Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 7 Nomor 2, Oktober 2019


KADAR TANIN PADA KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L.) KABUPATEN POLIWALIMANDAR DAN TORAJA UTARA

Suryadi Pappa*, Abdul Wahid Jamaluddin, Adryani Ris

Program Studi kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin Jalan Perintis Kemerdekaan 10, Tamalanrea Indah, Makassar, Sulawesi Selatan 90245

*Email: suryadipappa21@gmail.com

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa bioaktif kulit buah kakao serta kandungan total senyawa tanin pada dua daerah yang berbeda yakni di Kabupaten Poliwalimandar Sulawesi Barat dan Kabupaten Toraja Utara Sulawesi Selatan. Masing – masing kulit buah kakao dari kedua daerah yang berbeda dimaserasi dengan pelarut metanol 96 % dengan perbandingan 1 : 4 untuk zat terlarut dan pelarut, ekstraksi cair kemudian diuapkan dengan bantuan Vacuum rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 39 gram sehingga persentase rendamannya adalah 3,9 %. Hasil ekstrak kemudian diuji fitokimia untuk mengetahui senyawa bioaktif didalamnya serta pengujian total kadar tanin. Hasil uji fitokimia menunjukkan kulit buah kakao mengandung senyawa terpenoid, saponin dan tanin di dalamnya, perbandingan kandungan total tanin dari masing-masing sampel dari Kabupaten Poliwalimandar dan Kabupaten Toraja Utara adalah sebesar 4,981 % : 12,679%.

Kata kunci: Kulit buah kakao, Senyawa Bioaktif, Tanin, Poliwalimandar, Kabupaten Toraja Utara.

ABSTRACT: This study aims to determine the bioactive compounds and the total content of tannin of cocoa fruits’ peels taken from different regions which are Poliwalimandar Regency, West Sulawesi and North Toraja Regency, South Sulawesi. The cocoa pods (1000 grams) were macerated with 96% methanol solvent in a ratio of solute to solvent of 1: 4 for 1 week. The extract solution was then evaporated using vacuum rotary evaporator to get 39 grams of viscous extract. The phytochemical tests of the extract were carried out to determine the bioactive compounds therein and the total tannin content well as. The phytochemical test results showed that the skin of cocoa fruits’ peels contains terpenoids, saponins and tannins while the total tannin content of the extracts are 4.981% and 12.679% for Poliwalimandar cocoa and North Toraja Regency respectively.

Keywords: Cacao’s peels, Bioactive compounds, Tannin, Poliwalimandar regency, North Toraja Regency.

  • 1.    PENDAHULUAN

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditi andalan negara Indonesia yang mempunyai peluang untuk

dikembangkan kearah diversifikasi produk dengan nilai jual yang cukup tinggi. Buah kakao terdiri dari kulit buah kakao dan biji

kakao. Adapun yang dimanfaatkan dalam industri pengolahan kakao ialah bijinya sehingga kulit luarnya dibuang sehingga menjadi menumpuk. Keberadaan limbah tersebut sering kali tidak dimanfaatkan secara baik dan kadang dibiarkan begitu saja menjadi sampah industri pengolahan cokelat [1]. Apabila tidak dikelola dengan baik, dampak dari limbah kulit buah kakao dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Beberapa penelitian pun telah dilakukan untuk memanfaatkan kulit buah kakao yang telah menjadi limbah tersebut seperti aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao terhadap escherichia coli, Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus [2], potensi dan pemanfaatan kulit kuah kakao sebagai pakan alternatif ternak ruminansia [3]. Namun peluang pemanfaatannya belum bisa memaksimalkan potensi limbah kulit buah kakao untuk dikelola. Peneliti lainnya melaporkan bahwa kulit buah kakao mengandung senyawa aktif lainnya yang dapat dikembangkan seperti senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin [4].

