Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980

GAMBARAN PENGETAHUAN PERTOLONGAN PERTAMA ASMA

PADA PENDERITA ASMA DI DESA JUBEL KECAMATAN

SUGIO KABUPATEN LAMONGAN

Habib Minhaj Attoriq*1, Isni Lailatul Maghfiroh1, Lilis Maghfuroh1 1Program Studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Lamongan *korespondensi penulis, e-mail: habibattoriq@gmail.com

ABSTRAK

Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pemberian pertolongan pertama pada penderita asma. Pengetahuan yang kurang tentang asma dapat mengakibatkan tindakan pertolongan pertama asma yang kurang tepat di masyarakat Desa Jubel. Pertolongan pertama asma yang dilakukan dengan tepat dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan kematian pada penderita asma sebelum mendapatkan bantuan dari petugas kesehatan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan penderita asma tentang pertolongan pertama asma. Desain penelitian menggunakan deskriptif pada 46 pasien yang diambil dengan consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan pada Maret 2023. Pengambilan data dengan kuesioner pengetahuan pertolongan pertama asma yang berisikan pengetahuan tentang penyakit asma, pengetahuan tentang tanda kedaruratan asma, dan pengetahuan tentang pertolongan pertama asma. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan penderita di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan tentang pertolongan pertama asma sebagian besar dalam kategori cukup (37%), hampir setengah dalam kategori baik (34,8%) dan hampir sebagian kecil dalam kategori kurang (28,3%). Pengetahuan dari setiap masing-masing indikator didapatkan pengetahuan penyakit asma dengan nilai rata-rata 70,38 kategori cukup, pengetahuan tanda kedaruratan asma dengan nilai rata-rata 72,83 kategori cukup, pengetahuan pertolongan pertama asma dengan nilai rata-rata 64,40 kategori cukup.

Kata kunci: asma, pengetahuan, pertolongan pertama

ABSTRACT

Knowledge is very influential in providing first aid to asthma sufferers. Lack of knowledge about asthma can lead to inappropriate asthma first aid measures in the Jubel Village community. Asthma first aid that is done properly can prevent exacerbations and death in asthmatics before getting help from health workers. The purpose of this study was to determine the knowledge of asthma sufferers about asthma first aid. Descriptive research design was used on 46 patients who were taken by consecutive sampling. This research was conducted in Jubel Village, Sugio District, Lamongan Regency in March 2023. Data were collected with an asthma first aid knowledge questionnaire containing knowledge about asthma disease, knowledge about asthma emergency signs, and knowledge about asthma first aid. The results showed that the knowledge of patients in Jubel Village, Sugio Subdistrict, Lamongan Regency about asthma first aid are mostly in the sufficient category (37%), almost half in the good category (34,8%), and almost a small portion in the poor category (28,3%). Knowledge of each indicator obtained knowledge of asthma disease with an average value of 70,38 in the moderate category, knowledge of asthma emergency signs with an average value of 72,83 in the moderate category, knowledge of asthma first aid with an average value of 64,40 in the moderate category.

Keywords: asthma, first aid, knowledge

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan yang bisa menyerang siapa saja. Asma ditandai dengan bunyi mengi, sesak napas, dada terasa berat, serta batuk-batuk. Asma dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita. Penanganan asma yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan bahkan bisa menyebabkan kematian (Putri, dkk, 2022). Hal ini dapat dihindari dengan penanganan pertolongan pertama yang cepat dan tepat saat terkena serangan asma. Pemahaman pertolongan pertama sangat penting bagi penderita untuk mengontrol asmanya sebelum mendapatkan bantuan tenaga kesehatan lebih lanjut (Primadini, 2017). Pengetahuan sangat berpengaruh terhadap pemberian pertolongan pertama pada penderita asma. Pengetahuan yang kurang tentang asma dapat mengakibatkan tindakan pertolongan pertama yang kurang tepat (Wijaya & Widyawati, 2022).

