PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI ARANG DARI BATANG TANAMAN GUMITIR (Tagetes erecta) PADA BERBAGAI SUHU DAN WAKTU PIROLISIS
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016
r ■ -----.
Cakra I
Kimia !
PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI ARANG DARI BATANG TANAMAN GUMITIR (Tagetes erecta) PADA BERBAGAI SUHU DAN WAKTU PIROLISIS
I Made Siaka*, Ni Putu Diana Febriyanti, Emmy Sahara, dan I Made Sutha Negara
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia *E-mail :[email protected]
ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi arang dari batang tanaman gumitir (Tagetes erecta) pada berbagai suhu dan waktu pirolisis. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh suhu dan waktu yang optimum dalam pembuatan arang serta mengetahui karakteristik arang yang dihasilkan pada suhu dan waktu optimumnya. Karakteristik arang mengacu pada SNI 06–3730-1995 dengan melakukan analisis terhadap kadar air, abu, volatile, dan karbon serta daya serapnya terhadap 168odine dan metilen biru. Suhu optimum pirolisis pembuatan arang adalah 300oC dengan karakteristik terbaik berupa rendemen, kadar air, volatile, abu, dan karbon berturut-turut sebesar 40,27 ±5,59 ; 4,00 ± 0,00; 6,58 ± 0,07; 4,34 ± 1,22; dan 85,06%, serta daya serapnya terhadap iodin dan metilen biru sebesar 631,0935 ± 0,00 dan 131,34 ± 1,7 mg/g arang. Waktu pirolisis optimum adalah 90 menit dengan karakterisitik paling baik, yakni rendemen, kadar air, volatile, abu, dan karbon berturut-turut sebesar 42,30 ± 8,7; 2,00 ± 0,00; 2,87 ± 0,07; 9,68 ± 1,17; dan 85,44% serta daya serapnya terhadap iodin dan metilen biru sebesar 647,4642 ± 0,00 dan 136,20 ± 1,28 mg/g arang. Arang yang dihasilkan dari pirolisis pada suhu dan waktu optimum memiliki karakteristik yang sesuai dengan SNI 06-3730-1995 memiliki gugus fungsi O-H dan berupa karbon alifatik.
Kata kunci : arang, Tagetes erecta,kondisi pirolisis optimum, karakterisasi.
ABSTRACT: This paper discusses the manufacture and characterization of carbon made from the stems of marigold (Tagetes erecta) at various temperatures and times of pyrolysis. This research aimed to obtain the optimum temperature and time of pyrolising in producing carbon, as well asto recognize the characteristics of the carbon produced. Characteristics of the carbon quality followed the Indonesian National Standard (SNI) 06-3730-1995 by analyzing the contents of water, volatile substances, ash, and carbon, as well as, the ability of the carbon in absorption capacities of iodine and methylene blue. The optimum pyrolysis temperature in producing carbon was 300oC with the best characteristics including result rendement, contents of water, volatile substances, ash, and carbon were 40,27 ± 5,59; 4,00 ± 0,00; 6,58 ± 0,07; 4,34 ± 1,22, and 85,06%b/b respectively, as well as, the absorption capacities of iodine and methylene blue were 631,0935 ± 0,00 mg/g and 131,34 ± 1,7 mg/g respectively. The optimum time of pyrolysis in producing carbon was 90 minutes with the best characteristics including result rendement, contents of water, volatile substances, ash, and carbon were 42,30 ± 8,7; 2,00 ± 0,00; 2,87 ± 0,07; 9,68 ± 1,17; and 85,44% b/brespectively, as well as, the absorption capacities of iodine and methylene blue were 647,4642 ± 0,00and the 136,20 ± 1,28 mg/g respectively. The carbon produced from the optimum of pyrolysis temperature and time had characteristic in accordance with the SNI 06-3730-1995, it contained O-H functional group and it in aliphatic structure.
Keywords: carbon, Tagetes erecta, optimum pyrolysis condition, characterization.
