Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)

Volume 4, Nomor 1, Mei 2016

AKTIFITAS ANTIINFLAMASI TOPIKAL MINYAK ATSIRI DAN EKSTRAK ETER TUMBUHAN TENGGULUN, PROTIUM JAVANICUM, BURM TERHADAP MODEL INFLAMASI KULIT PADA TIKUS

I Wayan Suirta*, Ni Made Puspawati, I.A. Raka Astiti Asih

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia

*[email protected]

ABSTRAK: Tenggulun (Protium javanicum, Burm ) secara tradisional telah dimanfaatkan masyarakat Bali sebagai tanaman obat untuk mengobati bengkak. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antiinflamasi ekstrak eter kulit batang dan minyak atsiri daun tengulun pada udem (inflamasi) telinga tikus yang diinduksi TPA (12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate) secara topikal. Ekstraksi dilakukan dengan maserasi dan isolasi minyak atsiri dengan distilasi uap. Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap dengan sembilan kelompok perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari lima ekor tikus. Inflamasi diukur 6 jam setelah perlakuan. Hasil triturasi 180g ekstrak etanol kulit batang tenggulun diperoleh 6,30 g ekstrak dietil eter dan hasil distilasi uap 4,5 kg daun segar diperoleh 2,5 g minyak atsiri. Hasil uji fitokimia ekstrak kulit batang tenggulun mengandung senyawa golongan terpenoid dan minyak atsiri mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, dan steroid. Hasil uji aktifitas antiinflamasi menunjukkan bahwa persentase hambatan peradangan dari ekstrak tenggulun didapatkan : KEI (58,34%) , KEII (54,17%) , KEIII (45,85%) dan KAI (50,02%) yang menunjukkan hambatan yang tidak berbeda secara bermakna dengan hambatan yang diberikan oleh kontrol positip KP (62,50%). Ekstrak eter 12 mg dan 20 mg masih memberikan hambatan peradangan yang lebih besar dari minyak atsiri 20 mg. Hasil uji histologi menunjukkan ekstrak eter dan minyak atsiri dapat menghambat migrasi sel radang lebih dari 50%. Jumlah sel radang yang bermigrasi ke daerah peradangan sebanyak 17 sel untuk ekstrak eter dosis 20 mg/telinga dan 20 sel radang untuk minyak atsiri dosis 20 mg/ telinga. Dengan induksi TPA jumlah sel radang yang bermigrasi ke daerah peradangan sebanyak 64 sel

Kata kunci: Tenggulun, Protium Javanicum Burm, aktivitas antiinflamasi topikal, TPA

ABSTRACT: Protium javanicum, Burm (Tenggulun) has been used traditionally in Bali as medicines to treat inflamation. This research aimed to evaluate topical anti-inflammatory activity of stem bark ether extract and essential oil of leaves on ear edema rats induced by TPA (12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate). Extraction of stem bark was done by maceration and the essential oil was produced by steam distillation. Complete Randomized Design with nine treatment groups was used in this study. Each of the treatment had five repetitions. The inflammation was measured after 6 hours of treatment. Trituration of 180 g crude ethanol extract with ether gave 6.30 g ether extract and steam distillation of 4.5 kg fresh leaves yielded 2.5 g of the essential oil. Phytochemical study showed that stem bark ether extract only contained triterpenoid while the essential oil of leaves contained flavonoid, terpenoid, and steroid compounds. The yield of % inhibited antiinflamatory activity showed that KEI (58,34%), KEII (54,17%), KEIII (45,85%) and KAI (50,02%) was insignificantly different to positive control

dexamethason which inhibited inflammation by 62.50%. The result of histology test showed that ether extracts and essential oils can inhibit the formation of inflammatory cells of more than 50%. Dosis of 20 mg/ear of ether extract (formed 17 inflammatory cells) and 20 mg/ear of essential oil (formed 20 inflammatory cells) can inhibit the formation of inflammatory cells induced by TPA (formed 64 of inflammatory cells).

Keywords: Tenggulun, Protium Javanicum Burm, topical anti-inflammatory activity, TPA

  • 1.    PENDAHULUAN

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau mikrobiologi. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi orgamisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur perbaikan jaringan [1]. Luka jaringan memicu respon homeostatis di mana berbagai sel seperti keratinosit, neutrofil dan sel mast melepaskan mediator pro inflamasi [2,3]. Kulit merupakan bagian tubuh yang mengalami kontak langsung dengan lingkungan sehingga lebih mudah mengalami luka maupun infeksi oleh pathogen yang berakibat pada inflamasi [4,5].

