UJI TOKSISITAS DAN IDENTIFIKASI EKSTRAK ETANOL SPONS Callyspongia aerizusa TERHADAP LARVA Artemia salina L.
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 1, Nomor 1, Mei 2013
UJI TOKSISITAS DAN IDENTIFIKASI EKSTRAK ETANOL SPONS Callyspongia aerizusa TERHADAP LARVA Artemia salina L.
Made Rai Rahayu, James Sibarani, I Made Dira Swantara Program Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana, Bali Email : [email protected]
ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian uji toksisitas dan identifikasi ekstrak etanol spons Callyspongia aerizusa terhadap larva Artemia salina L. dengan metode BSLT. Ekstrak etanol C. aerizusa dipartisi dengan n-heksan, kloroform dan air. Hasil uji toksisitas menunjukkan fraksi kloroform memiliki toksisitas paling tinggi dengan LC50 43,65 ppm. Fraksi kloroform selanjutnya dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan eluen kloroform : etil asetat (7:3), diperoleh 5 fraksi (FA-FE). Fraksi A memberikan nilai toksisitas paling tinggi dengan nilai LC50 52,48 ppm. Hasil identifikasi isolat toksik (FA) menggunakan KG-SM menunjukkan adanya 8 senyawa yaitu metil heksadekanoat, 9-heneikosena, metil 9-oktadekenoat, metil oktadekanoat, bis(2-etilheksil) 1,2-benzenadikarboksilat, oktakosana, n-Heneikosana, dan tetratetracontana.
Kata kunci: Spons Callyspongia aerizusa, ekstrak etanol, uji toksisitas
ABSTRACT: Identification of active compounds extracted from marine sponge Callyspongia aerizusa and their toxicity against Artemia salina L. larvae using BSLT method had been carried out. Partition of the ethanol extract using n-hexane, chloroform and water was conducted and we found that the chloroform fractions was the most toxic with LC50 of 43.65 ppm. The chloroform fractions were then separated by column chromatography using chloroform: ethyl acetate (7:3) as eluent and 5 fractions (FA-FE) were obtained. Fraction A was the most toxic with LC50 of 52.48 ppm. Identification the chemical compounds of the toxic isolates (FA) was conducted by using GC-MS showing eight (8) compounds which are hexadecanoic acid methyl ester, 9-heneicosene, 9-ctadecenoic acid methyl ester, octadecanoic acid methyl ester, 1,2-benzenedicarboxylic acid bis-(2-ethylhexyl) ester, octacosane, n-heneicosane, and tetratetracontane.
Keywords: Callyspongia aerizusa sponge, ethanol extract, toxicity test
Saat ini, kanker masih menjadi penyakit penyebab kematian yang tinggi di dunia. Terapi kanker yang ada saat ini masih belum efektif. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun terdapat 100 penderita kanker baru dari 100.000 penduduk [1]. Banyaknya kasus kematian akibat penyakit kanker menyebabkan dikembangkannya obat yang dapat
menghambat pertumbuhan dan penyebaran sel kanker dalam tubuh. Eksplorasi untuk pencarian senyawa antikanker tidak saja dilakukan pada organisme darat, tetapi juga dicari pada organisme laut.
Keanekaragaman hayati perairan laut Indonesia memberi peluang untuk memanfaatkan biota laut untuk pencarian
senyawa bioaktif yang baru, salah satunya adalah spons. Penelitian yang telah dilakukan terhadap spons menghasilkan senyawa-senyawa baru dengan struktur yang unik dan memiliki aktivitas farmakologis [2]. Hal ini menarik minat para peneliti bioteknologi dan farmasetikal [3]. Sebagai contoh, discodermolide yang merupakan senyawa antikanker dari spons Discodermia dissolut. Saat ini discodermolide yang memiliki aktivitas melebihi Taxol®, telah lulus uji klinis tahap I [4].
Spons dilaporkan sebagai bahan bioaktif dari laut yang sangat prospektif. Hampir 5000 senyawa telah berhasil diisolasi dari hewan ini dengan berbagai aktivitas seperti antimikroba, antijamur, anti virus, dan antikanker [5].
