PEMBUATAN GRANUL SLOW RELEASE FERTILIZER MENGGUNAKAN LATEKS-KITOSAN SEBAGAI BAHAN BINDER ALAMI YANG RAMAH LINGKUNGAN
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 7 Nomor 1, Mei 2019
PEMBUATAN GRANUL SLOW RELEASE FERTILIZER MENGGUNAKAN LATEKS-KITOSAN SEBAGAI BAHAN BINDER ALAMI YANG RAMAH LINGKUNGAN
Moh. Hamzah*, Eryanti Kalembang, Diah Ayu Fitriani, Dwi Astuti Pusat Teknologi Material – TIEM, BPP Teknologi
Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia *moh.hamzah@bppt.go.id; Tel.: +62-21-757911324
ABSTRAK: Tujuan inovasi dalam teknologi pembuatan pupuk slow release (SRF) adalah untuk meningkatkan efisiensi dengan mengendalikan pelepasan hara pupuk. Metode pengendalian pelepasan unsur hara pupuk dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan lateks-kitosan sebagai pengikat dalam proses pembuatan pupuk granul NPK 16-16-16 SRF. Uji perendaman untuk waktu tertentu untuk pupuk granul SRF diperlukan untuk menentukan ketahanan terhadap tekanan air selama waktu tertentu dan metode perkolasi digunakan untuk menguji jumlah pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16. Didapatkan bahwa waktu ketahanan pupuk granul SRF NPK 16-16-16 terhadap tekanan air dalam uji perendaman selama 6 bulan tidak hancur, dan karakteristik pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang menggunakan pengikat lateks-kitosan sebagai pengikat dengan rasio 0: 100 adalah sekitar 45.193 miligram (28,25%), 20:80 adalah 37.444 miligram (23,40%) dan 40:60 adalah 32.262 miligram (20,16%) selama 1 bulan. Disimpulkan bahwa pelepasan jumlah hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 dengan latex-chitosan 0: 100 lebih tinggi dibandingkan dengan latex-chitosan 20:80 dan 40:60. Variasi dalam jumlah lateks dalam formula lateks-kitosan dapat mempengaruhi pelepasan nutrisi N.
Kata Kunci : Lateks-kitosan, Slow Release Fertilizer, lingkungan, pemupukan, hara N
ABSTRACT: The aim of innovation in the technology of making slow release fertilizer (SRF) is to improve efficiency by controlling the release of fertilizer nutrients. The method of controlling the releasing fertilizer nutrients in this study was by utilizing latex-chitosan as a binder in the process of making 16-16-16 SRF NPK granular fertilizer. The immersion test for a certain time to SRF granular fertilizer was required to determine the resistance to water pressure for a certain time and the percolation method was used for testing the amount of N nutrient release from SRF NPK 16-16-16 granular fertilizer. The time of SRF NPK 16-16-16 granular fertilizer resistance to water pressure in immersion test for 6 months was not broken, dan the N release characteristics of SRF NPK 16-16-16 granular fertilizer that using latex-chitosan as binder with ratio 0:100 was about 45,193 milligrams (28.25%) , 20:80 was 37,444 milligrams (23.40%) and 40:60 was 32,262 milligrams (20.16%) for 1 month. It was concluded that the release of N amount from SRF NPK 16-16-16 granular fertilizer with latex-chitosan 0: 100 was higher than that of latex-chitosan 20:80 and 40:60. Variations in the amount of latex in the latex-chitosan formula can adjust the release of N nutrients.
Keywords: Slow Release Fertilizer, Latex-Chitosan, immersion test, percolation,
N nutrient
PENDAHULUAN
Banyaknya nutrisi pupuk yang diserap tanah dibandingkan dengan oleh tanaman dapat mempengaruhi efisiensi dan dampak lingkungan. Produksi tanaman dapat diukur dari respon pupuk yang diserap tanaman dengan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam proporsi yang tepat. Pada waktu pemupukan masih banyak kehilangan unsur hara yang belum terserap oleh tanaman melalui akarnya, sehingga efisiensi pupuk yang berkurang antara lain disebabkan oleh proses nitrifikasi dan urease.
