Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 8 Nomor 2, Oktober 2020


RECOVERY LOGAM PALADIUM (II) DARI LIMBAH INDUSTRI PERTAMBANGAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI PELARUT TRANSPORT AKTIF

Tri Madesa Patadungan*, Manuntun Manurung, James Sibarani

Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia *[email protected]

ABSTRAK: Teknik ekstraksi pelarut transport aktif (EPTA) merupakan ekstraksi pelarut dengan menambahkan zat lain yang berfungsi ganda sebagai ekstraktan dan zat aktif permukaan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan persentase recovery logam paladium (II) yang terekstraksi dari sampel limbah industri pertambangan dengan teknik EPTA pada kondisi optimum dari parameter ekstraksi. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik EPTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik ekstraksi untuk teknik EPTA menggunakan larutan standar Pd (II) 100 ppm adalah waktu ekstraksi selama 20 menit, laju putaran pengadukan sebesar 1000 rpm, konsentrasi HCl pada fasa air adalah 0,25 M, dan konsentrasi trioktilmetilamonium klorida (TOMAC) pada fasa organik adalah 0,033 M sedangkan pada sampel limbah industri pertambangan dapat mentranspor rata-rata sekitar 61,04 ± 1,88% yang mengandung Pd (II) sebesar 320 ppm.

Kata kunci: ekstraksi pelarut transport aktif, persen ekstraksi Pd (II), trioktilmetilamonium klorida

ABSTRACT: Active transport solvent extraction technique (EPTA) is a solvent extraction by adding other substances that act as extractants and surface active agent. The purpose of this study was to determine the percentage of recovery of palladium (II) extracted from mining industry waste samples with the EPTA technique at the optimum conditions of the extraction parameters. The research method used is the EPTA technique. The results showed that the best extraction conditions for the EPTA technique using Pd (II) standard solution of 100 ppm were extraction time of 20 minutes, stirring rate of 1000 rpm, HCl concentration of 0.25 M in the aqueous phase, and methyltrioctylammonium chloride (TOMAC) concentration of 0.033 M in the organic phase. The extraction process using the optimum conditions can only transport about 61,04 ± 1,88% of Pd (II) content out of 320 ppm from the mining industrial waste sample.

Keywords: active transport solvent extraction, percent extraction of Pd (II), methyltrioctylammonium chloride

  • 1.    PENDAHULUAN

Indonesia kaya akan sumber daya alam mineral yang potensial dan beragam. Salah satu sumber daya alam mineral yang dihasilkan adalah paladium. Paladium termasuk ke dalam kelompok logam mulia yang mempunyai peranan penting dalam aplikasi di bidang industri yaitu sebagai

katalis dan komponen alat elektronika, sedangkan dari segi estetika digunakan sebagai bahan dasar pembuatan emas putih. Kelimpahan paladium di alam sangatlah sedikit, sehingga paladium mempunyai harga yang cukup mahal seiring dengan meningkatnya permintaan di bidang industri [1].

Limbah industri pertambangan yang mengandung paladium (II) sebagian besar masih diolah di luar negeri dan hanya sepertiganya saja yang dapat diolah dan dimurnikan di dalam negeri. Bila pengolahan dan pemurnian limbah industri pertambangan dilakukan di luar negeri menjadi tidak menguntungkan bagi kepentingan nasional, mengingat kebutuhan bahan baku paladium di bidang industri saat ini dipenuhi dengan cara mengimpor dari luar negeri sedangkan kekayaan alam masih banyak yang belum diolah di dalam negeri. Sejalan dengan hal tersebut maka dibuatlah Undang-Undang No. 4 tahun 2009 mengenai mineral dan batu bara yang mewajibkan para pengusaha pertambangan untuk mengolah mineralnya di dalam negeri sampai menjadi produk jadi dan larangan untuk mengekspor bijih mineral mulai tahun 2014. Hal ini membuka peluang sekaligus tantangan bagi industri pertambangan di Indonesia untuk dapat meningkatkan nilai tambah dari mineralmineral logam termasuk dalam mengolah limbah industri pertambangan seperti paladium (II) di dalam negeri harus menjadi prioritas utama [2].