Pengobatan antiinflamasi mempunyai dua tujuan utama, yaitu meringankan rasa nyeri yang seringkali merupakan gejala awal yang terlihat serta merupakan keluhan utama yang terus menerus dialami pasien dan tujuan yang kedua adalah memperlambat atau membatasi perusakan jaringan [6]. Obat inflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi inflamasi. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator inflamasi prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah inflamasi dan menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat kedudukannya. Penyembuhan inflamasi biasanya dilakukan baik secara topikal maupun sistemik dengan gluko kortikoid, immunosupresor, dan yang terbaru dengan

antibody monoclonal, dan sitokin rekombinan [7]. Tetapi terapi alternative ini biasanya agresif dan tidak efektif dalam semua kasus [8]. Oleh karena itu banyak studi dilakukan untuk menemukan pengobatan yang lebih baik dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi. Salah satu strategi untuk pengembangan obat tersebut adalah penggunaan tanaman obat.

Protium javanicum Burn di Bali dikenal dengan nama tenggulun secara tradisional daunnya digunakan sebagai obat sakit perut, obat batuk, dan obat mencret sedangkan kulit batangnya digunakan untuk mengobati bengkak dan kusta [9,10]. Beberapa penelitian tentang khasiat tenggulun telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya melaporkan aktifitas antibakteri minyak atsiri daun tenggulun terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschercia coli [11]. Selain itu minyak atsiri daun tenggulun juga dilaporkan mempunyai aktifitas antiinflamasi terhadap edema tikus yang diinduksi karaginan [12]. Kandungan minyak atsiri pada daun Protium heptaphyllum yang dianalisis dengan menggunakan GC-MS adalah senyawa dari golongan monoterpen dan seskuiterpen seperti β-mirsen (18,6%) dan β-kariofilin (18,5%) . Dalam resinnya tersusun beberapa komponen senyawa atsiri seperti α-pinen (10,5%), limonene (16,9%), α-pelandrena (16,7%), dan α-terpinolen (28,5%). Komponen senyawa α-pinen (71,2%) terdapat dalam minyak buahnya [13,14]. Sedangkan pada minyak atsiri daun tenggulun β-ocimen merupakan komponen

utama (49,87%) dan β-kariofilen (24,95%) [12]. Kandungan senyawa non volatile ekstrak daun tenggulun meliputi α dan β amirin, steroid (β-sitosterol) dan satu seri senyawa alcohol rantai panjang [15]. Penelitian lainnya melaporkan spesies Protium klenii mempunyai aktifitas antiinflamasi topical terhadap model antiinflamasi kulit pada tikus yang diinduksi TPA, dan senyawa aktif yang teridentifikasi pada ekstrak eter Protium klenii yang diuji aktifitas antiinflamasinya adalah senyawa pentasiklik triterpenoid α-amirin [16].

Beberapa aktifitas biologi genus Protium antara lain: Protium heptaphyllum dilaporkan memiliki berbagai macam aktifitas seperti antinociceptive, acaricidal, antikanker, gastro protektive. antitumor, hepatoprotektf dan bersifat sitotoksik terhadap larva jenis Artemia salina Leach [17]. Secara sistemik, aktifitas antinociceptive ekstrak eter dari beberapa spesies Protium pada model inflamasi nociception pada tikus juga telah dilaporkan oleh Otsuki, 2001. Selain itu ekstrak eter Protium klenii dilaporkan mempunyai aktifitas antinflamasi topical. Empat spesies tumbuhan family Burseraceae yaitu Boswellia dalzielli, Boswellia carteri (gum olibanun), Commiphora mukul, dan Commiphora insica telah dilaporkan memiliki aktifitas antiinflamasi. Senyawa-senyawa antiinflamasi yang telah dilaporkan diantaranya mansumbinon dan asam mansumbinoik. Senyawa ini merupakan triterpen steroid [18]. Dari latar belakang diatas akan diteliti apakah minyak atsiri daun dan ekstrak kulit batang tengulun mempunyai aktifitas antiinflamasi secara topikal terhadap model inflamasi kulit pada telinga tikus yang diinduksi TPA (12-O-tetradecanoilporbol asetat). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolate aktif sebagai obat antiinflamasi topical yang ada pada minyak atsiri daun dan ekstrak eter kulit batang tenggulun.