Nitrifikasi merupakan aktifitas oksigen atas ammonium-ion (NH+) pada waktu tertentu oleh bakteri Nitrosomonas bacteria dalam tanah. Bakteria tersebut mengubah ammonium ion menjadi ammonium menjadi nitrite (NO-2 ) yang selanjutnya dirubah lagi menjadi nitrate (NO-3) oleh Nitrobacter dan Nitrosolobus bacteria. Proses ini menimbulkan dampak berupa volatilisasi ammonia ke udara [1]. Urease merupakan transformasi amide-N dari urea menjadi ammonium hydroxide dan ammonium yang dipengaruhi oleh proses hidrolisis urea dalam tanah.
Hilangnya N sebagai gas nitrogen karena denitrifikasi, hilangnya N sebagai gas ammonia karena volatilisasi, dan hilangnya N sebagai nitrat karena tercuci (leaching) oleh aliran air. Kehilangan nitrogen karena denitrifikasi diperkirakan mencapai 30-40 %, volatilisasi sekitar 1020 %, leaching berkisar 44 % dan karena erosi dapat mencapai 45 % [2]. Dengan adanya permasalahan tersebut diatas, petani menanggung kerugian biaya pemupukan akibat ketidakefisiensian pupuk.
Modifikasi pupuk dengan cara pelapisan yang berfungsi sebagai inhibitor nitrifikasi pupuk pertanian secara komersiil dikenal sebagai pupuk SRF / CRF (slow release fertilizer / controlled release fertilizer) yaitu pupuk lambat lepas / pupuk lepas terkendali. Secara teknis pupuk dapat dimodifikasikan dengan cara pelapisan pupuk dengan bahan yang kompatibel dengan pupuk secara kimiawi, seperti
pupuk urea formaldehyde, sehingga proporsi nitrogen yang terkandung dapat dilepaskan ke tanah sangat perlahan (atau bahkan tidak sama sekali). Sedangkan jika menggunakan bahan pelapis jenis polimer sintetis dalam jangka waktu yang lama berdampak pada menurunnya karakteristik kemampuan tukar kation tanah sebab terhalangi polimer. Penggunaan bahan ini dapat menyebabkan akumulasi yang tidak diinginkan dari residu plastik hingga 50 kg per ha dan per tahun [4].
Gambar 1. Siklus penguraian pupuk dalam tanah [3].
Gambar 2. Proses pelepasan unsur hara pupuk [4].
Bahan alami yang berpotensi pada pembuatan pupuk slow release adalah lateks-kitosan sebagai binder alami yang dimanfaatkan dalam bentuk matriks pupuk slow release. Lateks merupakan bahan yang bersifat polimeris cair terdispersi, yang berukuran partikelnya mencapai sub-mikron. Karakteristiknya sebagai bahan adhesive secara teknis lateks dapat dimanfaatkan sebagai binder inhibitor nitrifikasi pupuk pertanian karena mempunyai kelebihan ; bahan melimpah, biodegradable, sifatnya dapat larut dalam
air akan memudahkan proses granulasi pupuk bahkan dapat disertakan nutrien pupuk lainnya seperti (P, K, Mg, dan lain-lainnya). Lateks juga berubah karakteristik menjadi mengembang pada saat menyerap air [5], dan dapat terdegradasi akibat terpapar oleh sinar UV [6].
Terdapat beberapa penelitian tentang pemanfaatan kitosan untuk penggunaan di bidang pertanian [7]. Chitin dan kitosan walaupun tidak terlarutkan dalam air namun dapat terdegradasi secara fotodegradasi karena gugus amine menyerap sinar UV saat tanah pertanian tidak teririgasikan [8]. Kemampuan teknis kitin dan kitosan terhadap aplikasi pertanian antara lain sebagai : biosida (fungisida, bakterisida, insektisida, dan lain lainnya), pupuk nitrogen, biostimulant atau pengatur pertumbuhan [9]. Kitosan diaplikasikan sebagai membran yang dibuat dengan variasi komposisi kitosan dari 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dengan pelarut asam asetat 1% dan glutaraldehide sebagai bahan "crosslinker " sebanyak 1% [10].
Efektifitas kitosan sebagai pelapis pada pupuk urea juga telah diujikan pengaruhnya pada tanaman jagung [11]. Bahan lateks-kitosan dimanfaatkan sebagai inhibitor nitrifikasi dalam bentuk lapisan tipis lateks-kitosan pada produk pupuk pertanian memiliki ketebalan sekitar 84,50 - 197,7 μm dan diameter pori sekitar 2,88 -4,16 μm. Jumlah pelepasan hara N pupuk granul NPK 16-16-16 dilapisi kitosan lebih tinggi dari lateks-kitosan [12].
Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatan bahan baku alami lateks-kitosan sebagai binder tanpa penambahan bahan lainnya dalam membuat pupuk granul SRF majemuk NPK untuk aplikasi pupuk berpelepasan lambat, serta menguji pelepasan hara N dengan metode perkolasi. Perlakuan lateks-kitosan sebagai bahan binder adalah dengan melakukan pengeringan pada temperatur 700C- 1200C, dimana asam asetat sebagai pelarut kitosan yang tersisa teruapkan, sehingga lateks-
kitosan terbentuk menjadi jaringan pengikat pada pupuk.
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks segar dengan KK (kandungan kering) 60% dengan spesifikasi pada Tabel 1 dan kitosan yang berasal dari Biotech Surindo Indramayu yang mempunyai spesifikasi teknis pada Tabel 2. Asam asetat 1% digunakan untuk melarutkan kitosan. Unsur hara NPK dari urea, KCl, DAP, dan dolomit sebagai filler.
Tabel 1. Spesifikasi Lateks
Dry Rubber Content |
60,04% |
Total Solid Content |
61,29% |
Volatile Fatty Acid |
0,021 |
Kadar amonia |
0.73 |
Mechanical Stability Time |
800-900 |
Viskositas |
105 |
Tabel 2. Spesifikasi Teknis Kitosan
Item |
Specification Standart |
Test Result |
Grade |
Food | |
Apperance |
Light bown |
Off white |
Particle size |
Flake-Powder |
30 -40 mesh |
Degree of deacetylation |
85 – 89 % |
85,89 % |
Viscosity |
20 – 500 cPs |
141,5 cPs |
Moisture content |
≤ 10 % |
9,75 % |
Ash content |
≤ 1,5 % |
1,48 % |
pH (1 %) |
7 - 8 |
complies |
Peralatan utama yang digunakan untuk granulasi pupuk NPK antara lain : a) sprayer yang digunakan untuk menyemprotkan campuran lateks-kitosan cair,
-
b) rotary pan granulator berfungsi sebagai alat granulasi formulasi pupuk SRF NPK 16-16-16 yang berputar agar proses granulasi yang dilakukan berlangsung secara homogen,
-
c) dryer / blower berfungsi sebagai alat pengeringan dengan menghembuskan udara panas pada pupuk NPK yang sudah tergranulkan,
-
d) crusher berfungsi untuk membuat pupuk NPK powder,
-
e) oven, untuk mengering pupuk granul.
Proses Granulasi Pupuk
Proses granulasi dilakukan berdasarkan perbandingan persentase kandungan lateks dengan kandungan kitosan. Formula lateks-kitosan ditentukan seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Formula lateks-kitosan.
Formula |
Lateks (%) |
Kitosan (%) |
0:100 |
0 |
100 |
20:80 |
20 |
80 |
60:40 |
60 |
40 |
Pembuatan formula lateks-kitosan 20:80 :
-
- Larutan 1% kitosan dibuat dengan melarutkan 1 gram kitosan dalam larutan asam asetat 1% sampai menghasilkan 100 ml larutan kitosan . Lalu diambil 80 ml (kadar kering kitosan 0.8 gr).
-
- Kemudian 0.33 gr lateks (kadar kering lateks 60% adalah 0.2 gr) didispersikan dengan akuades.
-
- Kedua bahan tersebut dicampurkan menjadi cairan formula lateks-kitosan 20:80.
Hal yang sama dalam pembuatan formula lateks-kitosan 40:60.
Gambar 3. Prototipe cairan formula lateks-kitosan 20:80
Pemanfaatan lateks-kitosan untuk granulasi pupuk, dimulai dengan menghaluskan granul bahan pupuk yang mengandung hara NPK yakni ; urea, DAP, KCl, dan dolomit sebagai filler menjadi
formula NPK 16-16-16 berbentuk bubuk yang berukuran mesh 80 - 100.
Gambar 4. Proses granulasi bubuk menjadi granula [13].
Gambar 5. Prototipe pupuk granula SRF NPK 16-16-16 dengan binder lateks-kitosan.
Bubuk formula NPK 16-16-16 disemproti dengan lateks-kitosan cair di rotary pan granulator yang mengikat antar partikel bubuk pupuk menjadi precursor atau biang granul. Kemudian dilakukan proses pembesaran (sizing) ukuran granul yang dilakukan dengan semprot-tabur secara berulang ulang hingga didapatkan ukuran granul sesuai kebutuhan spesifikasi.