Tanaman gumitir merupakan salah satu tanaman bunga yang keberadaannya di Bali sangat melimpah. Bunga ini selain digunakan untuk tujuan pariwisata atau sebagai ornament juga digunakan hampir di semua aktivitas upacara agama Hindu sebagai pelengkap sarana upacara perlambang Ciwa Raditya [1]. Salah satu spesies tanaman gumitir yaitu Tagetes patula dilaporkan mengandung berbagai mineral diantaranya N, P, K, Ca, Mg, S, Al, B, Cu Fe, Mn, Mo, Na, Zn dan C, dimana karbon merupakan unsur yang paling tinggi kadarnya yaitu sebesar 42 – 44 % [2].
Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan yang mengandung unsur karbon. Arang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Melihat biomassa dan kandungan karbon dalam tanaman ini cukup tinggi, maka limbah tanaman gumitir kiranya dapat diolah yakni menjadi arang yang merupakan bahan dasar pembuatan arang aktif dan pembuatan briket arang sebagai bahan bakar alternatif seperti halnya limbah tongkol jagung [3].
Proses pembuatan arang sesungguhnya dapat menghasilkan berbagai arang yang mempunyai kegunaan berbeda [4]. Suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk karbonisasi atau pirolisis suatu bahan sangat bervariasi yang ditentukan oleh jenis bahan baku. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pembuatan arang dari limbah batang tanaman gumitir (Tagetes erecta) dengan menerapkan berbagai suhu dan waktu pirolisis. Arang kemudian dilanjutkan dengan karakterisasi berdasarkan SNI 06– 3730-1995 [5] tentang syarat mutu dan pengujian arang dan arang aktif.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang tanaman gumitir yang diperoleh dari “Perkebunan Bali Gemitir” di daerah Mayungan, Baturiti-Tabanan. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan iodium 0,125 M; larutan natrium thiosulfat 0,1 N; indikator amilum, larutan metilen biru, kertas saring whatman no. 12, kertas tissue dan aquades.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beaker, gelas ukur, cawan porselin, labu Erlenmeyer, kaca arloji, pipet volume, pipet mikro, buret, corong, batang pengaduk, desikator, ayakan 250 dan 150 µm, mortar, botol semprot, pengaduk magnet, oven, tanur,
Spektrofotometer Shimadzu UV-1800 dan Spektrofotometer Shimadzu IR Prestige-21.
Sampel batang tanaman gumitir yang kering dan telah dipotong-potong kecil dipirolisis dalam tanur masing-masing sebanyak 5,0 g selama 60 menit pada suhu 200, 250, 300, 350, 400, 450, 500, 550, dan 600 oC. Hasil pirolisis kemudian diamati bentuk fisiknya dan dipilih 4 suhu yang menghasilkan arang terbaik. Masing-masing 10 g sampel batang tanaman gumitir dipirolisis pada suhu 250, 300, 350, dan 400oC selama 60 menit. Arang yang dihasilkan digerus dan diayak dengan ayakan ukuran 150 – 250 µm, arang dengan ukuran yang sama kemudian dikarakterisasi dengan melihat %rendemen, kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon,
daya serap arang terhadap iodine dan metilen birunya. Suhu pirolisis yang menghasilkan arang dengan hasil karakterisasi terbaik digunakan untuk penentuan waktu optimum.
Masing-masing 10 g sampel batang tanaman gumitir dipirolisis pada suhu terbaik dengan variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Arang hasil pirolisis ini kemudian diayak dengan ayakan ukuran 150 – 250 µm hingga didapat arang dengan ukuran partikel yang sama. Arang ini kemudian dikarakterisasi dengan meninjau %rendemen, kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon, serta daya serap arang terhadap iodine dan metilen birunya. Hasil karakterisasi yang menunjukkan hasil terbaik adalah arang yang telah dipirolisis pada suhu dan waktu optimum. Arang ini kemudian dianalisis gugus fungsinya dengan menggunakan FTIR.
Sampel kering batang tanaman gumitir (Tagetes erecta) masing-masing seberat 5 gram dipirolisis pada tanur selama 1 jam dengan variasi suhu seperti yang disajikan pada Tabel 1. Dari hasil masing-masing suhu dipilih 4 suhu dengan bentuk fisik arang terbaik (250, 300, 350 dan 400 oC). Berdasarkan suhu pirolisis tersebut, maka suhu optimum dapat ditetapkan. Hal ini dikarenakan arang yang dihasilkan pada suhu tersebut memenuhi syarat arang yang baik yakni berwarna hitam dan tidak terdapat abu. Sampel batang tanaman gumitir dipirolisis kembali masing-masing sebanyak 10 g dan arang yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi berdasarkan SNI 06–37301995 [5].