Metode yang digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa aktif antikanker adalah uji toksisitas terhadap larva Artemia salina Leach. Metode yang menggunakan larva Artemia salina L. untuk uji toksisitas disebut Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam karena mudah, cepat, dan murah. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BST menunjukkan adanya korelasi terhadap suatu uji spesifik antitumor [6]. Suatu bahan yang mempunyai toksisitas dengan LC50 lebih rendah dari 1000 ppm maka bahan tersebut berpotensi sebagai agen antikanker [7].
Pada uji pendahuluan telah dilakukan uji toksisitas ekstrak etanol dan diklorometana (DCM) spons Callyspongia aerizusa terhadap
larva Artemia salina L. Berdasarkan uji toksisitas tersebut diperoleh toksisitas ekstrak etanol dan DCM dengan nilai LC50 berturut-turut 22,91 dan 1445,44 ppm. Oleh karena itu, saat ini dilakukan penelitian berkaitan dengan uji toksisitas dan identifikasi ekstrak etanol spons C. aerizusa.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah spons C. aerizusa yang diperoleh dari perairan Gili Trawangan, Lombok. Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, pembersihan, dan pemotongan bahan. Bahan biologi sebagai uji toksisitas adalah larva Artemia salina L. Sedangkan bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam derajat p.a dan teknis yang telah didestilasi seperti : etanol, n-heksana, etilasetat, kloroform, silika gel GF254, silika gel 60, DMSO, kalsium klorida anhidrat (CaCl2).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, neraca analitik, blender, pisau, penguap putar vakum, lampu UV, seperangkat alat kromatografi lapis tipis dan kolom, desikator, tabung reaksi, plat tetes, bak kaca/akuarium, plastik hitam, pipet mikro dengan berbagai ukuran pippetes tip (1 mL), pippetes tip (10 mL), filter paper, dan seperangkat alat KG-SM.
Spons C. aerizusa sebanyak 3500 gram diekstraksi secara maserasi dengan 5 L etanol
sampai metabolit diperkirakan terekstraksi habis. Semua filtrat etanol diuapkan menggunakan penguap putar vakum sampai menghasilkan ekstrak kental (crude extract) etanol.
Ekstrak etanol sebanyak 5 gram dilarutkan dalam campuran air – etanol (7:3) sebanyak 250 mL. Ekstrak ini dipartisi dengan n-heksan (5 x 50 mL). Ekstrak n-heksan (EH) dikumpulkan dan residunya (ekstrak air-etanol) diuapkan etanolnya menggunakan penguap putar vakum sampai diperkirakan semua etanol menguap. Ekstrak air selanjutnya dipartisi kembali dengan kloroform (5 x 50 mL) kemudian ekstrak kloroform (EK) dan ekstrak air (EA) dikumpulkan. Ketiga ekstrak (EH, EK, dan EA) diuapkan menggunakan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental EH, EK, dan EA. Masing-masing ekstrak hasil partisi di uji toksisitasnya terhadap larva Artemia salina L. Fraksi yang paling toksik selanjutnya dimurnikan dengan KLT dan kromatografi kolom.
Kromatografi kolom dilakukan menggunakan fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh ASTM) dan fasa geraknya campuran kloroform: etil asetat (7:3). Sekitar 1,5 gram sampel dilarutkan dalam eluen kemudian dimasukkan ke dalam kolom lalu dielusi dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Eluat ditampung setiap 3 mL dalam satu botol penampung. Elusi dihentikan setelah diperkirakan semua komponen keluar dari kolom. Setiap botol eluat dilihat pola nodanya pada plat kromatografi lapis tipis. Eluat yang memiliki pola pemisahan noda yang sama digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi. Fraksi-fraksi yang diperoleh diuji toksisitasnya.
