Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 9 Nomor 2, Oktober 2021


KANDUNGAN LOGAM Pb DAN Cu DALAM TANAMAN BAYAM DAN BIOAVAILABILITASNYA DALAM TANAH PERTANIAN

DENGAN PEMBERIAN PUPUK NPK

Ni Made Dwita Prasetyawati*, I Made Siaka, Wiwik Susanah Rita

Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia, 80361

*[email protected]

ABSTRAK: Pencemaran logam berat pada tanah pertanian akibat penggunaan pupuk anorganik seperti pupuk NPK dapat berdampak pada kandungan logam berat dalam tanaman hasil pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan logam Pb dan Cu dalam tanaman bayam dan tingkat bioavailabilitas logam tersebut dalam tanah pertanian dengan pemberian pupuk NPK. Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah digesti basah untuk menetapkan logam berat total dan ekstraksi bertahap untuk spesiasi dan menentukan bioavailabilitas logam berat tersebut. Kuantifikasi Pb dan Cu dilakukan dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dengan metode kurva kalibrasi dan adisi standar. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kandungan logam Pb dan Cu pada tanaman bayam mengalami peningkatan berturut-turut dari 59,7617 dan 14,0713 mg/kg untuk tanaman tanpa pupuk NPK menjadi 80,2736 dan 21,5550 mg/kg pada tanaman dengan pemberian pupuk NPK. Penggunaan pupuk NPK pada tanah pertanian juga dapat meningkatkan logam yang bioavailable sebesar 0,83% untuk Pb dan 2,70% untuk Cu. Dengan demikian, pemberian pupuk NPK pada tanah pertanian dapat menyebabkan peningkatan bioavailabilitas Pb dan Cu dalam tanah dan kandungannya dalam tanaman bayam.

Kata Kunci: bayam, Pb, Cu, bioavailabilitas, pupuk NPK

ABSTRACT: Heavy metal contamination in agricultural soil due to the use of inorganic fertilizers such as NPK fertilizer could have an impact on heavy metal content in agricultural products. This study aimed to determine the metal content of Pb and Cu in spinach and the level of bioavailability of these metals in agricultural soils treated with NPK fertilizer. The methods applied in this study were wet digestion and sequential extraction for determining the total metals of Pb and Cu, as well as the bioavailability of these metals. The measurement and quantification of the metals were performed by the use of an Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) with applying calibration curve and standard addition techniques. In this study, it was found that the metal contents of Pb and Cu in spinach plants increased from 59,7617 and 14,0713 mg/kg, respectively for plants without NPK fertilizer to 80,2736 and 21,5550 mg/kg in plants with NPK fertilizer application. The use of NPK fertilizer on agricultural soils could also increase the bioavailable metal by 0,83% for Pb and 2,70% for Cu. Therefore, the application of NPK fertilizer to the agricultural soils could increase the bioavailability of Pb and Cu in the soil and their content in the spinach plants.

Keywords: spinach, Pb, Cu, bioavailability, NPK fertilizer

  • 1.    PENDAHULUAN

Indonesia termasuk negara agraris sehingga banyak penduduknya yang masih bekerja di sektor pertanian. Salah satu

sayuran yang banyak menjadi komoditi petanian adalah bayam. Bayam termasuk jenis sayuran yang digemari masyarakat karena kandungan gizinya yang cukup tinggi, sehingga permintaan akan sayuran ini selalu tinggi setiap tahunnya. Untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat akan sayuran, sementara lahan pertanian produktif semakin sempit, membuat para petani mencari segala upaya untuk meningkatkan hasil produksinya secara kuantitatif. Salah satu upaya yang seringkali diterapkan oleh para petani yaitu dengan menggunakan pupuk anorganik dan pestisida sintetis secara terus menerus dan intensif. Tanpa disadari upaya tersebut dapat meningkatkan logam berat pada tanah pertanian yang menjadikan tanah tercemar, sehingga hasil pertaniannya juga ikut tercemar.

Pada tanah pertanian contoh pupuk anorganik yang sering digunakan adalah pupuk NPK. Pada sistem pertanian intensif, pupuk NPK diberikan secara teratur sebagai penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Pupuk NPK berperan dalam pertumbuhan akar, pertumbuhan vegetatif tanaman, dan proses fotosintesis. Penggunaannya yang berlebih dan berkelanjutan akan memberikan kontribusi logam berat seperti Pb, Cu, Cd, Cr, Zn, dan Ni yang cukup besar pada tanah pertanian [1,2].

