PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUMAH SINGGAH KANKER DENPASAR
on
PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUMAH SINGGAH KANKER DENPASAR
Praptini, K.D., Sulistiowati, N.M.D.(1), Suarnata, I.K.(2)
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstract. Cancer is one of diseases that can affects all the group of ages. Once a person has claimed has a cancer, the client will experience unfavorable conditions, such as psychological shock, anxiety, fear, confusion, sad, panic, insecure, or feeling alone and shadowed by death. Anxiety increases when the client visualize the changes in his life in the future as an effect of illness or as a result of treatment of a disease process. Progressive muscle relaxation is one of systematic technique that is designed to help relieving the muscle tension and decrease anxiety that occurs when someone’s conscious. The purpose of this research is to know the influence of progressive muscle relaxation on the anxiety level of patients with chemotherapy in the cancer home Denpasar. This research is quasi eksperiment with pretest and posttest design with control group. Sample retrieval using total sampling of 22 people. The treatment group given the progressive muscle relaxation during the three days that is done every morning and afternoon. The data collection was using the questionnaire Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) with ordinal scale. Based on statistical tests Mann-Whitney U Test with a 95% level of confidence gained value p = 0.002 (p<0.05) meaning that there are influences of progressive muscle relaxation on the level of anxiety. Based on the above findings, it is recommended to recommend this exercise to the patients as one of the techniques for reducing anxiety of patients undergoing chemotherapy.
Keywords: progressive muscle relaxation, anxiety, HARS
PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyerang segala kelompok usia, tetapi kebanyakan kanker terjadi pada orang yang berusia diatas 65 tahun (Smeltzer, 2002: 316). Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (Riskesdas, 2007).
Salah satu pengobatan yang paling sering menjadi pilihan bagi klien kanker yaitu kemoterapi. Kemoterapi merupakan penggunaan preparat antineoplastik yang digunakan sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular (Smeltzer, 2002).. Studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar menunjukkan pada tahun 2012
sebanyak 5.565 klien menjalani kemoterapi, sedangkan tahun 2013 terhitung sampai bulan Juli tercatat 2.999 klien yang menjalani kemoterapi.
Efek samping kemoterapi yang klien rasakan yaitu mual dan muntah, stomatitis dan anoreksia. Kemoterapi juga mendepresi fungsi sumsum tulang sehingga dapat menurunkan produksi sel darah yang mengakibatkan klien rentan mengalami infeksi ataupun anemia (Smeltzer, 2002). Kerusakan pada folikel rambut dapat mengakibatkan kebotakan pada klien (alopesia).
Menurut Utami dan Hasanat (1998) dalam Lubis (2009) ketika mengetahui bahwa seseorang menderita kanker, maka klien akan mengalami kondisi psikologis yang tidak menyenangkan misalnya merasa
kaget, cemas, takut, bingung, sedih, panik, gelisah atau merasa sendiri dan dibayangi kematian. Cemas dapat berakibat pada terganggunya proses pengobatan (Lutfa & Arina, 2008). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di rumah singgah pasien kanker di Jalan Pulau Aru Denpasar pada tanggal 12 Oktober 2013 terdapat 18 klien wanita dengan kasus kanker payudara, dimana 6 dari 10 klien yang diobservasi melalui wawancara mengalami keletihan yang diakibatkan dari proses kemoterapi, diperberat dengan adanya perubahan dalam status kesehatan yang mempengaruhi kehidupannya diperkuat dengan pernyataan klien yang mengatakan merasa stress dan cemas.
Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik sistematis untuk mencapai keadaan relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson (Supriatin,2011). Dalam jurnal yang berjudul Monochord sounds and progressive muscle relaxation reduce anxiety and improve relaxation during chemotherapy: A pilot EEG study (Lee, J.E, 2012) didapatkan hasil bahwa relaksasi otot progresif dapat memberikan efek relaksasi, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan status fisik ataupun psikologis klien dengan kanker ginekologi yang menjalani kemoterapi dengan meningkatkan aktivitas posterior theta (3,5 – 7,5 Hz) dan menurunkan midfrontal beta-2 band (2029,5 Hz) selama tahap akhir dari terapi.