Teknik recovery paladium (II) yang diterapkan selama ini, masih menggunakan teknik konvensional yaitu pengendapan selektif dan ekstraksi pelarut [3]. Pada penelitian ini, telah dilakukan suatu teknik recovery logam paladium (II) dari limbah industri pertambangan dengan teknik ekstraksi pelarut transport aktif (EPTA). Teknik EPTA merupakan ekstraksi pelarut dengan menambahkan zat lain yang berfungsi ganda sebagai ekstraktan dan zat aktif permukaan. Kelebihan dari teknik EPTA ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan dikarenakan membutuhkan jumlah pelarut yang lebih sedikit, tidak memerlukan kestabilan emulsi, dan prosesnya lebih sederhana.

Teknik EPTA ini dilakukan dengan terlebih dahulu mengubah paladium (II) menjadi anion kompleks kloro (PdCl42-) di fasa air, kemudian ditarik ke fasa organik yang mengandung surfaktan kationik

amonium kuartener. Setelah itu, dilakukan proses stripping di fasa organik dengan larutan kalium tiosianat sehingga terjadi pergantian ligan Cl- dan SCN-. Selanjutnya ion Cl- kembali bergabung dengan kation amonium kuartener dan kembali ke fasa organik, sehingga dapat digunakan kembali. Proses ini berlangsung berulang-ulang secara kontinu [4].

2.PERCOBAAN

  • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang digunakan dalam objek penelitian ini adalah sampel limbah yang mengandung logam paladium (II), standar baku PdCl2 (Merck), kerosen, HCl p.a (Merck), surfaktan TOMAC (trioktilmetilamonium klorida) (Merck), dan aquabidest.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, corong pisah, penyangga corong pisah, bola hisap, pH meter (Mettler Toledo MP 220 pH Meter), neraca analitik (Sartorius BSA 224 S-CW), hotplate dan magnetic stirrer (Thermo Scientific S194615 Cimarec Basic Economy Analog Magnetic Stirrer). Instrumen yang digunakan yaitu ICP-OES (ICP Agilent 720 OES).

  • 2.2    Metode

    Pembuatan Larutan Standar Logam Pd (II) 1000 ppm

Garam PdCl2 ditimbang sebesar 0,1667 gram, kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL yang berisi 10 mL larutan HCl 0,1008 M sambil dipanaskan. Setelah itu, diaduk hingga larut. Selanjutnya dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan hingga tanda batas dengan larutan HCl 0,1008 M.

Pembuatan Larutan Standar Logam Pd (II) 100 ppm

Larutan standar induk logam Pd (II) 1000 ppm dipipet sebanyak 10,0 mL, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, lalu diencerkan dengan menggunakan aquabidest hingga tanda batas dan dikocok sampai homogen.

Preparasi Sampel

Sampel limbah ditambahkan HCl 0,25 M dengan perbandingan volume 1 : 1 sebagai fasa air. Kemudian sampel ini siap untuk diekstraksi.

Ekstraksi Pelarut Transpor Aktif Pembuatan Fasa Organik

Disiapkan fasa organik yang terdiri dari surfaktan TOMAC dan kerosen dengan perbandingan volume 1:  1, kemudian

campuran diaduk dengan kecepatan 1000 rpm selama 10 menit sehingga diperoleh campuran homogen [4].

Optimasi Waktu Ekstraksi

Penentuan     waktu     ekstraksi

dilakukan dengan berbagai variasi waktu yaitu 5; 10; 20; 30 sampai 40 menit dan variabel lain dibuat tetap, kemudian ditentukan persen ekstraksinya dengan menggunakan persamaan 1 untuk menghitung besarnya persen ekstraksi ion Pd (II) [5]. Selanjutnya dibuat kurva antara persen ekstraksi terhadap waktu, sehingga diperoleh waktu optimum ekstraksi.

