PENGARUH ADITIF SELULOSA TERHADAP KARAKTERISTIK OKSIDA TIMAH YANG DIPEROLEH MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 10 Nomor 1, Mei 2022
PENGARUH ADITIF SELULOSA TERHADAP KARAKTERISTIK OKSIDA TIMAH YANG DIPEROLEH MENGGUNAKAN METODE HIDROTERMAL
M. Rofif Nurfaizi1, Muhamad Abdulkadir Martoprawiro1,2, I Putu Mahendra1* 1Program Studi Kimia, Jurusan Sains, Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Way Huwi, Kec. Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Indonesia
2
2Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia
ABSTRAK: Material semikonduktor SnO2 merupakan oksida logam yang memiliki banyak keunggulan sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai bidang seperti fotokatalis, sensor gas, dan bahan baku film transparan. Pada penelitian ini, SnO2 disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal. Prekursor yang digunakan adalah SnCl2.2H2O. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh penambahan aditif selulosa terhadap karakteristik SnO2 yang diperoleh. Tahapan sintesis SnO2 diawali dengan melarutkan 0,9026 gram SnCl2.2H2O dalam larutan etanol air (1:2 v/v). Selulosa ditambahkan dengan perbandingan massa terhadap Sn (II) masing-masing sebesar 1:1, 2:1 dan 3:1. pH suspensi Sn (II) diatur menjadi 2,6 dengan penambahan NaOH 5 M. Proses hidrotermal dilakukan pada suhu 150°C selama 12 jam. Pengamatan secara kasat mata terhadap hasil sintesis tanpa aditif menunjukkan keberadaan serbuk hitam (SnO). Berbeda dengan hasil sintesis dengan aditif selulosa yang menunjukkan hanya serbuk warna putih kekuningan (SnO2). Perbedaan jenis oksida yang diperoleh pada proses sintesis didukung oleh hasil karakterisasi menggunakan X-ray Difraction. Analisis Scanning Electron Microscope menunjukkan perbedaan morfologi pada oksida timah yang disintesis dengan menggunakan dan tanpa aditif.
Kata Kunci: Aditif; hidrotermal; karakteristik SnO2; selulosa.
ABSTRACT: SnO2 semiconductor material is a metal oxide with many advantages, it can be used in various fields such as photocatalysts, gas sensors, and transparent film raw materials. In this study, SnO2 was synthesized using the hydrothermal method, with SnCl2.2H2O as the precursor. The purpose of this study is to evaluate the effect of cellulose additive to the characteristics of the obtained SnO2. The SnO2 synthesis was begun by dissolving 0.9026 grams of SnCl2.2H2O in an aqueous-ethanol solution (2:1 V/V). The tin oxide was prepared in the presence of additives, 1:1, 2:1, and 3:1 with the ratio additives to Sn (II). The pH of the Sn (II) suspension was adjusted to 2.6 with the addition of NaOH 5 M. The hydrothermal process was carried out at 150°C for 12 hours. Observation with the naked eye on the results of the synthesis without additives showed the presence of black powder (SnO). In contrast to the results of the synthesis with cellulose addition which showed only yellowish white powder (SnO2). The different types of oxides obtained in the synthesis process are supported by the results of characterization using x-ray diffraction. Scanning electron microscope analysis showed morphological differences in the synthesized tin oxide with and without additives.
Keywords: Additive; cellulose; characteristic of SnO2; hydrothermal.
-
1. PENDAHULUAN
Material semikonduktor merupakan material yang saat ini banyak diteliti karena keunggulan sifat elektroniknya dan penerapannya yang luas di berbagai bidang. Salah satunya adalah sebagai fotokatalis [5].