Menurut World Health Organization (WHO) (2020), asma merupakan penyakit kronis termasuk lima besar penyebab kematian terbesar di dunia dengan prevalensi 17,4%, dimana 80% kematian terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Dari data Riskesdas (2018), di Indonesia kematian akibat penyakit asma dengan prevalensi 2,4%. Provinsi Jawa Timur menempati peringkat kedua kasus tertinggi yaitu dengan jumlah 151.878 kasus (Riskesdas, 2018). Prevalensi asma di Provinsi Jawa Timur sebesar 2,57%, di Kabupaten Lamongan tercatat 2.970 kasus asma (Riskesdas, 2018). Menurut informasi yang diperoleh dari Puskesmas Sugio pada bulan November 2022, terdapat 9 kasus asma di Unit Gawat Darurat (UGD), 3 kasus yang menjalani perawatan di ruang rawat inap, dan 5 kasus lainnya yang melakukan pemeriksaan kesehatan di ruang poliklinik. Fakta ini mengindikasikan bahwa insiden kasus asma masih tinggi di Puskesmas Sugio, Kabupaten Lamongan.

Menurut Ningrum (2018), pengetahuan penderita asma terkait kondisi penyakitnya hanya mencapai 35% dalam kategori kurang, sedangkan pengetahuan mereka mengenai pertolongan pertama saat menghadapi serangan asma hanya sebesar 45%, juga tergolong dalam kategori kurang. Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 28 November 2022, yang melibatkan wawancara dengan 6 penderita asma yang sedang menjalani perawatan di Puskesmas Sugio, Kabupaten Lamongan, ditemukan bahwa 4 orang (67%) dari mereka tidak memahami dengan baik tentang asma dan cara penanganan pertolongan pertama saat terjadi serangan asma. Sementara 2 orang (33%) menyatakan bahwa asma merupakan kondisi sesak napas yang dapat diatasi dengan cara duduk tenang sambil mengambil napas secara perlahan-lahan untuk menjaga kembali kestabilan napas, serta menghindari rasa panik. Dari data ini, disimpulkan bahwa mayoritas penderita asma masih memiliki pemahaman yang terbatas mengenai penyakit asma dan langkah-langkah pertolongan pertama yang tepat dalam menghadapinya.

Dampak pengetahuan yang kurang tentang pertolongan pertama asma akan menyebabkan kurangnya kesadaran penderita dalam melakukan tindakan pertolongan pertama ketika terjadi kekambuhan asma (Widya dkk, 2022). Sebelum menentukan langkah dalam meningkatkan pengetahuan tentang penyakit asma, perlu dilakukan identifikasi lebih awal tentang bagaimana pengetahuan penderita dalam pertolongan pertama saat terjadi eksaserbasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan pertolongan pertama asma pada penderita asma di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang merupakan suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran suatu objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah dikumpulkan sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2013).

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 Maret 2023 di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita asma yang berada di Desa Jubel Kecamatan Sugio sejumlah 52 penderita asma. Jumlah sampel yang diambil adalah 46 penderita asma, pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi: pasien asma di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan, usia 17-55 tahun, bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi: penderita asma yang tidak bertempat tinggal di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan, penderita asma yang mengalami gangguan mental, gangguan kognitif, gangguan fisik seperti tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, dan kecacatan fisik.

Variabel penelitian tunggal yaitu gambaran pengetahuan pertolongan pertama asma pada penderita asma. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner pengetahuan yang berisi 20 soal meliputi pengetahuan penyakit asma, pengetahuan tanda kedaruratan asma, dan pengetahuan pertolongan pertama asma.

Penelitian ini dilakukan dengan mendatangi rumah calon responden satu persatu dan mencari 46 orang penderita asma yang sesuai dengan kriteria inklusi. Selanjutnya peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan. Kemudian peneliti menanyakan apakah responden menderita asma, jika iya peneliti meminta tanda tangan kepada calon responden untuk mengisi informed consent. Jika responden telah menyetujui, langsung diberikan kuesioner dan waktu selama 8 menit untuk mengisi. Jika ada pertanyaan maka responden dipersilahkan untuk bertanya kepada peneliti, kuesioner hanya diberikan sekali pada setiap responden. Jika responden tidak setuju dilakukan penelitian maka peneliti mencari responden lain di desa tersebut sampai jumlah sampel terpenuhi. Kelaikan etik penelitian ini dengan no. 280/EC/KEPK-S1/06/2023.

HASIL PENELITIAN


Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita Berdasarkan Data Umum di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan

No

Kategori

Kriteria

Frekuensi

Persentase (%)

1.