%E=     100%     (1)

Co

Dimana:

%E = persen ekstraksi

Co = konsentrasi awal ion Pd (II) dalam larutan (fasa air)

Ca = konsentrasi akhir ion Pd (II) dalam larutan setelah ekstraksi (fasa air).

Optimasi Laju Putaran Pengadukan

Penentuan laju putaran pengadukan divariasikan dari 200; 400; 600; 800 sampai 1000 rpm dan variabel lain dibuat tetap, kemudian ditentukan persen ekstraksinya dengan menggunakan persamaan 1. Selanjutnya dibuat kurva antara persen ekstraksi terhadap laju putaran pengadukan sehingga diperoleh laju putaran optimum pengadukan.

Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida pada Fasa Air terhadap Persen Ekstraksi

Konsentrasi asam klorida (HCl) pada fasa air perlu dilakukan dikarenakan pH larutan dan konsentrasi ion klorida (Cl-) di fasa air berperan dalam pembentukan anion kompleks kloro dari logam. Kemudian dengan menggunakan optimasi waktu ekstraksi dan laju putaran pengadukan sebelumnya, maka dilakukan variasi konsentrasi HCl pada fasa air yaitu 0,00; 0,25; 0,50; 1,00; 2,00 dan 3,00 M. Setelah itu, ditentukan persen ekstraksi dengan menggunakan persamaan 1. Selanjutnya dibuat kurva antara persen ekstraksi terhadap konsentrasi HCl pada fasa air sehingga diperoleh konsentrasi HCl yang optimum pada fasa air.

Pengaruh Konsentrasi TOMAC pada Fasa Organik terhadap Persen Ekstraksi

Konsentrasi surfaktan TOMAC pada fasa organik divariasikan dari 0,00; 0,011; 0,022; 0,033 sampai 0,044 M. Kemudian ditentukan persen ekstraksi larutan logam Pd (II) dengan menggunakan persamaan 1. Selanjutnya dibuat kurva antara persen ekstraksi sebagai fungsi konsentrasi surfaktan di fasa organik sehingga diperoleh konsentrasi TOMAC yang optimum pada fasa organik.

Ekstraksi Sampel

Disiapkan gelas piala 250 mL kemudian dimasukkan fasa organik dan fasa air dengan perbandingan volume 1 : 5. Setelah itu, campuran diekstraksi dengan waktu ekstraksi optimum sambil dilakukan pengadukan dengan kecepatan optimum. Selanjutnya, didiamkan hingga terbentuk dua lapisan yaitu fasa organik dan fasa air. Kandungan Pd (II) di fasa air dianalisis dengan ICP-OES. Perlakuan yang sama dikerjakan hingga tiga kali ulangan dan ditentukan persen ekstraksi tiap ulangan dengan menggunakan persamaan 1.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Pengaruh Waktu Ekstraksi terhadap Persen Ekstraksi

Waktu ekstraksi merupakan periode waktu antara fasa organik kontak dengan fasa air. Proses transport atau ekstraksi ion logam terjadi dikarenakan adanya reaksi pasangan ion antara anion kompleks kloro dari ion logam dengan kation dari ekstraktan TOMAC di antarmuka, sampai berdifusi ke fasa organik membutuhkan waktu tertentu. Untuk itu dilakukan sederatan proses ekstraksi dimana waktu ekstraksi divariasikan dari 5; 10; 20; 30 dan 40 menit (Gambar 1). Logam Pd (II) memiliki perbedaan kereaktifan kompleks kloro terhadap ekstraktan. Hal ini berkaitan dengan kemudahan pembentukan anion kompleks kloro dari logam Pd (II) dan efektivitas interaksi kompleks kloro dengan ekstraktan di fasa air atau antarmuka fasa air-organik, serta kelarutan senyawa kompleks-ekstraktan yang terbentuk di fasa organik. Waktu ekstraksi optimum untuk Pd (II) yaitu 20 menit untuk mencapai persen ekstraksi Pd (II) tertinggi yaitu 99,83%. Hasil ini menunjukkan bahwa waktu ekstraksi 20 menit adalah kondisi optimal untuk menjalankan sistem EPTA. Waktu ekstraksi dari 5 hingga 20 menit cenderung mengalami peningkatan persen ekstraksi Pd (II) dari 99,19% menjadi 99,83%. Selanjutnya mengalami penurunan dari 99,83% menjadi 99,25% dengan bertambahnya waktu ekstraksi.