Sesudah itu dilanjutkan proses pengeringan yang dilakukan untuk menguapkan kandungan air dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang berbinder lateks-chitosan dalam oven dengan temperatur awal 700C kemudian dilanjutkan dengan temperatur 1200C.
Uji Perendaman Pupuk Granula
Pengujian perendaman pupuk granul yang berbinder lateks-kitosan ini dimaksudkan untuk memenuhi kriteria pupuk slow release fertilizer yakni tahan terhadap tekanan permukaan oleh air, dan menghitung waktu ketahanannya sampai berkeping-keping [14]. Hasil dari pengujian perendaman dapat dijadikan acuan menentukan jangkauan (range) waktu pengujian dan pengamatan jumlah pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang berbinder formula lateks-kitosan.
Gambar 6. Pengujian perendaman pupuk granul NPK 16-16-16 komersil
Gambar 7. Pengujian perendaman pupuk granul SRF NPK 16-16-16 dengan binder formula lateks-kitosan 0:100, 20:80 dan
40:60.
Pengujian Jumlah Pelepasan Hara
Pengujian jumlah pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang berbinder lateks-chitosan dilakukan dengan metoda perkolasi sebagai pemodelan kondisi seperti pada gambar 8.
Setiap pekan dilakukan 3 kali
penyiraman dengan menggunakan akuades sebanyak 100 ml. Kemudian nitrogen pada perkolat diukur setiap pekan yang terakumulasi dengan menggunakan metode UV vis spectroscopy.
Gambar 8. Pengujian jumlah pelepasan hara N dengan metode perkolasi [15].
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Gambar 6, dalam pengujian perendaman pupuk granul NPK 16-16-16 komersiil didapatkan waktu rata-rata 5 detik sudah hancur dalam air. Sedangkan pada Gambar 7, mengungkapkan kemampuan ketahanan pupuk granul SRF NPK 16-16-16 dengan lateks-kitosan sebagai binder terhadap tekanan air didapatkan sampai dengan 6 bulan. Oleh sebab itu dalam penelitian ini telah ditentukan jangkauan waktu pengujian jumlah pelepasan hara N dari granul SRF NPK 16-16-16 yang berbinder lateks-kitosan 1 bulan atau 4 pekan.
Sebagai acuan dalam melakukan perhitungan karakteristik pelepasan hara N didapatkan bahwa kandungan hara N dari 1 gram pupuk NPK 16-16-16 komersil adalah 160 mg, sehingga persentase pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-1616 yang berbinder lateks-kitosan selama 4 pekan ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Pelepasan Hara N Selama 1 Bulan
No |
Formula |
Jumlah Hara N Terlepas, mgr |
Persentase Pelepasan |
1 |
0:100 |
45.193 |
28.25% |
2 |
20:80 |
37.444 |
23.40% |
3 |
40:60 |
32.262 |
20.16% |
Jumlah pelepasan hara N pupuk granul SRF NPK 16-16-16 berbinder formula lateks-kitosan 0:100 didapatkan sebesar 45.193 miligram. Grafik karakteristik pelepasan hara N per pekan sampai 4 pekan dapat dilihat pada Gambar 9.
Laju Pelepasan Hara N (Formula Chitosan)
Gambar 9. Karakteristik pelepasan hara N per pekan sampai 1 bulan pupuk granul SRF NPK 16-16-16 berbinder lateks-kitosan 0:100.
Pada pupuk granul SRF NPK 16-16-16 berbinder formula lateks-kitosan 20:80 jumlah pelepasan hara N didapatkan sebesar 37.444 miligram selama 1 bulan pengujian (Gambar 10). Jumlah pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-1616 berbinder formula lateks-kitosan 40:60 didapatkan sebesar 37.444 miligram selama 1 bulan pengujian (Gambar 11). Dari nilai persentase pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang berbinder lateks-kitosan pada tabel 3 menunjukkan bahwa semakin bertambahnya lateks dalam formula binder lateks-kitosan mempunyai pengaruh pada pola pelepasan hara N selama dalam jangka waktu 1 bulan perendaman. Karakteristik kitosan yang
berpori dapat diatur melalui penambahan lateks.
Dengan diketahuinya pola pelepasan hara N dalam 1 bulan atau 4 pekan pertama selanjutnya dapat diperkirakan pola pelepasan hara N pada 1 bulan berikutnya dan seterusnya.
