Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 10 Nomor 1, Mei 2022

PREPARASI DAN KARAKTERISASI ARANG SABUT KELAPA SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN LOGAM Cr(III)

Ida Ayu Gede Widihati, Manuntun Manurung*.,Yunilawati

Program Studi Magister Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Denpasar, Bali-Indonesia Jl. P.B Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia

*Email :[email protected]

ABSTRAK: Kandungan selulosa yang tinggi pada sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan arang aktif. Tujuan penelitian adalah untuk membuat arang aktif dari sabut kelapa yang berguna untuk menyerap limbah ion logam Cr(III) dari perairan. Penelitian dimulai dengan pembentukan arang dari sabut kelapa pada berbagai suhu. Arang yang dihasilkan diaktivasi dengan HCl. Selanjutnya dikarakterisasi sesuai dengan SNI 06-37301995. Arang aktif dan arang tanpa aktivasi digunakan untuk menjerap logam Cr(III) dari larutan. Selain itu dilakukan juga optimasi parameter pH dan waktu adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu karbonisasi terbaik adalah pada suhu 600oC. Waktu kontak optimum arang aktif dan arang tanpa aktivasi adalah 5 jam dengan pH optimum arang aktif dan arang tanpa aktivasi pada pH 6. Kapasitas adsorpsi terhadap ion logam Cr(III) sebesar 13,5645 mg/g dan 16,1452 mg/g masing-masing untuk arang tanpa aktivasi dan arang teraktivasi dari konsentrasi awal larutan sebesar 300 mg/L. Kapasitas adsorpsi meningkat sebesar 64,36 % apabila dalam bentuk arang dibandinkan dengan bentuk sabut kelapa dan kapasitas adsorpsi arang teraktivasi meningkat sebesar 19,02 % dibandingkan dnegan arang tanpa aktivasi.

Kata kunci : Arang teraktivasi HCl; suhu karbonisasi; ion logam Cr(III); sabut kelapa

ABSTRACK: The high cellulose content in coconut coir fibers can be used as a basic ingredient for making activated charcoal. The purpose of this research is to make activated charcoal from coconut husk which is useful for absorbing Cr(III) metal ions from waters. The research was begun with the formation of charcoal from coconut husks at various temperatures. The resulting charcoal was activated with HCl. Furthermore, it was characterized according to Indonesian National Standart (SNI) 06-3730-1995. The activated and unactivated charcoals were used to absorb Cr(III) metal ion from solution. In addition, optimation of pH and adsorption time were also carried out. The results showed that the best carbonization temperature was at 600oC. The optimum contact time for activated charcoal and unactivated charcoal was 5 hours and the optimum pH for activated charcoal and unactivated charcoal was of 6 with the absorption capacities of Cr(III) metal ion were 13. 5645 and 16.1452 mg/g for unactivated charchoal and activated cahrchoal respectively from initial concentration of 300 mg/L. The adsorption capacity of the charcoal was increasing by 64.36 % comparing to coconut husk and it was increasing by 19.02% on activated charcoal comparing to unactivated one.

Keywords: HCl activated charcoal; carbonization temperature; Cr(III) ions; coconut fiber

  • 1.    PENDAHULUAN

Salah satu logam berat yang terdapat dalam limbah industri yang memiliki dampak terhadap gangguan kesehatan adalah logam kromium (Cr). Menurut permenkes no 32 tahun 2017 kadar maksimal kromium yang diperbolehkan untuk air bersih adalah 0,05 mg/L [1]. Logam Kromium merupakan unsur logam berat beracun bagi manusia. Efek toksik yang ditimbulkan seperti, munculnya karsinogenesitas, gangguan sistem imun, gangguan susunan syaraf, gangguan dan kerusakan ginjal, efek terhadap pernapasan. Kromium (III) dan kromium (VI) adalah salah satu dari logam berat yang dapat menyebabkan kanker pada saluran ginjal dan hati [2].

