Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP SKALA NYERI PADA PASIEN POST SPINAL ANESTESI DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Aisyah Nur Azizah*1, Nanda Arya Setyaki1 1Program Studi Keperawatan Anestesiologi Program Sarjana Terapan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

*korespondensi penulis, e-mail: aisyahna64@unisayogya.ac.id

ABSTRAK

Penatalaksanaan nyeri apabila tidak maksimal memiliki konsekuensi yang merugikan, sehingga dapat menyebabkan gangguan yang terjadi pada sistem endokrin, metabolik, imun, dan sistem tubuh lainnya dengan manifestasi klinis berupa demam, hipertensi, dan lain-lain. Nyeri post spinal anestesi didefinisikan sebagai nyeri yang dialami setelah pembiusan anestesi. Kondisi nyeri banyak terjadi pada pasien post sectio caesaria. Salah satu terapi yang dapat menurunkan nyeri pasien post spinal anestesi adalah teknik relaksasi autogenik. Relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri yang bisa membuat pikiran menjadi tenang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap skala nyeri pada pasien post spinal anestesi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Design penelitian ini menggunakan preexperimental design dengan rancangan one group pretest-posttest dengan uji Wilcoxon. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien post spinal anestesi dengan umur 20-60 tahun sejumlah 51 responden dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan lembar penilaian nyeri Numeric Rating Scale. Didapatkan hasil jumlah responden terbanyak berdasarkan skala nyeri post spinal anestesi sebelum terapi, yaitu nyeri sedang sebanyak 47 responden (92,2%) dan nyeri berat sebanyak 4 responden (7,8%), berdasarkan skala nyeri post spinal anestesi setelah terapi, yaitu nyeri ringan sebanyak 12 responden (23,5%), nyeri sedang sebanyak 35 responden (68,6%), dan nyeri berat sebanyak 4 responden (7,8%). Hasil uji Wilcoxon sign rank test didapatkan p-value sebesar 0,001<0,05. Kesimpulan pada penelitian ini ada pengaruh yang signikan antara teknik relaksasi autogenik terhadap tingkat nyeri pasien post spinal anestesi di PKU Muhammadiyah Gamping.

Kata kunci: nyeri, post spinal anestesi, relaksasi autogenik

ABSTRACT

If pain management is not optimal, it has detrimental consequences, which can cause disorders in the endocrine, metabolic, immune, and other body systems with clinical manifestations in the form of fever, hypertension, etc. Post spinal anesthesia pain is defined as pain experienced after post anesthesia anesthesia. Pain conditions often occur in post-cesarean section patients. One therapy that can reduce pain in post-spinal anesthesia patients is the autogenic relaxation technique. Autogenic relaxation is relaxation that comes from oneself which can calm the mind. The aim of this study was to determine the effect of autogenic relaxation therapy on the pain scale in post spinal anesthesia patients at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital. This research design uses a preexperimental design with one group pretest-post test design with the Wilcoxon test. The sample in this study was post spinal anesthesia patients aged 20-60 years, a total of 51 respondents using purposive sampling. Data were collected using the Numeric Rating Scale pain assessment sheet. The results obtained were the highest number of respondents based on the post spinal anesthesia pain scale before therapy, namely moderate pain of 47 respondents (92,2%) and severe pain of 4 respondents (7,8%), based on the post spinal anesthesia pain scale after therapy, namely mild pain of 12 respondents (23,5%), moderate pain was 35 respondents (68,6%), and severe pain was 4 respondents (7,8%). The results of the Wilcoxon sign rank test showed a p value of 0,001<0,05. The conclusion of this study is that there is significant influence between autogenic relaxation techniques on the pain levels of post-spinal anesthesia patients at PKU Muhammadiyah Gamping.