Berdasarkan pirolisis yang dilakukan pada masing-masing suhu yang telah dipilih sebelumnya, kemudian didapatkan arang dengan persentase rendemen yang bervariasi seperti pada Gambar 1. Persentase rendemen yang diperoleh dari suhu pirolisis: 250, 300,
350, dan 400 oC berturut-turut 39,20; 40,27;
34,40, dan 30,37% dari massa arang yang dipirolisis.
Gambar 1. Hubungan antara persentase
rendemen dan suhu pirolisis.
Arang hasil pirolisis dikarakterisasi dan hasilnya kemudian dibandingkan dengan SNI 06–3730-1995 [5] tentang syarat mutu dan pengujian arang dan arang aktif. Hasil karakterisasi arang pada penentuan suhu optimum dapat dilihat pada Tabel 2.
Kadar air paling rendah diperoleh pada suhu pirolisis 400 oC yakni sebesar 3%. Akan tetapi, pada suhu 250-350 oC arang yang dihasilkan memiliki kadar air yang sama besar yaitu 4% (Gambar 2). Penurunan kadar air disebabkan suhu yang semakin tinggi akan semakin meningkatkan dehidrasi, sehingga air yang terkandung di dalam arang akan semakin banyak menguap dan kadarnya semakin rendah [6]. Kadar zat mudah menguap paling tinggi ada pada suhu 300 oC, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada suhu 350 oC. Suhu pirolisis optimum untuk mendapatkan arang dengan kadar zat yang mudah menguap dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1. Hasil Pirolisis Batang Tanaman Gumitir pada Berbagai Suhu
Peilakuan - |
200 |
250 |
300 |
350 |
Suhu (° 400 |
C) 450 |
500 |
550 |
600 |
Massa sampel (g) |
5.00 |
5.00 |
5.00 |
5.00 |
5,00 |
5.00 |
5.00 |
5.00 |
5.00 |
Massa arang (g) |
2,07 |
1.778 |
2.22 |
1.34 |
1.11 |
1,07 |
1.02 |
0.85 |
0.71 |
% rendemen |
41.40 |
35.60 |
44.40 |
26.80 |
22,20 |
21.40 |
20,40 |
17,00 |
14.20 |
BenPik fisik |
A.D |
B.D |
B.E |
B.E |
B.E |
B.E.F |
C.E.F |
C.E.F |
C.E.F |
Keterangan : |
A : berwarna kecoklatan D : serat batang masih terlihat
B : berwarna hitam pekat E : tanpa serat batang
C : berwarna putih F : terbentuk abu
Tabel 2. Hasil Karakterisasi Arang pada Berbagai Suhu
No. |
Suhu (’C) |
Air |
Kadar (%) |
Karbon |
Daya serap (nig/g) | ||
Volatile |
Abu |
Iodin |
Metilen Biru | ||||
1 |
250 |
4.00 ±0.00 |
5.9639 ±0.07 |
5.4347 ± 1,15 |
84.6014 |
591.8146 ±0.30 |
118.26 ± 1.2 |
2 |
300 |
4.00 ±0.00 |
6.5858 ±0.07 |
4,3478 ± 1.22 |
85.0664 |
631.0935 ±0.00 |
131.34 ± 1.7 |
3 |
350 |
4.00 ±0.00 |
5.8945 ±0.07 |
9.6559 ± 1,22 |
80.4496 |
598.9868 ±0.90 |
126.07 ±2.3 |
4 |
400 |
3.00 ±0.00 |
6.4405 ±0.04 |
11.7021 ± 1.28 |
78.8574 |
598.9868 ±0.90 |
126.84 ± 1.3 |
SNI |
< 15% |
≤ 25% |
< 10% |
> 65% |
>750 |
≥ 120 |
Hasil karakterisasi kadar zat mudah menguap dipengaruhi oleh suhu, namun dari hasil yang diperoleh terjadi peningkatan serta penurunan kadar zat mudah menguapnya. Keadaan yang tidak stabil ini dapat terjadi karena ketidaksempurnaan penguraian senyawa pada proses pirolisis. Kadar abu paling rendah dimiliki oleh arang hasil
pirolisis pada suhu 300 oC yakni sebesar 4,35%, sedangkan yang paling tinggi pada suhu 400 oC yaitu sebesar 11,70%. Dengan demikian, suhu pirolisis optimum adalah 300 oC (Gambar 4). Tingginya kadar abu pada arang dapat disebabkan oleh kondisi saat proses pirolisis, dimana kemungkinan terjadinya proses oksidasi pada tanur dengan
suhu pirolisis yang relatif tinggi [7]. Kadar karbon paling tinggi diperoleh dari proses pirolisis pada suhu 300 oC (85,07%), tapi
terendah (78,85%) dihasilkan dari pirolisis pada suhu 400 oC.
