FOTODEGRADASI ZAT WARNA LIMBAH CAIR INDUSTRI PENCELUPAN DENGAN KATALIS ZEOLIT ALAM/TiO2 DAN SINAR UV
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 8 Nomor 1, Mei 2020

FOTODEGRADASI ZAT WARNA LIMBAH CAIR INDUSTRI
PENCELUPAN DENGAN KATALIS ZEOLIT ALAM/TiO2 DAN SINAR UV
Dewik Setiyawati, I Nengah Simpen*, dan Oka Ratnayani
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Jimbaran, Bali 80361, Indonesia *[email protected]
ABSTRAK: Penelitian degradasi limbah cair industri pencelupan telah dilakukan. Dalam penelitian ini, fotodegradasi zat warna limbah cair industri pencelupan dilakukan menggunakan katalis zeolit alam/TiO2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas permukaan spesifik katalis zeolit alam/TiO2, asam basa permukaan serta jumlah situs aktifnya, dan untuk menentukan kemampuan katalis zeolit alam/TiO2 dalam fotodegradasi zat warna limbah cair industri pencelupan terhadap perubahan pH, COD, dan intensitas zat warnanya. Karakterisasi dilakukan secara metode sorpsi methylene blue untuk mengamati luas permukaan spesifik katalis, FTIR untuk menentukan gugus fungsi yang terkandung dalam katalis, dan metode titrasi asam-basa untuk mengetahui sifat asam-basa permukaan katalis serta jumlah situs aktif. Karakteristik dengan menggunakan methylene blue diperoleh luas permukaan spesifik zeolit alam/TiO2 sebesar 164,3179 m2/g, dan jumlah situs aktif total sebesar 13,1208 x 1020 atom/g. Kondisi optimum fotodegradasi katalis zeolit alam/TiO2 terjadi pada menit ke-90 dengan massa katalis 2,0 g serta volume limbah optimum pada 25 mL dan nilai COD sebesar 145,62 mg/L dan pH 6,73.
Kata kunci: fotodegradasi, limbah industri pencelupan, zeolit alam/TiO2
ABSTRACT: Research on the degradation of dyeing industry wastewater has been carried out. In this study, fotodegradation of dyeing industry wastewater was done using natural zeolite/TiO2 catalyst. The study aimed to determine the characteristics of natural zeolite/TiO2 catalysts such as specific surface area, acidity-basicity and amount of active sites, as well as the ability of natural zeolite/TiO2 for photodegradation of dyeing industrial wastewater based on pH, COD and the concentration of the dyes. The characterization of natural zeolite/TiO2 was carried out using methylene blue sorption method to observe the catalysts specific surface area, FTIR to analyse the functional groups contained in the catalysts, and acid-base titration methods to determine the acid-base properties of the surface as well as the number of the active sites. Characterization by using methylene blue sorption method resulted in specific surface area of zeolite/TiO2 of 164.3179 m2/g and the number of active sites was 13.1208 x 1020 atom/g. The optimum conditions for photodegradation of natural zeolite/TiO2 catalysts occurred at 90 minutes, with catalyst weight of 2.0 g, the optimum waste volume of 25 mL and COD value of 145.62 mg/L and pH 6.73.
Keywords: dyeing industrial wastewater, photodegradation, natural zeolite/TiO2
Kemajuan teknologi yang semakin pesat terutama di negara Indonesia berimbas pada perkembangan industri
khususnya industri tekstil. Limbah industri tekstil yang banyak dihasilkan yaitu limbah yang berasal dari proses pencelupan kain, yang dapat menimbulkan dampak signifikan terhadap lingkungan perairan,
karena dalam prosesnya menggunakan zat warna. Zat warna yang digunakan biasanya mengandung senyawa organik yang sangat sulit didegradasi secara biologi. Zat warna banyak digunakan dalam industri pencelupan, karena akan terikat kuat pada kain yang menjadikan kain tidak mudah pudar.