Berdasarkan paparan diatas, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien yang menjalani kemoterapi di rumah singgah kanker Denpasar. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya keperawatan mengenai relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan klien kemoterapi.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment dengan rancangan pretest and posttest with control group untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pada pasien kemoterapi di Rumah Singgah Kanker Denpasar.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien kanker yang berada di rumah singgah sebanyak 22 orang. Peneliti menggunakan teknik non probability sampling khususnya sample jenuh atau total sampling sehingga jumlah sampel yaitu 22 orang.
Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuisioner berpedoman pada Hamilton Anxiety Rating Scale untuk melihat tingkat keparahan terhadap gangguan kecemasan seorang pasien (Norman, 2005) dalam (Kusumadewi, 2008). Pengukuran dilakukan pada hari ke-1 dan ke-3 pada kelompok perlakuan maupun kontrol.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Seluruh responden diberikan kuisioner untuk mengetahui tingkat kecemasan (pretest). Kemudian subjek dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok perlakuan berjumlah 11 orang dengan tingkat kecemasan sedang, berat sampai berat sekali (panik) dan kelompok kontrol berjumlah 11 orang dengan tidak ada kecemasan sampai kecemasan ringan. Kelompok perlakuan diberikan latihan relaksasi otot progresif selama 15 menit yang dilakukan selama tiga hari pada pagi dan sore hari. Setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif selama tiga hari pada kelompok perlakuan, subjek kembali mengisi kuisioner untuk mengetahui tingkat
kecemasan (posttest). Hal yang sama dilakukan pada kelompok kontrol yang tidak diberi latihan relaksasi otot progresif untuk mengetahui tingkat kecemasan setelah tiga hari (posttest).
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan program komputer untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan mempergunakan uji non parametrik dikarenakan data yang didapat berskala ordinal. Hipotesa alternatif diterima apabila nilai p≤0,05 atau hasil t hitung lebih besar dari t tabel.
HASIL PENELITIAN
PteTest PestTest
Tabel 1. Data Tingkat Kecemasan
Pada kelompok perlakuan, sebelum diberikan latihan relaksasi otot progresif sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 6 responden (55%) dan setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif sebanyak 6 kali (3 hari setiap pagi dan sore), sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak 7 responden (64%). Sedangkan pada kelompok kontrol, nilai pretest menunjukkan sebagian besar responden mengalami kecemasan ringan sebanyak 8 responden (73%), dan sisanya tidak mengalami kecemasan sebanyak 3 responden (27%). Setelah 3 hari didapatkan hasil terjadi penurunan jumlah responden
yang mengalami kecemasan ringan menjadi 5 responden (46%), dan terjadi peningkatan jumlah responden yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 6 responden (54%).
Menurut hasil uji statistik perbedaan selisih tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan kontrol Mann-Whitney U Test didapatkan hasil p = 0.002 (p < 0,05) yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan pasien kemoterapi di Rumah Singgah Kanker Denpasar dengan nilai Mean Rank pada kelompok perlakuan sebesar 15,68 yang lebih besar dari n responden sehingga latihan relaksasi otot progresif memiliki respon positif terhadap tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan.
PEMBAHASAN
Data pada kelompok perlakuan menunjukkan sebelum diberikan latihan relaksasi otot progresif, sebagian besar responden mengalami kecemasan berat yaitu sebanyak 6 responden (55%), dan setelah diberikan latihan relaksasi otot progresif sebanyak 6 kali (3 hari setiap pagi dan sore) didapatkan data tidak ada responden yang mengalami kecemasan berat (0%). Menurut Domin (2001) dalam Wulandari (2006), secara fisiologis, latihan relaksasi akan membalikkan efek stres yang melibatkan bagian parasimpatetik dari sistem saraf pusat (Domin, 2001). Relaksasi akan menghambat peningkatan saraf simpatetik, sehingga hormon penyebab disregulasi tubuh dapat dikurangi jumlahnya. Sistem saraf parasimpatetik, yang memiliki fungsi kerja yang berlawanan dengan saraf simpatetik, akan memperlambat atau memperlemah kerja alat-alat internal tubuh. Akibatnya, terjadi penurunan detak jantung, irama nafas, tekanan darah, ketegangan otot, tingkat metabolisme, dan produksi hormon penyebab stres. Seiring dengan penurunan tingkat hormon penyebab stres, maka
seluruh badan mulai berfungsi pada tingkat lebih sehat dengan lebih banyak energi untuk penyembuhan (healing), penguatan (restoration), dan peremajaan
(rejuvenation).
Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan hasil tidak ada perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dengan rentang kecemasan ringan sampai tidak ada kecemasan. Hal ini dikarenakan responden pada kelompok kontrol tidak mendapatkan latihan relaksasi otot progresif seperti halnya pada kelompok perlakuan.
Perbedaan selisih dari tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan lebih besar jika dibandingkan pada kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik, didapatkan nilai p = 0,002 yang berarti terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Purwaningtyas (2008) yang meneliti pengaruh relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien skizofrenia pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta. Hasil uji Mann Whitney U-test tingkat kecemasan pada post-test nilai t hitung 5,527 dengan p-value 0,000. Karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kecemasan responden pada kedua kelompok pada post test. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi progresif berdampak terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien skizofrenia. Sehingga disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan klien skizofrenia.
Dalam Purwaningtyas (2008) disebutkan bahwa latihan relaksasi progresif
DAFTAR PUSTAKA
Dougherty, L. 2007. Using Nursing
Diagnoses in Prevention and
merupakan salah satu tehnik relaksasi otot telah terbukti dalam program terapi terhadap ketegangan otot mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri leher dan pinggang, tekanan darah tinggi, fobi ringan dan gagap (Davis, 1995). Menurut Black and Mantasarin (1998) bahwa tekhnik relaksasi progresif dapat digunakan untuk pelaksanaan masalah psikis. Sehingga relaksasi yang dihasilkan dengan teknik relaksasi otot progresif dapat bermanfaat untuk menurunkan kecemasan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian relaksasi otot progresif berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi yang efektif diberikan pada kelompok perlakuan. Hasil uji statistik Mann-Whitney U Test untuk membandingkan selisih tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan kontrol dan didapatkan nilai p = 0.002 (p < 0,05) dimana terdapat pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat kecemasan.
Berdasarkan hal tersebut diharapkan klien dapat melakukan latihan relaksasi otot progresif secara berulang dan kontinu ketika klien merasa cemas, insomnia, ataupun merasakan terjadinya ketegangan otot. Kepada tenaga kesehatan dapat menganjurkan relaksasi otot progresif ini sebagai salah satu latihan untuk mengurangi gejala-gejala kecemasan yang mudah untuk dilakukan sendiri. Pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan meneliti variabel lain yang mungkin berkaitan dengan relaksasi otot progresif dan dapat menjadikan keterbatasan penelitian sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian yang lebih baik kedepannya.
Management of Chemotherapy-
Induced Alopecia in the Cancer Patient.
International Journal of Nursing Terminologies and Classifications, 18 (4): 142-149.
Ernst, E. 2007. Complementary Therapies for Pain Management: An Evidencebased Approach, (Online), (http://books.google.co.id, diakses 16 November 2013).
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11, Jakarta : EGC.
Hartono, LA. 2007. Stres & Stroke. Yogyakarta : Kanisius.
Herdman, T. H. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 20122014. Jakarta : EGC.
Kusumadewi, S. 2008. Aplikasi Fuzzy Total Integral Pada Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008, Yogyakarta, 21 Juni 2008.
Lutfa, U. dan Maliya, A. 2008. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Dalam Tindakan Kemoterapi Di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta. Skripsi diterbitkan. Kartasura : Fakultas Ilmu Keperawatan UMS.
Lee, J. E dkk. 2012. Monochord sounds and progressive muscle relaxation reduce anxiety and improve relaxation during chemotherapy: A pilot EEG study. Complementary Therapies in Medicine, 20: 409-416.
Lindquist, R. et al. 2013. Complementary & Alternative Therapies in Nursing: Seventh Edition, (Online), (http://books.google.co.id, diakses 16 November 2013).
