POTENSI MINYAK ATSIRI RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus Linn) SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium solani, JAMUR PATOGEN PENYEBAB BUSUK BATANG PADA BUAH NAGA
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 4, Nomor 2, OKtober 2016
Cakra Kimia
POTENSI MINYAK ATSIRI RIMPANG JERINGAU (Acorus calamus Linn) SEBAGAI PENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium solani, JAMUR PATOGEN PENYEBAB BUSUK BATANG PADA BUAH NAGA
Wiwik Susanah Rita*, Ida Ayu Raka Astiti Asih, Ni Made Yuliari
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Kuta Bali
ABSTRAK: Isolasi dan uji aktivitas minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) sebagai penghambat pertumbuhan jamur patogen Fusarium solani telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur terhadap Fusarium solani dan kandungan utama dari minyak atsiri rimpang jeringau. Ekstraksi minyak atsiri dilakukan dengan metode destilasi uap, sedangkan uji aktivitas antijamur dilakukan dengan metode sumur difusi, dan identifikasi dilakukan dengan gas kromatografi – spektrometri massa (GC-MS). Ekstraksi 10 kg rimpang jeringau menghasilkan 13,39 gram minyak dengan hasil rendemen sebesar 0,1339%. Minyak atsiri memiliki warna kuning dan bau yang sangat tajam. Hasil uji aktivitas antijamur Fusarium solani terhadap minyak atsiri konsentrasi 10% menunjukkan aktivitas kuat dengan daya hambat sebesar 10,00 mm. Nilai Minimum Inhibitory Consentration (MIC) sebesar 2,0 % (v/v) dengan diameter hambat sebesar 5,50 mm. Hasil uji daya hambat pertumbuhan koloni, spora, dan biomassa jamur meningkat dengan kenaikan konsentrasi minyak atsiri. Analisis dengan gas kromatografi – spektrometri massa (GC-MS) menunjukkan bahwa komponen terbesar minyak atsiri jeringau adalah senyawa asaron.
Kata kunci: Minyak Atsiri, Acorus calamus Linn, Fusarium solani, Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
ABSTRACT: Isolation and Activity test of Jeringau rhizome’s essential oil (Acorus Calamus Linn) to inhibit the growth of fungal pathogen, Fusarium solani has been performed. The aim of this research are to determine the antifungal activity and essential oil’s components of Jeringau rhizome. The extraction process was performed by steam distillation method, antifungal activity was analysed by well diffusion method, and the Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) was used to determine the essential oil components. The yield of essential oil was 0.1339% and has yellow colour with pungent smell. At concentration of 10.0%, the essential oil extract gave the strong activity to inhibit the Fusarium solani, with 10 mm in diameter. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) was 2.0% that gave inhibition’s zone of 5.50 mm. Inhibition of colony, spore, and biomass of fungi increase with concentration. Analysis using GC-MS indicated the main essential compound is asarone.
Key words: Essential Oil, Acorus calamus Linn, Fusarium solani, Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
Buah naga termasuk tanaman yang relatif mudah perawatannya, tetapi dalam budidayanya selalu terdapat gangguan hama dan penyakit yang dapat menurunkan hasil panen. Pembusukan pada tanaman buah naga ini disebabkan oleh adanya patogen yang menyerang tanaman tersebut, terutama bakteri dan jamur patogen, sehingga terjadi hambatan dalam menghasilkan buah. Rita [1] menjelaskan bahwa salah satu jenis jamur patogen pada tanaman buah naga adalah Fusarium solani.
Pengendalian dengan fungisida sintetis disamping memerlukan biaya yang besar, juga memiliki efek residu yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan. Oleh karena itu diperlukan pestisida yang ramah lingkungan yang bterbuat dari bahan tanaman. Bahan aktif pestisida nabati terbukti kurang toksik terhadap mamalia tetapi mampu menjaga kelestarian lingkungan karena tidak membahayakan organisme bukan sasaran seperti parasit dan predator. Pestisida nabati dapat dikembangkan dari beberapa tanaman yang mengandung senyawa metabolit sekunder sebagai bahan aktif dalam mengendalikan jamur patogen [2].