Tanin merupakan salah satu senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astrigen, antidiare, antibakteri, dan antioksidan [5]. Tanin dapat digunakan sebagai antibakteri karena mempunyai gugus fenol, sehingga tanin mempunyai sifat-sifat seperti alkohol yaitu bersifat antiseptik yang dapat digunakan sebagai komponen antimikroba. Tanin menghambat kerja enzim dan penghilangan substrat (protein) berikatan dengan lipid dan protein dan mengikat enzim protease yang berperan dalam mengkatalis protein menjadi asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan. Penumpukan asetilkolin

yang menyebabkan terjadinya kekacauan pada system penghantaran impuls ke otot yang dapat berakibat otot kejang sehingga terjadi kelumpuhan (paralisis) kerja dari racun kontak. Selain itu, tanin dapat berfungsi sebagai akarisidal mengoksidasi traktus digestivus dan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) untuk merusak jaringan traktus digestivus [6.7].

Menarik untuk melakukan penelitian kandungan senyawa kimia dan total tanin dalam kulit buah kakao untuk dikembangkan lebih lanjut. Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel dari dua Kabupaten berbeda yakni Kabupaten Poliwalimandar sebagai sentral kakao Sulawesi Barat dan Kabupaten Toraja Utara dalam wilayah Sulawesi Selatan yang menjadikan kakao sebagai komoditi perkebunan kedua setelah kopi. Kedua daerah tersebut menjadi daerah yang dipilih mengingat potensi pengembangan kakao cukup menjanjikan ke depannya..

  • 2.    PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit buah kakao dari Petani di desa Tampan Bonga, Kabupaten Toraja Utara dan kulit buah kakao dari desa Tapango, Kabupaten Poliwalimandar, pelarut metanol 96 %, kertas saring Whatman no 41, dan aquades.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kain hitam, mesin giling kulit kakao, blender, stoples kaca, gelas beker ukuran 600 mL dan 1500 mL, batang pengaduk, rotary evaporator, nampan, tabung reaksi, rak tabung reaksi, timbangan digital,

baskom, vacuum penyari, botol vial, coolbox, spektrofotometri.

  • 2.2    Metode

Penelitian ini terdiri dari 5 tahapan yaitu proses pengambilan kulit buah kakao di dua kabupaten berbeda yakni di Desa Tampan Bonga, Kecamatan Bangkelekila, Kabupaten Toraja Utara dan Desa Tapango Kecamatan Tapango, Kabupaten Poliwalimandar; pembuatan simplisia halus kulit buah kakao; ekstraksi kulit buah kakao; pengujian fitokimia kulit buah kakao; dan uji kadar total tannin kulit buah kakao.

Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

Sampel kulit buah kakao yang digunakan dari Desa Tampan Bonga, Kabupaten Toraja Utara Sulawesi Selatan dan Desa Tapango, Kabupaten Poliwalimandar Sulawesi Barat. Kulit buah kakao yang digunakan adalah kulit buah kakao yang telah matang. Kulit buah kakao tersebut dikumpulkan dari petani kakao yang telah melakukan panen buah kakao kemudian kulit kakao yang mereka buang digunakan sebagai sampel bahan penelitian.

Pembuatan simplisia halus kulit buah kakao

Perlakuan pada kulit buah kakao diadopsi dari penelitian Jusmiati et al. [8] kemudian dilakukan modifikasi dikarenakan kadar air pada kulit buah kakao yang tinggi. Kulit buah kakao dibersihkan lalu dikeringkan dengan diangin-anginkan pada udara terbuka di dalam ruangan. Setelah sampel kering kemudian digiling dengan mesin giling kakao untuk mendapatkan simplisia kasar. Simplisia kasar yang diperoleh kemudian dijemur di bawah sinar

matahari dan ditutupi kain hitam untuk mengurangi kadar air kulit buah kakao yang masih banyak. Selanjutnya simplisia kasar yang telah dijemur kemudian diblender untuk mendapatkan simplisia yang lebih halus.

Pembuatan ekstrak metanol

1000 g simplisia halus kulit buah kakao ditambahkan sebanyak 4 liter metanol 96 % pada sehingga rasio antara sampel dan pelarut adalah 1:4, lalu dilakukan maserasi selama 1 minggu pada suhu ruang dalam keadaan tertutup dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Filtrat dipisahkan dari residunya, kemudian dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 45 oC dan kecepatan 60 RPM. Proses ekstraksi dihentikan setelah semua metanol menguap dan diperoleh hasil ekstrak berwarna coklat kekuningan [9].