  • 3.2    Pengaruh Laju Putaran Pengadukan pada Persen Ekstraksi

Laju putaran pengadukan perlu dilakukan optimasi, oleh karena itu laju putaran pengadukan divariasikan dari 200; 400; 600; 800 dan 1000 rpm. Laju putaran pengadukan dibutuhkan untuk membantu difusi ion logam ke antarmuka dan mengurangi adanya rintangan batas antarmuka, sehingga memudahkan reaksi dapat berlangsung di antarmuka antara anion kompleks kloro dari logam Pd (II) dengan ekstraktan dan juga berfungsi untuk homogenisasi pada larutan (Gambar 2).

Gambar 1. Waktu ekstraksi terhadap %E dari 100 ppm larutan standar Pd (II)

■ Persen Ekstraksi

99,36   99,82

200    400    600    800   1000

Laju pengadukan (rpm)

Gambar 2. Laju putaran pengadukan terhadap %E dari 100 ppm larutan standar Pd (II)

Data tersebut menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan %E seiring dengan laju putaran pengadukan, semakin cepat laju putaran pengadukan maka hasil persen ekstraksi yang diperoleh semakin tinggi dikarenakan luas tumbukan juga semakin besar, tetapi laju putaran pengadukan yang terlalu cepat pada saat ekstraksi dapat menyebabkan distribusi logam Pd (II) dari fasa air ke fasa organik membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak cukup bagi ion logam untuk bereaksi, akibatnya persen ekstraksi akan cenderung mengalami penurunan dimana hal ini menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan solut yang terekstrak ke fasa organik [6]. Kondisi optimum yang relatif baik dipilih pada laju putaran pengadukan 1000 rpm dikarenakan pada kondisi tersebut telah

memberikan %E tertinggi yaitu sebesar 99,82%.

  • 3.3    Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida pada Fasa Air terhadap Persen Ekstraksi

Adanya pengaruh dari HCl pada fasa air, diperlukan untuk dapat mengatur kondisi larutan dan menjadi sumber ion klorida (Cl-) yang sangat berperan dalam pembentukan anion kompleks kloro. Optimasi dilakukan dengan sederetan ekstraksi menggunakan konsentrasi HCl yang bervariasi yaitu 0,00; 0,25; 0,50; 1,00; 2,00 dan 3,00 M (Gambar 3). Data tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl pada fasa air maka persen ekstraksi yang diperoleh menurun. Konsentrasi HCl yang tinggi dapat memberikan konsentrasi ion klorida yang tinggi juga pada fasa air. Di satu sisi ion klorida diperlukan untuk pembentukan anion kompleks kloro, tetapi di sisi lain konsentrasi ion Cl- yang tinggi pada fasa air dapat menghambat ionisasi surfaktan di antarmuka sehingga dapat mengakibatkan jumlah surfaktan yang berfungsi secara efektif sebagai agen transport menjadi berkurang dan akhirnya dapat menurunkan persen ekstraksi logam Pd (II) [4].

  • ■ Persen Ekstraksi

dikarenakan pada kondisi tersebut telah memberikan %E tertinggi yaitu sebesar 99,80%. Parameter lain yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi yaitu adanya konsentrasi ion klorida (Cl-) pada fasa air yang dapat dianalisis dengan cara penambahan larutan garam KCl pada fasa air sehingga konsentrasi ion Cl- pada fasa air menjadi sangat tinggi.