Jeringau (Acorus calamus Linn) atau pada umumnya di Bali lebih dikenal dengan sebutan jangu, biasanya digunakan sebagai bahan tambahan makanan (penyedap). Berdasarkan taksonominya tanaman ini dapat diklasifikasikan dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, ordo Arales, family Acoraceae, genus Acorus, dan spesies Acorus calamus Linn (Sutomo, 2007). Rimpang dan daun jeringau mengandung metabolit sekunder
yang dapat dijadikan sebagai antibakteri maupun antijamur.
Rita [3] melaporkan bahwa ekstrak etanol dari rimpang jeringau dapat menghambat pertumbuhan jamur Fusarium solani dengan daya hambat sangat kuat yaitu sebesar 21 mm. Rimpang jeringau dengan berbagai macam manfaatnya, dapat dijadikan pestisida nabati. Minyak atsiri yang terkandung di dalam rimpang jeringau merupakan salah satu senyawa aktif yang dapat diformulasikan sebagai antijamur, oleh karena itu pengujian aktivitas minyak atsiri rimpang jeringau sebagai menghambat pertumbuhan Fusarium solani, sangat perlu dilakukan.
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) yang diperoleh dari daerah Denpasar pada bulan Oktober 2015. Penyiapan bahan meliputi determinasi, tanaman, pengumpulan bahan, dan pembersihan. Jamur yang merupakan bahan biologi yang digunakan adalah jamur Fusarium solani. Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, natrium sulfat anhidrat (Na2SO4), Natrium klorida (NaCl), media PDA, etanol 70%, dan tween-80.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seperangkat alat destilasi uap, seperangkat alat gelas, Laminar flow cabinet, botol vial, tissue, handuk atau lap, neraca analitik, pisau, kertas saring, aluminium foil, cork borer, jarum ose, dan seperangkat alat Kromatografi Gas-Spektrometri Massa.
Sebanyak 10 kg rimpang jeringau diekstraksi dengan metode destilasi uap untuk memperoleh minyak atsiri, kemudian hasil minyak ditampung di botol vial dan dimurnikan dengan natrium sulfat anhidrat (Na2SO4). Uji aktivitas dilakukan dengan metode sumur difusi, uji MIC dilakukan pada beberapa konsentrasi yaitu 0,0%, 0,2%, 0,4%, 0,8%, 1,0%, 2,0%, 3,0%, 4,0%, 5,0%, dan 10,0%. Pengujian selanjutnya yaitu uji daya hambat koloni jamur, uji daya hambat pertumbuhan spora jamur, dan uji daya hambat pertumbuhan biomassa jamur dilakukan dengan lima konsentrasi yaitu 0,0%, 0,5%, 1,0%, 2,0%, dan 4,0%. Uji daya hambat koloni jamur dilakukan dengan menggunakan media Potato Dextro Agar (PDA) dalam waktu inkubasi 7 hari. Uji daya hambat pertumbuhan spora dilakukan dengan menggunakan media Potato Dextro Broth (PDB) dalam waktu inkubasi 5 hari. Uji daya hambat pertumbuhan biomassa dilakukan dengan media Potato Dextro Broth (PDB) dalam inkubasi 8 hari. Kandungan senyawa pada minyak atsiri dianalisis dengan gas kromatografi – spektrometri massa (GC-MS).
Minyak atsiri yang diperoleh dari 10 kg rimpang jeringau adalah 15,50 mL dengan % (persentase) hasil (rendemen) sebesar 0,1339 %, minyak berwarna kuning kecoklatan, dan beraroma sangat tajam.
Uji aktivitas minyak atsiri rimpang jeringau dilakukan dengan mengukur diameter daya hambatan minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn)
terhadap Fusarium solani. Diameter daya hambatan yang diperoleh pada uji aktivitas ini sebesar 10 mm pada konsentrasi 10% dengan waktu inkubasi selama 5 hari. Menurut Ardiansyah [4], jika zona hambatan ≥ 20 mm (daya hambat sangat kuat); jika zona hambatan 10-20 mm (daya hambat kuat); jika zona hambat 5-10 mm (daya hambat sedang); jika zona hambatan < 5 mm (daya hambat lemah), sehingga berdasarkan uji antijamur tersebut maka minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) memiliki daya hambat kuat terhadap pertumbuhan Fusarium solani.
