Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 10 Nomor 2, Oktober 2022

ANALISIS KADAR ETANOL DENGAN GC-FID TERVALIDASI PADA SERUM TIKUS WISTAR DENGAN ASUPAN ARAK BALI DARI DESA BESAN

I Ketut Budiarta1*, I Gusti Ayu Kunti Sri Panca Dewi1,2, Ni Made Suaniti1,2 1Magister Kimia, Pascasarjana Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Indonesia 2Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Denpasar-Indonesia

*email :[email protected]

ABSTRAK: Arak merupakan salah satu minuman beralkohol khas Bali yang termasuk golongan C. Konsumsi berlebih dan terus menerus dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan sehingga penelitian tentang pengaruh kadar etanol dalam serum tikus wistar yang diberi asupan arak Bali perlu dilakukan. Tikus wistar dikelompokan menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok kontrol tidak diberi asupan arak, kelompok I diberi asupan asupan arak 0,5 mL, kelompok II diberi 1,0 mL dan kelompok III diberi 2,0 mL, setiap hari selama 30 hari. Sampel darah diambil melalui plexus retroorbitalis, kemudian disentrifuse untuk mendapatkan serum untuk dianalisis kadar etanolnya. Kadar etanol dalam arak dan serum dianalisis dengan kromatografi gas detektor ionisasi nyala (GC-FID) tervalidasi. Validasi metode dilakukan dengan menentukan batas deteksi (LOD), batas kuantisasi (LOQ), persen koefisien variasi (% KV) dan %Recovery. Metode analisis ini sudah valid dengan LOD 0,0312 ppm, LOQ 0,1040 ppm, KV 0,85% dan %Recovery 99,77%. Lebih lanjut, peningkatan asupan arak menyebabkan peningkatan kadar etanol dalam serum tikus secara signifikan dengan p≤0,05 dimana kadar tersebut sebesar 57,4667±0,70 mg/L, 79,8083±5,89 mg/L 133,4767±5,58mg/L masing-masing untuk kelompok I, II, dan III.

Kata kunci: Arak Bali; kadar etanol; GC-FID; metode tervalidasi

ABSTRACT: Arak is one of the typical Balinese alcoholic beverages that belongs to group C. Continuous consumption of Balinese arak can cause various health problems, so research on the effect of ethanol levels in the serum of wistar rats fed with Balinese arak needs to be done. Wistar rats were devided into 4 groups where each group consisted of 6 rats. Control group 1 was not given alcohol intake, group I was given 0.5 mL of alcohol intake, group II was given 1.0 mL and group III was given 2.0 mL, every day for 30 days. Blood samples were taken through the retroorbital plexus, then centrifuged to obtain serum for analysis of the ethanol content. Ethanol levels in wine and serum were analyzed by validated flame ionization detector gas chromatography (GC-FID). Validation of the method is done by determining the limit of detection (LOD), limit of quantization (LOQ), percent coefficient of variation (% KV) and % recovery. This analytical method is valid with LOD 0.0312 ppm, LOQ 0.1040 ppm, KV 0.85% and %Recovery 99,77. Moreover, increasing the alcohol intake caused a significant increase in ethanol levels in rat serum with p≤0.05 which the levels were 57.4667±0.70 mg/L, 79.8083 ±5.89 mg/L and 133.4767±5.58mg/L for group I, II, and III respectively.

