PENGGUNAAN ENZIM PEPSIN UNTUK PRODUKSI HIDROLISAT PROTEIN KACANG GUDE (Cajanus cajan (L.) Millsp.) YANG AKTIF ANTIOKSIDAN
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 7 Nomor 2, Oktober 2019
PENGGUNAAN ENZIM PEPSIN UNTUK PRODUKSI HIDROLISAT PROTEIN KACANG GUDE (Cajanus cajan (L.) Millsp.) YANG AKTIF ANTIOKSIDAN
Helen Helda Prastika*, Ketut Ratnayani, Ni Made Puspawati dan A.A.I.A. Mayun Laksmiwati
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung-Bali, Indonesia *email: helenhelda28@gmail.com
ABSTRAK: Penelitian tentang penggunaan enzim pepsin untuk produksi hidrolisat protein kacang gude (Cajanus cajan (L.) Millsp.) yang aktif antioksidan telah dilakukan dengan variasi waktu hidrolisis 0, 30, 60, 90, dan 120 menit. Hidrolisis protein enzimatik merupakan metode yang sangat efisien untuk menghasilkan bioaktif peptida termasuk menunjukkan aktivitas antioksidan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi asam amino bebas yang dilepaskan selama proses hidrolisis, nilai derajat hidrolisis, aktivitas antioksidan, dan pengaruh waktu hidrolisis terhadap aktivitas antioksidan. Konsentrasi asam amino diukur menggunakan standar asam amino leusin dengan menggunakan spektrofotometer pada λmaks 570 nm dan diperoleh konsentrasi tertinggi hidrolisat protein sebesar 2,4671 mg/mL. Enzim pepsin mampu menghidrolisis protein dengan nilai derajat hidrolisis tertinggi sebesar 23,59%. Aktivitas antioksidan diuji secara in vitro menggunakan radikal DPPH dan diukur pada λmaks 517 nm. Berdasarkan penelitian hidrolisat kacang gude mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 82,46%. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh variasi waktu hidrolisis terhadap terhadap peningkatan jumlah asam amino bebas, nilai derajat hidrolisis, dan aktivitas antioksidan. Diketahui bahwa semakin lama waktu hidrolisis, hasil yang diperoleh semakin meningkat. Hasil tertinggi pada masing-masing proses tersebut terjadi pada waktu 120 menit sehingga hasil dimungkinkan masih dapat meningkat dengan penambahan waktu hidrolisis.
Kata kunci: bioaktif peptida, kacang gude, pepsin, derajat hidrolisis, antioksidan
ABSTRACT: The study of the effect of pepsin enzyme for the production of pigeon pea (Cajanus cajan (L.) Millsp.) protein hydrolyzate which is active as antioxidants has been carried out with variations in hydrolysis time of 0, 30, 60, 90, and 120 minutes. Enzymatic protein hydrolysis is a very efficient method for producing bioactive peptides and also showing antioxidant activity. This study was conducted to determine the concentration of free amino acids released during the hydrolysis process, the value of hydrolysis degrees, antioxidant activity, and the influence of hydrolysis time on antioxidant activity. Amino acid concentrations were measured using standard amino acid leucine using a spectrophotometer at λmax 570 nm and obtained the highest concentration of protein hydrolyzate at 2,4671 mg / mL. The pepsin enzyme is able to hydrolyze proteins with the highest hydrolysis degree value of 23.59%. Antioxidant activity was tested in vitro using DPPH radical and measured at λmaks 517 nm. Based on the research of pigeon pea hydrolyzate it has the highest antioxidant activity of 82.46%. The results showed the influence of the variation of hydrolysis time on the increase in the number of free amino acids, the value of hydrolysis degrees, and antioxidant activity. It is known that the longer the hydrolysis time, the results obtained increase. The highest results in each of these processes occur at 120 minutes so that the results are possible can still increase with the addition of hydrolysis time.
Keywords: bioactive peptides, pigeon pea,
Bioaktif peptida yang juga dikenal sebagai ikatan amida atau peptida adalah zat organik yang terbentuk dari asam amino yang bergabung dengan ikatan kovalen. Sebagian besar bioaktif peptida yang dienkripsi dalam struktur protein induk kemudian dilepaskan oleh proses enzimatik. Protein diketahui sebagai sumber bioaktif peptida yang belum aktif dalam rantai polipeptidanya dan dapat diaktifkan selama pengolahan makanan atau selama proses pencernaan [1]. Setelah terlepas, peptida menunjukkan fungsi fisiologis yang beragam salah satunya aktivitas antioksidan. Bioaktif peptida telah diisolasi dan diidentifikasi dari beberapa sumber alami termasuk hidrolisat protein dari tumbuhan.