Pada pupuk NPK terkandung logam Pb sebesar 4,98 mg/kg dan logam Cu sebesar 16,9527 mg/kg [3,4]. Pada tanaman seperti selada, pemberian pupuk NPK dapat meningkatan kandungan Pb dari 0,110 ppm menjadi 0,140 ppm pada daun dan dari 0,120 ppm menjadi 0,248 ppm pada akarnya [5]. Logam berat yang ada di tanah dapat diserap oleh pori-pori akar dan disebarkan melalui jaringan tanaman sehingga dapat terakumulasi di akar, batang dan daun. Penyerapan logam berat sangat dipengaruhi oleh bioavailabilitas logam tersebut di dalam tanah [6].

Bioavailabilitas adalah ketersediaan sejumlah logam yang dapat diserap oleh hayati (organisme dan tumbuhan) yang dapat menimbulkan respon fisiologis atau toksik. Logam berat yang ada dalam tanah tidak semuanya bersifat bioavailable karena tidak semua logam berada dalam bentuk ion atau sebagian berada dalam bentuk-bentuk terikat pada komponen tanah. Untuk

mengetahui bioavailabilitas suatu logam di dalam tanah pertanian, perlu dilakukan analisis spesiasi [7]. Spesiasi adalah suatu proses identifikasi dan kuantifikasi berbagai spesies, fase, dan bentuk yang terdapat pada suatu media [8].

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penambahan pupuk NPK terhadap kandungan logam berat Pb dan Cu pada tanaman bayam dan media tempat tumbuhnya, serta bioavailabilitas logam tersebut di dalam tanah. Penelitian ini dilakukan dengan membuat model penelitian pertanian pada polibag sebagai tempat tumbuh bayam yang diberi perlakuan berbeda-beda (dengan pemberian dan tanpa pemberian pupuk NPK), sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan pupuk NPK terhadap akumulasi logam Pb dan Cu di dalam tanaman bayam dan bioavailabilitas logam tersebut pada tanah pertanian tempat tumbuh bayam.

  • 2.    PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan dalam penelitian ini meliputi sampel tanah pertanian Subak Penarungan, sampel tanaman bayam, Pb(NO3)2, HNO3, CuSO4.5H2O, HCl, CH3COONH4, CH3COOH, H2O2, NH2OH.HCl, kertas saring dan akuades. Zat kimia yang dipakai mempunyai kemurnian proanalisis.

Peralatan dalam penelitian ini meliputi sendok polietilen, botol polietilen, labu ukur, gelas ukur, pipet volume, pipet mikro, tabung ekstraksi, gelas Beaker, labu Erlenmeyer, corong, botol semprot, kaca arloji, pipet tetes, mortar, pH meter, neraca analitis, ultrasonic bath, shaker (penggojog), thermometer, pemanas listrik (hotplate), sentrifuse, oven, blender, ayakan polietilen 63 µm, dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu AA-7000 dengan lampu katoda Pb dan Cu.

  • 2.2    Metode

Rancangan dan perlakuan penelitian a. Rancangan penelitian

Rancangan     penelitian     dibuat

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Sampel tanah sawah berasal dari persawahan di kawasan Jl. Raya Penarungan, Mengwi. Sampel diambil pada tiga petak sawah lalu dicampurkan dan dimasukkan ke dalam plastik polibag dengan diameter 25 cm. Masing-masing plastik polibag diisi tanah sawah sebanyak ± 5 kg dengan ketinggian tanah pada

polibag ± 25 cm, lalu pada masing-masing polibag diberi kode yang menunjukkan perlakuan masing-masing seperti pada Gambar 1.

T01


T02


T03


TP1


TP2


TP3


TT1


TT2



TPT1


TPT2


TT3

TPT3


Gambar 1. Skema rancangan percobaan Keterangan:

T01-03   = Tanah tanpa pupuk dan tanaman

TP1-P2  = Tanah ditambah pupuk

TT1-T3  = Tanah ditanami bayam.

TPT1-PT3 = Tanah diberi pupuk dan ditanami bayam

b. Penanaman, Penyiraman, dan

Pemberian Pupuk Pada Bayam

Bibit bayam yang ditanam pada polibag adalah bibit yang telah memiliki daun berjumlah 5-6 helai yang sebelumnya disemai dari biji. Masing-masing polibag

ditanami 1 bibit tanaman bayam, yang ditanam hingga berumur 35 hari. Semua polibag (yang ditanami dan tidak ditanami bayam) disiram 2 kali sehari dengan volume penyiraman yang sama yaitu 1 liter setiap kali penyiraman.