Pengujian Fitokimia

Uji alkaloid

Sebanyak 0,3 gram ekstrak kasar simplisia kulit kakao dibasakan dengan larutan ammonia 10 %, kemudian diekstraksi dengan kloroform. Ekstrak kloroform diasamkan dengan HCl 1 N. lapisan asam dipisahkan dan diuji dengan perekasi Mayer dan pereaksi Dragerdorf. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih untuk pereaksi Mayer dan endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorf [4].

Uji flavanoid

Sampel (100 mg) dilarutkan dalam 10 mL pelarut. Sampel disaring, filtrat (2 mL) dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 mL Pb asetat 10% dan

dikocok. Apabila terjadi perubahan warna menjadi coklat kekuningan berarti positif mengandung flavonoid [10]. Larutan diambil 0,5 ml ditambah dengan 5 ml amonia encer dan 5 ml asam sulfat pekat. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan perubahan warna dari kuning kehijauan menjadi kuning karena penambahan asam sulfat pekat [11].

Uji terpenoid dan steroid

Sebanyak 0,3 gram ekstrak kasar simplisia kulit kakao ditambahkan dengan asam asetat anhidrida sampai zat terendam, lalu dibiarkan selama 15 menit. Selanjutnya ditambahkan 1 tetes larutan H2SO4 pekat. Terbentuknya warna hijau menunjukkan adanya steroid sedangkan terpenoid ditandai dengan terbentuknya warna ungu [12].

Uji saponin

Sebanyak 0,2 gram ekstrak kasar simplisia kulit kakao ditambahkan air secukupnya sampai zat terendam dan dipanaskan pada penangas selama 5 menit. Setelah dingin kemudian disaring dan dikocok kuat. Adanya busa setinggi 1 cm yang stabil selama 30 menit menunjukkan kandungan saponin [4].

Uji tanin

Sebanyak 0,2 gram ekstrak kasar simplisia kulit kakao ditambahkan air secukupnya kemudian dipanaskan. Filtrat ditambahkan FeCl3 1 % akan membentuk warna biru atau hijau kehitaman yang menunjukkan kandungan positif tanin [4].

Uji kadar total tanin

Sebanyak 0,5 gram maserat ditimbang dan dilarutkan dengan aquabidestilata sampai 10 ml. Jika belum larut sempurna bisa

dibantu dengan alat yang berfungsi untuk menghomogenkan larutan. Dipipet 1 ml sampel dengan seksama kemudian dimasukkan ke dalam wadah berukuran 10 ml yang telah berisi 7,5 ml aquabidestilat. Ditambahkan 0,5 ml pereaksi folin denis, didiamkan selama 3 menit, ditambahkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh. Diinkubasi selama 15 menit kemudian dibaca serapannya pada panjang gelombang maksimum. Dihitung dengan menggunakan kurva baku yang telah didapat sehingga diketahui konsentrasi dari sampel terukur

Kadar tanin menggunakan persamaan dari Atanassova & Christova [13].

(V - Vo) × 0,004157 × FP

% T an in =-------------—------

s amp e I (g )

× 100%

V adalah volume titrasi tanin (mL); V0 adalah volume blanko; FP adalah faktor pengenceran (250/25); dan 1 mL KMnO4 0,1 N adalah setara 0,004157 gram tanin.

  • 3.    HASIL dan PEMBAHASAN

    • 3.1    Ekstraksi kulit buah kakao

Proses ekstraksi dengan metode maserasi dengan mempertimbangkan metode ekstraksi paling sederhana dan paling bisa untuk diterapkan skala komersial. Sutomo et al. [14] pun mendukung bahwa teknik maserasi masih layak untuk dipertimbangkan dikarenakan maserasi dapat mengurangi resiko kerusakan senyawa karena penanasan (thermolabil), metode relatif sederhana, dan pelarut yang digunakan relatif sedikit.

Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat

perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut [15].

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ialah metanol mempertimbangkan bahwa pelarut metanol merupakan pelarut polar yang dapat menarik senyawa aktif yang larut dalam pelarut polar seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, saponin dan tanin. Ekstraksi dengan pelarut didasarkan pada sifat kepolaran zat dalam pelarut saat ekstraksi. Senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air. Senyawa non-polar hanya dapat larut pada pelarut non-polar, seperti eter, kloroform dan n-heksana [16].