Berbagai metode telah dilakukan untuk mengurangi kadar logam berat di perairan salah satunya melalui adsorpsi menggunakan arang aktif. Arang aktif merupakan senyawa amorf yang diproduksi dari bahan yang mengandung karbon tinggi [3]. Salah satu bahan dasar pembutan arang aktif berasal dari limbah hasil pertanian yang kaya akan kandungan selulosa seperti sabut kelapa yang memiliki keunggulan murah, sederhana dan mudah didapatkan.

Pada penelitian ini arang aktif dibuat melalui karbonisasi sabut kelapa pada berbagai variasi suhu. Tujuan variasi suhu adalah untuk mendapatkan suhu karbonisasi terbaik dalam proses pembuatan arang sabut kelapa. Arang kemudian diaktivasi secara kimia menggunkan larutan HCl 0,8 M. Kualitas arang sabut kelapa, baik arang tanpa aktivasi maupun arang aktif dikarakterisai menggunakan SNI 06-3730-1995 [4]. Kedua arang di aplikasikan sebagai adsorben ion logam Cr(III) dari larutan yang sebelumnya dilakukan optimasi adsorpsi terhadap waktu kontak dan pH adsorpsi.

  • 2.    PERCOBAAN

    • 2.1.    Bahan dan peralatan

Bahan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas analytical grade buatan MerCk yang meliputi HCl, CrCl3.6H2O, NaOH, , Phenol Ptalin, metilen blue, dan asam oksalat. Sampel sabut kelapa diambil dari desa Saba, kabupaten Gianyar, provinsi Bali. Sampel sabut kelapa diambil satu kali penyampilingan. Sampel sabut kelapa tersebut kemudian di cuci bersih dengan air keran kemudian dibilas dengan aquadest lalu dikeringkan di bawah sinar matahari untuk selanjutnya siap digunakan. Peralatan yang digunakan yakni labu ukur, kertas saring whatmann, mortal, cawan porselen, timbangan, pegaduk magnetik, pH meter, hot plate. Untuk analisis digunakan Spektrofotometer Serapan Atom merk Shimadzu, Spektrofotometer FTIR     merk     Shimadzu     dan

Spektrofotometer Uv -Vis merk Shimadzu.

  • 2.2.    Metode

    • 2.2.1.    Pembuatan Arang dan Aktivasi Kimia

Sebanyak masing-masing 500 g sampel kering sabut kelapa dikarbonisasi dalam tanur pada suhu masing-masing 4000 C, 5000 C dan 6000 C selama 5 jam dan didinginkan lalu disimpan dalam desikator . Untuk pengerjaan selanjutnya, arang digerus lalu diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh sehingga didapatkan partikel arang dengan ukuran 100 mesh. Selanjutnya arang hasil karbonisasi kemudian dikarakterisasi dengan cara menentukan kadar air, kadar abu total, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, dan daya serap terhadap Iod. Arang hasil karakterisasi terbaik selanjutnya diaktivasi dengan larutan HCl 0,8 M. Karakterisasi arang aktif dilakukan mengikuti prosedur analisis arang aktif Standar Nasional Indonesia 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis.

  • 2.2.2.    Karakterisasi Arang

Prosedur karakterisasi     arang

mengacu pada Standar Nasional Indonesia 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis.

  • 2.2.3.    Aktivasi Kimia

Arang hasil karbonisasi terbaik diaktivasi menggunakan HCl 0,8 M dengan cara direndam selama 24 jam lalu disaring dan filtrat dibilas menggunakan aquadest hingga pH netral.