  • 3.4    Pengaruh Konsentrasi TOMAC pada Fasa Organik terhadap Persen Ekstraksi

Surfaktan TOMAC termasuk ke dalam surfaktan amonium kuartener yang dapat bekerja bifungsional yaitu dapat menurunkan tegangan permukaan antarmuka fasa air-organik yang sangat baik sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan Pd (II) lebih cepat dan sekaligus penukar anion yang mobile [7].

Pengaruh penambahan ekstraktan yaitu surfaktan TOMAC ke dalam fasa organik memiliki peranan yang penting dalam teknik ekstraksi pelarut transport aktif sebagai agen transport, dikarenakan adanya ekstraktan ini dapat meningkatkan laju transport pada proses ekstraksi. Untuk itu konsentrasi surfaktan TOMAC divariasikan dari 0,00; 0,011; 0,022; 0,033 dan 0,044 M pada fasa organik. Hasil yang diperoleh disajikan dalam Gambar 4. Pada konsentrasi surfaktan TOMAC yang rendah juga memberikan hasil persen ekstraksi yang cenderung rendah

99.60 99.80 99,69

99,29 99,05


0    0,25   0,5     1      2      3

Konsentrasi HCl (M)

Gambar 3. Pengaruh konsentrasi asam klorida pada fasa air terhadap %E dari 100 ppm larutan standar Pd (II)

Kondisi optimum yang relatif baik dipilih pada konsentrasi HCl 0,25 M

■ Persen Ekstraksi

28,01

0


95.20 99,31 99,81 99,63

Illl

0,011   0,022   0,033   0,044

Konsentrasi TOMAC (M)

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi TOMAC pada fasa organik terhadap %E dari 100 ppm larutan standar Pd (II)

Penambahan selanjutnya dari surfaktan TOMAC dapat meningkatkan persen ekstraksi menuju optimum hingga akhirnya tidak akan memberikan pengaruh dikarenakan ion logam telah habis terekstraksi atau fasa organik telah jenuh. Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi ekstraktan tertinggi adalah 0,033 M dengan %E sekitar 99,81%.

Jika dilihat dari faktor fasilitas ekstraktan yang merupakan perbandingan persen ekstraksi tanpa ekstraktan terhadap persen ekstraksi dengan ekstraktan, maka dengan adanya penambahan ekstraktan pada logam Pd (II) dapat meningkatkan transport empat kali lebih besar seperti yang terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Faktor Fasilitas Ekstraktan

Konsentrasi TOMAC (mol/L)

%E Pd (II)

%Eo

F  (%⅛)

0,00

28,01

3,56 ≈ 4

0,033

99,81

Dimana:

%Eo = persen ekstraksi tanpa ekstraktan %Eek = persen ekstraksi dengan ekstraktan F = faktor fasilitas

  • 3.5    Ekstraksi Sampel

Ekstraksi Pd (II) dilakukan pada keasaman (pH) larutan standar yaitu 2,88 dan keasaman (pH) larutan sampel yaitu 3,00. Ekstraksi Pd (II) sangat bergantung pada pH dikarenakan dengan pH yang hampir mendekati antara larutan standar dan sampel maka dapat dilakukan teknik EPTA, dari optimasi yang dilakukan terhadap larutan standar diperoleh hasil yaitu waktu ekstraksi optimum sebesar 20 menit dengan persen ekstraksi Pd (II) sebesar 99,83%, laju putaran pengadukan optimum sebesar 1000 rpm dengan persen ekstraksi Pd (II) sebesar 99,82%, konsentrasi HCl optimum sebesar 0,25 M dengan persen ekstraksi Pd (II) sebesar 99,80%, dan konsentrasi surfaktan TOMAC optimum sebesar 0,033 M dengan persen ekstraksi Pd (II) sebesar 99,81%. Kemudian dilakukan perlakuan yang sama

terhadap sampel dengan menggunakan kondisi optimum tersebut.