Sejalan dengan masalah yang ditimbulkan oleh limbah zat warna, maka perlu adanya upaya untuk mengolah limbah zat warna. Telah banyak metode yang digunakan untuk mengolah limbah cair zat warna namun masih banyak kelemahannya, maka dari itu dikebangkannya pengolahan limbah dengan metode fotodegradasi [1]. Fotodegradasi umumnya memerlukan suatu katalis yang bersifat semikonduktor yaitu titanium dioksida (TiO2), karena adsorben yang ditambahkan dengan TiO2 dapat meningkatkan sisi aktif dari fotokatalis. Akibatnya, dapat menyebabkan ion dalam zat warna pada limbah dapat terserap, karena TiO2 mempunyai energi gap relatif besar (3,2 eV) yang cocok digunakan untuk fotokatalis [2].
Titanium dioksida (TiO2) memiliki kemampuan adsorpsi yang rendah terhadap zat warna, sehingga dapat menyebabkan efisiensi fotokatalitik yang rendah. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuannya adalah dengan mengembankan TiO2 ke dalam adsorben sebagai pengemban katalis. Salah satu adsorben yang digunakan adalah zeolit alam, yang mempunyai pori dan luas permukaan spesifik yang relativ besar. Material TiO2 terembankan pada zeolit alam akan menghasilkan adsorben yang dapat menjerap sekaligus mampu menguraikan zat warna menjadi senyawa yang aman bagi lingkungan [3].
Katalis zeolit alam/TiO2 digunakan untuk mendegradasi zat warna limbah cair industri pencelupan. Telah banyak penelitian yang menggunakan teknik fotodegradasi untuk mengolah limbah. Nanokomposit TiO2-zeolit mampu mendegradasi zat warna berwarna kuning dengan persentase degradasi 37,8% dan zat
warna berwarna biru dengan persentase 92,8% [4]. Selain itu, komposisi TiO2-bentonit untuk degradasi zat warna methylene blue dengan persentase degradasi mencapai 82,28% [5]. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang memberikan hasil baik, maka dilakukan metode fotodegradasi limbah cair industri pencelupan menggunakan katalis TiO2 dengan pengemban zeolit.
Pengembannan TiO2 ke dalam zeolit dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuannya dalam mendegradasi zat warna limbah cair industri pencelupan. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan menjadi solusi untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, khususnya limbah zat warna. Hasil dari sintesis zoelit alam/TiO2 akan dikarakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red) untuk mengidentifikasi gugus fungsi dalam zeolit alam/TiO2, luas permukaan spesifik secara metode sorpsi methylene blue, titrasi asam-basa untuk mengetahui sifat asam-basa permukaan serta jumlah situs dari zeolit alam/TiO2, dan dipelajari pula pengaruh massa, volume, serta waktu fotodegradasi limbah zat warna limbah industri pencelupan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu sampel limbah industri pencelupan, zeolit alam, akuades, etanol 96%, TiO2, HCl 0,5 M, indikator pp, NaOH 0,5M, kertas saring, methylene blue, K2Cr2O4, H2SO4, AgSO4, dan Fe(NH4)2(SO4)2.
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu botol vial, kotak penyinaran, lampu UV, statif dan klem, pengaduk magnet, hotplate, tanur, neraca analitik, ayakan, buret, peralatan gelas, oven, cawan porselen, desikator, pipet tetes, seperangkat alat refluks, kondensor
refluks, Fourier Transform Infrared (FTIR), dan spektrofotometri UV-Vis.
-
2.2 Metode
Preparasi dan pengukuran sampel limbah cair industri pencelupan
Limbah cair diambil dari industri pencelupan kain di Jalan Pulau Kawe, Denpasar. Limbah cair kemudian diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengukur intensitas zat warnanya, selanjutnya COD dan pH.
Aktivasi zeolit alam
Seratus (100) g zeolit alam yang lolos ayakan 200 mesh dimasukkan ke dalam gelas baker dan ditambahkan 1000 mL akuades, sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 3-4 jam. Zeolit alam lalu disaring dan dipanaskan pada suhu 500C sampai beratnya konstan. Ke dalam 100 g zeolit yang telah dicuci, ditambahkan 1000 mL asam sulfat 2 M dan diaduk selama 14-16 jam dengan menggunakan pengaduk magnet. Zeolit kemudian dicuci dengan akuades hingga bersih dan dikeringkan pada suhu 120oC sampai mencapai berat konstan. Padatan zeolit yang telah kering dihaluskan dan diayak kembali sampai lolos ayakan 200 mesh. Hasil aktivasi zeolit yang diperoleh, ditentukan keasaman dan kebasaan permukaan dan jumlah situs aktif secara titrasi asam basa, gugus fungsi
menggunakan FTIR, dan luas permukaan spesifik secara metode sorpsi methylene blue.
