Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 6 Nomor 1, Mei 2018

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT PISANG (Musa sp.) TERHADAP Escherichiacoli DAN Staphylococcus aureus SERTA IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA AKTIFNYA

Ida Ayu Raka Astiti Asih*, Wiwik Susanah Rita, I Gusti Bagus Teguh Ananta, Ni Kadek Dyan Mustika Sri Wahyuni

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia * astiti_asih@unud.ac.id

ABSTRAK: Kulit pisang (Musa sp.) dapat digunakan sebagai bahan penghambat bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri kulit pisang (Musa sp.) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus serta identifikasi senyawa aktifnya.. Ekstraksi dilakukan dengan teknik maserasi dengan etanol, selanjutnya ekstrak etanol dipartisi berturut-turut dengan n-heksana, etilasetat, dan n-butanol. Ekstrak n-heksana, etil asetat, dan n-butanol, yang diperoleh diuji fitokimia dan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Escherechia coli dan Staphylococcus aureus. Uji penghambatan bakteri dilakukan dengan metode sumur difusi pada media Nutrient Agar (NA).Ekstraksi 500 g kulit pisang (Emas, Kepok, Susu dan Kayu) masing-masing menghasilkan 15, 20, 10, 12 gram ekstrak pekat yang berwarna kuning. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, fenol dan flavonoid. Hasilujiaktivitas terhadap bakteri Escherechia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang Mas dan Kepok adalah ekstrak yang aktif dengan MIC masing masing 1% dan 0,5%, untuk kulit pisang mas dan 0,5% serta 0,1%, untuk kulit pisang kepok.

Kata Kunci: Antibakteri, Musa sp., Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

ABSTRACT: The banana peel (Musa sp.) can be used as antibacteria. This study aims to determine the antibacterial activity of banana peel (Musa sp.) against Escherichia coli and Staphylococcus aureus and to identify their active compounds. Extraction was done by maceration technique with ethanol, then ethanol extract was partitioned successively with n-hexane, ethylacetate, and n –butanol to get n-hexane, ethyl acetate, and n-butanol extract. The extract was tested phytochemical and activity of against Escherichia coli and Staphylococcus aureus. The antibacterial activity test was performed by diffusion well method on Nutrient Agar (NA) medium. Extraction of 500 g banana peel (Mas, Kepok, Susu and Kayu) each produced 15, 20, 10, 12 grams of yellow-colored concentrated extract. The phytochemical test results showed that banana peel extract contains alkaloids, terpenoids, phenols and flavonoids. The antibacterial activity test of the banana peels against Escherechia coli and Staphylococcus aureus showed that banana extract of Mas and Kepok was the active extract with MIC 1% and 0.5%, for mas and 0.5% and 0,1%, for kepok peel.

Keywords: Antibacterial, Musa sp., Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

  • 1.    PENDAHULUAN

Gangguan kesehatan pada manusia yang paling umum diderita adalah infeksi. Salah satu penyebab infeksi adalah bakteri. Bakteri yang paling banyak menyebabkan infeksi adalah Escherichia coli (E. coli) dan Staphylococcus aureus (S. aureus) yang keberadaannya banyak tersebar di alam sekitar kita. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan cara kontak langsung (bersentuhan, berjabatan tangan, dan sebagainya) kemudian diteruskan melalui mulut [1]. Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu infeksi saluran kemih, diare, sepsis, dan meningitis [2]. Sedangkan S. aureus dapat menimbulkan infeksi seperti bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan infeksi saluran kemih [3]. Mengingat bakteri tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia, maka perlu dilakukan penanggulangan atau pencegahan terhadap perkembangannya, salah satunya adalah dengan memanfaatkan bahan aktif dari tanaman yang dapat digunakan sebagai antibakteri atau menekan pertumbuhan bakteri. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakeri adalah tanaman pisang.