Berdasarkan survei oleh Scopus pada tahun 2017, terdapat total 40,000 tulisan mengenai aplikasi oksida logam sebagai fotokatalis. TiO2 dan ZnO adalah oksida logam yang paling banyak diteliti dengan jumlah tulisan berturut-turut 18,619 dan 2,404, sedangkan SnO2 menjadi yang paling sedikit dengan hanya sekitar 500 publikasi. Meskipun demikian, SnO2 memiliki karakteristik sebagai fotokatalis yang ideal. karena memiliki banyak kelebihan, seperti hambatan listrik yang rendah, konduktivitas listrik dan transparansi optik yang tinggi di daerah panjang gelombang sinar tampak [1].
Sintesis SnO2 dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti presipitasi, hidrotermal, sol-gel, hidrolisis dan reduksi karbotermal. Hidrotermal banyak digunakan karena mudah, memiliki efisiensi tinggi, ekonomis dan ramah lingkungan [7]. Metode hidrotermal juga memungkinkan adanya kontrol ukuran butir partikel, morfologi, dan derajat kristalinitas dengan melakukan sedikit perubahan pada prosedur percobaan [8].
Sifat-sifat SnO2 dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil ukuran partikelnya sampai ukuran nano [6]. Hal ini bisa dicapai dengan menambahkan zat aditif tertentu pada prekursor sebagai stablizing agent. Selulosa adalah kandidat zat aditif yang memenuhi kriteria tersebut. Selulosa sangat melimpah di alam karena dapat diperoleh dari berbagai sumber, material ini juga tidak beracun dan ramah lingkungan. Dari penelitian , senyawa turunan selulosa, CMC (karboksimetil selulosa), dapat dijadikan sebagai stabilizing agent pada sintesis ZnO dengan ukuran partikel yang diperoleh yaitu 26 nm [3].
Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini akan dilakukan sintesis partikel nano SnO2 menggunakan metode hidrotermal dengan penambahan selulosa sebagai zat aditif. Beberapa uji dilakukan dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui karakteristik partikel nano SnO2 yang diperoleh.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah SnCl2.2H2O (Himedia), selulosa mikrokristalin (Avicel PH 101), Etanol 99% (Xihua), Natrium Hidroksida 5 M, dan akuades.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: peralatan gelas, tabung sentrifuga dan sentrifuga (Gemmy PLC-05), oven (Memmert 30-1060), serta reaktor hidrotermal autoklaf (100 mL).
Cara Kerja
Sintesis timah oksida
Sintesis timah oksida (SnOx)
dilakukan dengan metode hidrotermal. Sebanyak 0,9026 gram SnCl2.2H2O (4 mmol) dilarutkan dalam campuran pelarut air dan etanol dengan perbandingan 2:1 dan dilakukan pengadukan selama 30 menit [8] [2] . Setelah itu, NaOH 5 M ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan sambil dilakukan pengadukan hingga pH larutan menjadi 2,6 [2]. Suspensi kemudian dipindahkan ke dalam teflon chamber 100 mL dan dipasangkan ke autoclave hydrothermal reactor sebelum dipanaskan dalam oven yang telah diatur pada suhu 150ºC selama 12 jam. Setelah dikeluarkan dari oven, reaktor dibiarkan dingin pada suhu ruang. Endapan timah oksida (SnOx) dipisahkan dari larutannya menggunakan sentrifuga selama 30 menit dan dicuci dengan akuades beberapa kali. Endapan timah oksida (SnOx) lalu dikeringkan pada suhu 70ºC selama 12 jam.
Gambar 1. Hasil sintesis SnO2 (a) tanpa aditif selulosa (b) aditif 3:1 (c) aditif 2:1 (d) aditif 1:1.
Sintesis timah oksida dengan aditif
Prosedur yang sama dilakukan sampai pada tahap pelarutan SnCl2.2H2O. Sebelum dilakukan pengadukan selama 30 menit, 0,495 gram selulosa ditambahkan kedalam larutan (perbandingan massa asam sitrat 1:1 terhadap Sn2+). Kemudian dilakukan perlakuan yang sama seperti sintesis tanpa zat aditif hingga mendapatkan timah oksida (SnOx). Percobaan diulangi dengan variasi 2+ perbandingan massa selulosa terhadap Sn2+ yaitu 2:1 dan 3:1.