Jenis Kelamin

Laki-Laki

29

63

Perempuan

17

37

Jumlah

46

100,0

2.

Usia

17-24 tahun

8

17,4

25-32 tahun

13

28,3

33-40 tahun

13

28,3

41-48 tahun

7

15,2

49-55 tahun

5

10,9

Jumlah

46

100,0

3.

Pendidikan Terakhir

SMP/MTS

8

17,4

SMA/MA

26

56,5

S1

12

26,1

Jumlah

46

100,0


4.

Pekerjaan

Swasta

Wiraswasta

Mahasiswa/Pelajar

Petani

Buruh

Ibu Rumah Tangga

Lain-Lain

9

5

4

6

7

9

6

19,6 10,9 8,7 13,0 15,2

19,6 13,0

Jumlah

46

100,0

5.

Penghasilan

<Rp. 2.700.000

23

50,0

(<UMK tahun 2022) Rp. 2.700.000

11

23,9

(UMK tahun 2022) > Rp. 2.700.000 (>UMK tahun 2022)

12

26,1

Jumlah

46

100,0


Tabel 1 menyajikan karakteristik dari 46 penderita asma, menunjukkan bahwa sebagian besar (63%) adalah laki-laki sebanyak 29 orang. Sebagian besar penderita (28,3%) memiliki rentang usia antara 33-40 tahun, yang berjumlah 13 orang, sedangkan kelompok usia 49-55 tahun merupakan sebagian kecil (10,9%) dengan jumlah 5 orang. Sebagian besar penderita (56,5%) memiliki pendidikan terakhir SMA/MA, yakni sebanyak 26 orang, sementara sebagian kecil (17,4%)

memiliki pendidikan terakhir pada tingkat SMP/MTS, yaitu 8 orang. Sebagian besar dari mereka (19,6%) bekerja di sektor swasta, terdiri dari 9 orang, sementara sebagian kecil (8,7%) merupakan mahasiswa/pelajar, yang berjumlah 4 orang. Sebagian besar (50%) dari penderita memiliki penghasilan < Rp 2.700.000 (di bawah UMK Lamongan), yaitu 23 orang, sedangkan sebagian kecil (23,9%) memiliki penghasilan sebesar Rp 2.700.000 (sesuai UMK Lamongan), yaitu 11 orang.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pertolongan

Pertama Asma Pada Penderita Asma di Desa Jubel

Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan

Pengetahuan

Frekuensi

Persentase (%)

Kurang < 56

13

28,3

Cukup 56 – 75

17

37,0

Baik > 76 – 100

16

34,8

Jumlah

46

100,0

Tabel 2 menggambarkan tingkat

hampir   sebagian

(34,8%)   memiliki

pengetahuan pertolongan pertama saat

pengetahuan yang

baik, terdiri dari 16

serangan asma pada penderita asma.

orang, sementara sebagian kecil (28,3%)

Sebagian besar (37,0%) memiliki tingkat

memiliki pengetahuan yang kurang, yakni

pengetahuan yang cukup, yakni 17 orang,

13 orang.


Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pertolongan Pertama Asma Pada Penderita Asma di Desa Jubel Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan

Indikator

Kategori

Frekuensi

Persentase (%)

Pengetahuan Penyakit Asma

Kurang

12

26,1

Cukup

19

41,3

Baik

15

32,6

Jumlah

46

100,0

Pengetahuan Tanda Kedaruratan Asma

Kurang

14

30,4

Cukup

18

39,1

Baik

14

30,4

Jumlah

46

100,0

Pengetahuan Pertolongan Pertama Asma

Kurang

16

34,8

Cukup

17

37,0

Baik

13

28,3

Jumlah

46

100,0


Tabel 3 menggambarkan frekuensi pengetahuan tentang pertolongan pertama saat serangan asma pada penderita asma. Sebagian besar dari penderita asma (41,3%) memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit asma, yang berjumlah 19 orang, sementara sebagian kecil (26,1%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit asma, yakni 12 orang. Sebagian besar (39,1%) memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda-tanda kedaruratan pada asma,

yang terdiri dari 18 orang, sedangkan sebagian kecil (30,4%) memiliki pengetahuan yang kurang tentang tanda-tanda kedaruratan pada asma, yakni 14 orang. Sebagian besar (37%) memiliki pengetahuan yang cukup tentang pertolongan pertama saat serangan asma, sebanyak 17 orang, dan sebagian kecil (28,3%) memiliki pengetahuan yang baik tentang pertolongan pertama saat serangan asma, yakni sebanyak 13 orang.

Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Pertolongan Pertama Asma Pada Setiap Indikator di Desa Jubel Kecamatan Sugio

Kabupaten Lamongan

Indikator Pengetahuan

Rata-Rata Skor Sub Domain

Rata-Rata Skor Total

Pengetahuan Penyakit Asma

70,38

Pengetahuan Tanda Kedaruratan Asma

72,83

68,59

Pengetahuan Pertolongan Pertama Asma

64,40

Tabel 4 menunjukkan hasil pengetahuan pertolongan pertama saat serangan asma pada setiap indikator. Pengetahuan tentang penyakit asma, dengan rata-rata skor subdomain 70,38 menunjukkan tingkat pengetahuan yang cukup. Begitu juga dengan pengetahuan tentang tanda-tanda kedaruratan pada asma, yang memiliki rata-rata skor subdomain

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita asma di Desa Jubel, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit asma, sebanyak (41,3%) atau 19 penderita, dengan rata-rata skor subdomain untuk indikator pengetahuan penyakit asma sebesar 70,38 yang masuk dalam kategori cukup. Dalam kategori pertanyaan terkait sensitivitas saluran pernapasan yang berlebih, sebanyak 40 (86,9%) penderita asma memberikan jawaban yang benar, sementara pada pertanyaan mengenai kemungkinan penularan asma melalui udara, sebanyak 22 (47,82%) penderita asma memberikan jawaban yang salah. Menurut Rahagia dkk (2017), beberapa kategori pertanyaan tentang kepekaan saluran pernapasan berlebih diketahui dengan baik oleh penderita asma, yakni 23 (45,8%) penderita memberikan jawaban yang benar. Namun,

72,83 juga dikategorikan sebagai pengetahuan yang cukup. Pengetahuan tentang pertolongan pertama saat serangan asma, dengan rata-rata skor subdomain 64,40 juga tergolong dalam kategori pengetahuan yang cukup. Sementara itu, nilai rata-rata skor total dari semua indikator yaitu 68,59.

terdapat kategori pertanyaan tentang penularan asma melalui udara yang kurang dipahami oleh penderita, dimana 43 (41,1%) dari mereka memberikan jawaban yang salah. Hal ini dapat dijelaskan karena sebagian besar (56,5%) penderita asma di Desa Jubel memiliki latar belakang pendidikan terakhir SMA/MA, yang mendukung pengetahuan cukup mengenai penyakit asma.

Menurut Astuti & Darliana (2018), ada indikasi bahwa penderita asma yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit asma mungkin memiliki tingkat pendidikan yang cukup memadai. Pengetahuan yang memadai dapat membantu dalam memahami faktor pemicu asma dan mencegah timbulnya serangan asma. Menurut Putri dkk (2022), bahwa tingkat pengetahuan seseorang bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal. Pengetahuan seringkali sangat terkait

dengan pendidikan. Menurut Putri (2016), baik pendidikan formal maupun informal dapat mempengaruhi perubahan sikap, perilaku, dan pola pikir seseorang. Menurut Rahagia dkk (2017), penderita asma yang memiliki tingkat pendidikan menengah ke atas cenderung memiliki pengetahuan yang lebih memadai tentang pertolongan pertama saat serangan asma dibandingkan dengan mereka yang hanya berpendidikan sekolah dasar.

Menurut Ningrum (2012), penderita asma dengan latar belakang pendidikan menengah cenderung memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai penularan dan faktor pemicu asma jika dibandingkan dengan mereka yang hanya berpendidikan sekolah dasar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penderita di Desa Jubel, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, menjadi faktor yang berkontribusi terhadap pemahaman terkait penyakit asma.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (39,1%) penderita asma di Desa Jubel, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanda kedaruratan asma, dengan jumlah 18 penderita. Rata-rata skor subdomain untuk indikator pengetahuan tanda kedaruratan asma adalah sebesar 72,83 yang masuk dalam kategori cukup. Dalam kategori pertanyaan tentang kedaruratan asma yang tidak segera ditolong dapat menyebabkan kematian, sebanyak 37 (80,43%) penderita asma memberikan jawaban yang benar. Namun, pada pertanyaan tentang penderita asma berat yang mengalami lemas dan kebiruan pada kuku tidak perlu di bawa ke Rumah Sakit, terdapat 18 (39,13) penderita asma yang memberikan jawaban yang salah.