Hasil ekstraksi kulit buah kakao dengan pelarut metanol 96 % menghasilkan ekstrak berwarna coklat kekuningan dengan berat ekstrak sebanyak 39 gram sehingga rendaman yang dihasilkan ialah 3,9 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kayaputri et al. [9] bahwa ikatan dari kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen dan menghasilkan pigmen tak larut air berwarna cokelat yang memberikan warna khas pada kakao. Namun hasil ekstrak yang tidak terlalu banyak kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Penelitian yang dilakukan Wientarsih et al., [17] mampu mengoptimalkan hasil ekstrak yang diperoleh dikarenakan menggunakan pelarut untuk menarik senyawa aktif dalam daun binahong dengan perbandingan sampel pelarut 1:10 sedangkan dalam penelitian yang dilakukan, perbandingan antara zat terlarut dan pelarut dengan perbandingan 1 : 4. Yumas [1] menegaskan bahwa waktu perendaman bahan

yang diekstrak cukup lama dengan pengadukan setiap dua jam sehingga proses difusi pun berlangsung cepat dan lama sehingga akan tercapai keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel dengan cepat. Selain waktu dan pengadukan yang mempengaruhi diperolehnya rendemen bahan aktif lebih banyak, ukuran partikel bahan yang diekstrak turut mempengaruhi rendemen bahan aktif yang diperoleh.

  • 3.2    Pengujian fitokimia kulit buah kakao

Pengujian fitokimia kulit buah kakao dari dua kabupaten yakni Kabupaten Toraja dan Poliwalimandar menunjukkan mengandung senyawa aktif Terpenoid, Saponin dan Tanin. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa kulit buah kakao mengandung senyawa aktif flavonoid dan alkaloid [2]. Sejalan dengan itu, Rachmawaty et al. [4] menjelaskan bahwa ekstrak kulit buah kakao pada setiap perlakuan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin, sedangkan terpenoid hanya teridentifikasi pada ekstrak menggunakan pelarut etanol. Hal tersebut dimungkinkan terjadi pada alkaloid dan flavanoid dikarenakan sifat senyawa tersebut yang lebih mudah teroksidasi.

Ekstrak metanol kulit buah kakao memiliki senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, polifenol, tanin, saponin, kuinon, monoterpenoid, dan seskuiterpenoid [18]. Pengujian alkaloid akan menunjukkan endapan putih bila direaksikan dengan pereakasi mayer dan Dragendorff. Sedangkan flavonoid terdeteksi bila ditunjukkan dengan perubahan warna dari kuning kehijauan menjadi kuning dengan penambahan asam

sulfat pekat [11] dan penambahan Pb asetat 10% terjadi perubahan warna menjadi coklat kekuningan berarti positif [10].

Hasil uji senyawa triterpenoid menunjukkan hasil yang positif sedangkan hasil uji steroid menunjukkan hasil uji skrining fitokimia yang negatif. Terbentuknya warna ungu menunjukkan kandungan triperpenoid sedangkan pengujian pada steroid tidak menunjukkan perubahan warna menjadi hijau. Senyawa triterpenoid ini bersifat non polar, berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba. Kandungan senyawa triterpenoid pada pelarut etil asetat lebih banyak dibandingkan pelarut methanol [19].

Terpenoid merupakan senyawa fenol yang bersifat lipofilik. Mekanisme kerja terpenoid terhadap penghambatan bakteri tidak berbeda dengan mekanisme kerja flavonoid, polifenol, dan alkaloid yaitu dengan cara merusak membran sel atau dierupsinya dinding sel bakteri oleh kumpulan lipofilik [1]. Pengujian saponin dan tannin menunjukkan hasil yang positif dibuktikan dengan terbentuknya busa setelah sampel dikocok kuat dan terjadi perubahan warna biru atau hijau kehitaman yang menunjukkan senyawa tanin. Hal ini dikarenakan pelarut yang digunakan ialah metanol yang merupakan pelarut polar yang dapat menarik senyawa aktif saponin dan tanin.