  • 2.    PERCOBAAN

    • 2.1    Bahan dan Peralatan

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini meliputi objek uji dan subjek uji. Objek uji yang digunakan adalah daun Tenggulun (Protium javanicum Burm.F.). Bahan ini diambil di Kampus Unud, Bukit Jimbaran. Sedangkan subjek uji yang digunakan adalah tikus putih jantan Rattus novergicus galur Sprague dawley yang berumur 1,5 – 2 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-200 g. Hewan uji ini diberikan makanan pellet dan air minum secukupnya. Setelah diadaptasi selama satu minggu, hewan uji yang sehat digunakan untuk penelitian.

Bahan kimia yang digunakan berderajat pro analitis meliputi, TPA, dexamethazone, etanol, dietil eter, aseton, xylena.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, neraca, pisau, seperangkat alat-alat gelas, seperangkat alat destilasi uap, penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator), mikroskop Olympus CX41 (Japan) dengan pembesaran 400 kali.

  • 2.2    Metode

    Penyiapan Bahan

Sampel daun dan kulit batang tenggulun dikumpulkan secara bertahap dan random dari Kampus Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, selanjutnya dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air, kemudian dipotong hingga menjadi bagian yang lebih kecil. Sampel kulit batang dikeringkan di udara terbuka pada suhu kamar dan selanjutnya diblender sehingga diperoleh serbuk. Sedangkan sampel daun yang digunakan untuk destilasi uap adalah sampel daun segar.

Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Tenggulun dengan Destilasi uap.

. Daun yang dipakai diambil secara acak. Sebanyak 1,5 kg daun tenggulun segar

yang dipotong-potong kecil diambil minyak atsirinya dengan destilasi uap. Minyak atsiri yang didapat dipisahkan dari fraksi air dengan menggunakan corong pisah. Destilasi uap dikerjakan 3 kali dengan masing-masing menggunakan 1,5 kg daun tenggulun. Minyak atsiri yang didapat kemudian digabung dan dimurnikan dari fraksi air. Timbang berat minyak yang didapat. Minyak yang didapat dilakukan uji fitokimia dan diuji aktifitas antiinflamasinya.

Ekstraksi Kulit Batang Tenggulun dengan Etanol

Kulit batang tenggulun yang digunakan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan di tempat terbuka yang bebas dari matahari langsung. Kulit yang telah kering kemudian ditumbuk sampai halus, diayak sehingga didapatkan serbuk kulit batang tenggulun.

Sebanyak 1 kg kulit batang tenggulun kering dimaserasi dengan 2,5 L etanol selama 1 hari. Setelah 1 hari filtrate dipisahkan dari ampasnya dengan cara menyaring. Ampas yang didapat dimaserasi lagi dengan 2,5 L etanol selama 1 hari, kemudian disaring. Prosudur yang sama dilakukan lagi terhadap 1 kg kulit batang tenggulun . Semua filtrate yang didapat kemudian digabung dan diuapkan pelarut etanolnya dengan rotary vacuum evaporator. Ekstrak pekat yang didapat kemudian ditimbang dan dilakukan uji fitokimia.

Ekstraksi Ekstrak Etanol dengan Dietil eter

Ekstrak etanol yang didapat kemudian dipisahkan dari fraksi non polarnya dengan pelarut dietil eter. Sebanyak 60 g ekstrak etanol dimaserasi dengan 300 mL dietil eter sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 3 jam. Ekstrak dietil eter dipisahkan dengan menyaring sehingga didapat filtrate dietil eter. Ekstrak etanol ditambah lagi dengan 300 mL dietil eter dan dimaserasi sambil diaduk dengan magnetic

stirrer selama 3 jam, kemudian dipisahkan filtratnya. Prosedur ini diulang lagi dua kali dengan menggunakan masing-masing 60 g ekstrak etanol. Semua filtrate ekstrak dietil eter yang didapat digabung dan diuapkan pelarut dietil eternya dengan cara destilasi. Ekstrak yang didapat kemudian ditimbang, dilakukan uji fitokimia dan uji antiinflamasi.