Uji daya hambat minyak atsiri rimpang jeringau terhadap Minimum Inhibitory Concentrasion (MIC)
Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang jeringau terhadap Minimum Inhibitory Concentrasion (MIC) menunjukkan bahwa ekstrak minyak atsiri mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium solani pada konsentrasi 2,0% dengan daya hambat sebesar 5,50 mm. Srividya [5], menjelaskan bahwa MIC dari ekstrak kasar jeringau yang tumbuh di India adalah <500 μg/mL yang diujikan pada Candida albicans, Aspergillus niger, Sacchromyceas cerviasiae dengan zona hambat yang diperoleh sebesar 12-19 mm.
Uji daya hambat terhadap pertumbuhan koloni jamur
Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang jeringau terhadap pertumbuhan koloni jamur dipaparkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daya Hambat Minyak Atsiri Rimpang Jeringau (Acorus calamus Linn) Terhadap
Diameter Pertumbuhan Koloni Jamur Fusarium solani pada Hari ke-7 Dalam Media PDA
No |
Konsentrasi Ekstrak (%) |
Diameter Koloni (mm) |
Daya Hambat (%) |
1 |
0 |
45,67a |
0a |
2 |
0,5 |
10,33b |
77,67b |
3 |
1,0 |
8,33bc |
81,87bc |
4 |
2,0 |
7,67bc |
83,37bc |
5 |
4,0 |
6,33c |
86,07c |
*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.
Tabel 1 menunjukkan perlakuan minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calmaus Linn) dengan konsentrasi 1% dapat menghambat pertumbuhan koloni jamur sebesar 81,87%, sedangkan daya hambat pada konsentrasi 0,5% sebesar 77,67%, sehingga apabila dibandingkan dengan kontrol pada konsentrasi 0,5% sudah berbeda nyata. Konsentrasi 1,0% dan 2,0% menghasilkan daya hambat masing-masing sebesar 81,87% dan 83,37% secara berturut-turut, yang mana kedua konsentrasi ini tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Konsentrasi 4,0% memberikan daya hambat sebesar 86,07% yang mana apabila dibandingkan dengan konsentrasi 2,0% menunjukkan berbeda nyata berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.
Perbedaan daya hambat pada konsentrasi 1,0% sampai 4,0% tidak menunjukkan perubahan yang terlalu signifikan, yang mana pada konsentrasi 1,0% merupakan konsentrasi optimum dari pengujian koloni jamur ini. Bertambahnya konsentrasi minyak atsiri, juga diikuti dengan daya hambat pertumbuhan koloni jamur akan semakin besar yang ditandai
dengan semakin kecilnya diameter koloni jamur.
Uji daya hambat terhadap
pembentukan spora
Hasil uji daya hambat minyak atsiri rimpang jeringau terhadap pertumbuhan spora jamur dipaparkan pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa perlakuan minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) efektif menghambat pembentukan spora pada jamur Fusarium solani. Persen daya hambat dengan konsentrasi 0,5% sebesar 56,22% yang mana konsentrasi 0,5% berbeda nyata dengan konsentrasi 0% berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Konsentrasi 0,5% dan 1,0% tidak berbeda nyata dengan persen daya hambat secara berturut-turut sebesar 56,22% dan 67,79%. Konsentrasi 1,0%, 2,0%, dan 4,0% berbeda nyata dengan persen daya hambat secara berturut-turut sebesar 67,79%, 80,45%, dan 100%
berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Konsentrasi 4,0% mampu menghambat pembentukan spora secara total dan dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya konsentrasi minyak atsiri persen daya hambat pembentukan spora meningkat.
Uji pengaruh minyak atsiri terhadap biomassa jamur dipaparkan pada Tabel 3.
biomassa Tabel tersebut menunjukkan perlakuan
Hasil uji daya hambat minyak atsiri
rimpang jeringau terhadap pertumbuhan
Tabel 2. Daya Hambat Minyak Atsiri Rimpang Jeringau (Acorus calamus Linn) Terhadap Kerapatan Spora Jamur Fusarium solani Pada Hari Ke-5 Dalam Media PDB
No |
Konsentrasi Ekstrak (%) |
Jumlah Spora/mL (x106) |
Daya Hambat (%) |
1 |
0 |
1,55a |
0a |
2 |
0,5 |
0,66b |
56,22b |
3 |
1,0 |
0,48b |
67,79b |
4 |
2,0 |
0,30c |
80,45c |
5 |
4,0 |
0d |
100,00d |
*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%.