Gambar 2. Hubungan antara kadar air dan suhu pirolisis.
Gambar 5. Hubungan antara kadar karbon dan suhu pirolisis.
Gambar 3. Hubungan antara kadar zat volatile dan suhu pirolisis
Gambar 6. Hubungan antara daya serap arang terhadap larutan iodine dan suhu pirolisis
Gambar 4. Hubungan antara kadar abu dan suhu pirolisis
Gambar 7. Hubungan antara daya serap
arang terhadap metilen biru dan suhu pirolisis
Hasil pirolisis arang dengan kadar karbon optimum disajikan pada Gambar 5. Semakin tinggi jumlah presentase total kadar air, kadar abu serta kadar zat mudah menguapnya maka semakin rendah kadar karbon yang dihasilkan oleh arang [8]. Dalam penelitian ini diperoleh bahwa daya serap arang terhadap iodin yang paling tinggi adalah pada suhu 300 oC yaitu sebesar 631,0935 mg/g arang. Daya serap yang paling rendah adalah arang yang dihasilkan dari pirolisis pada suhu 250oC yaitu sebesar 591,8146 mg iodin/g arang.
Dengan demikian, keseluruhan arang yang dipirolisis pada suhu 250, 300, 350 dan 400 oC memberikan hasil daya serap arang terhadap iodin yang belum memenuhi SNI (Gambar 6). Arang yang memiliki daya serap paling tinggi terhadap metilen biru adalah arang hasil pirolisis pada suhu 300oC yakni sebesar 131,34 mg/g arang, sedangkan yang paling rendah dimiliki oleh arang hasil pirolisis pada suhu 250oC yakni hanya sebesar 118,26 mg/g arang (Gambar 7).
Dari hasil karakterisasi didapatkan bahwa arang yang memiliki kualitas paling baik dan hasil paling optimum yang memenuhi SNI adalah arang yang dipirolisis pada suhu 300 oC. Arang pada suhu ini secara keseluruhan memiliki persentase rendemen dan kadar karbon yang paling tinggi berturut-turut: 40,29 dan 85,07%. Semakin tinggi rendemen serta kadar karbon yang dimiliki pada arang,semakin baik kualitas arang yang dihasilkan. Arang hasil pirolisis pada suhu 300 oC ini memiliki kemampuan paling tinggi dalam menyerap iodin yakni sebesar 631,0935 mg/garang serta menyerap larutan berwarna (metilen biru) sebesar 131,34 mg/g arang.
Didapatkan suhu optimum pembuatan arang melalui pirolisis pada suhu 300 oC, kemudian dilakukan pirolisis pada berbagai waktu yaitu 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Hasil pirolisis yang diperoleh
pada masing-masing waktu memberikan bentuk fisik arang yang relatif baik yakni berwarna hitam tanpa adanya kandungan abu. Arang yang dihasilkan dari masing-masing waktu pirolisis (Gambar 8) memberikan hasil persentase rendemen tertinggi pada pirolisis yang dilakukan selama 90 menit.
Gambar 8. Hubungan antara rendemen dan
waktu pirolisis
Dengan meningkatnya waktu pirolisis, kadar air yang terkandung pada arang seharusnya semakin menurun, namun pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda. Hal ini dapat dapat dijelaskan bahwa semakin lama waktu pirolisis, semakin terbuka pori-pori dari arang tersebut. Kadar air yang paling rendah dimiliki oleh arang yang dipirolisis selama 60 dan 90 menit (Gambar 10). Kadar zat mudah menguap paling tinggi dimiliki oleh arang dengan waktu pirolisis selama 30 menit yaitu sebesar 7,86%, sedangkan yang paling rendah dimiliki oleh arang dengan waktu pirolisis selama 90 menit yakni sebesar 2,87%.