Menurut penelitian Rahagia dkk (2017), ditemukan bahwa ada beberapa kategori pertanyaan yang diketahui dengan baik oleh penderita asma diantaranya adalah tentang eksaserbasi asma yang dapat menyebabkan kematian, terdapat 50 (47,6%) penderita memberikan jawaban yang benar. Namun, terdapat juga kategori pertanyaan yang kurang dipahami oleh

penderita asma, seperti pertanyaan tentang tanda-tanda eksaserbasi asma yang parah yang tidak perlu dibawa ke pelayanan kesehatan, dengan jumlah 18 (39,1%) penderita memberikan jawaban yang salah. Hal ini mungkin terkait dengan fakta bahwa sebagian besar penderita asma di Desa Jubel berjenis kelamin laki-laki sebanyak (63%), dan sebagian besar dari mereka (19,6%) bekerja di sektor swasta, yang mungkin telah memberikan kontribusi terhadap pengetahuan yang cukup di kalangan mereka.

Menurut Kalsum & Nur (2021), ada kemungkinan bahwa tingkat pengetahuan yang cukup tentang tanda kedaruratan asma pada penderita asma dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin dan pekerjaan. Pengetahuan yang memadai dapat membantu penderita asma mengenali tanda dan gejala asma yang parah serta mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat. Selain itu, Menurut Astuti & Darliana (2018), bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan pengetahuan penderita asma menjadi cukup adalah faktor jenis kelamin laki-laki dan pekerjaan sebagai pegawai swasta. Hal ini menunjukkan bahwa jenis kelamin dan jenis pekerjaan dapat memiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang memadai terkait tanda kedaruratan asma pada penderita asma.

Menurut Husna (2014), faktor yang mempengaruhi pengetahuan cukup pada laki-laki adalah gaya bersosialisasi yang cenderung lebih pasif, berbeda dengan perempuan yang cenderung aktif dalam berinteraksi dan berdiskusi untuk saling bertukar pikiran. Perempuan juga memiliki kecenderungan lebih rajin, tekun, dan teliti dalam memperoleh pengetahuan. Menurut Kalsum & Nur (2021), pengetahuan cukup tentang tanda kedaruratan asma dapat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor pekerjaan juga memiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan terkait tanda-tanda kedaruratan asma pada penderita asma.

Menurut Handayani dkk (2023), penderita asma yang bekerja di sektor

swasta cenderung memiliki pengetahuan cukup terkait tanda-tanda kedaruratan asma. Hal ini karena adanya dukungan dari perusahaan dalam menyelenggarakan pelatihan terkait kesehatan, keselamatan kerja, serta program kesehatan dan manajemen kesejahteraan bagi karyawan. Kemampuan bekerja secara mandiri juga mendorong karyawan untuk memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai tanda-tanda kedaruratan asma, sehingga mereka siap menghadapi situasi darurat. Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin dan pekerjaan dari penderita asma di Desa Jubel, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, merupakan faktor yang memungkinkan pengetahuan mereka tentang tanda-tanda kedaruratan asma menjadi cukup baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (37,0%) penderita asma di Desa Jubel, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengetahuan pertolongan pertama saat serangan asma, yang berjumlah 17 orang. Rata-rata skor untuk kategori pengetahuan pertolongan pertama asma adalah 64,40 yang masuk dalam kategori cukup. Dalam kategori pertanyaan tentang menghubungi ambulan / rumah sakit jika terjadi serangan asma tanpa membawa obat semprot atau jika kondisi tidak membaik meskipun sudah diberi obat sesak, sebanyak 39 (84,78%) penderita asma memberikan jawaban yang benar. Namun, pada kategori pertanyaan tentang tindakan setelah kondisi pasien membaik dan tidak sesak setelah pertolongan pertama, dimana tetap harus menghubungi ambulan dan membawa ke rumah sakit, sebanyak 34 (73,91%) penderita asma memberikan jawaban yang salah.