Uji toksisitas dengan larva Artemia salina L. mengikuti metode Meyer [8]. Media untuk larva dibuat dengan menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu satu bagian dibuat gelap dengan cara ditutup dengan kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan terbuka. Telur Artemia salina L. diletakkan secukupnya pada bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48 jam sehingga telur menetas dan siap digunakan untuk pengujian. Seberat 20 mg ekstrak dilarutkan dengan 2 mL pelarut. Larutan diambil sebanyak 500 µL, 50 µL, dan 5 µL, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan. Setelah kering, maka ke dalam masing-masing tabung reaksi tadi dimasukkan 50 µL DMSO, 1 mL air laut, dan 10 ekor larva. Kemudian ditambahi air laut sampai volumenya 5 mL sehingga dicapai konsentrasi ekstrak 1000 ppm, 100 ppm, dan 10 ppm. Konsentrasi 0 ppm juga dibuat sebagai kontrol tanpa penambahan ekstrak. Masing-masing tabung reaksi ditutup dengan aluminium foil yang berlubang kecil-kecil. Setelah 24 jam, dilakukan pengamatan terhadap kematian larva. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan analisis data untuk mencari konsentrasi dimana jumlah kematian setengah dari populasi larva (LC50).
Isolat toksik yang sudah diuji antikanker terhadap sel HeLa diidentifikasi senyawanya menggunakan kromatografi gas-spektrometri
massa dengan menggunakan parameter kerja yang telah baku pada alat tersebut. Melalui kecocokan bobot molekul dan pola fragmentasi dari senyawa pada isolat tersebut dengan senyawa pada library sistem kromatografi gas-spektrometri massa maka senyawa hasil isolasi dapat diketahui strukturnya. Kondisi operasional KG-SM yang digunakan dalam analisis isolat toksik sebagai berikut:
Alat
Merk
Jenis Pengionan
Jenis Kolom Panjang Kolom Suhu Kolom Gas Pembawa
: GC-MS
: QP2010S SHIMADZU
: Electron Impact 70 Ev
: AGILENT DB-I
: 30 meter
: 1000C -3000C
: Helium
Sebanyak 17,8 g ekstrak kental etanol dilarutkan dalam etanol air (3:7) dipartisi dengan n-heksana 5x50 mL. Fraksi n-heksana dipisahkan dan dievaporasi sehingga menghasilkan 5,23 g ekstrak partisi n-heksana yang berwarna kuning pekat. Fraksi etanol-air diuapkan etanolnya lalu dipartisi dengan kloroform 5x50 ml (250 mL) sehingga menghasilkan 2,63 gram ekstrak partisi kloroform yang berwarna cokelat pekat serta 9,25 gram ekstrak air berwarna cokelat muda. Hasil uji toksisitas ketiga ekstrak hasil partisi ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil uji toksisitas menunjukkan ketiga fraksi hasil partisi (n-heksan, kloroform dan air) tergolong toksik. Nilai LC50 ketiga fraksi hasil partisi di atas menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan nilai LC50 ekstrak
etanol sebelum dipartisi (22,91 ppm), hal ini diduga adanya efek sinergis dari beberapa senyawa dalam ekstrak etanol. Fraksi kloroform dengan toksisitas paling tinggi selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan dengan kromatografi kolom.
Tabel 1. Hasil Uji Toksisitas Fraksi n-heksan, kloroform, air spons C. aerizusa Terhadap Larva Artemia salina L.
Fraksi |
C (ppm) |
Larva yang mati |
% kematian |
LC50 (ppm) | ||
1 |
2 |
3 | ||||
0 |
1 |
1 |
0 |
2,7 | ||
10 |
1 |
1 |
2 |
12,00 |
69,18 | |
n-heksan |
100 |
7 |
6 |
5 |
57,14 | |
1000 |
9 |
7 |
8 |
88,89 | ||
0 |
1 |
1 |
0 |
2,99 | ||
CHCl3 |
10 |
0 |
2 |
4 |
17,78 |
43,65 |
100 |
5 |
7 |
8 |
68,29 | ||
1000 |
8 |
10 |
9 |
94,83 | ||
0 |
1 |
1 |
0 |
2.27 | ||
Air |
10 |
3 |
1 |
1 |
10,77 |
251,2 |
100 |
5 |
5 |
5 |
40,00 | ||
1000 |
3 |
4 |
5 |
65,38 |
Proses kromatografi kolom ini menggunakan kolom dengan panjang 50 cm, diameter 4 cm, dan volume 500 mL. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 sebanyak 90 gram, fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut kloroform : etilasetat (3:7), sedangkan sampel (ekstrak kloroform) yang digunakan sebanyak 1,25 gram. Eluat ditampung setiap 3 mL dan dihasilkan 229 botol eluat. Ke 229 botol eluat dideteksi pola nodanya pada kromatografi lapis tipis menggunakan eluen campuran kloroform-etil asetat (7:3). Eluat dengan pola noda yang sama digabungkan sehingga menghasilkan lima fraksi (FA–FE) dengan berat ekstrak berturut-turut 0,34; 0,09; 0,13; 0,03; dan 0,42 gram. Berdasarkan berat fraksi yang dihasilkan, hanya 4 fraksi yang dapat dilanjutkan untuk uji toksisitas berikutnya yaitu fraksi A, B, C, dan E. Hasil uji toksisitas masing-masing fraksi ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Toksisitas Fraksi Hasil Kromatografi Kolom Terhadap Larva Artemia salina L.