Pembuatan katalis zeolit alam/TiO2
Pembuatan katalis zeolit alam/TiO2 dilakukan dengan menimbang zeolit alam sebanyak 3 g dan dicampurkan ke dalam 2,4 g TiO2, kemudian ditambahkan 10 mL etanol absolut 96 %, diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 5 jam. Zeolit alam/TiO2 dikeringkan dalam oven selama 5 jam pada suhu 120oC, setelah kering zeolit alam/TiO2 digerus dan diayak menggunakan ayakan 200 mesh.
Selanjutnya, padatan dikalsinasi pada suhu 500oC selama 5 jam [2]. Katalis zeolit alam/TiO2 yang diperoleh ditentukan keasaman dan kebasaan permukaan dan jumlah situs aktif, gugus fungsi, dan luas permukaan spesifiknya.
Penentuan waktu penyinaran optimum
Dalam penenntuan waktu penyinaran optimum, enam buah gelas beker 50 mL masing-masing diisi dengan 25 mL larutan limbah cair industri pencelupan. Ke dalam enam gelas beker tersebut ditambahkan masing-masing 2,5 gram zeolit alam/TiO2, enam buah gelas beker berisi zeolit alam/TiO2 disinari dengan sinar UV selama 15, 30, 60, 75, 90 dan 120 menit. Pemisahan filtrat yang mengandung sisa zat warna dan suspensi dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Filtrat yang didapatkan dianalisis intensitas warnanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis, serta COD dan pH.
Penentuan massa katalis optimum
Untuk menentukan optimasi massa katalis, lima buah gelas beker 50 mL masing-masing diisi dengan 25 mL larutan limbah cair industri pencelupan. Ke dalam lima gelas beker tersebut ditambahkan masing-masing 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 g zeolit alam/TiO2. Lima buah gelas beker berisi zeolit/TiO2 disinari dengan sinar UV selama waktu penyinaran optimum. Pemisahan filtrat yang mengandung sisa zat warna dan suspensi dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Filtrat yang didapatkan dianalisis intensitas warnanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis, serta COD dan pH.
Penentuan volume limbah cair optimum
Dalam menentukan optimasi volume sampel limbah cair, lima buah gelas beker 50 mL masing-masing diisi dengan 20, 25, 30, 35, dan 40 mL limbah warna industri pencelupan. Ke dalam gelas, ditambahkan zeolit alam/TiO2 sebanyak massa optimum katalis. Setelah itu
dimasukan ke dalam reaktor sinar ultraviolet dan diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu penyinaran optimum. Filtrat yang mengandung sisa zat warna dan suspensi dipisahkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Filtrat yang didapatkan dianalisis intensitas warnanya menggunakan spektrofotometer UV-Vis, serta COD dan pH.
Efektifitas fotodegradasi pada kondisi optimum
Untuk menentukan kondisi
Parameter |
Satuan |
Baku Mutu |
Nilai |
pH |
- |
6,0-9,0 |
2,07 |
COD |
mg/L |
150 |
1153,432 |
optimum fotodegradasi zat warna limbah
cair industri pencelupan dua buah gelas beker 50 mL masing-masing diisi dengan volume optimum larutan limbah cair industri pencelupan kemudian ditambahkan massa optimum katalis zeolit/TiO2 dan diaduk dengan stirer dengan waktu kontak optimum. Pemisahan antara padatan dan filtrat yang mengandung sisa zat warna limbah industri pencelupan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit dilakukan juga perlakuan yang sama namun tanpa penyinaran dan ditutup dengan plastik hitam. Filtrat yang didapatkan dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, COD dan pH. Selanjutnya padatan hasil efektifitas dikeringkan menggunakan oven dan diukur dengan FTIR untuk melihat apakah katalis tersebut mampu mendegradasi.
Hasil karakterisasi awal limbah industri pencelupan yang didapatkan, disajikan pada Table 1 dan Gambar 1.