Berdasarkan hasil penelitian Rahagia dkk (2017), ditemukan bahwa ada beberapa kategori pertanyaan yang dikuasai dengan baik oleh penderita asma terkait situasi di mana obat hirup tidak membantu meredakan sesak napas yang tidak membaik dan menghubungi ambulan, dimana sebanyak 39 (49,6%) penderita memberikan jawaban yang benar. Namun,

terdapat juga kategori pertanyaan yang kurang dipahami oleh penderita asma, seperti apakah pasien harus tetap menghubungi ambulan atau membawa ke rumah sakit meskipun kondisinya telah membaik, dimana sebanyak 29 (38,5%) penderita asma memberikan jawaban yang salah. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar (28,3%) penderita asma di Desa Jubel memiliki usia rentang 33-40 tahun dan sebagian besar dari mereka (50%) memiliki penghasilan < Rp 2.700.000 (<UMK Lamongan Tahun 2022).

Menurut Ningrum (2018), terdapat kemungkinan bahwa penderita asma yang memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang pertolongan pertama saat serangan asma dapat dipengaruhi oleh faktor usia dan tingkat penghasilan. Pengetahuan yang cukup dapat memberikan arahan untuk melakukan pemilihan perilaku yang tepat dalam memberikan pertolongan pertama saat terjadi eksaserbasi asma. Menurut Ningrum (2018), juga menekankan bahwa faktor-faktor seperti usia dan tingkat penghasilan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang memadai terkait pertolongan pertama saat serangan asma pada penderita asma.

Berdasarkan penelitian ini, mayoritas penderita asma masuk dalam kategori usia dewasa muda, yang cenderung memiliki pengetahuan yang cukup terkait pertolongan pertama saat serangan asma. Menurut Setiyarini (2016), usia dewasa muda mempunyai pemahaman yang cukup tentang tindakan pertolongan pertama saat serangan asma. Namun, dalam konteks usia dewasa muda, seseorang mungkin dapat melakukan tindakan pertolongan pertama asma dengan cepat namun kurang dalam ketepatan langkah-langkahnya. Menurut Mutawafi (2017), hal ini dikarenakan bahwa semakin dewasa usia seseorang, itu akan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir individu. Dimana semakin dewasanya seseorang, kemampuan untuk bertindak dengan cepat dan tepat dalam melakukan pertolongan pertama asma dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan daya tangkap dan pola pikir individu.

Dalam penelitian ini, mayoritas penderita asma memiliki penghasilan rendah. Menurut Husna (2014), kondisi penghasilan yang rendah memungkinkan penderita asma memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang pertolongan pertama saat serangan asma. Hal ini disebabkan karena mereka mungkin menghadapi keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan dan kemungkinan memiliki anggota keluarga yang juga menderita asma. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pengetahuan tentang bagaimana cara memberikan pertolongan pertama yang tepat saat terjadi serangan asma. Menurut Ferliani (2015), menambahkan bahwa penderita asma

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan penderita asma tentang penyakit asma, tanda-tanda kedaruratan asma, dan pertolongan pertama saat serangan asma sebagian besar dalam kategori cukup. Pengetahuan tentang penyakit asma sebagian besar (41,3%) masuk dalam kategori cukup, dengan rata-rata pengetahuan sebesar 70,38 yang termasuk dalam kategori cukup. Sementara

DAFTAR PUSTAKA

Astuti & Darliana. (2018). Hubungan Pengetahuan

Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronkhial. Idea Nursing Journal. 9 (1). 9-15.

https://doi.org/10.52199/inj.v9i1.11447

Ferliani, dkk. (2015). Kepatuhan Berobat Pada Pasien Asma Tidak Terkontrol Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2 (3). 140-150.

Handayani, dkk. (2023). Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Faktor Predisposisi Penyakit Asma Di Puskesmas Tanah Tinggi Binjai. Jurnal Ilmu Keperawatan. 3(1). 29-35. https://doi.org/10.51771/jintan.v3i1.408.