Hasil karakterisasi arang pada masing-masing waktu pirolisis disajikan dalam Tabel 3. Kadar zat mudah menguap pada arang dipengaruhi oleh waktu dan suhu
Tabel 3. Hasil Karakterisasi Arang pada Berbagai Waktu Pirolisis
.τ Wakm No' (iiiemt, |
Kadar (%) |
Daya Serap (mg/g) | ||||
Air |
Volatile |
Abu |
Karbon |
Iodin |
Metilen Bim | |
3.00 |
7.86 |
11.34 |
~- "’O |
635,6652 |
143.07 | |
1 □u |
±0.00 |
±0.07 |
± 1.14 |
∕ ∕,/y |
±0.88 |
±2,53 |
2.00 |
4.63 |
15.31 |
78.05 |
623.4105 |
129.70 | |
Z Ov |
±0.00 |
±0.07 |
± 1.17 |
±0.87 |
± 1.20 | |
3 90 |
2.00 |
2.87 |
9.68 |
85.44 |
647.4642 |
136.20 |
±0.00 |
±0.07 |
± 1.17 |
±0.00 |
± 1.28 | ||
4 120 |
7.00 |
6.23 |
15.06 |
71 7Λ |
641.8137 |
124.69 |
±0.00 |
±0.07 |
± 1.23 |
±0.87 |
± 1.44 | ||
5 150 |
4.00 |
5.44 |
17.71 |
72.84 |
622.3879 |
118.86 |
±0.00 |
±0.07 |
± 1.22 |
±0.90 |
± 1.69 | ||
A 1 QA |
4.00 |
5.41 |
16.67 |
73.91 |
633.6316 |
118.38 |
O IoU |
±0.00 |
±0.07 |
± 1.21 |
±0.00 |
± 1.76 | |
SNI |
≤ 15% |
≤ 25% |
≤ 10% |
≥ 65% |
≥750 |
> 120 |
selama proses pengarangan. Apabila waktu yang diberikan saat proses pirolisis semakin lama maka semakin banyak zat mudah menguap yang terbuang sehingga kadarnya pun akan semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh bahwa waktu pirolisis terbaik dengan kadar abu paling rendah dan memenuhi baku mutu SNI dimiliki oleh arang dengan waktu pirolisis 90 (Gambar 12). Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu karbonisasi maka kadar abunya akan semakin meningkat. Kandungan karbon terikat yang paling tinggi diperoleh pada waktu pirolisis 90 menit yaitu sebesar 85,44 %, sedangkan yang terendah didapat pada waktu pirolisis 120 menit sebanyak 71,70 %. Waktu pirolisis sangat mempengaruhi kadar karbon, tingginya kadar karbon pada arang menunjukkan fraksi karbon terikat pada arang semakin tinggi, luas permukaan dari arangnya akan semakin membesar.
Daya serap arang terhadap iodin secara keseluruhan belum mencapai batas
minimum baku mutu SNI karena masih dibawah 750 mg/g. Dari semua hasil karakterisasi, arang dengan daya serap paling tinggi dan paling mendekati baku mutu adalah arang yang dipirolisis selama 90 menit yakni sebesar 647,4642 mg/g arang seperti yang diilustrasikan pada Gambar 14. Hasil karakterisasi dari arang yang dipirolisis selama 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit pada suhu optimum 300 oC menunjukkan bahwa arang yang paling baik dan memenuhi hampir seluruh acuan baku mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) 06–3730-1995 [5] adalah arang dengan proses pirolisis selama 90 menit. Dalam pembuatan arang dari sampel batang tanaman gumitir (Tagetes erecta), arang yang dipirolisis pada suhu 300oC selama 90 menit memberikan kadar karbon terbaik berupa rendemen 42,30% dan kadar karbon sebesar 85,44%. Begitu juga, daya serap terhadap iodin hampir mendekati baku mutu SNI yakni sebesar 647,4642 mg/g arang serta daya serap terhadap larutan metilen biru sebesar 136,20 mg/g. Kadar
karbon yang cukup tinggi menandakan bahwa tidak banyak atom karbon yang bereaksi dengan uap air dan menghasilkan gas CO, selain itu kadar karbon juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dan lignin yang dapat dikonversi menjadi atom karbon [7].
