HIDROLISIS PROTEIN KECAMBAH KACANG MERAH MENGGUNAKAN ENZIM PAPAIN DENGAN VARIASI RASIO ENZIM-SUBSTRAT
on
Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry)
Volume 11, Nomor 1, Mei 2023
Cafaa tKjmia
HIDROLISIS PROTEIN KECAMBAH KACANG MERAH MENGGUNAKAN ENZIM PAPAIN DENGAN VARIASI RASIO ENZIM-SUBSTRAT
Oka Ratnayani*, Made Ririn Dwi Rahayu, Ketut Ratnayani, Ni Komang Ariati Program Studi Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia *[email protected]
ABSTRAK: Hidrolisis protein secara enzimatik dapat memproduksi hidrolisat protein yang akan menghasilkan peptida rantai pendek dan asam amino bebas, sehingga memiliki nilai gizi dan protein terlarut lebih tinggi dan lebih mudah dicerna. Penelitian akhir-akhir ini juga menunjukkan bahwa kecambah kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) memiliki kadar protein terlarut lebih tinggi dibandingkan dengan kacang merah yang belum dikecambahkan. Maka, pada penelitian ini, kecambah kacang merah dijadikan substrat untuk menghasilkan hidrolisat protein menggunakan enzim papain yang relatif mudah didapat, tidak ada reaksi samping, tidak toksik, relatif tahan terhadap suhu, dan memiliki daya katalitik yang tinggi. Selain itu, salah satu faktor yang memengaruhi proses hidrolisis protein adalah rasio enzim-substrat (rasio E/S). Sehingga, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar α-amino bebas, protein terlarut, dan derajat hidrolisis dari hidrolisat protein kecambah kacang merah hasil hidrolisis menggunakan variasi rasio enzim-substrat. Metode yang digunakan yaitu metode Ninhidrin untuk penentuan kadar α- amino bebas, metode Biuret untuk penentuan kadar protein terlarut dan metode SN-TCA (Trichloroacetic acid-soluble nitrogen) untuk penentuan derajat hidrolisis. Adapun variasi rasio E/S yang digunakan yaitu 3, 4, 5, dan 6%. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio enzim-substrat, semakin meningkat pula nilai kadar α-amino bebas, kadar protein terlarut, dan derajat hidrolisis dari hidrolisat protein yang dihasilkan. Hasil terbaik yang didapat, yaitu kadar α- amino bebas, protein terlarut dan derajat hidrolisis masing masing sebesar 0,5536 mg/mL, 2,0726 mg/mL dan 36,02, diperoleh dari hidrolisis menggunakan rasio E/S 6%.
Kata kunci: enzim papain; hidrolisis; kecambah kacang merah; protein.
ABSTRACT: The enzymatic protein hydrolysis can produce protein hydrolyzate that will bring out short-chain peptides and free amino acids which contain higher nutritional values and soluble protein content as well as easier to digest. Recently, it has also found that red bean sprouts (Phaseolus vulgaris L.) has higher dissolved protein content than red beans without germination. Thus, in this research, red bean sprouts were used as the substrate to produce protein hydrolysates by using papain enzymes. Papain enzymes are easier to obtain, no side reactions, non-toxic, relatively resistant to temperature, and have high catalytic ability. Moreover, one of the essential factors that affect the protein hydrolysis is the enzyme-substrate ratio (E/S ratio). Therefore, the purpose of this study was to determine the levels of free amino acids, soluble protein, and degree of hydrolysis of the protein hydrolyzate obtained from the hydrolysis of the red bean sprouts using various enzyme-substrate (E/S) ratio. The methods used were Ninhydrin method for determining the free amino acid levels, Biuret test for the soluble protein content and SN-TCA (Trichloroacetic acid-soluble nitrogen) method for the degree of hydrolysis. The variations of the E/S ratio used were 3, 4, 5, and 6%. The results showed that the higher the enzyme-substrate ratio, the higher the value of free amino acids, soluble protein, and degree of hydrolysis in the protein hydrolysate obtained. The highest values of free amino acid, the soluble protein content and the hydrolysis degree of the protein hydrolysate was 0.5536 mg/mL, 2.0726 mg/mL and 36.02%, respectively, obtained by using the hydrolysis with the E/S ratio of 6%.