Pisang (Musa sp.) merupakan tanaman yang dibudidayakan secara luas di Bali, baik sebagai tanaman pekarangan maupun sebagai tanaman tegalan. Selain untuk bahan makanan, pisang juga kerapkali digunakan sebagai persembahan rutin di tiap upacara keagamaan di Bali. Berbagaijenis pisang yang terdapat di Bali dan digunakan dalam upacara agama Hindu antara lain pisang susu, pisang kayu, pisang mas, pisang ambon, pisang ambon lumut, pisang raja, dan lain-lain. Buah pisang yang telah dikonsumsi,

kulitnya dibuang begitu saja, padahal kulit pisang ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku obat antiseptik.

Mokbel and Hashinaga [4] melaporkan bahwa ekstrak etil asetat kulit pisang Clavendis (Musa, AAA cv. Cavendish) berfungsi sebagai antibakteri terhadap Bacillus cereus, Salmonella enteritidis, Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dengan diameter

hambat antara 9 sampai 12 mm. Ehiowemwenguan [5] juga melaporkan bahwa ekstrak etanol kulit pisang Musa sapientum dapat menghambat bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Micrococcus luteus, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella typhi dengan MIC (Minimum inhibitory concentration) sebesar 16-512.5mg/mL.

Mengingat banyaknya kulit pisang yang terbuang percuma, sementara kulit tersebut bisa dimaanfaatkan sebagai obat infeksi, maka perlu dilakukan uji antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus beberapa kulit pisang lokal yang tumbuh di Bali. Kulit pisang yang paling aktif dipisahkan senyawa aktifnya melalui proses pemisahan secara kromatografi, selanjutnya senyawa aktif diidentifikasi untuk menentukan golongan struktur senyawanya.

  • 1.    PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

      Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit dari beberapa jenis kulit pisang yang diperoleh di Denpasar Bali. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Escherechia coli dan Staphylococcus auerus.Jika tidak disebutkan lain maka bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis (p.a). Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah metanol (teknis), n-heksana, metanol, etilasetat, asam asetat (NaOAc), n-butanol, aluminium klorida (AlCl3), asam klorida (HCl) pekat, logam Mg, asam borat (H3BO3), natrium hidroksida (NaOH), kalium bromida (KBr), H2SO4 pekat, asam asetat anhidrat, FeCl3, I2, KI, HgCl2, Nutrient agar, NaOH dan NaCl.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar flow,seperangkat alat gelas dengan berbagai ukuran, corong pisah, statif dan klem, pengaduk kaca, tabung reaksi, neraca, pipet tetes, blender, pisau, kain kasa, kertas saring

Whatman No. 1, penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator), autoklaf, inkubator, preforator, alat sentrifugasi, mistar, alat vorteks, kaca arloji, cawan petri, aluminium foil, kapas, penangas air.

  • 2.2    Metode

    A.    Penyiapan Sampel

Kulit pisang dari beberapa jenis pisang dikumpulkan dan dikering anginkan, selanjutnya digiling menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Selanjutnya serbuk kulit pisang ekstraksi dengan metanol. Masing-masing ekstrak dari beberapa jenis pisang dilakukan uji antibakteri terhadap E.coli dan S. Auerus. Ekstrak yang paling aktif dilakukan penelitian selanjutnya.

  • B.    Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang

  • i)    Pembuatan media agar

Pembuatan media agar menggunakan bahan serbuk nutriet agar (NA) yang dilarutkan dalam air suling steril. Larutan NA dalam labu erlenmeyer dipanaskan hingga larut, erlenmeyer disumbat dengan kapas, dan ditutup dengan alumunium foil. Selanjutnya media agar disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.

  • ii)    Pembuatan suspensi bakteri uji

Bakteri E. coli dan S. auerus ditanam pada media pertumbuhan nutrien agar (NA) dalam keadaan miring dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam, bakteri E. coli dan S. auerus yang akan diuji disuspensikan dengan cara menumbuhkan bakteri dalam media cair yaitu NaCl fisiologis, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C.