Gambar 10. Karakteristik pelepasan hara N
per pekan sampai 1 bulan pupuk granul SRF NPK 16-16-16 berbinder lateks-
kitosan 20:80.
Gambar 11. Karakteristik pelepasan hara N per pekan sampai 1 bulan pupuk granul SRF NPK 16-16-16 berbinder lateks-kitosan 40:60.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
-
• Uji ketahanan dalam air pada pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang
berbinder lateks-kitosan mampu tahan terhadap tekanan air selama 6 bulan uji perendaman sehingga memenuhi kriteria pupuk slow release fertilizer.
-
• Jumlah pelepasan hara N dari pupuk granul SRF NPK 16-16-16 yang berbinder lateks-kitosan 0:100 sebesar 45.193 miligram, lebih tinggi dari pada yang berbinder lateks-kitosan 20:80 yakni 37.444 miligram serta yang berbinder lateks-kitosan 40:60 yakni 32.262 miligram selama periode 1 bulan.
-
• Variasi jumlah lateks dalam formula binder lateks-kitosan mampu mengatur jumlah pelepasan hara N.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih atas terlaksananya penelitian ini kepada Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberi dana penelitian melalui Program Insinas tahun 2016-2017.
DAFTAR PUSTAKA
-
[1] Trenkel M.E. 1997. Controlled-Release and Stabilized Fertilizers in Agriculture; the International Fertilizer Industry Association : Paris, France. ISBN 2-9506299-0-3.
-
[2] Yoshida T. And Padre B.C. 1974. Nitrification and Denitrification in Submerged Maahas Clay Soil. Soil Science. 1974.
-
[3] Nelson D.W. and Huber D. 1992. Nitrification Inhibitors for Corn Production. Crop Fertilizer. National Corn Handbook; Iowa State University USA.
-
[4] Hähndel, R. (BASF). 1997. Reply to the request on controlled-release fertilizers. Personal communication.
-
[5] Popli. R., Luccas M.H., Tsaur S.L. 1991. Swelling of latex particles by water-soluble solvents. 1.
Experimental results.
Langmuir, 7 (1): 69–72.
-
[6] Ibrahim S., Othman N., Ismail H.
2016. Degradation of Natural Rubber Latex.
https://www.researchgate.net/publicat ion/318837643
-
[7] Struszczyk M.H. 2002. Applications of chitosan. Polymery, 47:396-340.
-
[8] Mucha M. And Pawlak A. 2002. Complex study on chitosan degradability. Polymery, 47 (7-8)
-
[9] Sharp R.G. 2013. A Review of the Applications of Chitin and Its Derivatives in Agriculture to Modify Plant-Microbial Interactions and Improve Crop Yields, .Agronomy, 3: 757-793.
doi:10.3390/agronomy3040757.
-
[10] Poerwadi B., Andayani U., Mardiana D.,Rayes L. 2009. Pembuatan Pupuk Pelepasan Unsur Terkendali
(Controlled Released Fertilizers) Melalui Pelapisan Npk Dengan Kitosan. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2009.
-
[11] Sutanto F. 2015. Skripsi Tugas Akhir: Karakteristik Pupuk Urea Berpelapis Kitosan dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Jagung. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
-
[12] Hamzah M., Kalembang E., Hidayat A.S., Kurniawati F. 2018. Karakteristik Pelepasan Hara N Pupuk yang Terlapisi Lateks-Chitosan. Jurnal Kimia, 12 (1)
-
[13] Navickaitė N., Paleckienė R., Sviklas A. M., Šlinkšienė R. 2010.Molasses Influence on Ash Granulation Process and Quality Parameters. Material Science (MEDŽIAGOTYRA), 16 (4)
-
[14] Sudirman H., Hamzah M., Hidayat A.S., Kalembang E., Fitriani D.A. 2016. Making the Nitrification Inhibitor with LatexChitosan Raw Material for Agricultural Fertilizers Products. SOJ Materials Science & Engineering. ISSN: 2372-0964.
-
[15] Handayani L. 2014. Thesis : Formulasi Pupuk Lepas Terkendali Menggunakan Pelapisan Akrilik dan
Kitosan serta Aplikasinya pada Pembibitan Acacia crassicarpa. Sekolah Pascasarjana. Program Studi Agroteknologi Tanah. Institut Pertanian Bogor.
19
Discussion and feedback