Kacang gude (Cajanus cajan (L.) Millsp.) merupakan salah satu sumber protein nabati. Kacang ini merupakan jenis kacang-kacangan yang mampu tumbuh pada lahan kering dan tumbuh sepanjang tahun [2]. Dalam kacang gude mengandung beberapa asam amino diantaranya asam aspartat, asam glutamat, serin, histidin, glisin, treonin, arginin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, isoleusin, leusin, dan lisin [3].
Beberapa asam amino dalam tanaman dapat bertindak sebagai antioksidan dengan cara hidrolisis enzimatik sehingga diperoleh hidrolisat protein. Hidrolisat protein adalah protein yang mengalami degradasi hidrolitik dengan basa, asam, atau enzim proteolitik yang menghasilkan peptida berantai pendek [1].
Hidrolisis enzimatik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim proteolitik salah satunya enzim pepsin. Pepsin biasa digunakan dalam media pelarutan asam yang optimal pada pH 2 untuk memutus ikatan peptida. Pepsin mempunyai spesifitas dalam pemotongan rantai peptide yang hanya memotong pada R1= Phe, Leu , Tyr, Trp dan R2 ≠ Pro [4].
pepsin, hydrolysis degree, antioxidants
Penelitian ini menggunakan enzim pepsin sebagai penghidrolisa protein kacang gude dengan variasi waktu hidrolisis untuk mengetahui pengaruh waktu terhadap aktivitas antioksidan yang diuji menggunakan radikal DPPH. Penelitian juga untuk menentukan jumlah asam amino bebas yang terlepas selama proses hidrolisis. Banyaknya asam amino bebas yang terlepas akan mempengaruhi persen derajat hidrolisis.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kacang gude yang diperoleh dari membeli di toko kacang-kacangan Gianyar, 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) 0,02%, enzim pepsin 3200-4500 satuan/ unit, NaOH 0,2 M, HCl 12 N, ninhidrin, Tri Chloroacetid Acid (TCA) 20%, K2SO4, MgO, H2SO4, H3BO3, metilen merah 0,2%, metilen biru 0,2%, akuades, indikator pH, kertas saring dengan pori 110 mm
Spektrofotometer double beam Shimadzu/ UV-1800, hot plate dan stirer bar (magnetic stirer) HP 220, waterbath shaker, shaker rotator, sentrifuge K.3 Series/ BRK 5436, maxi mix II/ vortex thermolyne, oven, tabung reaksi, blender, neraca analitik Shimadzu/ ATY 224, gelas ukur, pipet volume, tabung sentrifuge, pipet tetes, batang pengaduk, spatula, corong gelas, ayakan 60 mesh, ball filler, botol vial, inkubator, penangas air, labu Kjeldahl, soxhlet, destilator.
Kacang gude yang digunakan dalam penepungan adalah kacang gude kupas. Untuk mempermudah proses pengupasan, kacang gude direndam dengan air hangat 60 oC selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan pengupasan
terhadap kulit biji kacang gude (warna hitam) sehingga diperoleh kacang gude kupas. Kacang gude kupas yang masih basah kemudian di oven pada 50 oC selama 24 jam sehingga diperoleh kacang gude kupas kering. Kacang gude kupas kering ini selanjutnya di blender lalu diayak dengan ukuran 60 mesh sehingga diperoleh tepung kacang gude.