  • iii)    Pengujian aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak methanol kulit pisang dilakukan pada konsentrasi 2% dan 4% (b/v) dengan metode sumur difusi agar. Sebanyak 200 μL suspensi bakteri ditambahkan ke dalam 20 mL media Nutrien Agar (NA). Campuran divorteks sampai homogen, didinginkan, dan dipadatkan dalam cawan petri steril,

selanjutnya dibuat sumur yang berdiameter ± 6 mm dengan menggunakan cork borrer berukuran 6 mm. 20 μL ekstrak uji dimasukkan ke dalam sumur. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 48 jam. Diameter hambat diamati setelah periode inkubasi. Kategori daya hambat bakteri menurut Davis Stout [6]: Daya hambat >20 mm= sangat kuat; 10-20 mm= kuat; 5-10 mm= sedang; <5= lemah.

  • C.    Ekstraksi senyawa dalam kulit pisang

Sebanyak 5 kg serbuk kering kulit pisang dimaserasi dengan etanol sampai semua serbuk terendam dalam pelarut selama ± 24 jam. Selanjutnya filtrat disaring sedangkan ampasnya dimaserasi kembali dengan etanol sampai senyawa yang terdapat di dalamnya terekstrak habis. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan diuapkan pada tekanan rendah dan suhu 40°C dengan penguap putar vakum hingga diperoleh ekstrak pekat etanol (ekstrak kasar).

  • D.    Fraksinasi senyawa dalam ekstrak pekat kulit pisang

Ekstrak pekat etanol kulit pisang dilarutkan dengan etanol : air (7:3), etanol kemudian diuapkan dan selanjutnya dipartisi dengan n-heksana berulang kali hingga diperoleh ekstrak air dan n-heksana (EH). Selanjutnya ekstrak pekat air dipartisi berulang kali dengan etilasetat sehingga didapatkan ekstrak air dan etilasetat (EE). Ekstrak air dipartisi kembali dengan n-butanol, sehingga didapatkan ekstrak n-butanol (EB) dan ekstrak air (EA). Keempat ekstrak dipekatkan sehingga diperolek ekstrak pekat n-heksana (EH), etilasetat (EE), ekstrak n-butanol (EB) dan air (EA). Selanjutnya ekstrak pekat n-heksana, butanol dan etilasetat, dilakukan uji fitokimia dan aktivitas antibakteri terhadap E coli dan S. aureus.

  • E.    Uji Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak kulit pisang terseleksi hasil partisi. Ekstrak tersebut diuji adanya alkaloid,

triterpenoid, steroid, flavonoid, fenol, glikosida, saponin, dan tanin.

Pemeriksaan senyawa alkaloid dilakukan dengan pereaksi Dragendroff, Meyer, dan Wagner. Reaksi positif jika terbentuk endapan merah dengan pereaksi Dragendroff, endapan coklat dengan pereaksi Wagner, dan endapan putih pada penambahan pereaksi Meyer [7].

Pemeriksaan senyawa triterpenoid dan steroid dilakukan dengan penambahan pereaksi Leibermann-Burchard. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau-biru untuk steroid dan merah-ungu untuk triterpenoid. Uji triterpenoid juga bisa dilakukan dengan penambahan H2SO4 50%. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu [7].

Uji flavonoid dilakukan dengan test wilstatter dan Bate Smith-Metcalfe. Test Wilstatter dilakukan dengan cara sebagai berikut: Sampel dalam alkohol ditambah HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam Mg, reaksi positif jika memberikan warna orange-merah. Test Bate Smith-Maetcalfe dilakukan dengan cara sebagai berikut: sampel dalam alkohol ditambah HCl pekat kemudian dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air, reaksi positif jika memberikan warna merah [7].