Persen Ekstraksi

62,81

Gambar 5. Ekstraksi sampel terhadap %E

Hasil persen ekstraksi yang diperoleh dari sampel limbah yang mengandung logam Pd (II) yang berkonsentrasi 320 ppm dengan tiga kali pengulangan memberikan hasil persen ekstraksi yaitu rata-rata 61,04 ± 1,88% (Gambar 5). Hasil ini berbeda pada saat dilakukan optimasi parameter yang menghasilkan persen ekstraksi lebih dari 99% dikarenakan larutan yang digunakan adalah larutan standar logam Pd (II) dengan kualitas pro analisis yang mempunyai kemurnian Pd (II) yang tinggi. Jika dibandingkan dengan hasil analisis pada sampel limbah yang mengandung logam Pd (II) ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah bahwa sampel limbah ini mengandung matriks kandungan logam yang kompleks selain logam Pd (II) seperti adanya logam lain yaitu Pt, Ni, Au, Zn, Ag, dll yang mempengaruhi hasil ekstraksi sampel ini. Selain itu Pd (II) yang membentuk anion kompleks kloro seharusnya adalah dalam bentuk ion, akan tetapi dalam limbah tersebut terdapat senyawa lain seperti Fe/Mn oksida, organik, sulfida yang mampu membuat Pd tidak dalam bentuk ion sehingga sulit untuk dijadikan anion kompleks kloro dan sulit berdifusi ke fasa organik.

  • 4.    KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kondisi terbaik ekstraksi untuk teknik EPTA menggunakan larutan standar Pd (II) 100 ppm adalah waktu ekstraksi selama 20 menit, laju putaran pengadukan 1000 rpm, konsentrasi HCl pada fasa air sebesar 0,25 M, dan konsentrasi TOMAC pada fasa organik sebesar 0,033 M. Teknik EPTA mampu mentranspor rata-rata sekitar 61,04 ± 1,88% Pd (II) pada kondisi optimum dengan tiga kali pengulangan terhadap sampel limbah yang mengandung logam Pd (II) 320 ppm, sehingga jika demikian halnya maka terbuka kemungkinan untuk melakukan proses ekstraksi pelarut transport aktif.

  • 5.    UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih banyak pada Bapak Supri selaku Kepala Bidang PASKAL yang telah memberikan fasilitas tempat, alat, dan bahan penelitian, dan semua pihak yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian penelitian ini.

  • 6.    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Praipruke, S., Korbratna, K., and      [7]

    Supawan, T. 2012. Extraction of Palladium from Acidic Chloride Media into Emulsion Liquid Membrane using LIX 984N-C.

    Nonferrous Metallurgy. 1(2):13-22.


    [2]


    [3]


    [4]


    [5]


    [6]


Hendra, T. 2011. Studi Optimasi Recovery Perak dari Decopperized Anode Slime dengan Selective Leaching Ammonium Hidroksida. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.

Prayitno dan Budiyono, M. E. 2001. Penurunan Kadar Tembaga dalam Air Limbah dengan Proses Ekstraksi Membran Cair. Prosiding P3TM-BATAN. Yogyakarta.

Manurung, M. 2002. Kinerja Surfaktan Amonium Kuartener pada Pemisahan Logam Ni (II), Pd (II) dan Pt (IV) secara Ekstraksi Pelarut Bersufaktan. Disertasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Chang, S. H., Teng, T.T., and Ismail, N. 2009. Optimization of Cu (II) Extraction from Aqueous Solution by Soybean-Oil-Based Organic Solvent using Response Surface Methodology. Water Air Soil Pollut. 217(3): 567-576.

Purwani, M. dan Prayitno. 2013. Ekstraksi Konsentrat Neodimium memakai Trioktilamin. Jurnal IPTEK Nuklir Ganendra. 17(1):17-26.

Noah, N., Norasikin, O., Siti, K., and Nurul, A. 2015. Palladium Extraction using Emulsion Liquid Membrane Process – Stability Study. Advanced Materials Research. 1113:376-38.

98