Isolasi protein (Bamdad, et al. dengan modifikasi) [5]
Tepung kacang gude (20 g) dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian diekstraksi dengan ditambahkan 200 mL NaOH 0,2% kemudian diaduk dan diukur pHnya (pH 12). Campuran diaduk menggunakan shaker rotator selama 60 menit. Selanjutnya campuran dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit pada 4 oC. Supernatan hasil sentrifugasi ditampung dan disimpan pada 20 oC, sedangkan pelet diekstraksi kembali dengan setengah volume awal NaOH (100 mL) hingga 2 kali pengulangan. Supernatan yang ditampung dari 3 kali pengulangan hasil sentrifugasi kemudian ditambahkan HCl 2 N hingga mencapai pH 4,5 dan dilakukan sentrifugasi kembali. Dari hasil sentrifugasi, pelet yang diperoleh dicuci dengan penambahan air suling (100 mL) kemudian pH diatur menjadi 4,5 dan disentrifugasi kembali. Selanjutnya, supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet (isolat protein) yang dihasilkan disaring menggunakan kertas saring 110 mm yang telah diketahui beratnya lalu dioven pada 50 oC selama 4 jam, kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik dan dicatat beratnya. Hasil isolasi protein ini berupa fraksi protein (isolat).
Pembuatan hidrolisat protein
Hidrolisat dari kacang gude dibuat dengan cara menghidrolisis isolat protein menggunakan enzim pepsin. Isolat protein (4 gram) ditambah aquades (100 mL) sambil diaduk. Kemudian, campuran
ditambahkan HCl 10 N hingga mencapai pH 2 (40 tetes) dengan pengocokan kuat. Selanjutnya, ditambah enzim pepsin (16 mg) lalu diaduk hingga homogen. Hidrolisis dilakukan dengan variasi waktu 0, 30, 60, 90, 120 menit. Untuk hidrolisis 0 menit, campuran larutan langsung diambil (5 mL) dan dipanaskan dalam air mendidih (100 oC) selama 10 menit untuk menonaktifkan enzim. Sisa larutan diinkubasi dalam waterbath shaker pada suhu 47 oC dan diambil (5 mL) setiap variasi waktu inkubasi. Isolat kacang gude yang telah terhidrolisis kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Masing-masing hidrolisat dengan variasi waktu ditambahkan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH 5. Selanjutnya, hidrolisat protein disentrifugasi 5000 rpm selama 15 menit pada 4 oC. Pelet dibuang dan supernatan yang diperoleh disimpan pada suhu -20 oC sebelum dianalisis.
Uji Kualitatif Asam Amino (Metode Ninhidrin)
Uji ninhidrin ini dilakukan dengan cara mencampur larutan uji dengan larutan ninhidrin. Masing-masing larutan uji disiapkan sebanyak 1 mL dan larutan ninhidrin sebanyak 5 mL. Campuran dipanaskan dengan suhu 100 oC selama 15 menit. Pengujian yang dilakukan menunjukkan hasil yang positif, jika larutan berubah warna menjadi warna biru-ungu.
Penentuan Kadar Asam Amino (Metode spektrofotometri ninhidrin)
Larutan standar asam amino (yang diwakili leusin) disiapkan dengan mengencerkan larutan stok leusin 0,2 mM menggunakan pelarut yang sama yang digunakan untuk menyiapkan larutan sampel protein dan ditambahkan sebanyak 0,2 mL reagen ninhidrin. Sebanyak 0,2 mL reagen ninhidrin juga ditambahkan ke dalam 1 mL sampel hidrolisat protein yang akan diuji, ke dalam 1 mL larutan blanko, dan ke dalam 1 mL larutan protein yang tidak dihidrolisis. Semua campuran selanjutnya dibaca absorbansinya pada
λmaks 570 nm menggunakan spektrofotometer. Kurva kalibrasi diperoleh dengan cara memplot nilai absorbansi dengan konsentrasi asam amino.