Tabel 3. Daya Hambat Minyak Atsiri Rimpang Jeringau (Acorus calamus Linn) Terhadap Pertumbuhan Biomassa Jamur Fusarium solani Pada Hari Ke-8 Dalam media PDB
No |
Konsentrasi Ekstrak (%) |
Berat Kering Biomassa (mg/100mL) |
Daya Hambat (%) |
1 |
0 |
1,05a |
0a |
2 |
0,5 |
0,09b |
91,05b |
3 |
1,0 |
0,04c |
96,22c |
4 |
2,0 |
0,03c |
96,26c |
5 |
4,0 |
0,02c |
97,50c |
*Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%
Tabel 4. Kromatogram GC Minyak Atsiri Rimpang Jeringau (Acorus calamus Linn.)
No |
Puncak Senyawa |
Waktu Retensi (Menit) |
Area (%) |
1 |
Puncak 1 |
5.878 |
4,07% |
2 |
Puncak 2 |
12.011 |
15,34% |
3 |
Puncak 3 |
12.565 |
2,66% |
4 |
Puncak 4 |
12.842 |
7,23% |
5 |
Puncak 5 |
13.032 |
1,46% |
6 |
Puncak 6 |
13.394 |
13,86% |
7 |
Puncak 7 |
14.072 |
23,68% |
8 |
Puncak 8 |
14.186 |
3,46% |
9 |
Puncak 9 |
14.708 |
26,97% |
10 |
Puncak 10 |
15.706 |
1,25% |

Gambar 1. Kromatogram GC Minyak Atsiri Rimpang Jeringau (Acorus calamus Linn.)

B
Hit=:l Entrvl06207 LibraiyzWIEEYTIJB
SI:96 FomiiilazCllHiea? CAS:5273-86-9 MolWaglitZOS RrfIiidscO
ConipNamcxts-Asaronc SS Benzene, l,2,4-trimcthoxy-5-(l-propenyl)-, (Z)- (CAS) cis-.bcta.-Asaronc SS (Z)-Asaronc SS .beta-AsaroneSS Benzene, 1,2,4-1
MeO.
CH CHMe
MeO'
OMe
50 70 90 IlO BO 150 170 190 210 230 250 270 290 310 330 350 370 390 410 430 450 470 490
Gambar 2. (A) Spektrum massa senyawa puncak 7, (B) Spektrum massa senyawa cis-asaron
minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) efektif menghambat pembentukan biomassa pada jamur Fusarium solani. Konsentrasi 0,5% dengan persen daya hambat sebesar 91,05% berbeda nyata dengan konsentrasi 0% berdasarkan
Duncan Multiple Range Test pada taraf 5%. Konsentrasi 1,0% berbeda nyata dengan konsentrasi 0,5% yang mana persen daya hambat pada konsentrasi 1,0% sebesar 96,22%. Konsentrasi 1,0%, 2,0%, dan 4,0% tidak berbeda nyata dengan persen daya
hambat secara berturut-turut sebesar 96,22%, 96,26%, dan 97,50%. Bertambahnya konsentrasi minyak atsiri akan meningkatkan persen daya hambat pembentukan biomassa yang mana pada tabel menunjukkan konsentrasi optimum diberikan pada konsentrasi 1,0%.
Identifikasi Minyak Atsiri dengan GC-MS
Analisis komponen penyusun minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn.) dengan menggunakan instrumen Kromatografi Gas - Spektrometer Massa (GC-MS) menghasilkan 10 puncak senyawa dengan waktu retensi (tR) dan kelimpahan (%) yang disajikan pada Tabel 4 sedangkan kromatogramnya disajikan pada Gambar 1.
Puncak ke-7 dan puncak ke-9 pada hasil kromatogram merupakan senyawa utama penyusun minyak atsiri rimpang jeringau dan didukung dengan kelimpahannya yang besar. Senyawa dugaan pada puncak 7 dan puncak 9 berturut-turut adalah cis-asaron dan Benzene, 1,2,4-trimethoxy-5-(1-propenyl). Menurut Devi and Ganjewala [6] serta Phongpaicit [7] asaron dalam minyak atsiri merupakan senyawa yang memiliki aktivitas antijamur. Dugaan senyawa pada puncak ke-7 dan puncak ke-9 juga diperkuat dan didukung dengan melihat pola fragmentasi yang dihasilkan oleh kedua senyawa tersebut dibandingkan dengan pola fragmentasi senyawa pada database.