Fraksi |
C |
Larva yang mati |
% |
LC50 | ||
(ppm) |
1 |
2 |
3 |
kematian |
(ppm) | |
0 |
0 |
0 |
0 |
0,00 | ||
Fraksi A |
10 |
4 |
2 |
4 |
23,26 |
52,48 |
100 |
5 |
6 |
6 |
67,25 | ||
1000 |
10 |
10 |
10 |
100,00 | ||
0 |
0 |
0 |
0 |
0,00 | ||
Fraksi B |
10 |
2 |
2 |
4 |
17,39 |
83,18 |
100 |
6 |
7 |
6 |
62,79 | ||
1000 |
8 |
8 |
9 |
91,23 | ||
0 |
0 |
0 |
0 |
0,00 | ||
10 |
1 |
0 |
1 |
3,33 | ||
Fraksi C |
331,1 | |||||
100 |
2 |
2 |
3 |
23,08 | ||
1000 |
7 |
8 |
8 |
82,05 | ||
0 |
0 |
0 |
0 |
0,00 | ||
Fraksi E |
10 |
2 |
2 |
1 |
9,09 |
158,5 |
100 |
4 |
5 |
5 |
43,18 | ||
1000 |
7 |
7 |
7 |
81,63 |
Diantara semua fraksi yang diujikan, fraksi A memiliki toksisitas paling tinggi dengan nilai LC50 sebesar 52,48 ppm. Fraksi A menunjukkan 1 spot dengan nilai Rf paling besar yaitu sebesar 0,925 dibandingkan spot pada fraksi lainnya. Fraksi A selanjutnya diidentifikasi kandungan senyawanya dengan KG-SM.
Hasil KG-SM isolat toksik spons C.aerizusa menunjukkan adanya 8 puncak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Kromatogram pada Gambar 1 menunjukkan adanya 8 puncak yang terdeteksi dalam FA. Masing-masing puncak diidentifikasi lebih lanjut dengan spektrometer massa. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan spektrum massa masing-masing puncak dengan senyawa-senyawa yang telah diketahui dalam data base KG-SM, sehingga dapat diduga senyawa-senyawa yang ada dalam fraksi toksik tersebut seperti pada Tabel 3.
Gambar 1. Kromatogram Fraksi A spons C. aerizusa
Tabel 3. Senyawa Yang Diduga dari Puncak Pada Fraksi A Ekstrak Spons C. aerizusa
Peak |
M+ |
tR (menit) |
% Area |
Senyawa Dugaan |
1 |
270 |
32,645 |
8,11 |
Metil heksadekanoat |
2 |
294 |
34,328 |
3,71 |
9-heneikosena |
3 |
296 |
36,088 |
2,92 |
Metil 9-oktadekenoat |
4 |
298 |
36,631 |
4,77 |
Metil oktadekanoat |
5 |
390 |
43,567 |
2,98 |
Bis(2-etilheksil) 1,2-benzena dikarboksilat |
6 |
394 |
45,009 |
27,77 |
Oktakosana |
7 |
296 |
46,520 |
32,16 |
n-Heneikosana |
8 |
619 |
49,388 |
17,58 |
Tetratetracontana |
Di antara kedelapan senyawa tersebut, ada 4 senyawa yang diduga berperan penting terhadap aktivitas antikanker pada fraksi A spons C. aerizusa yaitu metil heksadekanoat, metil 9-oktadekenoat, metil oktadekanoat dan bis(2-etilheksil) 1,2-benzenadikarboksilat. Beberapa penelitian serupa yang mendukung aktivitas keempat senyawa tersebut sebagai antikanker dilaporkan [9]-[13]. Berdasarkan referensi tersebut, keempat senyawa di atas telah teruji memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antiandrogenik, antikarsinoge-nik, dan antikanker.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan sebagai berikut:
-
1. Isolat FA yang diperoleh dari kromatografi kolom fraksi kloroform, ekstrak etanol spons C. aerizusa bersifat toksik terhadap larva Artemia salina L. dengan nilai LC50 52,48 ppm.