Penentuan Derajat Hidrolisis
Sebanyak 10 mL hidrolisat protein
dicampur dengan 10 mL TCA 20% dan disentrifugasi pada kecepatan 2600 rpm
selama 15 menit. Supernatan diambil dan dianalisis kadar nitrogennya dengan metode
Kjeldahl [6]. Derajat hidrolisis (%DH) dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
% =
N terlarut dalam 10% tca X Total N tanpa dihidrolisis
100%
Pengujian Kadar Nitrogen dengan Metode Kjeldahl
Sebanyak 0,2 gram sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg MgO dan 2,5 mL H2SO4. Campuran dididihkan sampai cairan menjadi jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu Kjeldahl dicuci dengan air 2 mL, kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8 mL larutan NaOH 40%. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 mL larutan H3BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metilen merah 0,2% dan 1 bagian metilen biru 0,2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Setelah itu, campuran dalam erlenmeyer diencerkan sampai 50 mL dan dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Proses yang sama dilakukan terhadap blanko. Total nitrogen ditentukan sebagai berikut:
(mL sampel - mL HCl blanko)x N HClx14,007
N(%)= , - X 100 %
berat sampel (mg )
Uji aktivitas radikal bebas dengan menggunakan DPPH
Sampel dengan variasi waktu hidrolisis (0, 30, 60, 90, 120 menit) diambil sebanyak 2 mL dan masing-masing ditambahkan DPPH (0,5 mL) 0,02% dan etanol 99,5%
(0,5 mL). Campuran didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar sebelum diukur absorbansinya. Selanjutnya, absorbansi sampel diukur menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada λmaks 517 nm. Kontrol yang digunakan adalah etanol. Perlakuan kontrol dan blanko secara detail dapat dlihat pada Tabel 2.1. Semua percobaan diulang sebanyak tiga kali. Selanjutnya dihitung aktivitas antioksidan dengan persamaan berikut:
0/ D --- .K+Ab s.B-Abs.s V
% = 100%
Abs.K
Abs. K = Absorbansi kontrol
Abs. B = Absorbansi blanko
Abs. S = Absorbansi sampel
Tabel 2. Komposisi Campuran Larutan Sampel, Blanko dan Kontrol dalam Uji DPPH
Campuran |
Etanol 99,5% (mL) |
DPPH 0,02% (mL) |
Larutan Sampel (mL) |
Sampel |
0,5 |
0,5 |
2 |
Blanko |
1 |
- |
2 |
Kontrol |
0,5 |
0,5 |
Sampel diganti 2 mL akuades |
Proses isolasi protein kacang gude diawali dengan metode ekstraksi alkalik. Tahap ini dimulai dengan pengaturan pH 12 terhadap suspensi tepung kacang gude dengan penambahan NaOH 0,2%. Sebagian besar protein akan terlarut pada suasana basa, karena pada suasana basa protein akan bermuatan negatif sehingga interaksi antar molekul protein menjadi rendah karena adanya reaksi tolak menolak antara muatan sejenis yang menyebabkan kelarutan protein akan meningkat. Tepung kacang gude yang telah diekstraksi kemudian disentrifugasi dan diambil
supernatannya karena mengandung protein terlarut.
Proses selanjutnya dilakukan tahap presipitasi isoelektrik terhadap supernatan dengan penambahan HCl 2 N hingga pH larutan menjadi 4,5. Suasana asam saat ekstraksi bertujuan untuk melarutkan mineral (komponen non protein) dan gula yang dimungkinkan masih terkandung di dalam supernatan. Pada pH 4,5 protein memiliki kelarutan yang minimum karena merupakan titik isoelektrik protein. Pada titik isoelektrik terjadi keseimbangan antara gugus bermuatan positif dengan gugus bermuatan negatif sehingga muatan total masing-masing asam amino dalam protein sama dengan nol (antar molekul protein cenderung bergabung). Fraksi protein dalam kondisi tidak bermuatan dan mempunyai kelarutan minimum yang mengakibatkan protein mengendap tetapi tidak terdenaturasi, pengendapan ditunjukkan dengan adanya warna filtrat dari warna kuning bening menjadi putih susu.
Proses hidrolisis protein yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan variasi waktu hidrolisis yaitu 0, 30, 60, 90, dan 120 menit yang masing-masing diberi kode P0, P1, P2, P3, dan P4. Untuk mengakhiri proses hidrolisis dilakukan perlakuan inaktivasi enzim dengan cara pemanasan dengan suhu tinggi sehingga enzim mengalami kerusakan pada konformasi gugus aktif enzim (denaturasi) yang mengakibatkan enzim mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan substrat dan aktivitas katalitik enzim akan berhenti. Masing-masing hidrolisat protein ditambahkan NaOH 0,1 N hingga mencapai pH 5 (mendekati titik isoelektrik) agar sisa protein yang tidak terhidrolisis mengendap, selanjutnya disentrifugasi dan diambil supernatannya untuk memperoleh hidrolisat protein yang jernih. Supernatan ini selanjutnya disimpan pada -20 oC sebelum dianalisis.
Analisis kemampuan enzim pepsin dalam hidrolisis kacang gude bertujuan untuk mengetahui kemampuan protease dalam menghidrolisis protein kacang gude dan menentukan kadar asam amino bebas yang dilepaskan selama proses hidrolisis. Analisis kemampuan protease dalam menghidrolisis protein dapat dilakukan dengan cara penentuan derajat hidrolisis, sedangkan uji adanya asam amino bebas dalam protein dengan uji ninhidrin.