Persentasi kadar tanin dalam pelarut air lebih besar dibandingkan dalam pelarut metanol perbedaan ini disebabkan karena air

lebih polar dibandingkan dengan metanol, namun pelarut metanol lebih polar dibandingkan dengan pelarut etanol sehingga pada proses ekstraksi tanin lebih banyak larut dalam air kemudian methanol lalu etanol [20].

  • 3.3    Kadar total tanin

Tidak bisa dipungkiri bahwa kandungan kimia tanaman dipengaruhi oleh kandungan tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Kandungan tanah tersebut pun berpengaruh terhadap komposisi senyawa bioaktif kakao salah satunya pada daerah kulitnya. Hasil pemeriksaan tannin terukur pada kedua kabupaten berbeda menunjukkan bahwa kulit buah kakao pada Kabupaten Toraja Utara memiliki nilai tanin yang relatif lebih tinggi yakni 12,679 % berbanding dengan 4,981 % yang diperoleh dari Kabupaten Toraja Utara.

Kadar alkaloid dan tanin lebih tinggi pada tumbuhan beluntas yang tumbuh pada lahan salin daripada non salin telah dilaporkan [21]. Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dimana pada daerah kabupaten Poliwalimandar lebih dekat dengan laut sehingga cenderung memiliki tanah yang lebih salin dibandingkan daerah Toraja Utara yang berada di daerah pegunungan.

Unsur hara tanah makro seperti N, K, Bahan organik (BO) dan C organik mempunyai hubungan linier dengan kadar senyawa aktif. Semakin meningkat kandungan unsur hara tanah makro semakin meningkatkan kadar tannin di dalamnya [22].

Tabel 1. Hasil penapisan fitokimia kulit buah kakao dengan pelarut metanol Kabupaten Poliwalimandar, Sulawesi Barat dan Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan

Jenis Sampel

Uji Fitokimia          Hasil Uji

Kulit Kakao Toraja Utara

Alkaloid

  • a. Mayer                     -

  • b. Dragendorff                 -

Flavanoid

  • a.  Timbal asetat                 -

  • b. Asam sulfat                 -

Terpenoid                        +

Steroid                                -

Saponin                        +

Tanin                          +

Kulit Kakao Poliwalimandar

Alkaloid

  • a. Mayer                     -

  • b. Dragendorff                 -

Flavanoid

  • c.  Timbal asetat                 -

  • d. Asam sulfat                 -

Terpenoid                        +

Steroid                                -

Saponin                        +

Tanin                          +


Tabel 2. Perbandingan kadar total tanin kulit buah kakao Kabupaten Poliwalimandar dan Toraja Utara

Sampel

Absorbansi

FP

Tanin terukur (mg/mL)

Tanin terukur (%)

Kulit buah kakao

0,4

10

0,27645

4,981

polman

Kulit buah kakao

1,055

10

0,67706

12,679

Toraja Utara


Hal ini pun dibuktikan oleh penelitian lain [23] bahwa beberapa kandungan senyawa aktif flavonoid tidak ditemukan pada daerah yang lain dimungkinkan karena akibat biosintesis metabolit sekundernya, tekstur tanah tempat tumbuh dan pemberian pupuk baik organik maupun sintetik pada tanaman.

  • 3.4    Pemanfaatan tanin kulit buah kakao

Kandungan tanin dalam kulit buah kakao memiliki fungsi sebagai antibakteri dan antiparasit. Proses ekstraksi ini dilakukan

dengan metode maserasi karena dikhawatirkan ada golongan senyawa tanin yang tidak tahan panas, selain itu senyawa tanin mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi yaitu 98,89 – 101,67 [20].

Pemanfaatkan kulit buah kakao sebagai antibakteria sangat potensial untuk dikembangkan. Aktivitas antibacterial pada Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus telah dilaporkan [2]. Bukti ini pun didukung oleh Yumas [1] yang mengemukakan bahwa kulit buah kakao

berpotensi sebagai sumber antibakteri Streptococcus mutans. Walaupun pada kedua penelitian tersebut yang lebih menonjolkan kandungan flavanoidnya.