Pupuk NPK yang ditambahkan pada tanah pertanian merupakan pupuk NPK 16-16-16 yang dibeli di pasaran. Dosis pupuk NPK yang digunakan adalah 1 g/polibag dan diberikan 3 kali selama periode penanaman. Cara pengaplikasiannya adalah dengan mencampurkan pupuk secara merata pada tanah yang diberi perlakuan.

Pengambilan Sampel

Sampel tanah sebelum penanaman dan saat panen diambil menggunakan sendok polietilen pada kedalam 0-20 cm. Sampel dimasukkan ke dalam tas polietilen dan disimpan di ice box untuk analisis lebih lanjut [3].

Sampel bayam yang telah dipanen diambil bagian akar, batang, dan daunnya. Sampel dimasukkan ke dalam tas polietilen dan disimpan dalam ice box untuk analisis lebih lanjut [3].

Preparasi Sampel

Sampel tanah dipisahkan dari batu-batuannya yang agak besar kemudian di keringkan dengan suhu 60oC sampai massanya konstan dengan oven. Sampel kering digerus dengar mortar hingga halus, lalu diayak dengan ayakan 63 µm. Hasil yang lolos ayakan ditempatkan pada botol polietilen untuk dianalisis [3].

Sampel tanaman bayam dipisahkan bagian akar, batang, dan daunnya lalu dibilas aquades dan dipotong-potong. Selanjutnya dioven suhu 60oC hingga massa sampel konstan. Setelah itu diblender hingga halus, selanjutnya diayak dengan ayakan 63 µm. Hasil yang lolos dari ayakan dimasukkan ke dalam botol plastik polietilen untuk dilakukan analisis [3].

Penentuan Konsentrasi Logam Total Pb dan Cu pada Tanaman Bayam

Sebanyak 0,5 gram sampel serbuk tanaman bayam ditimbang lalu dimasukkan ke tabung digesti, kemudian ditambahkan 5 mL larutan HNO3 pekat. Blanko dipreparasi dengan cara yang sama, namun tanpa penambahan sampel. Sampel dan blanko dipanaskan pada hotplate selama 2 jam dengan suhu 80 – 90oC, kemudian suhu dinaikkan menjadi 150oC sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan HNO3 pekat dan H2O2 30% masing-masing sebanyak 3-5 mL lalu digesti dilanjutkan hingga diperoleh larutan jernih. Larutan hasil digesti didiamkan hingga dingin, kemudian disaring dan diencerkan dengan aquades hingga tanda batas pada labu ukur 25 mL. Selanjutnya dianalisis dengan AAS pada panjang gelombang 217,0 nm untuk logam Pb dan 324,7 nm untuk logam Cu [3].

Ekstraksi Bertahap

a.    Ekstraksi Fraksi 1

Sampel tanah ditimbang 1 gram lalu ditambahkan 40 mL CH3COOH 0,1 M. Larutan digojog selama 2 jam selanjutnya disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Supernatan disaring dan diencerkan dengan HNO3 0,01 M hingga tanda batas pada labu ukur 50 mL. Larutan ini selanjutnya dianalisis dengan AAS. Residu yang didapat dipakai pada ekstraksi selanjutnya.

  • b.    Ekstraksi Fraksi 2

Residu fraksi I ditambahkan 40 mL NH2OH.HCl 0,1 M, lalu HNO3 sampai pH 2. Setelah itu digojog selama 2 jam dan disentrifugasi. Supernatan disaring dan diencerkan dengan HNO3 0,01 M hingga tanda batas pada labu ukur 50 mL, selanjutnya dianalisis dengan AAS. Residu yang didapat dipakai pada ekstraksi selanjutnya.

  • c.    Ekstraksi Fraksi 3

Residu fraksi II ditambahkan 10 mL larutan H2O2 8,8 M lalu ditutup dengan

kaca arloji dan didiamkan 1 jam pada suhu ruang dan dikocok sesekali. Campuran dipanaskan 1 jam dengan suhu 85oC, setelah itu ditambahkan 10 mL H2O2 8,8 M lalu pemanasan dilanjutkan. Campuran kemudian didinginkan pada suhu ruang dan setelah dingin ditambahkan 20 mL CH3COONH4 1M. Larutan ditambahkan HNO3 hingga pH 2. Campuran tersebut digojog selama 2 jam kemudian disentrifugasi. Supernatan disaring dan diencerkan dengan HNO3 0,01 M hingga tanda batas pada labu ukur 50 mL, selanjutnya dianalisis dengan AAS. Residu yang didapat dipakai pada ekstraksi selanjutnya.