Tabel 1. Nilai pH dan COD dari Limbah Cair Industri Pencelupan
Gambar 1. Spektra absorbasi dari masing-masing panjang gelombang pada limbah industri pencelupan
Derajat keasaman (pH) dan COD limbah cair industri pencelupan (Tabel 1) menunjukkan bahwa nilainya telah melebihi baku mutu, yang menunjukkan bahwa limbah tersebut bersifat asam. Hasil analisis panjang gelombang spektrofotometri UV-Vis (Gambar 1), menunjukkan bahwa terdapat 4 puncak yaitu panjang gelombang 670,00 nm, 626,00 nm, 417,00 nm, dan 258,00 nm. Panjang gelombang 670,00 nm dan 626,00 nm kemungkinan munculnya warna biru yaitu zat warna metylen blue dan Remazol brilliant blue [6], sementara panjang gelombang 417,00 nm dan 258,00 nm kemungkinan munculnya warna biru jenis metanil yellow [7] dan logam berat difenoltimah (IV) diklorida [8].
Hasil karakterisasi luas permukaan spesifik, kebasaan dan keasaman permukaan dan jumlah situs aktif katalis disajikan dalam Tabel 2.
Hasil karakterisasi keasaman dan kebasaan permukaan zeolit alam dan zeolit alam/TiO2 (Tabel 2), menunjukkan bahwa zeolit yang termodifikasi oleh TiO2 memiliki sifat kebasaan permukaan yang rendah. Sedangkan, untuk zeolit alam kebalikannya dari zeolit alam yang termodifikasi oleh TiO2 yaitu memiliki kebasaan yang tinggi dan modifikasi zeolit alam dengan TiO2 mampu meningkatkan
Tabel 2 Nilai Luas Permukaan, Kebasaan, Keasaman Permukaan dan Jumlah Situs Aktif
Jenis Katalis |
Luas Keasaman Kebasaan Permukaan Jumlah Situs Permukaan Permukaan Spe2sifik (m2/g) (m2/g) Aktif (Atom/g) |
Zeolit alam |
153,6458 0,7952 ± 0,0699 1,0485 ± 0,0906 11,1028 x 1020 |
Zeolit alam/TiO2 |
164,3179 1,5118 ± 0,7458 0,6670 ± 0,0954 13,1208 x 1020 |
nilai keasaman permukaan dari zeolit alam. Kenaikan nilai keasaman permukaan berpengaruh terhadap nilai situs aktif asam. Dari meningkatnya nilai keasaman pada zeolit alam yang di modifikasi dengan TiO2 dapat meningkatkan aktivitas dari katalis dalam mendegradasi zat warna industri pencelupan. Menurut Yang, kebasaan permukaan katalis sangat berkaitan dengan jumlah situs basa (basa Bronsted maupun Lewis) yang terikat pada katalis, yang dinyatakan sebagai jumlah milimol basa dalam setiap gram katalis [9]. Sedangkan, keasaman permukaan katalis berkaitan dengan jumlah situs asam (asam Bronsted maupun Lewis) yang terikat pada katalis, yang dinyatakan sebagai jumlah milimol asam dalam setiap gram katalis. Sedangkan, luas permukaan spesifik merupakan karakter fisik yang penting. Luas permukaan spesifik dinyatakan dalam jumlah total luas permukaan spesifik zeolit yang berbentuk serbuk dalam setiap satuan massa zeolit [10].
Luas permukaan spesifik katalis menunjukkan bahwa zeolit alam/TiO2 memiliki luas permukaan spesifik terbesar 164,3179 m2/g, sedangkan luas permukaan spesifik zeolit alam didapatkan 153,6458 m2/g. Kenaikan luas permukaan zeolit alam setelah dimodifikasi dengan TiO2 disebabkan oleh bertambahnya pori-pori serta meningkat pula jumlah situs aktifnya. Penelitian Wijaya et al. (2005), didapatkan bahwa luas permukaan spesifik zeolit alam/TiO2 sebesar 100,96 m2/g. Luas permukaan spesifik yang besar yang diperoleh tersebut, akan memperbesar pula kemampuan katalis untuk mengadsorpsi zat
warna, sehingga peluang untuk mendegradasi zat warna juga semakin tinggi [11].