Penelitian tanin sebagai antiparasit telah dilakukukan oleh peneliti lain [6,7] yang menjelaskan bahwa tanin menghambat kerja enzim dan penghilangan substrat (protein) berikatan dengan lipid dan protein dan mengikat enzim protease yang berperan dalam mengkatalis protein menjadi asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan. Penumpukan asetilkolin yang menyebabkan terjadinya kekacauan pada system penghantaran impuls ke otot yang dapat berakibat otot kejang sehingga terjadi kelumpuhan (paralisis) kerja dari racun kontak, merusak traktus digestivus lalu akhirnya menyebabkan kematian.

Lopez [24] menyatakan senyawa tanin mampu melarutkan protein dalam kulit telur nematoda sehingga menyebabkan gagalnya pembentukan embrio, penetasan telur akibat rusaknya protein selubung telur terutama pada telur fase awal yang belum terbentuk larva nematoda. Siamtuti et al. [25] bahkan telah membuat ramuan nginang sebagai insektisida nabati yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan potensi tanin. Ramuan ini memanfaatkan campuran bahan sirih hijau, gambir, kapur sirih tembakau, tetes dan air mineral lalu memanfaatkan proses fermentasi sehingga dihasilkan kadar total tanin sebanyak 67,65%.

Hal tersebut berbeda jauh dengan kadar total tanin kulit buah kakao sebesar 12,679 % sehingga perlunya penambahan beberapa bahan tambahan lainnya dan proses fermentasi sehingga kulit buah kakao lebih

efektif sebagai antibakterial dan antiparasit yang tentunya murah dan ramah lingkungan.

  • 4    KESIMPULAN

Ekstrak kulit buah kakao pelarut metanol berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan antibakteri dan, antiparasit. Hasil uji fitokimia menunjukkan kulit buah kakao mengandung senyawa terpenoid, saponin dan tanin di dalamnya. Kadar total tanin kulit buah kakao Kabupaten Toraja Utara lebih tinggi sebesar 12,679 % berbanding 4,981 % dari Kabupaten Poliwalimandar.

  • 5    UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada petani kakao di Kabupaten Toraja Utara dan Poliwalimandar. Terima kasih pada kakak Akbar, Laboran Biokimia Departemen Kimia Universitas Hasanuddin, terima kasih pada Yoel William George dan Imanuel dalam membantu pengambilan sampel penelitian kulit buah kakao. Penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dana hibah dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tahun anggaran 2018..

  • 6    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Yumas, M. 2017. Pemanfaatan Limbah Kulit Ari Biji Kakao (Theobroma cacao L) sebagai Sumber Antibakteri Streptococcus mutans. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 2 (2): 7-20.

  • [2]    Mulyatni A.S., Asmini B., Darmono T.

2012. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) terhadap Escherichia coli, Bacillus subtilis, dan Staphylococcus aureus. Menara Perkebunan, 80 (2): 77-84.

  • [3]    Wisri P. dan Susana I.W.R. 2014. Potensi

dan Pemanfaatan Kulit Buah Kakao sebagai Pakan Alternatif Ternak Ruminansia. WARTAZOA, 24 (3): 151159.

  • [4]    Rachmawaty A. Mu’nisa, Hasri. 2017. Analisis Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Sebagai Kandidat Antimikroba.    Seminar

Nasional LP2M UNM.

  • [5]    Malangngi Liberty, Meiske Sangi, Jessy Paendong. 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal Mipa Unsrat Online, Vol. 1 (1): Hal. 5-10.

  • [6]    Wardani R.S., Mifbakhiddin, Yokorinanti K. 2010. Pengaruh Konsentrasi Daun Tembelekan Terhadap Kematian Larva Aedes aegypti. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia,. 6 (2): 30-38.

  • [7]    Kaihena M., Vika L., Maria N. 2011. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper Betle L.) Terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Anopheles Sp. dan Culex. Jurnal Molluca Medica, (1): 88 -105.

  • [8]    Jusmiati A., Rolan R., Laode R. 2015. Aktivitas Antioksidan Kulit Buah Kakao Masak dan Kulit Buah Kakao Muda. Jurnal Sains dan Kesehatan, 1 (2): 34 – 38.