  • 2.2.4.    Penentuan Waktu Kontak Optimum

Adsorpsi

Waktu kontak optimum ditentukan dengan menambahkan 0,5 gram karbon aktif kedalam 50,0 ml larutan Cr(III) dengan konsentarsi 100 ppm. Campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 0,5, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 24 jam. Selanjutnya campuran disaring dan filtratnya diambil untuk dianalisis. Konsentrasi akhir Cr(III) dalam larutan ditentukan dengan mengukur absorbansi sisa filtrat menggunakan SSA pada panjang gelombang 357,9 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan regresi linier Cr(III) untuk mendapatkan konsentrasi Cr(III) pada masing-masing filtrat. Dibuat kurva antara waktu kontak dan kapasitas adsorpsi dan waktu kontak optimum ditentukan.

  • 2.2.5.    Penentuan pH Optimum

Penentuan pH optimum dilakukan dengan mengambil sebanyak 50 mL larutan Cr(III) 100 ppm dengan variasi pH 2, 4, 6,dan 8 dengan menggunakan larutan HCl dan NaOH. Sampel larutan Cr(III) masing – masing ditambahkan arang aktif sebanyak 0,50 gram pada Erlenmeyer yang berbeda dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama waktu kontak optimum. Larutan disaring dan filtratnya ditentukan absorbansinya dengan SSA. Absorban dimasukkan ke persamaan regresi linier untuk menentukan konsentrasi logam Cr dalam filtrat. Dibuat kurva antara jumlah

logam yang teradsorpsi terhadap pH, maka pH optimum dapat ditentukan.

  • 2.2.6.    Daya Serap Terhadap Logam

    Cr(III)

Daya serap adsorpsi ditentukan dengan menambahkan sebanyak 0,5 gram arang aktif kedalam 50,0 mL larutan Cr(III) dengan konsentrasi berturut-turut 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 ppm.

Kemudian diinteraksikan selama waktu kontak optimum, pH optimum pada temperatur kamar dan tekanan atmosfer. Selanjutnya, campuran disaring dan filtratnya diukur dengan AAS pada panjang gelombang 357,9 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan kedalam persamaan regresi linier Cr(III) sehingga konsentrasi Cr(III) yang tersisa dalam filtrat diketahui. Banyaknya Cr(III) yang terserap dapat ditentukan dengan metode kurva kalibrasi.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1.    Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif dikarbonisasi dengan variasi suhu 400oC, 500oC dan 600 oC. Pemilihan variasi suhu didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa pemurnian karbon terjadi pada suhu 500 oC-600oC [5]. Suhu optimum diperoleh pada suhu 600oC dilihat dari hasil karakterisasi menggunakan SNI 06-3730-1995. Arang hasil karbonisasi suhu 600oC memiliki karakter paling baik yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Proses karbonisasi merupakan suatu proses pembakaran yang akan merubah suatu material menjadi karbon [3]. Pembakaran adalah reaksi cepat suatu senyawa dengan senyawa oksigen yang disertai dengan pembebasan kalor (panas) dan cahaya. Pada proses pembakaran sabut kelapa pembakaran yang terjadi adalah pembakaran tak sempurna karena dilakukan dengan persediaan oksigen

Tabel 1. Karakterisasi Arang pada Variasi Suhu Karbonisasi

No    Suhu

(0C)

Kadar (%)

Air     volatil     Abu     karbon

1       400

2      500

3      600

SNI

6,62      6,41      10,26      76,70

6,47      6,00       9,46      78,05

5,25       5,5        9,06       80,18

≤15     ≤ 25      ≤ 10      ≥ 65


Tabel 2. Hasil Karakterisasi Arang Aktif dan Arang Tanpa Aktivasi

Karakteristik

Arang tanpa aktivasi

Arang aktif

SNI

Kadar air (%)

5,25

4,54

≤ 15

Kadar zat mudah menguap

5,5

3,75

≤ 25

(%)

Kadar abu total (%)

9,06

7,33

≤ 10

Kadar karbon terikat (%)

80,18

84,38

≥ 65


terbatas [6]. Reaksi pembakaran tak sempurna:

CnH2n+2 + O2 ----> nCO + (n+1) H2O

CnH2n+2 + O2 —* Nc + (n+1) H2O

  • 3.2.    Aktivasi Kimia

Aktivasi kimia dilakukan karena mampu mendegradasi molekul organik selama proses karbonisasi , mengidrasi sisa air yang terjerap pada arang, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan serta melindungi permukaan karbon [7]. Pemilihan HCl sebagai aktivator karena HCl merupakan asam kuat dan higroskopis.      Aktivasi arang

menggunakan HCl 0,8 M terbukti mampu meningkatkan kualitas arang     yang

ditunjukkan pada Tabel 2.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4-6 % dan hasil tersebut memenuhi standar SNI 06-3730-1995

bahwa kadar air maksimum adalah 15 %. Data pada Tabel 2 menunjukkan penurunan kadar air pada arang aktif dimana arang tanpa aktivasi memiliki kadar air yang lebih tinggi. Penurunan kadar air erat hubungannya dengan sifat higroskopis dari aktivator HCl [6]. Kadar zat mudah menguap yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 3-5,5% (Tabel 2) dan hasil tersebut telah memenuhi standar SNI 06-3730-1995 bahwa kadar zat mudah menguap maksimum adalah 25%. Kadar zat mudah menguap arang aktif lebih rendah disbanding arang tanpa aktivasi hal ini menunjukkan bahwa aktivasi menggunakan HCl mampu meningkatkan kualitas arang. Selain kadar air dan kadar zat mudah menguap kadar abu juga merupakan parameter penting untuk mengetahui kualitas arang yang dihasilkan.

Kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 7-9,5 % dan hasil tersebut telah memenuhi standar SNI 06-3730-1995 bahwa kadar abu maksimum adalah 10%. Kadar abu diasumsikan sebagai sisa mineral yang tertinggal pada

proses karbonisasi, diketahui bahwa bahan alam sebagai bahan dasar pembuatan karbon tidak hanya mengandung senyawa karbon tetapi juga mengandung beberapa mineral dimana sebagian dari mineral ini telah hilang selama proses karbonisasi dan aktivasi dan diperkirakan sebagian lagi masih tertinggal di arang aktif [6]. Data pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa kadar karbon terikat pada arang berkisar antara 80-85% dan hasil tersebut telah memenuhi standar SNI 06-3730-1995 bahwa kadar karbon terikat minimum adalah 65%. Kadar karbon terikat adalah kadar karbon murni yang diperoleh dari pengurangan 100% terhadap kadar air, kadar zat mudah menguap dan kadar abu [8].

  • 3.3.    Daya serap iodin

Daya serap iodin merupakan salah satu parameter umum yang dipakai dalam pengujian kualitas arang. Daya serap iodin menenjukkan kemampuan arang menyerap zat dengan ukuran molekul yang lebih kecil [7]. Semakin besar angka iodin, semakin besar pula daya adsorpsi dari arang. Berdasarkan SNI arang yang baik memiliki bilangan iodin minimal 750 mg/g. Bilangan iodin arang aktivasi lebih besar dibanding bilangan iodin arang tanpa aktivasi disajikan pada tabel 2. Hal ini disebabkan karena proses aktivasi mampu menghilangkan pengotor sehingga pori-pori arang semakin besar sdan luas permukaan arang meningkat [6]. Pada data tabel 2 terlihat bahwa bilangan iodin arang aktif dan arang tanpa aktivasi berkisar antara 780-870 mg/g dan hasil tersebut telah memenuhi standar SNI 06-3730-1995

  • 3.4. Adsorpsi terhadap Metilen Biru

Berdasarkan SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis daya serap terhadap metilen biru minimal sebesar 120 mg/g. Kapasitas adsorpsi terhadap metilen biru arang aktivasi dan arang tanpa aktivasi

berturut-turut adalah 265,1975 mg/g dan 384,7862 mg/g selama waktu kontak 30 menit yang berbanding lurus dengan luas permukaan. Adapun luas permukaan Ao dan Aa berturut-turut adalah 983,8262 m2/g dan 1427,184 m2/g yang disajikan pada Tabel 2. Naiknya luas permukaan pada arang aktivasi disebabkan oleh proses aktivasi oleh HCl dimana HCl mampu menghilangkan pengotor sehingga pori-pori arang semakin terbuka.