Puncak utama yang dihasilkan pada kromatogram dari hasil spektrum massa minyak atsiri rimpang jeringau ( Acorus calamus Linn) menghasilkan puncak
tertinggi pada waktu retensi 14.110 dengan persentase kelimpahan sebesar 23,26% dan pada database ditunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah asaron. Hasil perhitungan yang didasarkan pada intensitas spektrum ion molekul M+ (208) dan M + 1 (209) mempunyai ± 12 atom karbon. Perhitungan harga Double Bound Equivalent (DBE) diperoleh jumlah kesetaraan ikatan rangkap ekivalen sebanyak 5. Hasil yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan database dan senyawa yang diperoleh adalah asaron, sehingga dapat diduga senyawa utama penyusun minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) adalah asaron Gambar 2. Sherlly [8] mengkonfirmasi pendekatan struktur asaron ini dengan pola pemenggalan seperti pada Gambar 3.
Minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium solani dengan nilai MIC pada konsentrasi 2,0% dengan daya hambat sebesar 5,50 mm. Daya hambat pertumbuhan koloni, spora, dan biomassa jamur Fusarium solani meningkat dengan kenaikan konsentrasi. Komponen senyawa penyusun minyak atsiri rimpang jeringau (Acorus calamus Linn) adalah 1,3,6-octatriene, methyl trans-isoeugenol, shyobunone, shyobunone, cedranone (CAS) 9-cedranon, eusarone, isolongifolen ,9,10-dehidro, benzene, 1,2,4-trimethoxy-5-(1-propenyl), isocalamendiol dan asarone.

Gambar 3. Fragmentasi puncak 7
Penulis mengucapkan terima kasih kepada FMIPA Unud sebagai pemberi dana melalui Dana Hibah Unggulan Program Studi (HUPS) PNBP Unud. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Iryanti Eka Suprihatin, M.Sc.,Ph.D., Anak Agung Bawa Putra, S.Si., M.Si., dan Dr. Ir. Sri Wahjuni, M.Kes., yang banyak memberikan saran dan masukan pada penelitian dan penulisan artikel ini.
-
[1] Rita, W.S., Suprapta, D.N, Sudana, I M., Swantara, I M.M. First Report on Fusarium solani, a Pathogenic Fungus Causing Stem Rot Disease on Dragon Fruits (Hylocereus sp.) in Bali, Journal of Biology Agriculture and Healthcare, 2013, 3 (17) : 93-99.
-
[2] Wiratno. Beberapa Formula Pestisida Nabati dari Cengkih. Edisi 6. Sinar Tani. 2010. [cited 2011 September 4]. Available from: http://pustaka.litbang. deptan.go.id/ inovasi/kl10101.pdf.
-
[3] Rita, W.S., Identifikasi Senyawa Aktif dalam Ekstrak Daun Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr) sebagai Penghambat Pertumbuhan Jamur Fusarium sp., Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Buah Naga (Hylocereus sp.), Disertasi,
Universitas Udayana, Denpasar. 2014.
-
[4] Ardiansyah, Daun Beluntas sebagai Bahan Antibakteri dan Antioksidan, 2005. [cited 2015 March 4]. http://www.berita_iptek.com/cetak_ berita hp?kat=berita & id=.
-
[5] Srividya, A.R., Aishwaria, S.N.,
Vishnuvarthan, V.J., Evaluation of Antioxidant, Antimicrobial and Cytotoxicity Activity of
Hydroethanolic Extract and its
Fractions of Acorus calamus linn, International Journal for
Pharmaceutical Research Scholars (IJPRS), 2014, 3 (1) : 114-125.
-
[6] Devi, A.S. and and Ganjewala, D., Antimicrobial activity of Acorus calamus L. rhizome and leaf extract, Acta Biologica Szegediensis, 2009,
53(1): 45-49.
Antimicrobial Activities of The Crude Methanol Extract of Acorus calamus Linn, Journal of Sci Technol, 2005, 2 (27) : 517-523.
-
[8] Sherlly, M. F. L., Reiner, I. L., Debora, R., Aktivitas Antibakteri Eschericia coli pada Minyak Atsiri Batang Genoak (Acorus calamus) Asal Pulau Timor, Molekul, 2013, 8 (1): 18.
-
[7] Phongpaichit, S., Pujenjob, N., Rukachaisirikul, V., dan Ongsakul, M,
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry) 7274
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2016
131
Discussion and feedback