Keywords: Balinese arak; ethanol level; GC-FID; validated method

  • 1.    PENDAHULUAN

Arak sebagai suatu minuman tradisi Bali akhir-akhir ini menjadi berita utama di Bali. Gubernur Bali menerbitkan Peraturan Gubernur No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau destilasi khas Bali. Regulasi tersebut dikeluarkan karena komoditi arak dianggap sebagai bagian dari sumber keragaman budaya yang patut dilindungi. Adapun jenis arak yang biasa dijual oleh produsen arak ada beberapa macam dengan ciri-ciri mengeluarkan buih jika dikocok dalam botol dan mudah dijilat api dengan warna kebiru-biruan, dan sering digunakan sebagai keperluan obat, bahkan tidak jarang dikonsumsi oleh penggemar arak Bali dengan kadar alkohol sampai 30%, sedangkan arak dengan kadar alkoholnya lebih rendah, hanya mencapai 20%. Jenis arak inilah yang sering dikonsumsi para penggemar arak Bali, dan sebagai bahan spirit dari minuman koktail. Sedangkan kadar alkohol paling rendah yang hanya 510% alkohol digunakan sebagai perlengkapan atau sarana upacara keagamaan [1].

Gerakan Nasional Anti Miras pada tahun 2011 hingga 2016 mencatat jumlah korban meninggal dunia akibat minuman keras oplosan mencapai 18.000 orang. Kasus yang ditangani di Bidang Laboratorium Forensik Cabang Denpasar setiap bulannya setidaknya ada kasus keracunan metanol dengan rata-rata kasus setiap tahunnya 12-14 kasus yang meliputi Polda Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Barang bukti berupa arak dan darah dapat dianalisis di laboratorium forensik. Untuk memperoleh hasil yang baik secara analitik, perlu dilakukan validasi metode antara lain limit of deteksi (LOD), limit of kuantitatif (LOQ), standar deviasi (SD), koefisien faktor (KF) dan % recovery. Metode kromatografi gas dengan detektor ionisasi nyala (GC-FID) merupakan metode yang tepat dalam menentukan kadar etanol di dalam arak dan

serum tikus Wistar yang mempunyai sifat mudah menguap [2].

Salah satu penyakit yang dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol ialah gangguan fungsi hati, seperti perlemakan hati (fatty liver), hepatitis alkoholik (alcoholic hepatitis) dan sirosis. [3].

Penentuan tingkat konsumsi etanol pada seseorang umumnya dilakukan pemeriksaan etanol dalam serum. Dalam penelitian ini, penentuan kadar etanol dalam serum tikus Wistar dilakukan dengan metode GC-FID yang telah valid [4].

1. PERCOBAAN

  • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan dalam penelitian ini: etanol, dan butanol pro analisis; arak yang diproduksi oleh produsen arak di Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung, Bali; tikus wistar, serta sampel darah tikus wistar yang diambil dari bagian plexus retroorbitalis sebanyak 3 mL ditampung dalam tabung darah tutup merah ditunggu hingga beku kemudian dipisahkan untuk mendapatkan serum.

Peralatan yang digunakan meliputi labu ukur 10 mL, pipet mikro, tip, gelas beker, pipa kapiler kaca, tabung darah tutup merah, cool box, ice gel, seperangkat alat fotometer, centrifuge, serta kromatografi gas GC-agilent Technologies 6890-N Network GC System, kolom HP InnoWax panjang 60 m, diameter 0,32 µm dan laju alir 0,70 mL/menit dengan fase diam polietilen glikol, detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector), gas pembawa helium (He), dan make-up gas nitrogen (gas tambahan).

  • 2.2    Metode

    Sampling Arak

Arak yang diambil berasal dari produsen di Desa Besan, Kecamatan Dawan, Klungkung, Bali. Jumlah arak yang diambil berasal dari tiga produsen arak dengan volume pengambilan 250 mL sebanyak tiga kali pengambilan, dengan pengambilan dilakukan pada minggu pertama, minggu kedua, dan minggu ketiga.

Penyiapan Larutan Standar

Larutan etanol dan butanol (p.a) dibuat menjadi larutan 10.000 ppm sebagai larutan induk. Larutan tersebut diencerkan sehingga diperoleh larutan etanol dan butanol konsentrasi 0; 2; 5; 25; 125; 250; 500; dan 1000 ppm. Larutan campuran dibuat dengan mencampurkan larutan etanol dan butanol masing-masing dengan perbandingan 1:1. Sampel arak diencerkan 1000 kali dan digunakan sebagai sampel penelitian.