  • 3.5.    Waktu Kontak Optimum

Waktu kontak optimum adalah waktu optimal yang diperlukan adsorben dalam menyerap adsorbat. Jumlah massa ion Cr(III) yang terserap terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 1. Daya serap masing-masing adsorben meningkat dengan bertambahnya waktu Adsorpsi. Massa Cr(III) yang terserap menurun pada waktu kontak 6 jam dan setelah didiamkan selama 24 jam tidak ada peningkatan penyerapan yang signifikan karena sudah mencapai keadaan jenuh. Semakin lama waktu kontak diberikan semakin banyak adsorbat yang mampu diserap oleh adsorben sampai mencapai keadaan jenuh, dimana adsorben tidak mampu lagi mengadsorpsi Cr(III) dalam larutan.

  • 3.6.    Penentuan pH Optimum

pH (drajat keasaman ) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi adsorpsi ion Cr(III) dalam larutan. Penentuan pH dilakukan untuk mengetahui nilai pH optimum adsorpsi logam Cr(III). Nilai pH optimum dapat dilihat pada Gambar 2. Arang tanpa aktivasi maupun arang teraktivasi memiliki pH optimum pada pH 6. pH optimum adalah pH dimana adsorben mampu menyerap logam secara maksimal . Dari Gambar 2 terlihat bahwa kapasitas adsorpsi meningkat dengan penambahan pH. Pada pH rendah banyaknya Cr(III) yang terserap rendah dikarenakan pada pH rendah tingginya ion H+ yang menyebabkan permukaan

Arang tanpa aktivasi        Arang Aktivasi


Gambar 1. Kurva hubungan daya adsorpsi terhadap waktu kontak

SI


8

6

4

2

0

0



2


4          6

pH larutan


8         10


arang tanpa aktivasi         arang Aktivasi

Gambar 2. Kurva hubungan daya adsorpsi terhadap pH larutan

adsorben menjadi bermuatan positif sehingga akan menolak ion logam Cr(III) yang juga bermuatan positif. Sedangkan pada pH 8 tingginya jumlah ion OH-sehingga bereaksi dengan Cr(III) membentuk endapan CrOH3.

  • 3.7.    Daya Serap Terhadap Logam

    Cr(III)

Konsentrasi ion Cr(III) dalam larutan di variasikan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi terhadap kapasitas adsorpsi. Variasi konsentrasi dimulai dari 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 ppm. Hasil variasi kosentrasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan semakin besar kapasitas adsorpsi. Hal ini sebabkan karena semakin besar konsentrasi awal

larutan maka semakin besar jumlah molekul dalam larutan sehingga intensitas interaksi antara molekul adsorbat dan adsorben semakin tinggi [3]. Kapasitas adsorpsi arang aktif lebih besar dibandingkan arang tanpa aktivasi yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Hal ini dikarenakan pada proses aktivasi luas permukaan adsorben semakin meningkat. Daya serap adsorpsi masing-masing adsorben pada berbagai variasi konsentrasi disajikan pada Tabel 3. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa daya serap adsorpsi arang meningkat dibandingkan daya serap adsorpsi sabut kelapa yang dapat dilihat pada Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa proses karbonisasi mampu meningkat kapasitas adsorpsi dari

20

15

10

5

0


0


Konsentrasi Cr(III) (mg/L)


arang tanpa aktivasi         arang aktivasi

Gambar 3. Kurva hubungan daya serap adsorpsi terhadap konsentrasi awal larutan

Tabel 3.Daya Adsorpsi Arang Aktif dan Arang Tanpa Aktivasi pada Variasi Konsentrasi