Uji senyawa golongan fenol dilakukan dengan penambahan larutan FeCl3 1%, adanya fenol akan memberikan endapan biru hingga hitam kehijauan [7].

Uji Glikosida dilakukan dengan cara: 1 mL masing-masing ekstrak air tanaman dalam tabung reaksi ditambah 10 mL H2SO4 50%. Campuran dipanaskan di air mendidih selama 15 menit, ditambah 2 mL larutan Fehling dan campuran direbus. Terbentuknya endapan merah bata menunjukkan adanya glikosida [7].

Uji Saponin (tes buih) dilakukan dengan cara: 2 mL ekstrak dalam tabung reaksi dikocok selama dua menit. terbentuknya buih yang stabil menunjukkan adanya saponin [7].

Uji senyawa tanin dapat dilakukan dengan uji warna dengan reagen FeCl3 1 % dan larutan gelatin. Jika ekstrak

mengandung tanin akan terbentuk warna hijau kehitaman atau biru tua dengan FeCl3 1 %, dan terbentuk endapan putih dengan larutan gelatin.

  • F.    Pengujian aktivitas antibakteri dan MIC ekstrak kulit pisang hasil fraksinasi

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak EH, EB, dan EA kulit pisang terseleksi dilakukan pada konsentrasi 2% dan 4% (b/v) dengan metode sumur difusi agar. Sebanyak 200 μL suspensi bakteri ditambahkan ke dalam 20 mL media Nutrien Agar (NA). Campuran divorteks sampai homogen, didinginkan, dan dipadatkan dalam cawan petri steril, selanjutnya dibuat sumur yang berdiameter ± 6 mm dengan menggunakan cork borrer berukuran 6 mm. 50 μL ekstrak uji dimasukkan ke dalam sumur. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 48 jam. Diameter hambat diamati setelah periode inkubasi.

Setelah diketahui ekstrak yang paling aktif dalam menghambat bakteri, maka ditentukan MIC (Minimun Inhibitory Concentration) dengan memvariasikan konsentrasinya. Konsentrasi yang diuji yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4%.

  • 2.    HASIL dan PEMBAHASAN

    • 3.1    Penyiapan Sampel

Kulit Pisang (Musa sp.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Denpasar Bali, pada bulan September 2017. Identitas taksonomi dari tumbuhan kulit pisang diperiksa di LIPI Kebun Raya Eka Karya Bali. Kulit Pisang dalam keadaan segar kemudian dibersihkan agar terbebas dari kotoran, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi.

  • 3.2    Penentuan Kadar Air

Penentuan kadar air merupakan hal yang sangat penting karena kadar air yang terkandung dalam suatu materi akan berpengaruh terhadap stabilitas dan kualitas materi. Air yang terikat secara fisik dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu

Tabel1. Kadar Air Kulit Pisang

No

Nama Sampel        Kadar Air (%)

1

2

3

4

Pisang Mas              20,10

Pisang Susu              20,15

Pisang Kayu             20,20

Pisang Kepok             20,35


Tabel2 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Pisang

Daya hambat

No

Nama Sampel

E. Coli

S. aureus

1

Pisang Mas

1.15

0,92

2

Pisang Susu

0

0

3

Pisang Kayu

0

0

4

Pisang kepok

0

0


100-105ᵒC. Pemanasan pada suhu tersebut relatif aman untuk mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa metabolit sekunder. Hasil penentuan kadar air Kulit pisang ditunjukan pada Tabel 1.