  • [9]    Kayaputri I.L., Debby M.S., Mohamad D., Rossi I., Dita L.D. 2014. Kajian Fitokimia Ekstrak Kulit Biji Kakao

(Theobroma cacao  L.).  Chimica et

Natura Acta, 2 (1): 83 – 90.

  • [10]    Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G. & Kaur, H. 2011. A review: Phytochemical screening and extraction. Internationale Pharmaceutica Sciencia, 1 (1): 98-106.

  • [11]    Devina I.A. dan Lily F.N. 2018. Activity Test of Suji Leaf Extract (Dracaena angustifolia Roxb.) on in vitro cholesterol lowering. Jurnal Kimia Sains

dan Aplikasi, 21 (2) : 54 – 58.

  • [12]    Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.

  • [13]    Atanassova M., & Christova, V. 2009. Determination of tannins content by titrimetric method for comparison of different plant species. Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy, 44 (4): 413-415.

  • [14]    Sutomo, Arnida, M. Ikhwan R., Liling T., Agung N., Evi M., Salamiah. 2016. Skrining Fitokimia dan Uji Kualitatif Aktivitas Antioksidan Tumbuhan Asal Daerah Rantau Kabupaten Tapin Kalimantan       Selatan.       Jurnal

Pharmascience, 3 (1): 66 – 74.

  • [15]    Ummah M.K. 2010. Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin pada Daun Belimbing Wuluh (Avverhoa bilimbi L.). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

  • [16]    Leksono W.B., Rini P., Gunawan W. S., Wilis A. S. 2018. Jenis Pelarut Metanol Dan N-Heksana Terhadap Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Gelidium sp. dari Pantai Drini Gunungkidul – Yogyakarta. Jurnal Kelautan Tropis, 21 (1): 9–16.

  • [17]    Wientarsih I., Aulia A.M., April W., Dodi D., Lina N.S. 2017. Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) sebagai Alternatif Insektisida Terhadap Miasis yang disebabkan Lalat Chrysomya bezziana. Jurnal Veteriner, 18 (1): 121 – 127.

  • [18]    Azizah D.N., Endang K., Fahrauk F. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi, 2 (2): 45-49.

  • [19]    Firdiyani F., Tri W. A., Widodo F. M. 2015.   Ekstraksi Senyawa  Bioaktif

sebagai Antioksidan Alami  Spirulina

Platensis Segar dengan Pelarut yang Berbeda. JPHPI, 18 (1): 28-37.

  • [20]    Mihra Minarni R. J., Purnama N. 2018. Analisis Kadar Tanin dalam Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) dengan Pelarut Air dan Etanol. Jurnal Akademika Kimia, 7(4): 179-184.

  • [21]    Septiana A., Indrawati, Rustin. 2014. Analisis Kadar Alkaloid dan Tanin Tumbuhan Beluntas (Pluchea indica Less.) pada Lahan Salin di Desa Asingi Kecamatan Tinanggea dan Non Salin di Desa Lambodijaya Kecamatan Lalembuu Sulawesi Tenggara. Biowallacea, 1 (2): 82-89.

  • [22]    Suryawati S. dan Eko M. 2011. Hubungan Sifat Tanah Madura dengan Kandungan Minyak Atsiri dan Tingkat Kelarutannya Pada Jahe (Zingiber offocinale L.). AGROVIGOR,.4 (2): 99104.

  • [23]    Salim M., Yahya, Hotnida S., Tanwirotun N., Marini. 2016. Hubungan Kandungan Hara Tanah dengan Produksi Senyawa Metabolit Sekunder pada Tanaman Duku (Lansium domesticum Corr var Duku) dan Potensinya sebagai Larvasida. Jurnal Vektor Penyakit, 10

(1): 11-18.

  • [24]    Lopez. 2005. In Vitro Effect of Condosed Tannins from Tropical Fodder Crops Againts Eggs and Larvae of the Nematode Haemunchus contortus. J.Food Agric. Environ, 3(2):191-194.

  • [25]    Siamtuti W.S., Renika A., Zulvika K. W., Nanang A., Indra V. H. 2017. Potensi Tannin Pada Ramuan Nginang sebagai Insektisida Nabati yang Ramah Lingkungan. Bioeksperimen, 3 (2): 83 – 93.

101