  • d.    Ekstraksi Fraksi 4

Residu fraksi III dicuci dengan 10 mL aquades dan ditambahkan 10 mL reverse aquaregia. Campuran didigesti pada suhu 60oC selama 45 menit lalu dipanaskan selama 45 menit pada suhu 140oC, selanjutnya disentrifugasi. Supernatan disaring dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas pada labu ukur 50 mL, selanjutnya dianalisis dengan AAS.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Pb dan Cu Total dalam Sampel Tanah

Konsentrasi Pb dan Cu total yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Pada Tabel 1 dan 2. terlihat konsentrasi logam Pb dan Cu total sebelum penanaman dan saat panen bayam pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan TP yang ditambahkan pupuk NPK sebanyak 3 kali selama masa penanaman dengan sekali dosis 1 g/polibag terjadi peningkatan kandungan logam Pb dan Cu total pada tanah pada saat panen. Peningkatan ini disebabkan karena pada pupuk NPK yang ditambahkan ditemukan mengandung logam Pb sebesar 10,7730 ± 0,6443 mg/kg sedangkan logam Cu sebesar 15,5866 ± 0,6550 mg/kg. Pada tanah dengan perlakuan TP ini tidak dilakukan penanaman bayam sehingga logam Pb dan

Cu yang berasal dari pupuk NPK hanya akan terakumulasi di tanah.

Tabel 1. Konsentrasi Logam Pb Total

dalam Sampel Tanah

Perlakuan

Konsentrasi A

Pb (mg/kg) B

T0

429,3580 ±

429,3603 ±

1,1565

0,4049

TT

429,9338 ±

370,1823 ±

0,8138

0,7268

TP

431,9286 ±

442,7542 ±

1,6823

2,7785

TPT

430,8154 ±

361,2518 ±

1,2567

10,7730 ±

1,0145

PUPUK

0,6443

-

Keterangan:

A   = Sebelum Penanaman Bayam

B    = saat panen bayam

T0 = Tanah tanpa pupuk dan tanaman

TT   = Tanah ditanami bayam

TP   = Tanah ditambah pupuk

TPT = Tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam

Berbeda dengan perlakuan TP, pada perlakuan TT dan TPT terjadi penurunan terhadap kandungan logam Pb dan Cu total pada tanah saat panen. Penurunan kandungan logam Pb total pada tanah perlakuan TT dan TPT ini terjadi akibat adanya tanaman bayam pada kedua tanah perlakuan ini. Logam Pb yang ada di tanah akan diserap dalam jumlah tertentu oleh akar bayam selama proses pertumbuhan dan disebarkan keseluruh bagian tanaman [9], yang mengakibatkan adanya akumulasi logam Pb dan Cu pada bagian tertentu dari tanaman tersebut.

Tanah perlakuan TPT mengalami penurunan kandungan logam Pb total lebih besar pada perlakuan TT. Perbedaan ini terjadi akibat adanya pengaplikasian pupuk NPK pada tanah perlakuan TPT. Pengaplikasian pupuk NPK ini, selain memberikan kontribusi penambahan logam Pb, juga dapat membuat tanaman bayam yang tumbuh menjadi lebih subur dengan daun yang lebih lebar dibandingkan dengan bayam yang tumbuh pada tanah perlakuan

TT. Semakin lebar daun bayam, maka kapasitas serap logam pada tanaman bayam tersebut akan makin meningkat [10,11]. Faktor inilah yang menyebabkan bayam pada perlakuan TPT dapat menyerap lebih banyak logam dari tanah dibandingkan dengan bayam pada perlakuan TT, sehingga kandungan logam Pb total pada tanah perlakuan TPT lebih rendah dibandingkan dengan tanah perlakuan TT pada saat panen.

Kandungan logam Pb dan Cu total pada perlakuan T0 tidak mengalami perubahan pada saat panen, kondisi ini disebabkan karena pada perlakuan T0 tidak dilakukan penambahan pupuk NPK maupun penanaman bayam, sehingga tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap kandungan kedua logam tersebut dalam tanah.

Tabel 2. Konsentrasi Logam Cu Total

dalam Sampel Tanah

Perlakuan

Konsentrasi A

Cu (mg/kg) B

T0

70,0672 ±

70,0526 ±

0,7208

1,0423

TT

68,4382 ±

54,3564 ±

1,3836

0,7505

TP

69,9105 ±

85,5016 ±

1,0375

1,0920

TPT

69,5659 ±

63,3145 ±

0,6471

15,5866 ±

0,5619

PUPUK

0,6550

-

Keterangan:

A   = Sebelum Penanaman Bayam

B    = Saat Panen Bayam

T0 = Tanah tanpa pupuk dan tanaman

TT   = Tanah ditanami bayam

TP   = Tanah ditambah pupuk

TPT  = Tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam

Secara keseluruhan konsentrasi logam Pb dan Cu total sebelum penanaman dan saat panen bayam pada masing-masing tanah perlakuan tidak lebih dari 500 dan 100 mg/kg. Ini tergolong belum tercemar menurut nilai GLC (the farmer Greater London Council) yang menyatakan bahwa tanah pertanian belum tercemar apabila

Tabel 3. Spesiasi Logam Pb dan Cu dalam Tanah

Perlakuan

Fraksi

Tanah Sebelum Penanaman

Tanah Saat Panen

Pb (mg/kg)

Cu (mg/kg)

Pb (mg/kg)

Cu (mg/kg)

I (EFLE)

105,6904

19,4433

105,6041

19,4200

T0

II (Fe/Mn Oksida)

82,8920

6,9759

82,9031

6,9900

III (Organik/ sulfida)

112,3742

17,4698

112,4526

17,4739

IV (Resistent)

128,4014

26,1782

128,4005

26,1686

I (EFLE)

105,9375

18,9108

38,2997

2,7211

TT

II (Fe/Mn Oksida)

83,3708

6,7879

87,0545

7,7117

III (Organik/ sulfida)

112,5557

16,9059

116,7079

18,0697

IV (Resistent)

128,0699

25,8336

128,1201

25,8539

I (EFLE)

106,8327

19,0047

112,5845

26,0134

TP

II (Fe/Mn Oksida)

83,1211

6,9132

85,1645

9,0623

III (Organik/ sulfida)

112,4795

17,8457

115,4537

24,2556

IV (Resistent)

129,4953

26,1469

129,5515

26,1703

I (EFLE)

106,0226

19,0674

29,4353

6,5517

TPT

II (Fe/Mn Oksida)

83,7630

6,9758

87,8500

9,3143

III (Organik/ sulfida)

113,3701

17,4698

116,2917

21,3697

IV (Resistent)

127,6597

26,0529

127,6747

26,0788

Keterangan: T0 = tanah tanpa pupuk dan tanaman    TT = tanah ditanami bayam

TP = tanah ditambah pupuk TPT = tanah ditanami bayam dan diberi pupuk


Tabel 4. Bioavailabilitas Logam Pb dan Cu Sebelum Penanaman dan Saat Panen

Perlakuan

Bioavailabilitas

Sebelum penanaman

Saat Panen

Pb (%)

Cu (%)

Pb (%)

Cu (%)

Bioavailable

24,62

27,75

24,60

27,72

T0

Berpotensi Bioavailable

45,48

34,89

45,50

34,92

Non Bioavailable

29,91

37,36

29,91

37,36

Bioavailable

24,64

27,63

10,35

5,01

TT

Berpotensi Bioavailable

45,57

34,62

55,04

47,43

Non Bioavailable

29,79

37,75

34,61

47,56

Bioavailable

24,73

27,18

25,43

30,42

TP

Berpotensi Bioavailable

45,29

35,42

45,31

38,97

Non Bioavailable

29,98

37,40

29,26

30,61

Bioavailable

24,61

27,41

8,15

10,35

TPT

Berpotensi Bioavailable

45,76

35,14

56,51

48,46

Non Bioavailable

29,63

37,45

35,34

41,19

Keterangan: T0 = tanah tanpa pupuk dan tanaman TT = tanah ditanami bayam

TP = tanah ditambah pupuk TPT = tanah ditanami bayam dan diberi pupuk


kandungan logam beratnya masih berada dalam kisaran 0-500 mg/kg untuk Pb dan 0100 mg/kg untuk Cu [1].

Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Pb dan Cu dalam Tanah

Pada penelitian ini digunakan metode ekstraksi bertahap untuk menentukan spesiasi logam Pb dan Cu, sehingga fraksi

logam berat dalam berbagai bentuk perikatannya yaitu fraksi EFLE (F1), fraksi Fe/Mn oksida (F2), fraksi organik sulfida (F3), dan fraksi resistant (F4) dapat diketahui. Berdasarkan empat fraksi tersebut, fraksi EFLE digolongkan sebagai logam yang bersifat bioavailable atau tersedia bagi tumbuhan. Fraksi Fe/Mn Oksida memiliki ikatan yang lebih stabil dibandingkan EFLE, stabilitas ikatan ini bisa berkurang jika keadaan potensial redox (Eh) dalam tanah rendah sehingga logamnya dapat lepas membentuk ion atau kompleks ion, dan fraksi ini biasanya