Karakterisasi
Beberapa uji dilakukan dengan X-Ray Diffraction (XRD) PANalytical X’Pert PRO PW3040/x0, dan Scanning Electron Microscope (SEM) JEOL JSM-6360LA untuk mengetahui karakteristik partikel nano SnO2 yang diperoleh.
Sintesis SnO2 tanpa aditif dan dengan aditif selulosa melalui metode hidrotermal telah dilakukan. Terdapat 3 variasi rasio massa selulosa terhadap massa Sn (II), yaitu 1:1 ; 2:1 ; dan 3:1. Produk hasil
sintesis diamati secara kualitatif dengan kasat mata dan didokumentasikan. Sintesis tanpa aditif menghasilkan produk berupa serbuk putih kekuningan dengan sedikit
teramati adanya butiran serbuk berwarna hitam. Serbuk hitam tersebut merupakan partikel timah (II) oksida (SnO) [4]. Jumlah butiran hitam SnO sangat sedikit sekali, namun terlihat jelas diantara serbuk putih kekuningan.
Sedangkan pada sintesis dengan tambahan selulosa, diperoleh produk berupa serbuk berwarna putih kekuningan tanpa teramatinya butiran hitam. Serbuk berwarna putih kekuningan tersebut merupakan partikel timah (IV) oksida (SnO2) [4]. Meskipun terdapat variasi penambahan selulosa, namun ketiganya memberikan hasil yang serupa. Hasil sintesis SnO2 dengan aditif dan tanpa aditif dapat dilihat pada Gambar 1.
Setelah dilakukan analisis XRD terhadap hasil sintesis dengan aditif selulosa, dihasilkan difraktogram yang dapat dilihat pada Gambar 2. Terlihat bahwa pada penambahan selulosa, puncak yang muncul merupakan sinyal milik SnO2. Puncak utama terlihat pada 2θ (sudut difraksi) 26,7°, 33.97°, dan 51.8° yang berturut-turut merupakan sinyal (110), (101), dan (211). Teramati juga puncak dengan intensitas yang tinggi pada sudut difraksi 22,5° yang merupakan sinyal dari mikrokristalin selulosa. Hal ini membuktikan bahwa proses hidrotermal tidak merusak struktur kristalin dari selulosa. Selulosa memiliki ikatan
glikosidik β-1,4 yang kuat, sehingga memiliki stabilitas termal yang baik. Oleh karena itu, selulosa tidak terdegradasi pada suhu reaksi hidrotermal (150°C). Perbedaan juga teramati pada difraktogram, puncak selulosa dengan sudut difraksi 22,5° (200) pada variasi 3:1, memiliki intensitas yang lebih tinggi daripada variasi 1:1.
Gambar 2. Pola XRD hasil sintesis dengan aditif selulosa (a) 1:1, (b) 3:1
Gambar 3. Pola XRD hasil sintesis tanpa aditif.
Analisis hasil sintesis tanpa aditif dengan XRD juga menghasilkan puncak-puncak utama milik SnO2, yaitu pada sudut difraksi (2θ) 26,7°, 33.97°, dan 51.8° yang dapat dilihat pada Gambar 3. Jika membandingkan dengan hasil sintesis dengan aditif, terlihat bahwa hasil sintesis tanpa aditif memiliki kristalinitas lebih rendah dibandingkan dengan hasil sintesis dengan aditif. Hal tersebut dapat disimpulkan dari kecuraman puncak-puncak utamanya.
Keberadaan fase SnO pada hasil sintesis tanpa aditif yang teramati secara kasat mata berupa butiran berwarna hitam, terkonfirmasi setelah dilakukan analisis XRD. Pada sudut difraksi (2θ) 29,8°, terlihat sinyal yang lebih kuat dibandingkan dengan pola difraksi hasil sintesis dengan aditif, dimana pada umumnya puncak-puncak yang muncul untuk SnO terdapat pada sudut difraksi (2θ) 29,8°; 33,1°; dan 37,2°. Karena kadarnya sangat sedikit didalam campuran produk, intensitasnya pun sangat kecil.