Keywords: papain enzyme; hydrolysis; protein; red bean sprout.
Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) memiliki kandungan protein sebesar 23,01% [1]. Kecambah kacang merah telah mengalami perombakan makromolekul menjadi mikromolekul sehingga menghasilkan protein dengan rantai peptida yang lebih pendek yang dapat meningkatkan zat gizi, kadar protein terlarut, dan daya cerna protein. Protein kacang merah yang sudah dikecambahkan memiliki kadar protein terlarut yang lebih tinggi dibandingkan dengan kacang merah sebelum dikecambahkan. Oleh karena itu, perlu digunakan kecambah kacang merah dalam pembuatan hidrolisat protein.
Hidrolisat protein merupakan suatu campuran asam amino dan peptida yang diperoleh melalui degradasi hidrolitik protein dengan enzim proteolitik [2]. Proses hidrolisis dapat memecah protein cadangan dari kecambah kacang merah menjadi polipeptida rantai pendek yang mampu membuat protein mudah larut. Persentase ikatan peptida yang terpotong akibat proses hidrolisis dinyatakan dengan derajat hidrolisis (DH), sehingga derajat hidrolisis dapat digunakan untuk memonitor proses hidrolisis [3]. Derajat hidrolisis merupakan persentase (%) gugus amino bebas yang dilepaskan selama proses hidrolisis terhadap total nitrogen yang terdapat dalam protein. Derajat hidrolisis protein sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis enzim protease yang digunakan, konsentrasi enzim, temperatur, pH, waktu hidrolisis, dan rasio enzim-substrat (E/S). Semakin tinggi rasio E/S, maka semakin tinggi derajat hidrolisis yang dihasilkan [4].
Pada penelitian ini menggunakan metode hidrolisis enzimatis dengan enzim papain. Penelitian dari Muchtadi dkk. menyatakan bahwa enzim papain mampu mengkatalisis pemecahan ikatan peptida dalam protein dengan menggunakan reaksi hidrolisis menghasilkan hidrolisat protein yang mengandung peptida rantai pendek dan asam amino bebas [5]. Keuntungan lain penggunaan enzim papain antara lain mudah didapat, tidak ada reaksi samping, tidak toksik, relatif tahan terhadap suhu, dan memiliki daya katalitik yang tinggi [6].
Parameter yang diukur untuk menunjukkan keberhasilan proses hidrolisis adalah peningkatan nilai derajat hidrolisis, kadar asam α-amino bebas dan kadar protein terlarut. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian tentang pembuatan hidrolisat protein dari konsentrat protein kecambah kacang merah dengan enzim papain menggunakan variasi rasio enzim-substrat.
Bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi air, daun pisang, aquades, NaOH 0,01%, NaOH 0,1 N, HCl 0,1 N, HCl 5 N, reagen ninhidrin, reagen biuret, larutan protein standar kasein dan leusin, tembaga (II) sulfat pentahidrat (CuSO4.5H2O), natrium kalium tartrat (NaKC4O6.4H2O), asam trikloroasetat (TCA) 20%, aluminium foil, kertas saring, dan kertas pH.
Alat penelitian yang digunakan meliputi keranjang plastik, baskom, ayakan 60 mesh, blender, cawan petri, botol semprot, freezer, magnetik stirrer, waterbath shaker tertutup, thermometer, pipet tetes, mikropipet, tip, neraca analitik, alat sentrifugasi, tabung sentrifuge, spektrofotometer UV-Vis, kuvet, gelas beaker, botol kaca 140 mL, batang pengaduk, oven, desikator.