Uji Aktifitas Antiinflamasi Secara Topikal pada Telinga Tikus dengan Ekstrak Dietil eter dan Minyak Atsiri dengan Mengukur Ketebalan Telinga Tikus

Dalam penelitian ini menggunakan tikus jenis Wistar dengan berat antara 150200 gram. Tikus-tikus ini diadaptasi selama satu minggu pada suhu kamar, diberikan makanan berupa pellet dan air minum secukupnya. Tikus dikelompokkan menjadi 9 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Perlakuan diberikan dengan cara meneteskan sampel pada bagian luar dan bagian dalam telinga kanan tikus.. Kelompok pertama (Ka), telinga tikus ditetesi dengan 40 µL aseton. Kelompok kedua/control negatip (KN) pada telinga kanan ditetesi dengan 40 µL TPA. Kelompok ketiga/control positip (KP), pada telinga kanan ditetesi dengan 40 µL TPA, setelah 30 menit diolesi dengan 0,05 mg dexametazon. Kelompok keempat (KEI),kelima (KEII), keenam (KEIII), pada telinga kanan ditetesi dengan 40 µL TPA, setelah 30 menit ditetesi dengan ekstrak dietil eter yang dilarutkan dalam 40µL aseton dengan variasi berat : 20 mg, 12 mg, 6 mg. Kelompok ketujuh (KAI), kedelapan (KAII), kesembilan (KAIII), pada telinga kanan ditetesi dengan 40 µL TPA, setelah 30 menit ditetesi dengan minyak atsiri yang dilarutkan dalam 40µL aseton dengan variasi berat: 20 mg, 12 mg, dan 6 mg . Ketebalan telinga tikus diukur dengan jangka sorong setelah 6 jam. Dari ketebalan telinga yang didapat hitung % hambatan peradangan.

Uji Aktifitas Antiinflamasi Secara Topikal pada Telinga Tikus dengan Ekstrak Dietil eter dan Minyak Atsiri dengan Uji Histologi Jaringan Telinga Tikus.

Pembuatan Sediaan Histo1ogis

Jaringan kulit hasil biopsi kulit tikus masing-masing dengan diameter 5 mm dan ke dalaman sampai sub kutan diperlakukan mengikuti tahapan fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Pemotongan menggunakan mikrotom rotari (Jung Histocut Leica 820), tebal 5 mikro meter untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas obyek, lalu diinkubasi pada suhu 60o C selama 2 jam.

Sebelum dilakukan pengecatan, slide melalui proses deparafinisasi dan rehidrasi meliputi perendaman dalam larutan xylene 2 x 5 menit, etanol 100% selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan aquadest selama 2 menit. Dilakukan pewarnaan dengan Hematoxylin Gill selama 5 menit. Tahap selanjutnya dilakukan perendaman dengan air kran selama 5 menit. Selanjutnya sediaan direndam dalam larutan Eosin 1% selama 15 detik kemudian direndam dalam Aquabidest selama 15 detik. Dehidrasi dalam etanol 70% selama 10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol 100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2 menit, keringkan selama 2 jam dalam suhu ruang, lalu mounting pada medium berbasis xylene (DPX). Pengamatan dilakukan dengan metode analisis digital. Sediaan dengan pembesaran 400 kali menggunakan mikroskop Olympus CX41 (Japan), difoto dengan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Masing masing preparat difoto sebanyak 3 kali dengan menggunakan format JPEG menggunakan perangkat lunak Optilab Viewer 1.0 (Miconos, Indonesia).

Analisis statistik

Data hasil penelitian diolah dengan analisis varian (ANOVA) atau t-test dan

dilengkapi dengan test Dunnett’s psot hoc. p < 0,05 sebagai indikasi signifikan.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Tenggulun dan Ekstraksi Kulit Batang Tenggulun Serta Uji Fitokimia Hasil Ekstraksi

Sebanyak 4,5 kg daun tenggulun segar yang telah dipotong-potong kecil dilakukan destilasi dengan menggunakan destilasi uap. Dengan destilasi uap, dapat memisahkan senyawa-senyawa atsiri dengan efektif dan hasil maksimal. Kodestilat yang terbentuk antara minyak dan air dapat memisahkan senyawa-senyawa atsiri yang bertitik didih tinggi menguap pada titik didih sekitar 98OC.Destilat yang didapat dipisahkan fraksi minyaknya dari air dengan corong pisah. Hasil destilasi didapat minyak atsiri sebanyak 2,5 g (rendemen 0,06%) yang berwarna kuning pucat. Dari hasil uji fitokimia minyak daun tenggulun positip mengandung senyawa golongan flavonoid, terpenoid dan fenolik.