Keywords: autogenic relaxation, pain, post spinal anesthesia

PENDAHULUAN

Operasi atau pembedahan yaitu suatu penanganan medis yang menggunakan teknik invasif dengan membuat sayatan pada bagian tubuh yang akan ditangani dan lalu dilakukan penutupan dan penjahitan luka (Palla & Sukri dkk, 2018). Pada tindakan operasi diperlukan adanya tindakan anestesi untuk menghilangkan rasa nyeri pada saat pembedahan. Anestesi regional adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien baik selama operasi berlangsung maupun setelah operasi (Angaramo et al., 2019). Anestesi regional memiliki beberapa jenis, yaitu blok saraf perifer, epidural, dan spinal anestesi. Anestesi spinal adalah anestesi regional yang banyak digunakan dalam banyak jenis operasi, termasuk operasi organ urogenital, operasi caesar, dan operasi ekstremitas bawah (Lee et al., 2020). Komplikasi awal yang sering terjadi pada anestesi spinal adalah bradikardia dan hipotensi, sedangkan sakit kepala adalah komplikasi akhir yang umum (Kongur et al., 2021). Apabila obat dari sub arachnoid hilang maka berakibat nyeri setelah dilakukan operasi dengan anestesi spinal. Nyeri setelah operasi didefinisikan sebagai nyeri yang dialami setelah intervensi bedah (Andika dkk, 2020).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), jumlah pasien nyeri bedah telah meningkat dari tahun ke tahun, dengan 140 juta pasien di seluruh dunia atau sekitar 1,9% pada 2011 dan 148 juta pada 2012. Pasien mengalami peningkatan sekitar 2,1% (Kedokteran Ibnu Nafis dkk, 2021). Data ini dirasa cukup banyak untuk peningkatan nyeri pasien setelah operasi. Data tentang prevalensi nyeri pasca operasi di Indonesia masih belum terdokumentasi dengan baik (Ihsan dkk, 2019). Berdasarkan hasil data Riskesdas (2018) menyatakan terdapat 15,3% persalinan dilakukan melalui operasi. Operasi tersebut menggunakan anestesi spinal. Provinsi tertinggi dengan persalinan melalui sectio caesarea yang mengalami nyeri adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau

(24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018).

Nyeri setelah operasi sebagian besar merupakan nyeri nosiseptif akut akibat cedera jaringan. Pada tahap ini tubuh rentan terhadap banyak perubahan fisiologis dan patologis, yang mempengaruhi pemulihan setelah operasi (Harahap dkk, 2022). Nyeri setelah operasi biasanya dirasakan mulai dua jam setelah operasi, sehingga pasien harus segera diberikan penatalaksanaan nyeri secepatnya, karena jika tidak diatasi dengan benar dapat berdampak negatif bagi kesehatan (Syuhada & Pranatha, 2017). Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat memiliki konsekuensi yang merugikan, sehingga dapat menyebabkan komplikasi medis yang serius meliputi gangguan sistem endokrin, metabolik, imun, dan sistem tubuh lainnya dengan manifestasi klinis berupa demam, hipertensi, dan lain-lain (Marandina, 2014).

Tindakan untuk mengatasi nyeri bisa dilakukan terapi farmakologi dan non farmakologi. Pada pasien yang dilakukan tindakan spinal anestesi akan mendapat terapi setelah efek anestesi hilang. Biasanya 2 jam setelah anestesi pasien akan diberikan terapi intravena ataupun oral. Manajemen nyeri ini dilakukan selama nyeri skala >8 berlangsung. Adapun beberapa jenis tindakan non farmakologis, antara lain: teknik relaksasi, distraksi masase, terapi es dan panas, dan stimulasi saraf elektris transkutan. Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa nyeri serta dapat digunakan pada saat seseorang sehat ataupun sakit (Syamsiah dkk, 2015). Salah satu teknik relaksasi dalam mengatasi nyeri adalah teknik relaksasi autogenik.

Teknik relaksasi autogenik merupakan salah satu teknik relaksasi yang bersumber dari diri sendiri berupa katakata atau kalimat pendek ataupun pikiran

yang bisa membuat pikiran tentram. Teknik relaksasi memiliki manfaat untuk peningkatan konsentrasi serta peningkatan rasa bugar dalam tubuh, memberikan rasa nyaman, dan tidak menimbulkan efek samping apapun. Selain itu, relaksasi autogenik dapat menurunkan denyut jantung, tekanan darah dan kecepatan pernapasan dan menurunkan kebutuhan oksigen, perasaan damai, serta menurunkan ketegangan otot dan kecepatan metabolisme (Aji dkk, 2017). Hal ini yang membedakan teknik relaksasi autogenik dengan teknik relaksasi lainnya.