-
2.2 Prosedur Penelitian
-
2.2.1 Pembuatan kecambah kacang merah Berdasarkan penelitian dari Agustina dkk. [7], pertama-tama dilakukan sortasi kacang merah untuk memisahkan kotoran dan mendapatkan biji kacang merah yang tidak rusak, kemudian dicuci sampai bersih agar dapat mengurangi sisa-sisa kotoran yang masih menempel di kulit kacang merah. Kacang merah sebanyak 1000 g direndam dalam baskom menggunakan air dengan suhu perendaman 50oC selama 12 jam dengan rasio (kacang merah : air) ( 1 : 3 ) b/v untuk mempermudah proses pengupasan kulit kacang merah.
-
2.2.2 Pembuatan tepung kecambah kacang merah
-
Kecambah kacang merah dioven pada suhu 50oC selama 24 jam (Rizka, 2020). Berdasarkan penelitian dari Agustina dkk. [7], kecambah kacang merah yang sudah kering, selanjutnya digiling dengan blender dan diayak dengan ukuran ayakan 60 mesh, sehingga diperoleh tepung kecambah kacang merah. Tepung kecambah kacang merah selanjutnya ditentukan kadar airnya hingga kurang dari
10%. Kadar air dari tepung kecambah kacang merah yaitu sebagai berikut:
%kadar air = 100%
Wl
(1) Keterangan:
W1 : Berat awal sampel + kertas saring
W2 : Berat sampel kering (konstan)
Berdasarkan penelitian dari Agustina dkk. [7], tepung kecambah kacang merah ditambahkan NaOH 0,01% dengan rasio tepung : pelarut yaitu ( 1 : 5 ) b/v. Selanjutnya
dilakukan pengadukan dengan magnetic stirrer pada 500 rpm selama 60 menit pada suhu kamar. Kemudian disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15 menit pada suhu 4℃, sehingga diperoleh supernatant pertama. Supernatan pertama ditampung, dan endapan diekstraksi kembali dengan penambahan NaOH 0,01% sebanyak setengah dari volume awal. Kemudian dilakukan pengadukan kembali dengan magnetic stirrer pada 500 rpm selama 60 menit pada suhu kamar. Selanjutnya disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15 menit pada suhu 4℃, sehingga diperoleh supernatan kedua. Supernatan pertama dan kedua digabungkan dan dilakukan penyesuaian pH isoelektrik menjadi pH 4,5 dengan penambahan HCl 5 N sambil diaduk secara konstan sehingga protein akan mengendap, kemudian disentrifugasi kembali pada 5000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan protein dan sisa bahan-bahan terlarut. Dari hasil sentrifugasi diperoleh endapan yang selanjutnya dicuci dengan penambahan aquades sesuai jumlah supernatannya, kemudian pH diatur menjadi pH 4,5 dengan penambahan HCl 0,1 N dan disentrifugasi kembali pada 5000 rpm suhu 4℃ selama 15 menit. Endapan hasil sentrifugasi merupakan hasil isolasi protein kecambah kacang merah dan supernatan yang dihasilkan dapat disimpan di freezer.