Konsentrasi awal

Kapasitas adsorpsi

(mg/L)

Arang aktif   Arang tanpa aktivasi

(mg/g)             (mg/g)

50

100

3,35                4,48

6,25                 8,01

150               7,96               11,18

200              10,6213,35

250              11,8214,01

300              13,5616,14

Tabel 4. Nilai peningkatan daya adsorspi pada adsorben pada konsentrasi larutan 300 mg/L

Adsorben

Daya serap       Peningkatan daya adsorpsi

(mg/g)                   (%)

Sabut kelapa Arang aktif Arang tanpa aktivasi

8,25                         -

13,56                    64,36

16,14                    19,02

sabut kelapa. Peningkatan daya serap adsorpsi juga terjadi setelah arang diaktivasi menggunakan HCl. Hal ini disebabkan karena pada proses aktivasi pori-pori arang menjadi lebih besar dan menyebabkan luas permukaan arang menjadi meningkat. Dari data pada tabel 4 terlihat peningkatan daya adsorpsi sebesar 64,36 % dari adsorben sabut kelapa terhdap arang tanpa aktivasi. Sedangkan peningkatan daya adsorpsi meningkat

sebesar 19,02 % dari arang tanpa aktivasi terhadap arang aktif.

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sabut kelapa dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan arang dan arang aktif dengan suhu karbonisai terbaik diperoleh pada suhu 600oC dan telah memebuhi standar SNI 063730-1995. Arang dan arang aktif mampu

menyerap logam Cr(III) dengan daya serap adsorpsi maksimum terdapat pada konsentrasi awal larutan 300 mg/L. Terjadi peningkatan daya serap adsorpsi dari sabut kelapa terhadap arang tanpa aktivasi sebesar 64,36 % dan peningkatan daya

serap adsorpsi dari arang tanpa aktivasi terhadap arang aktif sebesar 19,02 %.

  • 5.    UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih untuk laboratorium FTP Universitas Udayana yang telah memfasilitasi penelitian ini.

  • 6.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Permenkes No. 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan     Dan     Persyaratan

Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Pemandian Umum

  • [2]    Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 2012. Toxicological profile for Chromium. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service.

  • [3]    Manurung, M., Putra, A.A.B., Oktavia, I. 2021. Preparasi arang bambu dengan metode konvensional, aktivasi termal, dan karakterisasi serta aplikasinya sebagai adsorben logan Pb(II) dan Cr(III). Jurnal Kimia (Journal of Chemistry) 15(1): 50-58

  • [4]    Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 06- 3730-1995; Arang Aktif Teknis. Dewan Standarisasi Nasional Jakarta

  • [5]    Desy., Suharman, A., Vinsiah, R. 2015.Pengaruh     Variasi     Suhu

Karbonisasi Terhadap Daya Serap Karbon Aktif Cangkang Kulit Buah Karet (Heveabrasilliensis). Prosiding Semirata, Universitas Tanjungpura, Pontianak: 294-303

  • [6]    Verayana, Paputungan, M., Iyabu, H. 2018. Pengaruh Aktivator HCl dan H3PO4     Terhadap     karakteristik

(Morfologi Pori) Arang Aktif Tempurung Kelapa serta Uji Adsorpsi pada Logam Timbal(Pb). Jurnal Entropi, 13(1):67-75

  • [7]    Alfiany, H., Bahri, S., Nurakhirawati. 2013. Kajian Penggunaan Arang Aktif Tongkol Jagung Sebagai Adsorben Logam Berat Pb Dengan Beberapa Aktivator Asam. Jurnal Natural Science. 2 (3): 75-86

  • [8]    Wuwur, B.K. 2019.”Termodinamika Dan Kinetika Reaksi Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B Oleh Karbon Aktif Dari Limbah Cangkang Kakao”. Tesis. FMIPA, Kimia Terapan, Universitas Udayana, Denpasar.

52