Uji ninhidrin dapat digunakan untuk analisis asam amino secara kualitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui keberadaan asam amino bebas dalam suatu sampel. Asam amino bebas adalah asam amino dengan gugus amino yang tidak terikat.
Gambar 1. Reaksi uji ninhidrin (edubio.info)
Ninhidrin merupakan reagen dari triketon siklik yang ketika bereaksi dengan asam amino akan menghasilkan warna biru-ungu. Dalam uji ini, ninhidrin bertindak sebagai oksidator yang menyebabkan dekarboksilasi oksidatif dari α asam amino yang menghasilkan CO2, NH3, dan aldehid yang mempunyai rantai C lebih pendek dari asam amino asalnya. Ninhidrin yang tereduksi akan bereaksi
dengan NH3 sehingga membentuk senyawa kompleks dan menghasilkan warna biru-ungu. Semakin banyak ninhidrin pada zat uji yang dapat bereaksi, maka warna yang timbul semakin pekat. Kompleks berwarna biru-ungu tersebut menyerap pada panjang gelombang 570 nm sehingga secara kuantitatif metode ninhidrin ini juga dapat digunakan untuk menentukan kadar asam amino bebas secara spektrofotometri.
Pada penelitian ini menggunakan standar asam amino leusin yang telah diuji menggunakan spektrofotometer dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 2.
Konsentrasi Leusin (mg/mL)
Gambar 2. Kurva Standar Asam Amino Leusin
Pada uji ninhidrin digunakan lima sampel hidrolisat protein kacang gude dengan variasi waktu hidrolisis 0, 30, 60, 90, dan 120 menit (P0, P1, P2, P3, P4) ditampilkan pada Gambar 3. Dari absorbansi sampel dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi y = 0,21X + 0,1889 sehingga diperoleh hasil konsentrasi asam amino pada setiap pengulangan kemudian dihitung rata-ratanya. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrolisis protein kacang gude maka kadar asam amino bebas semakin tinggi. Hal ini menunjukkan semakin banyak asam amino bebas yang terlepas ke dalam sampel hidrolisat protein. Perubahan ini menunjukkan bahwa dengan bertambahnya waktu hidrolisis oleh enzim pepsin makin
banyak ikatan peptida yang terputus sehingga makin banyak asam amino yang terlepas.
Gambar 3. Kurva hubungan konsentrasi asam amino dengan variasi waktu hidrolisis
Penentuan derajat hidrolisis menggambarkan indikator terjadinya proses dan hasil hidrolisis. Selama proses hidrolisis berlangsung, molekul protein yang dikatalisis oleh enzim proteolitik akan mengalami pemutusan ikatan peptida. Persentase ikatan peptida yang terlepas akibat proses hidrolisis dapat dinyatakan dengan derajat hidrolisis. Derajat hidrolisis dalam proses hidrolisis protein kacang gude ditentukan dengan metode soluble SN-TCA dengan prinsip pengukuran kadar nitrogen yang terlarut dalam larutan trichloroacetic acid (TCA), setelah komponen yang tidak terlarut mengalami pengendapan akibat proses sentrifugasi. Keuntungan dari metode ini adalah proses analisisnya yang relatif lebih cepat dan praktis dibandingkan metode lain.
Pembanding dalam penentuan derajat hidrolisat ini adalah hidrolisat protein kacang gude yang tidak dihidrolisis. Penambahan TCA bertujuan untuk mengendapkan sisa protein yang tidak terhidrolisis karena TCA merupakan agen pengendapan atau presipitasi dimana ion negatif TCA akan bergabung dengan protein yang berperan sebagai kation (pH larutan dalam kondisi asam hingga
isoelektrik protein) selanjutnya akan membentuk garam protein.
Campuran tersebut selanjutnya
disentrifugasi untuk memisahkan antara supernatan dan pelet (sisa protein yang tidak terhidrolisis). Supernatan diharapkan mengandung produk asam amino hasil hidrolisis protein agar dapat dianalisis kadar nitrogennya untuk mengetahui nilai derajat hidrolisis (Tabel 3). Penentuan kadar protein isolate protein kacang gude dengan metode Kjeldahl yang dilakukan dalam 3 kali pengulangan dan diperoleh kadar protein rata-rata adalah sebesar 81,34 %. Dari data tersebut diperoleh perhitungan data pembanding yaitu total N dalam sampel yang tidak dihidrolisis adalah sebesar 3,25%. Lebih lanjut, derajat dihidrolisis kacang gude semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu hidrolisis.