Sebanyak 2 kg kulit batang tenggulun kering yang sudah ditumbuk halus dimaserasi menggunakan pelarut etanol. Hasil ekstraksi didapat berat kering ekstrak etanol sebanyak 180 g (rendemen 9%). Ekstrak yang didapat berwarna merah muda. Digunakan pelarut etanol dalam ekstraksi karena etanol dapat mengekstrak senyawa non polar maupun senyawa polar. Gugus alkil pada etanol dapat menarik senyawa-senyawa yang bersifat non polar sedangkan gugus hidroksinya dapat menarik senyawa yang bersifat polar. Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak etanol positip mengandung senyawa fenolik, flavonoid dan terpenoid.

Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian dimaserasi dengan pelarut dietil eter. Dietil eter merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga akan dapat mengekstraksi senyawa-senyawa semi polar

yang terdapat pada ekstrak etanol. Senyawa terpenoid bersifat semi polar sehingga akan ikut terekstrak dalam pelarut dietil eter. Dari 180 g ekstrak etanol (3 kali maserasi dengan @ 60 g) didapatkan ekstrak pekat dietil eter berwarna hijau dengan berat 6,30 g (rendemen 3,5%). Hasil uji fitokimia, ekstrak dietil eter hanya positip mengandung senyawa terpenoid.

Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara Topikal pada Telinga Tikus dengan Ekstrak Dietil eter dan Minyak Atsiri Tenggulun dengan Mengukur Ketebalan Telinga Tikus

Uji aktivitas antiinflamasi secara topical pada telinga tikus dilakukan dengan cara telinga tikus ditetesi senyawa TPA (12-O-tetradekanoilporbol asetat) sehingga menimbulkan pembengkakan atau inflamasi pada telinga tikus. Pembengkakan ketebalan telinga tikus diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pembengkakan pada telinga

tikus disebabkan oleh terjadinya migrasi dari sel sel radang seperti limposit, monosit, basofil, neutrofil dan eusinofil ke daerah inflamasi. Untuk menghilangkan bengkak pada telinga tikus perlu diberikan obat antiinflamasi. Obat ini berfungsi untuk menekan atau menghambat inflamasi dengan cara menghambat pembentukan mediator inflamasi prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel radang ke daerah inflamasi dan menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat kedudukannya. Pemberian ekstrak dietil eter tenggulun dan minyak atsiri daun tenggulun dapat menghambat inflamasi yang terjadi pada telinga tikus dengan mengukur ketebalan telinga tikus setelah diberikan ekstrak dibandingkan dengan yang diberikan TPA. Uji aktivitas antiinflamasi secara topical pada telinga tikus dengan menggunakan ekstrak dietil eter dan minyak atsiri daun tenggulun hasilnya seperti pada Table 1.

Tabel 1: Hasil Uji Aktifitas Antiinflamasi Secara Topical pada Telinga Tikus dengan Ekstrak Dietil Eter dan Minyak Atsiri.

Perlakuan       Dosis/telinga

Ketebalan telinga (mm)       %       % Hambatan

Peradangan    Peradangan

Ka (aseton)              40 µL

KN (TPA)            40 µL

KP (Dexametazon)      0,05 mg

KEI (Ekstrak eter)        20 mg

KEII                  12 mg

KEIII                  6 mg

KAI (Minyak atsiri)      20 mg

KAII                 12 mg

KAIII                 6 mg

0,5; 0,5; 0,5; 0,5; 0,5

1,1: 1; 0,9; 1; 0,9               96

0,8; 0,7; 0,7; 0,6; 0,6           36              62,50

0,7; 0,7; 0,7; 0,6; 0,6           40              58,34

0,9; 0,6; 0,6; 0,7; 0,8           44              54,17

0,9; 0,6; 0,8; 0,7; 0,8            52              45,85

0,7; 0,7; 0,7; 0,8; 0,8           48              50,02

0,85; 0,85; 0,8; 0,8; 0,75          62              31,27

0,9; 0,9; 0,9; 0,8; 0,9            80               16,67

Persen peradangan (inflamasi) dihitung menggunakan rumus :

% inflamasi = (a – b ) / a X 100

dengan       Persen  hambatan  inflamasi  dihitung  dengan

menggunakan rumus:

% hambatan inflamasi = (a – b ) / a X 100

a adalah ketebalan telinga perlakuan setelah 6 jam           a adalah % inflamasi control negative

b adalah ketebalan telinga control (hanya dengan        b adalah % inflamasi dengan perlakuan

pelarut aseton)

120

100

80


60

40

20

0


Series 3

Series 2

Series 1


kontrol


6 mg


12 mg


20 mg


Gambar 1. Bentuk histagram antara dosis perlakuan dengan % hambatan peradangan pada telinga tikus Series 1: control; Series 2: minyak atsiri tenggulun; Series 3: ekstrak dietileter tenggulun.