-
2. Hasil analisis KG-SM isolat toksik FA menunjukkan 8 puncak, masing-masing diidentifikasi berdasarkan kesamaannya dengan data base sebagai senyawa metil heksadekanoat, 9-heneikosena, metil 9-oktadekenoat, metil oktadekanoat, bis(2-etilheksil) 1,2-benzenadikarboksilat, oktakosana, n-Heneikosana, dan tetratetracontana.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini.
-
[1] Edianto, D. 2006. Kanker Serviks. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo : Jakarta.
-
[2] Astuti, P., Alam, G., Hartati, M.S., Sari, D., dan Wahyuono, S. 2005. Uji sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp: potensial pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia 16 (1) : 58 – 62.
-
[3] Pabel, C.T., Joachim, V., Wilde, C., Franke, P., Hofemeister, J., Adler, B., Bringmann, G., Hacker, J. and Hentschel, V. 2003. Antimicrobial activities and matrix assisted laser desorption/ionization mass spectrometry of Baccilus isolated from the marine spons Aplysina aerophoba. Mar. Biotechnol. p. 424–434.
-
[4] Maxwell J.R., Ehrlich, H. and Speer, L.
2005. Medicines from the Deep. Paper on Natural Resources Council. Marine Conservation Biology Institute. March 2005.
-
[5] Trianto A, Ambariyanto, Muwarni R. 2004. Skrining bahan anti kanker pada berbagai jenis sponge dan gorgonian terhadap L1210 cell line. Jurnal Ilmu Kelautan, vol. 9(3):120-4.
-
[6] Mclaughlin, J.L., 1991. Crown Gall Tumour on Potato Disc and Brine Shrimp Lethality: Two Simple Bioassay for Higher Plant Screening and Fractionation, Methods in Plant Biochemistry. Vol 6:1-9.
-
[7] Steven, Colegate dan Russel. 1993. Detection, Isolation, and Structural Determination. Albany California: Crc Press London Tokyo.
-
[8] Meyer, B.N, Ferrigni, N.R, and McLaughlin. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active plant Constituents. Journal of Planta Medical Research, vol. 45, pp. 31-34.
-
[9] Ohashi, Kazuyoshi, Hendig Winarno, Mutsuko Mukao, Hirotaka Shibuya. 2003. Preparation and Cancer Cell Invasion Inhibitory Effects of C-16 Alkynic Fatty Acid. Chem. Pharm. Bull. 51(4) 463—466
-
[10] Winarno, Hendig. 2009. Antiproliferative Activity of Octadeca-8,10,12-trynoic Acid Agains Human Cancer Cell Lines. Berita-Biologi 9(4). pp. 343-348.
-
[11] Kumar, P. Praveen, S. Kumaravel and C. Lalitha. 2010. Screening of antioxidant activity, total phenolics and GC-MS study of Vitex negundo. African Journal of Biochemistry Research, vol. 4(7), pp. 191195, July 2010.
-
[12] Maruthupandian, A. and V.R. Mohan. 2011. GC-MS analysis of some bioactive constituents of Pterocarpus marsupium Roxb. International Journal of ChemTech Research CODEN( USA): IJCRGG ISSN : 0974-4290. Vol. 3, No.3, pp 16521657, July-Sept 2011
-
[13] Asghar, Syeda Farina, Habib-ur-
Rehman, M. I. Choudahry dan Atta-ur-Rahman . 2011. Gas chromatographymass spectrometry (GC-MS) analysis of petroleum ether extract (oil) and bioassays of crude extract of Iris germanica. International Journal of Genetics and Molecular Biology Vol. 3(7), pp. 95-100
7
Discussion and feedback