Validasi Metode

Validasi Metode dilakukan awalnya dengan mengoktimasi kondisi GC-FID, setelah dipilih dan diperoleh kondisi optimum kromatografi gas. Larutan campuran etanol dan butanol dengan perbandingan 1:1 konsentrasi 10, 20 ppm diinjeksikan ke GC-FID sebanyak 1,0 µL. Kondisi yang optimal dipilih, dilanjutkan dengan uji selektivitas dimana, selektivitas dikatagorikan baik apabila terjadi pemisahan pada kromatogram dengan nilai Rs ≥1,5. Uji linieritas dilakukan dengan cara satu seri konsentrasi larutan campuran 0; 2; 5; 25; 125; 250; 500; dan 1000 ppm, masing-masing diinjeksikan sebanyak 1,0 µL ke GC-FID, Data yang diperoleh dibuat persamaan regresi linier y=bx + a. koefisien determinasinya. R2 ≥ 0,95 maka metode tersebut memenuhi parameter linieritas. Kemudian dilanjutkan dengan uji batas deteksi, data yang diperoleh dihitung standar deviasi (SD), koefisien variasi (KV), LOD, LOQ, % recovery. Uji presisi dilakukan secara repeatability yaitu keseksamaan metode dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan waktu yang singkat.

Analisis Kadar Etanol dalam Arak

Sampel arak di encerkan 1000 kali ditambahkan dengan standar internal butanol 100 ppm dan dilakukan analisis menggunakan GC-FID. Hasil analisis arak ditunjukkan pada kromatogram dengan melihat luas puncak pada waktu retensi lalu dilakukan penentuan kadar etanol pada arak

menggunakan persamaan kurva kalibrasi etanol.

Perlakuan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah Tikus Wistar memiliki berat 150-200 g berumur 2-3 bulan ditempatkan pada kandang ukuran 50x50x40 cm, langkah awal adalah hewan yang diuji diadaptasikan selama 7 hari dengan pemberian pakan standar tikus dan air minum ad libitum sebelum penelitian. Hewan uji tetap diberikan pakan standar tikus sebanyak dua kali setiap harinya. Selanjutnya hewan uji dibagi secara random menjadi 1 kelompok perlakuan negatif dan 3 kelompok perlakuan masing-masing 6 ekor tikus, dimana dibuat kelompok sebagai berikut, P0 adalah kelompok kontrol negatif (pakan pellet dan air ad libitum), PI, PII, dan PIII merupakan kelompok perlakuan dengan pemberian arak kadar 40% secara oral dosis 0,5; 1,0 dan 2,0 mL.

Kadar Etanol dalam Serum Darah Tikus Wistar

Analisis kadar etanol pada serum tikus Wistar dilakukan dengan cara: serum dipipet sebanyak 100 μL, ditambahkan aquades 800 μL serta larutan butanol 100 ppm, 100 μL, kemudian diinjek pada alat GC-FID. Hasil analisis berupa luas puncak kemudian dihitung kadar menggunakan kurva kalibrasi.

Analisis Data

Data analisis etanol dilakukan uji validasi metode berupa selektivitas, linearitas, batas deteksi (SD, KV, LOD, LOQ dan % Recovery). Data kadar etanol dalam serum dianalisis secara statistik dengan One Way Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf α 0,05 yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat perbedaan pengaruh perlakuan antar kelompok percobaan. Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 21.

  • 2.    HASIL dan PEMBAHASAN

    Tabel 1. Nilai rata-rata, SD, KV, LOD, dan LOQ

    Konsentrasi standar etanol

    Kadar     X± SD     %     LOD     LOQ

    (ppm)                KV     ppm      ppm

    1,0 ppm

    1,2279

    1,5893

    1,1734

    1,1378      1,3220 ±      0,85      0,0312      0,1040

    1,1784      0,0009

    1,4225

    1,5249


    • 3.1    Optimasi Kondisi GC-FID

Kondisi kromatografi gas yang dipilih dalam penelitian ini yaitu suhu injektor 150oC, suhu detektor 200oC, dengan split rasio 1:50. Suhu awal oven 50oC ditahan tiga menit pada suhu tersebut, ditingkatkan secara bertahap sebesar 10oC/menit sampai suhu mencapai 150oC dan ditahan selama dua menit. Laju alir gas helium 25 mL/menit, laju alir hidrogen 40 mL/menit dan laju udara tekan sebagai pengoksida 400 mL/menit, serta gas helium dan hidrogen sebagai fase gerak.