Hasil uji aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa persen hambatan peradangan dari ekstrak tenggulun didapatkan : KEI (58,34%) , KEII (54,17%) , KEIII (45,85%) dan KAI (50,02%) yang menunjukkan hambatan yang tidak berbeda secara bermakna dengan hambatan yang diberikan oleh control positip KP (62,50%). Ekstrak eter 12 mg dan 20 mg masih memberikan hambatan peradangan yang lebih besar dari atsiri 20 mg.

Uji Aktivitas Antiinflamasi Secara Topikal pada Telinga Tikus dengan Ekstrak Dietil Eter dan Minyak Atsiri Tenggulun dengan Uji Histology Jaringan Telinga Tikus.

Telinga tikus yang telah ditetesi larutan TPA dan ekstrak tenggulun dilakukan uji histology dengan cara jaringan hasil biopsy telinga tikus dengan diameter 5 mm dan kedalaman sampai sub kutan diperlakukan

mengikuti tahapan fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Pemotongan menggunakan mikrotom rotary, tebal 5 mikrometer untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas objek, lalu diinkubasi pada suhu 60OC selama 2 jam. Proses fiksasi bertujuan untuk menjaga supaya preparat tidak rusak (bergeser posisi, membusuk atau rusak). Zat yang sering digunakan dalam fiksasi adalah formalin. Preparat dilakukan pewarnaan dengan hematoxylin Gill selama 5 menit. Pewarnaan perlu dilakukan karena objek dengan ketebalan 5 mikrometer akan terlihat transparan meskipun dibawah mikroskop. Pawarna hamatoxylin memberi warna biru pada nucleus. Pengamatan dengan metode analisis digital. Sediaan dengan pembesaran 400 kali menggunakan mikroskop Olympus CX41 (Japan), difoto dengan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Hasil uji aktivitas antiinflamasi secara topical dengan uji histology jaringan telinga tikus terlihat pada Table 2.

Tabel 2. Hasil uji aktivitas antiinflamasi secara topical dengan uji histology jaringan telinga tikus

Perlakuan

Dosis/telinga

Jumlah sel radang yang muncul

Ka (aseton)

40 µL

1

KN (TPA)

40 µL

64

KP (Dexametazon)

0,05 mg

10

KEI (Ekstrak eter)

20 mg

17

KAI (Minyak atsiri)

20 mg

20


Gambar 2: Bentuk histagram antara perlakuan inflamasi dengan jumlah sel radang yang terbentuk pada telinga tikus.

Dari hasil uji histology terlihat bahwa ekstrak dietil eter tenggulun dan minyak atsiri tenggulun mampu menghambat terbentuknya sel-sel radang. Sel radang yang terbentuk adalah merupakan sel limposit. Dengan induksi TPA 40μL pada telinga tikus yang menyebabkan inflamasi, tubuh tikus mengeluarkan sebanyak 64 sel radang limposit. Pemberian dexamatazon 0,05 mg pada telinga tikus yang terinduksi TPA dapat mengurangi terbentuknya sel radang dengan hanya 10 sel radang yang muncul. Pemberian ekstrak eter kulit batang tenggulun 20 mg/telinga juga dapat menurunkan terbentuknya sel radang dengan hanya terbentuk 17 sel radang. Pemberian minyak atsiri 20 mg juga menurunkan terbentuknya sel radang dengan hanya muncul 20 sel radang. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa ekstrak eter dan minyak atsiri tenggulun mampu menghambat terbentuknya sel radang lebih dari 50%.

  • 4.    KESIMPULAN

Minyak atsiri daun tenggulun dan ekstrak eter kulit batang tenggulun mempunyai aktivitas sebagai antiinflamasi secara topical terhadap inflamasi kulit pada tikus. Minyak atsiri dan ekstrak eter tenggulun 20 mg dapat menghambat terbentuknya sel radang lebih dari 50%.