Gambar 2. Spektra FTIR (a). Zeolit alam, (b). TiO2, dan (c). Zeolit alam/TiO2
Karakterisasi FTIR digunakan untuk menentukan gugus fungsi dari zeolit alam dan zeolit alam/TiO2 sehingga dugaan untuk mengetahui struktur dan karakteristik ikatan zeolit alam dan TiO2. Spektra dari zeolit alam dan zeolit alam/TiO2 ditampilkan pada Gambar 2. Hasil spektra FTIR zeolit alam dan zeolit alam/TiO2 mengalami pergeseran serapan bilangan gelombang pada 3653,17 cm-1, yang merupakan ikatan O-H regang, yang menunjukkan telah terjadi dehidrasi akibat proses pemanasan [12]. Hadirnya TiO2 pada permukaan zeolit, dibuktikan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang karakteristik pada 2364,73 cm-1 dan 653,87 cm-1, yang muncul pada spektra zeolit alam/TiO2 dan pada spektra TiO2. Namun, tidak muncul pada spektra zeolit
alam walaupun ada sedikit pergeseran yang diakibatkan proses pemanasan. Ini berarti, modifikasi dengan TiO2 dalam zeolit telah berhasil terjadi dan telah meningkatkan luas permukaan spesifik menjadi 164,3179m2/g dan jumlah situs aktif total 13.1208 x1020 atom/g.
Optimasi waktu penyinaran bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan katalis zeolit alam/TiO2 dalam mendegradasi limbah cair industri pencelupan dalam jumlah tertinggi. Dalam optimasi waktu penyinaran (Gambar 3 dan 4), menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan dari menit ke-15 hingga menit ke-90, tetapi terjadi penurunan degradasi pada menit ke-120. Penurunan tersebut terjadi karena katalis zeolit alam/TiO2 yang digunakan diduga telah mengalami kejenuhan dalam mengadsorpsi zat warna industri pencelupan. Waktu kontak 90 menit dipilih sebagai waktu kontak optimumnya. Ketika waktu adsorpsi melebihi waktu kontak optimumnya, maka menyebabkan terjadinya proses desorpsi atau terjadi pelepasan kembali molekul-molekul yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben. Akibatnya, konsentrasi larutannya kembali meningkat yang menyebabkan persentase degradasi menurun dan kandungan COD dan pH meningkat. Terjadinya desorpsi, mengindikasikan bahwa zat warna pencelupan tidak terdegradasi menjadi senyawa baru secara keseluruhan, akan tetapi hanya teradsorpsi ke dalam adsorben [13]. Senyawa limbah cair yang awalnya menempel pada permukaan katalis zeolit alam/TiO2 terlepas kembali, akibat ikatan hidrogen yang terjadi antara ion H+ pada zeolit alam dengan atom oksigen pada molekul limbah. Terlepasnya persenyawaan tersebut dari permukaan zeolit alam/TiO2, mengindikasikan terjadinya adsorpsi fisik ditahap awal dalam proses degradasi limbah cair pencelupan. Adsorpsi fisik sendiri melibatkan ikatan-ikatan lemah,
sehingga adsorbat dapat terlepas dari adsorben.
Gambar 3. Variasi waktu penyinaran terhadap (a) penurunan spektra adsorbansi (b) penurunan persen (%) degradasi
Gambar 4. Variasi waktu penyinaran terhadap perubahan (a) nilai COD dan (b) nilai pH.
Hasil optimasi massa katalis (Gambar 5 dan 6) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persen degradasi dari masing-masing panjang gelombang maksimum, penurunan COD dan peningkatan pH pada peningkatan massa katalis yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak radikal hidroksil (•OH) dan superoksida (•O2) yang terbentuk seiring bertambahnya jumlah fotokatalis, sehingga jumlah molekul zat warna yang terdegradasi semakin
meningkat [14]. Namun, pada penambahan fotokatalis sebanyak 2,5 g diperoleh hasil yang tidak berbeda secara signifikan dibandingkan massa fotokatalis 2,0 g, sehingga massa fotokatalis 2,0 g ditetapkan sebagai massa optimum. Hal ini diduga disebabkan bahwa semakin banyak penambahan jumlah fotokatalis, justru menyebabkan proses fotodegradasi menjadi kurang efektif dalam membentuk radikal hidroksil dan ion superoksida, akibat bulk massa sehingga fotokatalis tidak mendapatkan penyinaran UV optimal dan menyebabkan semakin banyak tersuspensi [15].