Kromatogram menberikan pemisahan yang optimum antar puncak – puncak etanol dan butanol. Puncak larutan standar etanol muncul pada waktu retensi 2,430 menit dan waktu retensi untuk larutan standar butanol pada menit ke 5,688. Etanol dan butanol memiliki waktu retensi yang berdekatan, namun memiliki pemisahan puncak yang baik [5].

  • 3.2    Validasi Metode GC-FID Selektivitas

Campuran senyawa standar etanol dan butanol memberikan nilai resolusi 1,9 menunjukkan bahwa Rs ≥ 1,5, hal ini didukung oleh Skoog, et al., 1992 bahwa suatu senyawa akan terpisah sempurna dari senyawa – senyawa lain apabila nilai Rs ≥ 1,5 [6]. Nilai resolusi antara dua standar menunjukkan kromatografi gas telah memisahkan senyawa – senyawa dengan selektifitas yang tinggi dalam kondisi yang optimum.

Linearitas

Hasil analisis larutan standar etanol diperoleh persamaan regresi y=0,9209x dengan nilai koefisien korelasi adalah 0,999. Dengan demikian kromatogram GC-FID memberikan respon linieritas yang tinggi antara luas puncak dan konsentrasi larutan standar, sehingga metode ini dapat dipergunakan untuk pengujian kadar etanol dalam arak.

Ketelitian dan Ketepatan

Tabel 1. menunjukkan rata-rata hasil kadar etanol 1,3220 ± 0,0009 ppm dengan koefisien variasi sebesar 0,85%. Koefisien variasi masing-masing standar telah memenuhi syarat ≤ 2%, yang menunjukkan pengukuran dengan kromatografi gas telah memberikan ketelitian dan ketepatan dengan validitas tinggi. Penelitian ini menggunakan kurva kalibrasi linear dengan persamaan regresi y=0,9209x. Nilai LOD diperoleh sebesar 0,0312 ppm yang artinya kadar terendah etanol yang dapat dideteksi pada alat GC-FID adalah 0,0312 ppm, nilai LOQ yang diperoleh 0,1040 ppm. Nilai ini menunjukkan nilai kuantitas konsentrasi etanol pada setiap analisis masih dapat diukur oleh instument dengan konsentrasi tersebut.

Nilai % recovery yang didapat berkisar antara 95%-105% dengan rata-rata 99,77%. Hasil yang diperoleh ini masih dapat diterima akurasinya secara umum nilai akurasi yang dapat diterima sebesar 80%-120%. Hasil % recovery berada pada kriteria rentang keberterimaan, dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa metode ini mempunyai ketepatan yang baik dalam menunjukkan nilai pengukuran dengan nilai sebenarnya [7].

  • 3.3    Kadar Etanol pada Arak

Hasil kadar etanol dalam arak disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar etanol pada arak

Kode arak

Kadar etanol (%)

Kadar rata-rata etanol (%)

(x-x̅)2

A1

40,00

1,0x10-4

A2

40,02

40,01

1,0x10-4

A3

40,01

0

x̅ ± SD

40,01 ± 0,01%

%KV

0,025

Analisis, sampel arak mengandung etanol dengan kadar 40% yang termasuk minuman keras golongan C, yaitu minuman beralkohol dengan kadar etanol 20-55%. Golongan ini dapat menyebabkan gejala ataksia parah, penglihatan ganda atau kabur, pingsan, dan kadang terjadi konvulsi.