Tabel 3. Total N (%) dari hidrolisat protein kacang gude dalam TCA 10%
Sampel |
Total N (%) |
Derajat hidrolisis (%) |
P1 |
0,1789 |
5,5 |
P2 |
0,3813 |
11,73 |
P3 |
0,5060 |
15,57 |
P4 |
0,7668 |
23,59 |
Peptida bioaktif tersusun atas asam amino rantai pendek yang aktivitasnya bergantung pada jumlah asam amino bebas yang terdapat pada kacang gude. Hal tersebut menjadi penyebab perbedaan nilai derajat hidrolisis protein yang dihasilkan kacang gude setiap variasinya. Peningkatan derajat hidrolisis disebabkan adanya peningkatan pemutusan ikatan peptida dan asam amino yang terlarut dalam TCA akibat pemutusan ikatan peptida selama hidrolisis berlangsung. Hasil perhitungan derajat hidrolisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variasi waktu mempengaruhi pemutusan ikatan peptida dimana semakin lama waktu hidrolisis
maka pemutusan ikatan peptida semakin meningkat yang menyababkan jumlah asam amino bebas juga meningkat sehingga nilai derajat hidrolisis naik seiring dengan lamanya waktu hidrolisis.
Pengaruh proses hidrolisis terhadap aktivitas antioksidan dapat diketahui dengan cara membandingkan aktivitas setiap variasi hidrolisis dimana waktu 0 menit mewakili kacang gude yang tidak dihidrolisis. Kacang gude dengan variasi waktu 0 menit mendapatkan perlakuan yang sama dengan variasi 30, 60, 90, dan 120 menit namun pada 0 menit dilakukan inaktivasi enzim pepsin sejak awal dengan cara dipanaskan.
Hasil positif sebagai antioksidan ditandai dengan adanya perubahan warna yang semula ungu menjadi kuning pucat saat ditambahkan larutan DPPH 0,02%. Perubahan warna terjadi karena molekul DPPH tereduksi akibat adanya senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen dalam hidrolisat protein sehingga radikal tersebut menjadi netral. Semakin kuat senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidan dan dapat dilihat dari perubahan warna ungu pada larutan DPPH menjadi pudar. Dari penelitian yang dilakukan, hidrolisat protein kacang gude memiliki aktivitas antioksidan yang ditandai perubahan warna menjadi kuning.
Penentuan kemampuan antioksidan dari hasil hidrolisat protein dilakukan dengan mengukur absorbansinya pada λmaks 517 nm dan hasilnya ditampilkan pada Gambar 4. Data tersebut menunjukkan kacang gude dengan variasi waktu 0 menit memiliki aktivitas antioksidan paling kecil, sedangkan aktivitas antioksidan tertinggi terjadi pada waktu 120 menit. Hal ini menunjukkan bahwa enzim pepsin mampu meningkatkan aktivitas antioksidan hidrolisat protein kacang gude dari 29,53% menjadi 82,46%.
Gambar 4. Kurva pengaruh variasi waktu hidrolisis terhadap aktivitas antioksidan dari hidrolisat protein kacang gude
Data tersebut membuktikan bahwa protein kacang gude yang dihidrolisis menggunakan enzim pepsin mempunyai kemampuan lebih efektif dalam meredam radikal bebas dibanding dengan protein yang tidak dihidrolisis. Selain itu, waktu hidrolisis juga menunjukkan adanya perbedaan besarnya peredaman radikal bebas dimana waktu hidrolisis tertinggi terjadi pada 120 menit dan dimungkinkan akan meningkat.
Kemampuan meredam radikal bebas terjadi karena adanya proses hidrolisis enzimatis yang menghasilkan peptida bioaktif. Hidrolisis enzimatis mampu meningkatkan kemampuan fungsional dari peptida untuk mendonorkan elektron pada radikal bebas dibandingkan peptida yang diinaktivasi. Sifat fungsional dari peptida bioaktif sangat ditentukan oleh komposisi dan susunan asam amino agar mempunyai fungsi sebagai antioksidan. Penambahan enzim akan sejalan dengan peningkatan jumlah peptida dan asam amino bebas yang dihasilkan pada produk hidrolisat sehingga persentase
penghambatan terhadap aktvitas radikal bebas akan ikut meningkat seiring dengan adanya enzim penghidrolisa.