Hasil analisis SEM pada sintesis tanpa aditif menunjukkan terbentuknya agregasi dari partikel-partikel SnO2. Ukuran partikel SnO2 cukup beragam, dari mulai yang terkecil dibawah 100 nm, hingga ke ukuran yang terbesar mencapai lebih dari 2 µm. namun bentuk partikelnya belum dapat diamati karena skala perbesaran alat yang terbatas. Sedangkan, pada hasil sintesis dengan tambahan aditif, kedua variasi (1:1 dan 3:1) memberikan hasil serupa. Partikel SnO2 yang terbentuk berada dipermukaan selulosa mikrokristalin yang jauh lebih besar. Analisis SEM mikrokristalin selulosa dapat dilihat pada Gambar 5. Distribusi ukuran partikel SnO2 juga tidak berbeda jauh dengan hasil sintesis tanpa aditif. Namun agregasi tetap terjadi, keberadaan selulosa didalam campuran prekursor tidak dapat mencegah terjadinya nukleasi yang berlanjut, sehingga partikel-partikel teragregasi membentuk ukuran yang lebih besar.
Gambar 5. SEM mikrokristalin selulosa
Gambar 4. SEM hasil sintesis (a) tanpa aditif, (b) selulosa 1:1, (c) selulosa 3:1.
Sintesis SnO2 tanpa aditif dan dengan aditif selulosa telah dilakukan. Berdasarkan pengamatan secara kasat mata dan didukung hasil analisis XRD dan SEM, adanya aditif selulosa mampu memberikan pengaruh terhadap fase timah oksida yang diperoleh. Sehingga hanya terbentuk fase SnO2 saja pada sintesis dengan aditif selulosa. Sedangkan pada sintesis tanpa selulosa, menghasilkan dua jenis timah oksida yaitu SnO2 dan SnO. Namun aditif selulosa tidak dapat membantu mencegah terjadinya agregasi, sehingga ukuran
partikel SnO2 masih berada direntang mikrometer.
Ucapan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) yang telah membantu pendanaan penelitian melalui Program Talenta Inovasi 2021.
-
[1] Al-Hamdi, A. M., et al. (2017). Tin dioxide as a photocatalyst for water treatment: A review. Process Safety and Environmental Protection 107: 190-205.
-
[2] Huda, A., et al. (2019). Enhancing the visible-light photoresponse of SnO and SnO2 through the
heterostructure formation using one-step hydrothermal route. Materials Letters 238: 264-266.
-
[3] Manoj, V., et al. (2014). Synthesis of ZnO Nanoparticles using
Carboxymethyl Cellulose Hydrogel. Asian Journal of Applied Sciences 7(8): 798-803.
-
[4] Orlandi, M. O. (2020). Tin oxide materials. Tin Oxide Materials: 1-9.
-
[5] Serpone, N. and A. V. Emeline (2012). Semiconductor Photocatalysis -Past, Present, and Future Outlook. J Phys Chem Lett 3(5): 673-677.
-
[6] Sikhwivhilu, L. M., et al. (2011). Influence of citric acid on SnO2 nanoparticles synthesized by wet chemical processes. J Nanosci Nanotechnol 11(6): 4988-4994.
-
[7] Tan, L., et al. (2011). Hydrothermal Synthesis of SnO2 Nanostructures with Different Morphologies and Their Optical Properties. Journal of Nanomaterials 2011: 1-10.
-
[8] Viet, P. V., et al. (2016). The High Photocatalytic Activity of SnO2 Nanoparticles Synthesized by Hydrothermal Method. Journal of Nanomaterials 2016: 1-8.
37
Discussion and feedback