  • 3.4    Kadar Etanol serum tikus wistar

Kadar etanol pada serum tikus wistar ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar etanol serum tikus

Wistar yang diberi asupan arak

Kelompok perlakuan

Kadar etanol dalam serum (ppm)

P0

0,00

PI

57,4667±0,70

PII

79,8083±5,89

PIII

133,4767±5,58

Dari Tabel 3. Dapat dilihat terjadi peningkatan yang signifikan antara pemberian asupan arak kadar 40% sebanyak 0,5; 1,0; 2,0 mL. Semakin banyak volume pemberian arak, semakin tinggi kadar etanol yang terdeteksi pada serum. Hal tersebut terjadi karena 90% etanol yang

terdapat pada arak dimetabolisme di dalam hati, dan sisanya akan dikeluarkan melalui urin dan paru-paru. Hal tersebut erat kaitannya dengan meningkatnya kadar ALDH dalam tubuh. Peran ALDH dalam mengubah asetaldehid menjadi asetat juga dibuktikan dalam fungsinya menghidrolisis ester, antioksidan, bioaktivasi racun [8].

Hasil analisis one-way ANOVA menunjukkan bahwa kontrol negatif berbeda secaradan kelompok perlakuan dengan pemberian arak diperoleh nilai p<0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan pada parameter etanol serum tikus wistar akibat pemberian asupan arak dengan meningkatnya volume asupan arak. [9].

  • 3.    KESIMPULAN

Hasil validasi analisis etanol dengan metode GC-FID adalah valid dengan LOD 0,0312 ppm, LOQ 0,1040 ppm, KV 0,85% dan %Recovery 99,77. Pemberian asupan arak pada tikus dengan jumlah yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kadar etanol dalam serum darah tikus.

  • 4.    UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada kepala dan staf Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Bali, keluarga, teman seangkatan, dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

  • 5.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Astuti, N.P.W., Suaniti, N.M., Mustika, I.G. 2018. Validasi Metode Dalam Penentuan Kadar Etanol Pada Arak Dengan Menggunakan Kromatografi Gas Detector Ionisasi Nyala. Jurnal Kimia PS Kimia FMIPA Universitas  Udayana.

11(2): 128-133.

  • [2]    Bidlabfor Polda Bali. 2019. Instruksi Kerja Laboratorium Forensik Cabang Denpasar-Bali. Laboratorium Forensik Cabang Denpasar. Denpasar.

  • [3]    Suaniti, N.M., Asih, I.A.R.A., Astuti, N.P.W. 2012. Deteksi Etanol Setelah Konsumsi Arak dalam Urin dengan Gas

Chromatography. Jurnal Kimia. 6(2): 123124.

  • [4]    Gandasoebrata, R. 2011. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta.

  • [5]    Skoog, D.A., Holler, E.J., Crouch, S.R. 2007. Principles of Instrumental Analysis 6th Edition. Thomson Higher Education 10 Da”is DriVt’Belmont, Inc. USA.

  • [6]    Riyanto. 2014. Validasi & Verifikasi Metode Uji: Sesuai dengan ISO/IEC 17025 Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi. Deepublish. ISBN 978. Yogyakarta.

  • [7]    Koivisto H. 2007. Biomarkers for Assessing Ethanol Consumption and the Development of Alcoholic Liver Disease: Immune Responses against

Ethanol Metabolites, Cytokine Profiles and Markers of Fibrogenesis. Dissertation. Faculty of Medicine University of Tampere Finlandia.

  • [8]    Brito-Filho, B.B.D., Moura, E. G. D., Santos, O.J.D. 2016. Effect of Chronic Ingestion of Wine on The Glycemic, Lipid and Body Weight Homeostasis in Mice. Brazilian Archive of Digestive Surgery. Arquivos Brasileiros De Cirurgia Digestiva.

  • [9]    Burtis, C., Ashwood, E., Bruns, D. 2008. Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry. 6th. Saunders. Missouri.

110