digolongkan sebagai logam yang berpotensi bioavailable. Fraksi Organik Sulfida juga digolongkan sebagai logam yang berpotensi bioavailable karena pada fraksi ini logam akan terikat pada bahan organik/sulfida, logam pada fraksi ini hanya dapat terdegradasi jika ada oksidator kuat di dalam tanah [12]. Fraksi resistant digolongkan sebagai non bioavailable karena pada fraksi ini logam akan terikat kuat sebagai silikat atau fase mineral yang sangat stabil sehingga sulit terlepas. Setelah spesiasi logam-logam ini diketahui, maka bioavailabilitas logam Pb dan Cu yang terkandung di dalam tanah dapat ditentukan. Kandungan logam Pb serta Cu yang terekstraksi dari proses ekstraksi bertahap terhadap semua perlakuan sampel tanah sebelum dan saat panen bayam disajikan dalam Tabel 3.

Pada Tabel 3. terlihat pada tanah perlakuan TT dan TPT sama-sama mengalami penurunan kandungan logam Pb pada fraksi I, namun mengalami peningkatan pada fraksi II dan III. Penurunan ini menunjukkan adanya logam Pb bioavailable terserap oleh tanaman bayam yang tumbuh di tanah tersebut, sedangkan peningkatan pada fraksi II dan III terjadi karena sebagian logam Pb bebas berasosiasi dengan Fe/Mn oksida atau organik/sulfida di tanah membentuk Pb-organik/Pb-sulfida.

Berbeda dengan perlakuan TT dan TPT, pada perlakuan TP mengalami

peningkatan kandungan logam Pb pada ketiga fraksi. Peningkatan ini mengindikasikan adanya input logam dari luar yakni dari penambahan pupuk NPK. Hasil pengukuran pada pupuk NPK yang digunakan, ditemukan kandungan logam Pb sebesar 10,7730 ± 0,6443 mg/kg. Logam Pb yang tersedia oleh pupuk NPK sebagian besar akan masuk ke dalam fraksi EFLE yang menyebabkan logam ini tersedia bagi organisme dan tumbuhan, sebagian lagi berasosiasi dengan fraksi Fe/Mn oksida dan fraksi organik/sulfida menjadi Pb-organik/Pb-sulfida yang ikatannya lebih kuat dan stabil dibandingkan fraksi EFLE. Pada perlakuan ini tidak teramati adanya penurunan kandungan logam Pb pada fraksi EFLE, karena pada tanah perlakuan TP ini tidak dilakukan penanaman sehingga tidak ada logam yang terserap oleh tanaman bayam. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tanaman pada tanah perlakuan sangat berpengaruh terhadap kandungan logam Pb pada fraksi EFLE.

Spesiasi logam Cu pada tanah perlakuan TT dan TPT sama-sama mengalami penurunan kandungan logam Cu pada fraksi I saat panen, akan tetapi mengalami peningkatan pada fraksi II dan III. Hal ini menunjukkan adanya logam Cu bioavailable yang terserap bersamaan dengan unsur hara yang ada di tanah oleh tanaman bayam yang tumbuh di tanah tersebut. Akan tetapi, tidak semua logam Cu yang bioavailable diserap oleh tanaman bayam, sebagian dari logam Cu berasosiasi dengan fase organik/sulfida membentuk Cu-organik/Cu-sulfida yang terikat kuat pada tanah, dan sebagian lagi akan diikat oleh Fe/Mn oksida. Penyerapan logam Cu oleh fraksi organik ini terjadi karena logam Cu merupakan logam essensial yang diperlukan oleh tanah dan organisme di dalamnya [13]. Logam Cu memiliki afinitas sangat kuat terhadap organik [14], sehingga Cu akan lebih banyak berikatan dengan organik yang ada di tanah. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan logam Cu tertinggi terjadi di fraksi III.

Pada tanah dengan perlakuan TP yang diberi penambahan pupuk NPK menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan logam Cu pada fraksi I, II, dan III saat panen. Peningkatan ini disebabkan oleh adanya kontribusi logam Cu sebesar 15,5866 ± 0,6550 mg/kg oleh pupuk NPK yang ditambahkan, selain itu tidak adanya penanaman bayam pada tanah perlakuan ini juga menjadi penyebab meningkatnya kandungan logam pada ketiga fraksi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk NPK memberikan kontribusi terhadap bertambahnya logam Cu yang bioavailable dan berpotensi bioavailable pada tanah pertanian.