  • 5.    UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: Universitas Udayana, Teman-teman sejawat FMIPA-KIMIA, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian yang telah diberikan.

KA : aseton 40μL (1 sel radang)


KN : TPA 40µL (64 sel radang)




KP:TPA + Dexametazon 0,05mg ( 10 sel radang)

KEI: TPA + ekstrak eter 20 mg (17 sel radang)

KAI: TPA + minyak atsiri 20 mg (20 sel radang)


Gambar 3. Hasil uji hitologi pada telinga tikus

DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Mycek M.J., Harvey H.A., Champe P. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi Kedua, Widya Medika, Jakarta, 2001, 276-279.

  • [2]    Puignero V., Queralt J.,” Effect of topical applied       cyclooxigenase-2-selective

inhibitors on arachidonic acid and tetradecanoylphorbolacetate-induced dermal inflammation in the mouse”, Inflammation, 1997, 21:431-442.

  • [3]    Kim S., Wong P., Coulombe P.A.,” Keratin cytoskeletal  protein regulates

protein synthesis and epithelial cell growth,” Nature, 2006, 441:362-365.

  • [4]    Murphy J.E., Robert C., Kupper T.S.,” Interleukin-1        and       cutaneous

inflammation: a crucial link between innate and acquired immunity”, J. Invest Drematol, 2000, 114:602-608.

  • [5]    Chi YS., Lim H., Park H., Kim H.P.,” Effect of Wogonin, a plant flavonones from Scutelaria radix on skin inflammation in vivo regulation on inflammation      associated      gene

expression”, Biochem Pharmacol, 2003, 66:1271-1278.

  • [6]    Katzung B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Salemba, Jakarta, 2002, 449-450.

  • [7]    Nicoloff B.L. dan Steven S.R. ,”What are we learned in dermatology from the biology therapies?” J.Am.Acad. Deramtol, 2006, 54:143-151.

  • [8]    Gottlieb A.B.,” Theraupetic options in the treatment of psoriasis and atopic dermatitis”, J.Am.Acad. Dermatol, 2005, 53:3-16.

  • [9]    Nala N. Usada Bali. PT Upada Sastra, Denpasar, 1983.

  • [10]    Segatri. Taru Pramana khasiat Tanam-tanaman untuk Obat Tradisional. Penerbit Upada Sastra, Denpasar, 1989.

  • [11]    Sanjaya     I.M.A.,”Isolasi      dan

Identifikasi Senyawa Atsiri yang Memiliki Aktivitas Antibakteri pada Daun Tenggulun (Protium javanicum Burm. F.),” Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, 2002.

  • [12]    Sukmajaya,”Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Minyak Atsiri Daun

Tenggulun (Protium javanicum Burm. F.) terhadap  Tikus  Putih  yang

Diinduksi    Karagenan”,    Skripsi,

Jurusan Kimia, F MIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, 2012.

  • [13]    Otuki M.F., Lima F.V. Malheiros A., Yunez R.A., Calixto J.B.,”Topical antiinflamatory effects of the ether extract from Protium klenii and α-amirin pentacyclic triterpene”, Life Sci., 2001, 69; 2225-2236

  • [14]    Santos R.A., Fiotuda B.R. Arruda B.R., Tiago S.M., Rao V.S., “Antihyperglycemic             and

hypolipidemic effects of α,β-amyrin, a triterpenoid mixture from Protium heptaphyllum in mice”, 2012, 11: 1-8

  • [15]    Puspawati. The Chemical Constituen of Protium javanicum Burm Leaf. ICICS Proceeding Seminar. 2012

  • [16]    Otsuki M.F., Lima F.V., Yunes R.H., “Calixto J.B., Topical antiinflamatory Effects of The eter extract from Protium klenii and α-amyrin pentacyclic triterpenes”, Eur. J. Pharm.   2005,

507:253-259

  • [17]    Rudiger A.L., Siani A.C., Vega J.V.F,” The Chemistry and Pharmacology of The South America genus Protium Burm. F.(Burseraceae)”,   J. Pharmacognosy

Review, 2007, 1(1) : 93-104

  • [18]    Duwiejua M., Zeitlin I.J., Waterman P.G., Chapman J., Mhango G.J., Pravon G.J., “Anti-Inflamatory Activity of Resin From Some Species of The Flant Family Burseraceae”, J. Planta Medica, 1993,

59(1) : 12-16

17