Penelitian ini berfokus pada seluruh pasien dengan spinal anestesi. Sedangkan beberapa penelitian yang sudah ada berfokus hanya pada pasien sectio caesaria saja. Menurut Nurhayati (2015), dalam penelitiannya tentang penurunan skala nyeri pada pasien sectio caesaria dengan menggunakan teknik relaksasi autogenik diperoleh hasil uji t 0,0001 < (p = 0,05) artinya ada perbedaan nyeri antara sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi autogenik dengan nilai mean = 1,080 yaitu terjadi kecenderungan penurunan skala nyeri sesudah perlakuan dengan rata-rata penurunan skala nyerinya 1,080. Selain itu Andriati (2019), dalam penelitiannya

METODE PENELITIAN

Rancangan yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Jenis penelitian pre eksperiment dengan one group pretestposttest design. Desain penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah pengaruh teknik relaksasi autogenik terhadap skala nyeri pasien post operasi spinal anestesi di bangsal RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan rumus Slovin dan didapatkan 51 responden. Teknik samping yang diguakan adalah purposive sampling dengan kriteria inklusi yang ditetapkan adalah pasien dengan skala nyeri lebih dari 4, pasien kooperatif, berusia 20-60 tahun, dan bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien

tentang penurunan skala nyeri pada pasien sectio caesaria menggunakan relaksasi autogenik di Rumah Sakit Buah Hati Ciputat menunjukkan hasil dengan uji Mann-Whitney U, didapatkan p-value 0,024 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat nyeri pasien post operasi sectio caesaria sesudah diberikan terapi relaksasi autogenik.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Jumlah pasien spinal anestesi sebagai berikut: pada Bulan Juni terdapat 132 pasien, Juli terdapat 182 pasien, dan di bulan Agustus terdapat 144 pasien dengan jumlah total 458 pasien operasi dengan spinal anestesi. Sedangkan, berdasarkan hasil wawancara kepada kepala ruangan terkait nyeri post operasi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping rata-rata nyeri yang sering terjadi yaitu nyeri sedang dengan skala 4-6. Peneliti melihat berdasarkan latar belakang di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap skala nyeri pada pasien post spinal anestesi di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

cito, pasien dengan skala nyeri lebih dari 8, dan pasien tidak kooperatif.

Jalannya penelitian ini dimulai dari memberikan inform consent kepada pasien dan menjelaskan prosedur penelitian. Selanjutnya mengukur skala nyeri pasien. Relaksasi autogenik dilakukan selama 15 menit dalam 1 kali tindakan. Dilanjutkan peneliti mengukur skala nyeri 5 menit setelah dilakukan relaksasi autogenik.

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi langsung terhadap pasien di bangsal. Instrumen penelitian menggunakan Numeric Rating Scale dimana pasien akan menyatakan skala nyeri post operasi sebelum dilakukan relaksasi autogenik dan 5 menit setelah dilakukan relaksasi autogenik. Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah

uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon termasuk dalam uji statistik nonparametrik dengan syarat merupakan variabel numerik dan data tidak berdistribusi normal. Penelitian ini telah mendapatkan surat keterangan

laik etik dari Komisi Etik Penelitian RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan nomor 030/KEP-PKU/II/2023.

HASIL PENELITIAN


Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian

Variabel                   Kategori

n            %

Usia                     21-30 tahun

31-40 tahun

41-50 tahun

51-60 tahun

15                    29,4

22                    43,1

9                      17,6

5                      9,8

Jenis                      Laki-laki

Kelamin               Perempuan

27                    52,9

24                    47,1

Tabel 1 menyatakan karakteristik responden penelitian. Sebagian besar responden berada pada rentang usia 31-40

tahun yaitu 43,1%. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki - laki yaitu 52,9%.