Husna. (2014). Upaya Pencegahan Kekambuhan Asma Bronchial Ditinjau Dari Teori Health Belief Model Di Rsudza Banda Aceh. Idea Nursing     Journal.     5(3).     75-89.

https://doi.org/10.52199/inj.v5i3.6608.

Kalsum & Nur. (2021).  Efektivitas Health

Promotion terhadap Upaya Pencegahan Kekambuhan dan Kontrol Asma. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. 12 (2).

dengan penghasilan rendah cenderung lebih terbuka terhadap informasi kesehatan yang tersedia di lingkungan sekitarnya. Berbeda dengan orang yang memiliki penghasilan tinggi, mereka mungkin memiliki akses yang lebih mudah ke fasilitas kesehatan dan dapat berkonsultasi dengan dokter secara lebih teratur. Penelitian ini menunjukkan bahwa usia dan tingkat penghasilan dari penderita asma di Desa Jubel, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, menjadi faktor yang mempengaruhi pengetahuan mereka tentang pertolongan pertama saat serangan asma, dengan sebagian besar penderita memiliki pengetahuan yang cukup.

itu, pengetahuan tentang tanda kedaruratan asma sebagian besar (39,1%) juga masuk dalam kategori cukup, dengan nilai rata-rata pengetahuan sebesar 72,83 yang juga dalam kategori cukup. Selain itu, pengetahuan tentang pertolongan pertama saat serangan asma sebagian besar (37,0%) juga termasuk dalam kategori cukup, dengan nilai rata-rata pengetahuan sebesar 64,40 yang juga dalam kategori cukup.

121-124.

http://dx.doi.org/10.33846/sf12202.

Mutawafi, U. (2017). Peningkatan Pengetahuan Keluarga Mengenai Perilaku Penanganan Mandiri Asma Bronkhiale Pada Anak Dengan Media Blog Di Kabupaten Banyumas. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Ningrum. (2012). Hubungan Pengetahuan Tentang Asma Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Pada Penderita Asma Di Wilayah Kerja Puskesmas Gorang Gareng Taji Kabupaten Magetan. Doctoral Dissertasion,  Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Ningrum. (2018).  Pengetahuan, Sikap, Dan

Kekambuhan Pasien Asma Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Jurnal Masker Medika.           6(2).          301-307.

https://doi.org/10.52523/maskermedika.v6i2

Primadini. (2017). Tingkat Pengetahuan Guru Pada Tindakan Pertolongan Pertama Asma Pada Siswa Sekolah Dasar Di Desa Plaosan

Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.

Putri, H, D. (2016). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Mengenai Asma Terhadap Tingkat Kontrol Asma Pada Pasien Asma Di Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru (UP 4) Pontianak. Naskah  Publikasi,  Fakultas

Kedokteran. Universitas Tanjungpura Pontianak.

Putri dkk. (2022). Upaya Peningkatan Pengetahuan Tentang Penyakit Asma Pada Masyarakat. Kolaborasi: Jurnal Pengabdian Masyarakat. 2(2). 132-140.

Rahagia, R., dkk. (2017). Analisis Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Pengendalian Faktor-Faktor Pemicu Asma Dengan Tingkat Keparahan Penyakit Asma Pada Pasien Asma Di Instalasi Gawat Darurat. Jurnal Stikes, 10(1). 24-36.

Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta: Balitbang.

Setiyarini. (2016). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet Dan

Penyuluhan     Individual      Terhadap

Pengetahuan Pencegahan Kekambuhan Asma. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Widya, F., Nurman M., Safitri, Y. (2022). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Penyakit Asma Bronkial Pada Penderita Asma Bronkial di Desa Kuok Di Wilayah Kerja UPT Blud Puskesmas Kecamatan Kuok Tahun 2021. Jurnal Kesehatan Terpadu. 1(2). 28-42.

Wijaya, L, N., & Widyawati A. (2022). Pelatihan Pertolongan Pertama Sebagai Keterampilan Penanganan Kedaruratan Medis Pada Santri Madrasah Aliyah. Jurnal Abdimas Madani, 4(2), 116-122.

World Health Organization. (2020). Chronic Respiratory Diseases: Asthma. Diakses di https://bit.ly/2Y8a7Fq.

Volume 11, Nomor 5, Oktober 2023

464