, serta kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi obat) yang bersifat individual terhadap agen antipiretik dan agen pencetus demam, dari factor lingkungan dan factor patologik yang bisa menyebabkan obat menurun atau meningkat. Penurunan efek obat mungkin merupakan konsekuensi dari penyerapan yang jelek pada saluran cerna, pembuluh darah atau peningkatan ekskresi melalui ginjal (Fauziah, 2010).

Efek antipiretik yang terjadi pada ekstrak rimpang kunyit ini kemungkinan dikarenakan oleh

kandungan fenol, salah satunya yaitu senyawa flavonoid yang terdapat dalam ekstrak. Senyawa flavonoid dalam kandungan rimpang kunyit akan menempel pada sel imun dan memberikan signyal intraseluler untuk mengaktifkan kerja sel imun agar lebih baik (Agus Kardinan, dan Fauzi Rahmat Kusuma. 2004; 11).

Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membrane dengan jalan memblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena (mediator inflamasi) (Fakkihah & Kurniawan, 2014). Mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh (Andriana, 2007). Mekanisme penghambatan inilah yang menerangkan efek antipiretik dari flavonoid. Menurut Rakayudha (2010) flavonoid juga berfungsi sebagai zat antioksidan yang akan bekerja sebagai inhibitor biosintesis prostaglandin.

Hasil tersebut berbanding lurus dengan penelitian Chatttopadhyay et.al (2004) yang mengatakan bahwa salah satu kandungan senyawa aktif dalam curcumin yang dapat menurunkan panas adalah senyawa flavonoid. Beberapa penelitian lain yang juga meneliti tentang kandungan senyawa flavonoid dalam suatu bahan berfungsi sebagai antipiretik adalah penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2010) dimana didapatkan nilai α=0,001 didapatkan bahwa salah satu kandungan senyawa aktif dalam

ekstrak daun pare yaitu senyawa flavonoid memiliki efek antipiretik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Suhu tubuh tikus putih sebelum dan setelah diberikan vaksin DPT 1 cc intra peritoneal mengalami peningkatan, dengan nilai rata-rata pada kelompok maserasi (39,06oC), dekok (39,02oC) dan kontrol (39,16oC). Rata-rata suhu tubuh tikus putih setelah diberikan ekstrak rimpang kunyit metode maserasi pada kelompok perlakuan sebesar 35,62^C, ekstrak rimpang kunyit metode dekok pada kelompok perlakuan sebesar 35,82^C, dan aquadest pada kelompok kontrol sebesar 36,69^C

Terdapat pengaruh pemberian ekstrak rimpang kunyit terhadap suhu tubuh tikus putih yang diberi vaksin DPT. Dilihat dari nilai deskriptif, penurunan terbesar terjadi pada kelompok maserasi dosis 2 yaitu sebesar 2,33oC dan tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata penurunan suhu tubuh antar kelompok perlakuan (maserasi dosis 1, maserasi dosis 2, maserasi dosis 3 dan dekok).

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disarankan untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang rimpang kunyit dan khasiatnya dalam pemilihan terapi alternative untuk menurunkan suhu tubuh sebelumnya ekstrak rimpang kunyit harus dilakukan uji toksisitas terlebih dahulu dan untuk penelitian lainnya diharapkan agar melakukan penelitian dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan penggunaan agen pirogen yang lebih bagus dan

menggunakan metode yang lebih baik untuk menyempurnakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Dian. 2007. Uji Efek Analgesik Perasan Daun Biduri (Calotropis gigantea) Pada Mencit Dengan Metode Geliat (Writhing refleks). Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

Chattopadhyay I.,   Biswas   K.,

Bandyopadhyay U.    and

Banerjee R.K. 2004. Turmeric And Curcumin: Biological Actions And Medicinal Applications. Current Science. 87: 44-53.

Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004

Tentang           Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi

Fakkihah Mooduto, Fiki & Kurniawan Busa, Andi. 2014. Flavonoid. (online) http://www.scribd.com/doc/191 715199/Flavonoid (diakses, 2 Mei 2014)

Fauziah, Ermawati. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momorcica charantia L.) Pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ganiswara SG. Farmakologi Dan Terapi, Edisi 4 Cetak Ulang 2003. Jakarta:      Bagian

Farmakologi          Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2003:10-16.

Hanafiah, Kemas    Ali. 2010.

Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Pers

Indah, Mutiara. 2004. Mekanisme Kerja Hormon. Fakultas Kedokteran Bagian Biokimia Universitas Sumatera Utara.

Kardinan, A., dan Rahmat K., Fauzi. 2004. Mengenal Meniran Dalam: Meniran Penambah Daya Tahan Tubuh Alami. Cet. 1. Jakarta: Agro Media Pustaka. H:10-11

Kohli, K., Ali, J., Ansari, M.J., dan Raheman, Z. 2005. Curcumin: A Natural Anti Inflammatory Agent, Indian J. Pharmacol., 7: 141–147

Rakayudha, Tofan. 2010. Efek Antipiretik Air Rebusan Kelopak Bungan Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus). (Skripsi). Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Simoni, Daniele., et all. 2008. Antitumor Effects of Curcumin and Structurally β-diketone Modified Analogs on Multidrug Resistant     Cancer Cell,

www.sciencedirect.com, Bioorganic   and Medicinal

Chemistry Letters18 (2008) 845–849.

Syarifah, Luthfiana. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) Dengan Demam Yang Diinduksi Vaksin Dpt. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Kusuma Dewi, 2014, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) Metode Maserasi Dan

Dekok Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Vaksin Dpt