Tabel 2. Karakteristik Tingkat Nyeri Responden Pre dan Post Relaksasi Autogenik

Frekuensi

Persentase (%)

Skala Nyeri

Post             Pre             Post

0 (Tidak nyeri)                         0

1-3 (Nyeri ringan)                      0

4-6 (Nyeri sedang)                    47

7-10 (Nyeri berat)                      4

0                 0                 0

12                 0                23,5

35                92,2               68,6

4                 7,8                7,8

Total                     51

51               100              100

Tabel 2 dapat diketahui bahwa      47 responden (92,2%). Sebagian besar

karakteristik    responden    berdasarkan       responden post intervensi mengalami nyeri

tingkat respon nyeri pre relaksasi       sedang yaitu sebanyak 35 responden

autogenik,  sebagian besar responden       (68,6%).

dengan respon nyeri sedang yaitu sebanyak

Tabel 3. Perbedaan Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Teknik Relaksasi Autogenik

Tingkat Nyeri Post Operasi

0               1-3

Teknik Relaksasi    Tidak nyeri) Nyeri ringan)

4-6             7-10

Nyeri sedang)   (Nyeri berat)        o a        p

Autogenik

f

%    f     %    F   %

Sebelum intervensi     0     0    0      0

47

92,2     4      7,8      51    100     0,001

Setelah intervensi       0      0    12    23,5

35

68,6     4      7,8      51    100

Tabel 4 di atas menyatakan hasil uji Wilcoxon didapatkan nilai signifikan p-value 0,001 < 0,05 maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang

PEMBAHASAN

Menurut Andriati (2019), pasien dengan post spinal anestesi akan mengalami nyeri dengan hilangnya efek bius yang sudah dimulai 4-6 jam post operasi. Secara umum terdapat dua cara manajemen nyeri, yaitu melalui tindakan farmakologi dan non-farmakologi. Salah

signifikan dari pemberian teknik relaksasi autogenik terhadap skala nyeri pada pasien post spinal anestesi setelah diberikan relaksasi autogenik.

satu metode untuk mengatasi nyeri secara non-farmakologi adalah relaksasi autogenik. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko (Nurastam dkk, 2019). Relaksasi autogenik menekankan pada pentingnya sugesti diri, sehingga diperlukan latihan yang rutin untuk tubuh


dapat menyesuaikan dan dapat mengikuti perintah dari apa yang telah disugestikan (Fitriani & Alsa, 2015).

Mengembangkan teori tersebut, disampaikan dalam jurnal sebelumnya teknik relaksasi autogenik merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri dengan menggunakan kata-kata atau kalimat pendek yang bisa membuat pikiran menjadi tenang atau menurunkan nyeri. Teknik ini dapat membantu individu mengendalikan beberapa fungsi tubuh seperti tekanan darah dan frekuensi jantung, karena hal inilah yang memungkinkan teknik tersebut dapat menurunkan rasa nyeri yang diderita pasien (Syamsuddin dkk, 2014). Relaksasi autogenik adalah relaksasi yang dimulai pada diri sendiri dengan mendengarkan kalimat yang membuat pasien tenang oleh perawat (Rosida dkk, 2019). Relaksasi autogenik dapat menghipnosis pasien dengan sendirinya, sehingga dapat mengontrol tekanan yag datang pada diri pasien dengan memikirkan perasaan yang berat serta hangat pada anggota tubuh pasien (Syafitri, 2018). Relaksasi autogenik dapat menurunkan tingkat nyeri dengan mekanisme merangsang aktivitas modulasi refleks sistem saraf simpatis dan frekuensi dapat memengaruhi tahanan perifer yang menjadikan tubuh rileks. Perasaan rileks akan diteruskan ke hipotalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF), selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi Proopiodmelanocortin (POMC) sehingga produksi enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan β endorphin sebagai neurotransmitter yang memengaruhi suasana hati menjadi rileks. Meningkatnya enkephalin dan β endorphin akan membuat rileks dan nyaman sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang (Diahuputri, 2017).

Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa relaksasi autogenik merupakan teknik relaksasi yang benar dapat membantu mengurangi nyeri

yang dilakukan oleh seseorang. Dengan teknik relaksasi autogenik pasien dapat melakukan teknik relaksasi melalui teknik sugesti diri (auto suggestive), dengan melakukan sendiri perubahan dalam dirinya sendiri, juga dapat mengatur emosinya (Andriati, 2019). Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2015) menyatakan adanya pengaruh yang signifikan terhadap skala nyeri pasien post operasi sectio caesarea sebelum dan sesudah diberikannya terapi relaksasi autogenik. Dikarenakan nyeri yang disebabkan oleh tindakan operasi termasuk nyeri nociceptive dimana proses terjadinya nyeri meliputi tahapan transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi. Pada tahap modulasilah dilakukan mekanisme memblok rangsang nyeri dari spinal cord ke otak dan metode pokok untuk proses ini menggunakan teori gate control dimana relaksasi autogenik menjadi bagian dari teori gate control ini (Nurhayati, 2015).

Sejalan dengan penelitian di atas, dilakukan oleh Nurhayati (2015) dengan melibatkan 75 responden post sectio caesarea dengan spinal anestesi menunjukkan hasil terdapat pengaruh yang signifikan antara relaksasi autogenik dengan penurunan skala nyeri responden dari nyeri berat ke nyeri sedang (Nurhayati dkk, 2015). Lalu pada penelitian yang dilakukan sebelumnya dengan tema relaksasi autogenik untuk menurunkan nyeri pasien post appendiktomi, melibatkan 30 responden dengan nyeri post operasi menunjukkan hasil tingkatan nyeri sebagian besar dapat diatasi dengan tindakan relaksasi autogenik dimana sebelum dilakukan tindakan relaksasi nyeri ringan 2 responden (6,7%), nyeri sedang 28 responden (93,3%) dan setelah tindakan relaksasi terdapat 29 responden nyeri ringan (96,7%) dan nyeri sedang 1 responden (3,3%), dengan nilai p < 0,001 (Syamsuddin dkk, 2014). Menurut Andriati (2019), hal ini menunjukkan bahwa relaksasi autogenik memiliki efek distraksi berupa pengalihan fokus pasien pada nyeri yang dirasakan dengan mengikuti arahan relaksasi dan efek relaksasi dan

membayangkan diri sendiri dengan kondisi damai dan tenang, sehingga muncul keadaaan yang nyaman setelah terapi dilakukan, dan kondisi ini berpengaruh pada skala nyeri post operasi.

Pada penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan. Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak memperhatikan faktor-faktor

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaruh teknik relaksasi autogenik terhadap skala nyeri pada pasien post spinal anestesi di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping dapat ditarik kesimpulan mayoritas nyeri responden post spinal anestesi sebelum diberikan intervensi yaitu pada nyeri sedang 47 responden (92,2%) dan nyeri berat 4 responden (7,8%). Setelah pemberian intervensi terjadi penurunan nyeri menjadi nyeri ringan 12 responden (23,5%), nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Aji, S. B., Armiyati, Y., & SN, S. A. (2017).

Efektifitas antara Relaksasi Autogenik dan Slow Deep Breathing Relaxation Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Orif di RSUD Ambarawa. Karya Ilmiah.

Andika, M., Nurleny, N., Desnita, R., Alisa, F., & Despitasari, L. (2020). Penyuluhan Pemberian Foot Message Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di Ruangan Bedah Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Abdimas Saintika, 2(2), 73-77.

Andriati, R. (2019). Perbedaan Pengaruh Pemberian Terapi Relaksasi Autogenic Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesaria Di Rumah Sakit Buah Hati Ciputat. Edu Dharma Journal: Jurnal penelitian dan pengabdian masyarakat, 3(2), 9-16.

Angaramo, G., Savage, J., Arcella, D., & Desai, M.

S. (2019). A comprehensive curriculum of the history of regional anesthesia.

Diahuputri, N. M. N. (2017). Efektivitas pemberian progressive muscle relaxation dibandingkan aromatherapy massage untuk meningkatkan kualitas tidur pada pekerja perempuan di Rumah Sakit Bali Royal Denpasar. Naskah Publikasi.

Fitriani, Y., & Alsa, A. (2015). Relaksasi autogenik untuk meningkatkan regulasi emosi pada siswa SMP. Gadjah Mada Journal of Professional Psychology (GamaJPP), 1(3), 149-162.

lain yang dapat mempengaruhi skala nyeri pasien seperti usia dan jenis kelamin. Dalam penelitian ini juga terdapat keterbatasan terkait pemberian teknik relaksasi autogenik yang hanya diberikan sebanyak satu kali intervensi.

sedang 35 responden (68,6%) dan nyeri berat 4 responden (7,8%).