Lubis, N. L. 2009. Dukungan Sosial Pada Pasien Kanker, Perlukah?.Medan : USU Press.
Mashudi. 2011. Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi. Tesis
diterbitkan. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Melia. 2013. Hubungan Antara Frekuensi Kemoterapi Dengan Status Fungsional Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi Di Rsup Sanglah Denpasar. Skripsi diterbitkan. Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Muthmainatun. 2012. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif (Progressive Muscle Relaxation) Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia di Shelter Gondang I Wukirsari Cangkringan Sleman Yogyakarta. Digilib Fakultas Kedokteran UMY, (Online), (http://digilib.fk.umy.ac.id/gdl.php?mod =browse&op=read&id=yopumyfkpp-gdl-muthmainat-559, diakses 22 Juli 2014)
Nursalam. 2011. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Dan Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Volume kedua. Edisi empat, Jakarta : EGC.
Prasetyo, T. 2012. Periodisasi Perkembangan, (Online),
(http://m.kompasiana.com/post/read/465 465/2/psikologi-perkembangan.html, diakses 20 Juli 2014)
Purwaningtyas dan Arum Pratiwi. 2008. Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Skripsi diterbitkan. Kartasura: Fakultas Ilmu Keperawatan UMS.
Ramdhani, N. dan Putra, A.A. 2008. Pengembangan Multimedia
“Relaksasi”. Skripsi diterbitkan.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Saseno, dkk. 2013. Efektifitas Relaksasi Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Posyandu Lansia Adhi Yuswa RW. X Kelurahan Kramat Selatan.
Jurnal diterbitkan. Purwokerto: Poltekkes Kemenkes Semarang.
Singh, dkk. 2012. Comparison of the effectiveness ofmusic and progressive musclerelaxation for anxiety in COPD—A randomized controlled pilot study. Chronic Respiratory Disease, 6 (4): 209-216.
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta
Suprihatin dkk. 2011. Modul Progressive Muscle Relaxation (PMR) Perilaku Kekerasan. Modul diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. 2012. Penderita Kanker Diperkirakan Menjadi Penyebab Utama Beban Ekonomi Terus Meningkat, (Online),(http://www.depkes.go.id/inde x.php/berita/press-release/1060-jika-tidakdikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html,diakses 3 Maret 2013).
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Surabaya: PT. Graha Ilmu.
Setyaningsih, dkk. 2011. Hubungan Antara Dukungan Emosional Keluarga dan Relisiliensi Dengan Kecemasan Menghadapi Kemoterapi Pada Pasien Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi diterbitkan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran
Smeltzer, S. C. dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah.Volume kesatu.Edisi delapan, Jakarta : EGC.
Tarpudin. 2007. Analisis Perbedaan. (Online),(http://lontar.ui.ac.id/file?file= digital/12 336-5708
Analisis%20perbedaan Analisis.pdf, diakses 29 Juni 2014).
Untari, I. dan Rohmawati. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pada Usia Pertengahan Dalam Menghadapi Proses Menua (Aging Process). Jurnal Keperawatan AKPER 17 Karanganyar, (Online), Vol. 1, No. 2,(http://jurnal.akper17.ac.id/index.php/ JK17/article/download/9/13, diakses 16 Juni 2014).
Utami dkk. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Kemoterapi Pada Pasien Kanker Serviks di RSUD Dr. Moewardi, (Online), Vol. 10, No. 1, (diakses 1 Juni 2014)
Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Terjemahan oleh Komalasari, Renata dan Alfrina Hany. 2008. Jakarta : EGC.
Virgantari, N.W.W. 2013. Pengaruh Terapi Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Banjar Pangkung Desa Pejaten Kediri Tabanan. Skripsi tidak diterbitkan. Denpasar : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Wulandari, P. Y. 2006. Efektivitas Senam Hamil sebagai Pelayanan Prenatal dalam Menurunkan Kecemasan
Menghadapi Persalinan Pertama. Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga.
Yunitasari, L.N. 2012. Hubungan Beberapa Faktor Demografi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pasca Diagnosis Kanker di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Medica Hospitalia, 1 (2): 127-129
Discussion and feedback