Pada tanah T0 tidak terjadi perubahan dari saat sebelum penanaman hingga panen, sebab tanah ini merupakan tanah tanpa adanya perlakuan. Selain itu pada fraksi IV pada setiap perlakuan juga tidak mengalami perubahan yang signifikan. Logam pada fraksi IV berasal dari pelapukan batuan secara alami. Logam-logam pada fraksi ini sangat sulit terurai dan sangat resistant, sehingga keberadaannya di dalam tanah tidak mengkhawatirkan karena sulit untuk diserap oleh tanaman.

Spesiasi logam Pb dan Cu pada semua tanah perlakuan sebelum penanaman bayam memiliki pola penyebaran yang sama, dengan pola penyebaran logam Pb yaitu F4 > F3 > F1 > F2 dan F4 > F1 > F3 > F2 untuk logam Cu. Saat panen, pola penyebaran logam Pb dan Cu pada tanah T0 dan TP masih sama dengan pola sebelum penanaman bayam, sedangkan pada perlakuan TT dan TPT mengalami perubahan dengan pola yang sama menjadi F4 > F3 > F2 > F1 untuk Pb dan Cu. Persentase bioavailabilitas logam Pb dan Cu pada semua tanah perlakuan disajikan dalam Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4. persentase logam Pb yang mendominasi di tanah sebelum penanaman merupakan logam Pb yang berpotensi bioavailable. Hal ini menandakan bahwa semua tanah sampel percobaan memiliki kandungan Fe/Mn oksida dan organik/sulfida relatif tinggi

sehingga sebagian besar Pb terikat pada kedua fase tersebut. Fe/Mn oksida dan organik/sulfida memegang peranan penting dalam mengikat logam berat Pb sehingga kurang bioavailable pada keadaan normal. Berbeda dengan logam Pb, persentase logam Cu yang mendominasi di tanah merupakan logam yang non bioavailable. Keberadaan logam Cu yang non bioavailable tidak perlu dikhawatirkan karena bersifat resistant dan sulit terlepas sehingga tidak dapat diserap oleh tumbuhan. Selain itu, persentase logam Cu yang berpotensi bioavailable juga cukup tinggi di tanah sebelum penanaman. Ini menandakan bahwa tanah tersebut mengandung cukup banyak organik, sehingga logam Cu juga banyak terikat di fraksi II dan III.

Saat panen, pada tanah perlakuan T0 dan TT didominasi oleh logam Pb yang berpotensi bioavailable dan logam Cu non bioavailable. Akan tetapi, pada tanah TP dan TPT didominasi oleh logam Pb non bioavailable dan logam Cu yang berpotensi bioavailable. Logam yang berpotensi bioavailable ini dapat menjadi bioavailable bagi tanaman apabila terjadi proses redoks pada tanah.

Pada Tabel 4. juga dapat dilihat bahwa terjadi peningkatkan persentase logam Pb dan Cu yang bioavailable yaitu sebesar 0,83% untuk Pb (24,60% tanpa NPK dan 25,43% dengan NPK) dan 2,70% untuk Cu (27,72 tanpa NPK dan 30,42% dengan NPK) pada tanah TP bila dibandingkan dengan tanah T0 pada saat panen. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan persentase logam berat Pb dan Cu di tanah, sebab pada pupuk NPK yang ditambahkan mengandung logam Pb dan Cu masing-masing sebesar 10,7730 ± 0,6443 dan 15,5866 ± 0,6550 mg/kg.

Kandungan Logam Pb dan Cu Total Tanaman Bayam

Kandungan logam Pb dan Cu total tanaman bayam disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan Logam Pb dan Cu

Total Tanaman Bayam

Perlakuan

Pb (mg/kg)

Cu (mg/kg)

TT

59,7617 ±

14,0713 ±

1,8472

1,6371

TPT

80,2736 ±

21,5550 ±

0,5732

0,5760

Keterangan: TT = tanah ditanami bayam TPT = tanah ditanami bayam dan diberi pupuk.

Kandungan logam Pb dan Cu total pada tanaman bayam dengan perlakuan TPT cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman bayam pada perlakuan TT. Ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk NPK pada media tumbuh bayam meningkatkan kandungan logam yang dapat diserap oleh tanaman bayam.

Kandungan logam Cu total pada tanaman bayam pada perlakuan TT dan TPT lebih rendah dari pada logam Pb, ini karena kandungan logam Cu yang bioavailable lebih kecil dibandingkan dengan kandung logam Pb yang bioavailable pada tanah sebelum penanaman bayam (Tabel 4). Rendahnya kandungan logam Cu yang bioavailable dalam tanah dapat disebabkan oleh bahan organik yang cenderung mengikat Cu karena Cu memiliki afinitas yang kuat terhadap organik [14] sehingga mobilitas logam Cu akan berkurang dan lebih sulit untuk diserap oleh tanaman bayam. Keberadaan Cu dalam tanah menyebabkan logam Pb cenderung berada dalam bentuk bebas/ion atau mudah larut di dalam tanah sehingga menjadi lebih bioavailable bagi tanaman bayam. Akumulasi logam berat pada tanaman sangat dipengaruhi oleh lebar daun dan kecepatan transformasinya yang tinggi. Logam akan masuk melalui bagian akar yang mengalami kontak dengan tanah yang mengandung logam berat, selanjutnya disebarkan ke bagian tumbuhan melalui jaringan tumbuhan, dan terakumulasi di bagian-bagain tertentu tanaman [8].