Waktu Pirolisis (menit)
Gambar 9. Hubungan antara kadar air dan waktu pirolisis
Gambar 10. Hubungan antara kadar zat volatile dan waktu pirolisis
Arang yang memiliki karateristik yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 06–3730-1995 [5] adalah arang yang dihasilkan dari suhu optimum (300oC)
dan waktu optimum (90 menit). Hasil spektrum inframerah arang yang dihasilkan dari kondisi pirolisis optimum menunjukkan arang tersebut memberikan serapan melebar yang diperoleh pada daerah gelombang 3373,50 cm-1, diduga merupakan daerah vibrasi untuk gugus O-H asam, sedangkan serapan pada daerah 2960,73 cm-1 dan 2931,80 cm-1 merupakan daerah vibrasi dari gugus fungsi C-H alifatik. Serapan yang menunjukkan vibrasi gugus fungsi C-H alifatik tersebut dapat diperkuat dengan adanya peyerapan kembali pada daerah serapan 1379,10 cm-1 [9].
Gambar 11. Hubungan antara kadar abu dan waktu pirolisis.
Gambar 12. Hubungan antara kadar karbon dan waktu pirolisis.
Gambar 13. Hubungan antara daya serap arang terhadap iodine dan waktu pirolisis.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa arang dari batang tanaman gumitir (Tagetes erecta) dengan karakteristik yang sesuai dengan standar mutu SNI 06-37301995 adalah arang yang dipirolisis pada suhu 300 oC selama 90 menit. Dengan hasil karakterisasi yakni rendemen, kadar air, volatile, abu, dan karbon berturut-turut sebesar 40,27 ±5,59; 4,00 ± 0,00; 6,58 ± 0,07; 4,34 ± 1,22; dan 85,07% untuk suhu optimum dan 42,30 ± 8,7; 2,00 ± 0,00; 2,87 ± 0,07; 9,68 ± 1,17; dan 85,44% untuk waktu optimum serta daya serap iodin dan metilen biru berturut-turut 631,0935 ± 0,00 dan
131,34 ± 1,7 mg/g arang untuk suhu optimum dan 647,4642 ± 0,00 dan 136,20 ± 1,28 mg/g arang untuk waktu optimum. Arang yang dihasilkan pada suhu dan waktu optimum tersebut gugus funsi O-H dan berupa karbon alifatik.
Gambar 14. Hubungan antara daya serap arang terhadap metilen biru dan waktu pirolisis
6.
Gambar 15. Spektra inframerah arang pada suhu dan waktu optimum
Penulis mengucapkan terima kasih kepada staff laboratorium bersama FMIPA, staff laboratorium jurusan Kimia, serta kepada semua pihak yang telah membantu demi terselesainya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
[1] Sujaya, I made., 2013, Inilah bunga-bunga yang pantang untuk dipersembahkan.
http://www.balisaja.com/2013/10/inil ah-bunga-bunga-yang-pantang.html.
diakses pada tanggal 30 september 2015.
-
[2] Lersel, M., W. V., 2006, Respiratory Q10of Marigold (Tagetes patula) in Response to Long-term Temperature Differences and its Relationship to Growth and Maintenance
Respiration, Departement of
Horticulture, The University of Georgia, USA
-
[3] Ishak I., 2012, Briket arang dan
arang aktif dari limbah tongkol jagun,. Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo
-
[4] Sudrajat, R. dan Gustan Pari, 2011, Arang Aktif, Teknologi Pengolahan dan Masa Depannya, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
-
[5] SNI, 1995, SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis, Jakarta: Badan
Standardisasi Nasional.
-
[6] Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu: Dasar – dasar dan Penggunaan. Jilid
-
2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.
-
[7] Pari, G. 2004. Arang aktif serbuk gergaji kayu sebagai bahan adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 10(5): 141-149. Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor, Bogor
-
[8] Pari G. 1996. Kualitas Arang Aktif dan 5 Jenis Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14(2): 60-68. Pusat
Penelitian Hasil Hutan: Bogor.
-
[9] Silverstein, 2002, Identification of Organic Compund, 3rd Edition. John Wiley & Sons Ltd, New York
177
Discussion and feedback