  • 3.3    Ekstraksi Kulit Pisang

Ekstraksi 500 gram serbuk kering kulit pisang (Emas, Kepok, Susu dan Kayu) dengan etanol masing masing memperoleh ekstrak pekat berwarna kuning sebanyak 15, 20,10 dan 12 gram selanjutnya ekstrak etanol kulit pisang diuji Antibakteri

  • 3.4    Uji Aktivitas Antibakteri Kulit Pisang

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak methanol kulit pisang dilakukan dengan metode sumur difusi agar. Sebanyak 200 μL suspensi bakteri ditambahkan ke dalam 20 mL media Nutrien Agar (NA). Hasil pengujian aktivitas antibakteri ditunjukkan pada Tabel 2. Data ini menunjukkan bahwa hanya ekstrak pisang Mas yang aktif sebagai antibakteri namun dari penelitian yang dilakukan oleh Ningsih [8] dan Faradhila[9] ekstrak etanol kulit pisang kepok dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hal tersebut partisi dilakukan untuk semua ekstrak kulit pisang untuk melihat kemungkinan adanya aktivitas pada masing masing ekstrak setelah partisi.

  • 3.5    Partisi Ekstrak Etanol Kulit Pisang

Fraksinasi atau partisi bertujuan untuk memisahkan komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak metanol kulit pisang sesuai dengan tingkat kepolarannya yaitu non-polar, semi-polar, dan polar. Sebanyak 8,00 gram ekstrak etanol kulit pisang dilarutkan dengan etanol:air (7:3) dan diuapkan etanolnya dengan evaporator pada suhu 50ᵒC, untuk menghilangkan pelarut etanol dan penggantian dengan air bertujuan untuk memudahkan pemisahan analit yang terkandung didalam ekstrak kulit pisang karena pelarut yang dugunakan untuk partisi tidak bercampur dengan air. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan, etil asetat dan n-butanol.

Partisi berulang dengan n-heksan menghasilkan ekstrak n-heksan sebanyak 0,45 gram. Pelarut n-heksan digunakan dengan tujuan untuk melarutkan senyawa non-polar seperti lemak yang terdapat pada ekstrak etanol kulit pisang. Partisi dilanjutkan dengan pelarut etil asetat dan menghasilkan ekstrak etil asetat sebanyak 0,12 gram yang berwarna kuning kecoklatan. Etil asetat digunakan untuk mengekstrak senyawa-senyawa semi polar yang terdapat pada ekstrak metanol kulit pisang. Pelarut n-butanol digunakan untuk partisi selanjutnya dengan tujuan untuk

mengekstrak senyawa-senyawa polar yang terdapat dalam ekstrak metanol kulit pisang. Ekstrak n-butanol yang diperoleh dari partisi berulang adalah ekstrak berwarna cokelat sebanyak 0,74 gram.

Proses partisi yang dilakukan berulang bertujuan untuk memperbesar koefisien distribusi zat terlarut sehingga dapat melarutkan komponen lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan pelarut secara keseluruhan. Distribusi zat dari fase air ke fase organik akan berlangsung dengan baik jika luas permukaan kontak antar dua pelarut diperbesar sehingga perlu dilakukan pengocokan pada saat proses partisi untuk memperbesar luas area kontak antara pelarut organik dengan zat yang terlarut dalam fase air [8].

Berdasarkan hasil partisi diketahui bahwa ekstrak etanol kulit pisang lebih banyak mengandung senyawa polar, karena lebih banyak terekstrak pada pelarut n-butanol. Kemudian ekstrak hasil partisi diuji Antibakteri

  • 3.6    Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Kulit Pisang

Uji aktivitas antibakteri fraksi kulit pisang bertujuan untuk mengetahui fraksi yang paling aktif terhadap bakteri E Coli maupun S Aureus. Dari Hasil uji aktivitas fraksi kulit pisang ternyata hanya pisang Mas dan Kepok yang aktif. Hasil uji aktivitas fraksi kulit pisang Mas dan Kepok ditunjukkan pada Tabel 3. Dari data terlihat bahwa fraksi n-butanol dan fraksi Heksan adalah fraksi yang aktif terhadap bakteri E.

Coli dan S. Aureus dengan daya hambat sedang untuk kulit pisang mas dan kuat untuk kulit pisang kepok dengan MIC masing masing 1% dan 0,5%, untuk kulit pisang Mas serta 0,5% dan 0,1%, untuk kulit pisang Kepok.