Penggunaan fotokatalis (Gambar 7 dan 8) dapat meningkatkan persen degradasi, menurunkan nilai COD dan meningkatkan pH dari volume limbah 20 mL hingga 25 mL. Namun, mulai volume limbah 30 mL hingga 40 mL, persen degradasi dan pH menurun, sementara nilai COD meningkat. Artinya, efektivitas fotokatalis menurun dengan meningkatnya volume limbah yang diinteraksikan. Oleh karena itu, volume optimum limbah yang dapat didegradasi oleh fotokatalis zeolit alam/TiO2 adalah 25 mL.

Gambar 5. Variasi massa katalis yang digunakan terhadap (a) penurunan
spektra adsorbansi (b) penurunan
persen degradasi

Gambar 7. Variasi volume limbah
terhadap (a) penurunan spektra
adsorbansi (b) penurunan persen (%) degradasi

Gambar 6. Variasi massa katalis yang digunakan terhadap perubahan (a) nilai COD dan (b) nilai pH

Gambar 8. Variasi volume limbah
terhadap perubahan (a) nilai COD dan (b) nilai pH.
Hasil degradasi limbah cair pada kondisi optimum oleh zeolit alam/TiO2 dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Efektivitas degradasi limbah cair pencelupan dengan dan tanpa sinar UV dilakukan untuk mengetahui apakah yang terjadi merupakan fotodegradasi atau hanya adsorpsi pada fotokatalis. Hasil yang diperoleh bahwa dengan bantuan sinar UV dapat mendegradasi lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa menggunakan sinar UV. Hal tersebut membuktikan bahwa telah terjadi proses fotodegradasi limbah cair pencelupan dengan adanya fotokatalis. Oleh karena itu, diketahui bahwa keberadaan TiO2 juga berpengaruh terhadap proses fotodegradasi, yaitu berperan sebagai fotokatalis untuk mengoksidasi zat warna menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ini membuktikan bahwa telah terjadinya penurunan intensitas warna, penurunan COD dan kenaikan pH sampai mendekati netral (6,73).
Gambar 9. Efektifitas degradasi dengan dan tanpa sinar UV terhadap (a) penurunan spektra adsorbansi dan (b) peningkatan persen (%) degradasi
Gambar 10. Efektifitas degradasi dengan dan tanpa sinar UV terhadap (a) nilai COD dan (b) nilai pH
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Vcm
Gambar 11. Spektra FTIR (a) katalis zeolit alam/TiO2 awal (b) katalis tanpa penyinaran dan (c) katalis dengan penyinaran.
Katalis yang telah diaplikasikan dengan limbah industri pencelupan dengan bantuan sinar UV terdapat beberapa gugus fungsi (Gambar 11) yang tidak muncul dari sebelum dilakukan aplikasi dengan sinar UV, namun muncul pada katalis tanpa sinar UV, yaitu pada bilangan gelombang 2808,36 cm-1 dan 817,82 cm-1. Hal tersebut
menyebabkan pergeseran gugus fungsi [1]
pada katalis dengan penyinaran, sehingga tidak munculnya gugus fungsi, dan terjadi pergeseran gugus fungsi karena akibat adanya limbah cair dan adanya cahaya yang membantu penyerapan. Katalis dengan [2]
cahaya, memunculkan bilangan gelombang tetapi tidak muncul pada katalis sebelum aplikasi dan katalis tanpa sinar, yaitu pada bilangan gelombang 1637,56 cm-1 yang [3]
merupakan serapan dari H2O (O-H tekuk).
Ini berarti, fotodegradasi pada kondisi optimum dan dengan bantuan sinar UV telah berhasil terjadi, karena terdapat beberapa perbedaan bilangan gelombang dan telah terjadi penurunan persentase degradasi serta nilai COD dan pH.