  • 4.    KESIMPULAN

Kandungan logam berat Pb dan Cu pada tanaman bayam tanpa pupuk NPK

berturut - turut 59,7617 dan 14,0713 mg/kg sedangkan pada tanaman dengan pemberian pupuk NPK 80,2736 dan 21,5550 mg/kg. Penggunaan pupuk NPK pada tanah pertanian juga dapat meningkatkan logam yang bioavailable sebesar 0,83% untuk Pb dan 2,70% untuk Cu. Dengan demikian, pemberian pupuk NPK pada tanah pertanian dapat meningkatkan bioavailabilitas Pb dan Cu dalam tanah dan kandungannya dalam tanaman bayam.

  • 5.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Alloway, B.J. Heavy Metals in Soils 2nd edition. Glasgow, 1995.

  • [2]    Taylor, M.D. and Percival, H.J. Cadmium in Soil Solution from A Transect of Soil Away from A Fertilizer Bin. Environmental Pollution. 2001,113(1), 35-40.

  • [3]   Parmiko, I.P.M., Siaka, I.M., dan

Suarya, P. 2014. Kandungan Logam Cu dan Zn dalam Tanah dan Pupuk serta Bioavailabilitasnya dalam Tanah Pertanian di Daerah Bedugul. Jurnal Kimia. 2014, 8(1), 91-96.

  • [4]  Hayati, E. Pengaruh Pupuk Organik

dan Anorganik Terhadap Kandungan Logam Berat dalam Tanah dan Jaringan Tanaman Selada. J. Floratek. 2010, 5, 113-123.

  • [5]  Angima, S. Toxic Heavy Metals in

Farm Soil. Oregon State University. 2010, 5(3), 1-3.

  • [6]  Florence, T.M., Morrison G.M., and

Stauber J.L. Determination of Trace Element Speciation of the Role of Speciation in Aquatic Toxicity, Elsevier Science publisher B.V., Amsterda. CSIRO Center for Advanced Analytical Chemistry. 1992.

  • [7]    Davidson, C.M., Duncan, A.L., D. Littlejohn, A.M., Ure, L.M. Garden. 1998. A Critical Evaluation of the Three–Stage BCR Sequential Extraction Procedure to Assess the Potential Mobility and Toxicity of Heavy Metals in Industially-

Contaminated Land. Analytica Chimica Acta. 1998, 393, 45-55.

  • [8]    Siaka,     I.M.     Spesiasi     dan

Bioavailabilitas Logam Berat dalam Tanah dan Akumulasinya dalam Sayuran Sebagai Dasar Penentuan Tingkat Aman Konsumsi. Disertasi. Universitas Udayana. 2016.

  • [9]    Pinta, E. Analisis Kandungan Logam Timbal pada Sayur Kangkung dan Bayam di Jalan Kartama Pekanbaru Secara Spektrofotometri Serapan Atom. JOM FMIPA. 2015, 2(1), 7582.

  • [10]    Ittana, F. Metal in Leafy Vegetables Grown in Addis Ababaand Toxicological Implication. Ethiopian Journal of Health Development. 2002, 6, 295-302.

  • [11]    Okoronkwo, NE, Igwe, JC., and Onwuchekwa, EC. Risk and Health Implications of Polluted Soils for Crops Production. African Journal of Biothecnology. 2005,  4(1),  1521

1524.

  • [12]    Gasparatos, D., Haidaouti, C., Andrinopoulus, and Areta, O. Chemical      Speciation      and

Bioavailability of Cu, Zn, and Pb in Soil from the National Garden og Athens, Greece. Proceedings: International     Conference     on

Environmental     Science     and

Technology. Rhodes Island, 2005.

  • [13]    Widowati, W., Sastiono, A., dan Yusuf, R. Efek Toksik Logam. Andi. 2008.

  • [14]    Reichman, S.M. The Response of Plants to Metal Toxicity: A Review Focusing on Copper, Manganese and Zinc. The Austalian Minerals & Energi Environment Foundation, 2002.

67