  • 3.7    Uji Fitokimia Fraksi Kulit Pisang

Pada penelitian ini dilakukan uji fitokimia dengan tujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam fraksi n-butanol kulit pisang dan fraksi n Heksan. Keberadaan senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, steroid/terpenoid, flavonoid dan fenolik dalam sampel dapat bermanfaat sebagai obat [9]. Hasil uji fitokimia fraksi n-butanol kulit pisang positif mengandung alkaloid, saponin, fenolik dan flavonoid sementara fraksi n Heksan positif mengandung flavonoid dan terpenoid.

  • 3.    SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan:

  •    Ekstrak kulit pisang Mas dan Kepok adalah ekstrak yang aktif terhadap bakteri E.coli

dan S.aureus,dengan MIC masing masing 1% dan 0,5%, untuk kulit pisang Mas dan 0,5% serta 0,1%, untuk kulit pisang Kepok.

  •    Ekstrak aktif kulit pisang mengandung senyawa fenol, alkaloid, terpenoid, dan flavonoid

    Tabel 3 Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Butanol, Etil Asetat, dan n-Heksan Pisang Mas


    No Nama Sampel

    Daya Hambat (mm)

    Pisang Mas                    Pisang Kepok

    E. coli          S. aureus     E. coli              S.aureus

    1    Fraksin -Butanol

    5,70               7,70       14,75                14,00

    2    Fraksi Etil Asetat

    10,50              0,00        0,00                10,70

    3   Fraksi n- Heksan

    8,70               6,50        6,75                 11,70


  • 4.    UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Fakultas MIPA Universitas Udayana yang telah memberikan dana melalui skim HUPS.

  • 5.    DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Kehidupan Manusia. Staf Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Bio Trends, 2009, 4 (1).

  • [2]    Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston., MikrobiologiKedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco.

  • [3]    Mandal, A, 2012, What is Staphylococcus aureus?

URL:http://www.news-medical.net/health/What-is-Staphylococcus-aureus.aspx.

  • [4]    Mokbel, M.S. and Hashinaga, F., ,2005, Antibacterial     and Antioxidant

Activities of Banana (Musa, AAA cv. Cavendish) Fruits Peel. American Journal of Biochemistry and Biotechnology, 1(3): 125-131.

  • [5]    Ehiowemwenguan, G., Emoghene, A. O.’1and Inetianbor, J.E.,   2014,

Antibacterial and phytochemical analysis of Banana fruit peel, IOSR Journal Of Pharmacy, 4(8): 18-25.

  • [6]    Ardiansyah, Daun Beluntas sebagai Bahan        Antibakteri        dan

Antioksidan.2005. Available from: http://www.berita_iptek.com/ cetak_ beritahp? kat=berita &id=33.

  • [7]    Rita, W.S, 2009, Penapisan Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Rimpang Temu Putih  (Curcuma  zedoaria

Rosc.). Medicina, 40(2): 104-108

  • [8]    Ningsih, A,P., Nurmiati,dan Agustien, A., 2013, Uji Aktivitas Antibakteri

ekstrak kental tanaman pisang kepok kuning ( Musa paradisiaca Linn) terhadap S Aureus dan E Coli, Jurnal Biologi Universitas Andalas 2(3).207213.

  • [9]    Faradhila, 2015, Uji aktivitas antibakteri kulit pisang kepok ( Musa balbisiana) terhadap bakteri penyebab jerawat (S. Epidermisdis, S Aureus dan propioni bacterium acne) UIN Syarif Jakarta

  • [10]    Khopkar, S.M, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia, p. 216-217.

  • [11]    Marliana, E., 2007, Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dari Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang Berfungsi sebagai Antioksidan. Jurnal Penelitian MIPA. 1(1): 23-29.

63