Enzim pepsin memotong pada asam amino fenilalanin, leusin, tirosin, dan triptofan dimana asam amino ini juga terkandung di dalam kacang gude. Asam amino fenilalanin dan leusin dalam kacang
gude sangat tinggi sehingga keberadaan asam amino ini berpengaruh pada peredaman radikal bebas karena sifatnya sebagai antioksidan. Lamanya waktu hidrolisis juga berpengaruh terhadap pemutusan ikatan peptida sehingga semakin banyak ikatan peptida yang terputus maka semakin tinggi pula aktivitas antioksidan yang dihasilkan.
Hidrolisis protein enzimatis menggunakan protease mengandung dua hingga empat asam amino yang memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibanding asam amino yang lain seperti tirosin, histidin, fenilalanin, dan triptofan. Penentu kapasitas radikal juga tergantung pada ukuran dan kelarutan asam amino, komposisi, untaian, dan banyaknya asam amino bebas.
Perbedaan perlakuan hidrolisis menghasilkan persen penghambatan radikal bebas DPPH yang berbeda. Pada penelitian ini peningkatan derajat hidrolisis sejalan dengan peningkatan jumlah asam amino bebas. Ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas antioksidan dengan derajat hidrolisis. Penggunaan enzim saat hidrolisis akan meningkatkan jumlah asam amino bebas yang dihasilkan pada produk hidrolisat. Selain itu, lamanya waktu hidrolisis juga mempengaruhi persen penghambatan radikal bebas.
Aktivitas peptida antioksidan bergantung pada protease yang digunakan dalam proses hidrolisis enzimatis, besarnya derajat hidrolisis, kandungan asam amino alami tanaman (berat molekul, komposisi, dan susunan asam amino), lamanya proses hidrolisis, atau kombinasi diantaranya. Maka dari itu, penggunaan enzim protease seperti pepsin berperan dalam peningkatan aktivitas antioksidan peptida dalam hidrolisat pada proses hidrolisis protein.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal yaitu jumlah asam amino bebas yang dilepaskan selama proses hidrolisis protein
kacang gude paling tinggi sebesar 2,4671 mg/mL. Enzim pepsin mampu
menghidrolisis dengan nilai derajat hidrolisis tertinggi sebesar 23,59%.
Hidrolisat protein kacang gude mempunyai aktivitas antioksidan tertinggi sebesar 82,46%. Variasi waktu hidrolisis berpengaruh terhadap peningkatan jumlah asam amino bebas, nilai derajat hidrolisis, dan aktivitas antioksidan. Hasil tertinggi pada masing-masing proses tersebut terjadi pada waktu 120 menit sehingga hasil dimungkinkan masih dapat meningkat dengan penambahan waktu hidrolisis.
-
[1] Samaranayaka A. G. P. and Li-Chan E.
-
C. Y. Food-Derived Peptidic Antioxidants: A Review of Their
Production, Assessment, and Potential Applications. Journal of Functional Foods. 2011, 3, 229-254.
-
[2] Syarifuddin, M.U. Kapasitas Antioksidan dan Stabilitas Ekstrak Pigmen Antosianin Kulit Kacang Gude Hitam (Cajanus cajan [Linn.] Millsp.) dengan Variasi Pelarut. Skripsi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
-
[3] Maria C. Linder. Nutritional Biochemistry and Metabolism. California State University, 1992.
-
[4] Mathew C.K. and Van Holde K.E. Biochemistry, 2nd edition: 143,
California. The Benjamin Cumming Publishing Company, Inc., 1996.
-
[5] Bamdad F. Dokhani S.H. Keramat J. and Zaerie R. The Impact of Germination and in vitro Digestion on the Formation of Angiostensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitory Peptides from Lentil Proteins Compared to Whey Protein. Int. J. of Biol. Biomol. Agric. Food and Biotech. Eng. 2009, 3(1), 109-119.
-
[6] AOAC. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, AOAC. Washington DC, 1995.
Maret, 2011.
188
Discussion and feedback