Pemberian teknik relaksasi autogenik terhadap tingkat nyeri pasien post spinal anestesi di PKU Muhammadiyah Gamping didapatkan hasil uji Wilcoxon signed rank test dengan p-value 0,001 < 0,05 sehingga dapat dinyatakan adanya pengaruh yang signifikan dari teknik relaksasi autogenik terhadap tingkatan nyeri pada pasien post spinal anestesi di RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Harahap, M. W., Gaus, S., Ahmad, M. R., Husein, A., & Wirawan, N. S. (2022). Perbandingan antara Pregabalin 50 mg dengan 75 mg terhadap Derajat Nyeri dan Rescue Analgesia Pascabedah Seksio Sesarea.

Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 5(2), 7682.

Ihsan, M., Kurniawati, F., Khoirunnisa, H., &

Chairini, B. (2019). Evaluation of Pain Scale Decrease and Adverse Effects of Ketorolac Injections:  An Observational Study in

Patients with Postoperative Pain. Indonesian Journal of Pharmacy, 30(2), 133-140.

Kedokteran Ibnu Nafis, J., Azzahra Lubis, K., & Frans Sitepu, J. (2021). Incidence Of Pain After Obstetric Surgeryin The Delima General Hospital Medan In 2020.

Kementerian Kesehatan. 2021. Data Pembedahan Elektif di Provinsi Sumatera Barat. (https://www.kemkes.go.id/article/view/150 82800002/pembedahan-tanggulangi-11-penyakit-di-dunia.html).

Kongur, E., Saylan, S., & Eroğlu, A. (2021). The effects of patient position on early complications of spinal anesthesia induction in arthroscopic knee surgery. Acta Clinica Croatica,           60(1),           68–74.

https://doi.org/10.20471/acc.2021.60.01.10

Lee, J. H., Yoon, D. H., & Heo, B. H. (2020).

Incidence of newly developed postoperative low back pain with median versus paramedian approach for spinal anesthesia.

Korean Journal of Anesthesiology, 73(6), 518–524. https://doi.org/10.4097/kja.19409

Marandina, B. A. (2014). Pengkajian Skala Nyeri di ruang Perawat Intensive Literatur Review. Volume 1, 1(9).

Nurastam, S. N. M. (2019). Efektifitas Teknik Relaksasi Otot Progresif Dan Relaksasi Autogenik Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Seksio Caesarea Di Ruang Cempaka Rsud Ngudi Waluyo. Journal of Applied Nursing (Jurnal Keperawatan Terapan), 5(2), 145-154.

Nurhayati, N., Andriyani, S., & Malisa, N. (2015). Relaksasi autogenik terhadap penurunan skala nyeri pada ibu post operasi sectio saecarea. Jurnal Skolastik Keperawatan, 1(2), 52-61.

Palla, A., & Sukri, M. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi.

Rosida, L., Imardiani, I., & Wahyudi, J. T. (2019). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap kecemasan pasien di ruang intensive care

unit rumah sakit pusri palembang. Indonesian Journal for Health Sciences, 3(2), 52-56.

Syafitri, E. N. (2018). Pengaruh teknik relaksasi autogenik terhadap penurunan tingkat stres kerja pada karyawan Pt. Astra Honda Motor di Yogyakarta. Jurnal keperawatan Respati yogyakarta, 5(2), 395-398.

Syamsiah, N., & Muslihat, E. (2015). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap tingkat nyeri akut pada pasien abdominal pain Di IGD  RSUD  Karawang 2014.  Jurnal

Keperawatan BSI, 3(1).

Syamsuddin, F., & Modjo, D. (2021). Pengaruh Pemberian Teknik Relaksasi Autogenik Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi. Zaitun (Jurnal Ilmu Kesehatan), 3(1).

Syuhada, R., & Pranatha, A. (2017). Pengaruh

Teknik Akupresure Terhadap Perubahan Skala Nyeri Pada Klien Post Operasi Sectio Caesarea Di RSUD 45 Kuningantahun 2017. Syntax Literate, 2(6).

Volume 11, Nomor 5, Oktober 2023

455