[4]
4. KESIMPULAN
Hasil karakterisasi fotokatalis zeolit
alam/TiO2 diperoleh bahwa luas permukaan spesifik 164,3179 m2/g dan jumlah situs aktif total 13,1208 x 1020 atom/g meningkat secara signifikan dibandingkan zeolit alam. Waktu penyinaran optimum dari proses fotodegradasi zat warna limbah industri pencelupan oleh zeolit alam/TiO2 diperoleh pada menit ke-90, dengan massa katalis optimum 2,0 g dan volume limbah optimum pada 25 mL, dengan nilai COD yang diperoleh sebesar 145,62 mg/L dan pH 6,73. Hasil tersebut memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
[5]
[6]
[7]
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan terima kasih kepada Dr. [8]
Ida Ayu Gede Widihati, Dr. Ni Wayan Bogoriani, dan Dr. Manuntun Manurung, yang telah memberikan saran untuk perbaikan tulisan ini.
[9]
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, K., Tahir, I., dan Haryati, N. 2005. Sintesis Fe2O3-Monmorilonit dan Aplikasinya sebagai Fotokatalis untuk Degradasi Zat Pewarna Congo Red. Indo. J. Chem. 5(1): 41-47.
Wardhani S, dan Andari, N. D. 2014. Fotokatalis TiO2-zeolit untuk Degradasi Metilen Biru. Chemistry progress. 7(1): 9-14.
Aliah, H., Sawitri, A., Aji1, M. P., Setiawan, A., Sustini, E., Budiman, M., dan Abdullah, M. 2012. Pelapisan Partikel TiO2 pada Polimer Polipropilena dan Aplikasinya sebagai Reusable Photocatalyst. Prosiding Seminar Nasional Material Fisika. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Naimah, H., Ardhanie, S., dan Jati, B.N. 2014. Degradasi Zat Warna pada Limbah Cair Industri Tekstil dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan Nanokomposit TiO2-Zeolit. J. Kimia Kemasan. 36: 225236.
Reyendra, A.F., Wardhani, S., dan Tjahjanto, R.T. 2014. Pengaruh Komposisi TiO2-Bentonit terhadap Degradasi Metilen Biu. Kimia Student Journal. 2: 555-561.
Maghfiroh, L. 2016. Adsorpsi Zat Warna Tekstil Remazol Brilliant Blue menggunakan Zeolit yang disintesis dari Abu Layang Batubara. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang,
Ayesha, A.A, Mukhtar, A., dan Yanti, P.H. 2015. Degradasi Senyawa Metanil Yellow secara Fotokatalitik menggunakan TiO2 dan HNO3. JOM FMIPA. 2(1): 87-91.
Hermawati, E. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Difeniltimah (IV) Dibenzoat dan Trifeniltimah (IV) Benzoat terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif. Tesis. Megister Kimia FMIPA Universitas Lampung.
Yang, R.T. 2003. Adsorbent Fundamentals and Applications. 1st
edition. NewJersey: John Willey and Sons Inc.
-
[10] Busca, G., Berardinelli, S., Resini, C., and Arrighi, L. 2014. Technologies for the Removal of Phenol from Fluid Streams: A Short Review of Recent Development. J. Hazard. Mater. 160: 265-288.
-
[11] Wijaya, K., Tahir, I., dan Haryati, N. 2005. Sintesis Fe2O3-Monmorilonit dan Aplikasinya sebagai Fotokatalis untuk Degradasi Zat Pewarna Congo Red. Indones. J. Chem. 5(1): 41-47.
-
[12] Stuart, B., and Ando, D.J. 1996. Modern Infrared Spectroscopy. New York: John Wiley & Sons.
-
[13] Agusriyanti, S., dan Artsanti, P. 2015. Pemanfaatan Zeolit Alam Ciamis
sebagai Pengemban Fotokatalis TiO2 untuk Fotodegradasi Zat Warna
Rhodamin B. J. Sains Dasar. 4(1): 92-99.
-
[14] Wicaksono, A.P., Prasetya, dan
Hastuti, R. 2013. Pengaruh Ion
Logam Co2+ dan Cu2+ pada Proses Fotodegradasi Direct Blue 3R Menggunakan Fotokatalis Komposit ZnO- Karbon Aktif. Chem Info. 1(1): 316-327.
-
[15] Madhu, G.M., Lourdu, A.R.M.A., Vasantha, K.P.K., and Shereyas. 2007. Photodegradation of Methylene Blue Dye using YV/BaTiO3,
UV/H2O2, and UV/H2O2/BaTiO3
Oxidation Processes. Indian Journal of Chemical Technology. 14: 139
144.
25
Discussion and feedback