Sebanyak 0,2 g konsentrat protein dioven pada 50oC selama 3 jam, kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik dan dicatat beratnya. Konsentrat protein kecambah kacang merah selanjutnya ditentukan rendemen dan kadar protein (N-total) dengan metode
Kjeldahl. Rendemen menunjukkan banyaknya produk konsentrat protein yang dihasilkan. Untuk menentukan rendemen konsentrat protein kecambah kacang merah digunakan persamaan sebagai berikut:
Rendemen = 100%
W2
(2) Keterangan :
W1 : berat konsentrat protein (g)
W2 : berat tepung kecambah kacang merah
(g)
Penentuan kadar protein N-total dilakukan menggunakan metode Kjeldahl. Metode kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi [8]. Mula-mula, ditimbang 0,2 g konsentrat protein dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 15 ml H2SO4 pekat dan 2 g SeO2 (selenium), lalu didestruksi selama 3 sampai 5 jam. Setelah sempurna larutan menjadi jernih dan di dinginkan. Hasil destruksi diencerkan dengan aquades sebanyak 100 ml lalu ditambahkan 50 ml NaOH 30% secara perlahan-lahan, selanjutnya dilakukan destilasi. Destilat yang diperoleh ditampung ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml yang berisi 10 ml HCl 0,1 N yang telah ditetesi indikator metil merah. Destilat dicek dengan kertas lakmus, jika hasil sudah tidak bersifat basa lagi maka distilasi dihentikan. Setelah proses destilasi, tahap selanjutnya adalah titrasi. Destilat kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi berwarna merah muda. Adapun kadar protein yang memenuhi syarat sebagai konsentrat protein yaitu dibawah 90%. Penentukan kadar N-Total pada konsentrat protein kecambah kacang merah dihitung menggunakan rumus:
Kadar protein = % N x F
(3) Keterangan:
N : Kadar N Total
F : Faktor konversi protein = 6,25
Konsentrat protein kecambah kacang merah yang sudah didapatkan kemudian dilarutkan dengan aquades pada konsentrasi 4,5% dan dihomogenkan. Suspensi yang dihasilkan kemudian dilakukan penyesuaian pH untuk enzim papain yaitu pada pH 7 dengan cara ditambahkan NaOH 0,1 N [7]. Selanjutnya enzim papain dilarutkan dengan aquades pada konsentrasi 2,5%. Enzim papain dan konsentrat protein kecambah kacang merah digabungkan sesuai dengan rasio enzim-substrat yang digunakan yaitu 3, 4, 5, dan 6%. Rasio enzim-substrat dalam hal ini adalah perbandingan antara enzim dengan substratnya. Substrat yang digunakan adalah konsentrat protein kecambah kacang merah.
Pada penentuan kadar α-asam amino bebas digunakan metode uji ninhidrin secara spektrofotometri UV-Vis. Larutan standar asam amino leusin disiapkan dengan mengencerkan larutan stok leusin 0,2 mM menggunakan pelarut yang sama dengan larutan sampel protein. Sebanyak 0,6 mL reagen ninhidrin ditambahkan ke dalam 1 mL sampel hidrolisat protein yang akan diuji. Blanko yang digunakan adalah reagen ninhidrin sebanyak 1 mL. Semua campuran selanjutnya dibaca absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yaitu 570 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Larutan standar yang digunakan yaitu leusin dengan konsentrasi yaitu 0 ppm, 0,1 ppm, 0,2 ppm, dan 0,3 ppm.
Kadar protein terlarut ditentukan dengan metode Biuret, dimana dengan menggunakan metode Biuret dapat mendeteksi keberadaan ikatan peptida. Pertama-tama dilakukan pembuatan reagen Biuret dengan menimbang sebanyak 1,5 g CuSO4.5H2O dan 6,0 g NaKC4O6 .4H2O dilarutkan ke dalam 500 ml aquades dalam labu ukur 1 liter. Kemudian ditambahkan 300 ml NaOH 10% sambil dikocok. Selanjutnya ditambahkan aquades sampa1 i tanda batas hingga larutan berwarna biru. Adapun larutan standar protein yang digunakan yaitu larutan standar kasein. Larutan kasein dibuat dalam aquades dengan konsentrasi 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, dan 3 ppm. Selanjutnya, untuk mempermudah kelarutan ditambahkan beberapa tetes NaOH 3%.
Kemudian dilakukan uji kadar protein terlarut dengan metode Biuret. Sebanyak 0,3 ml larutan sampel hidrolisat protein dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1,2 ml reagen Biuret. Selanjutnya larutan dikocok dan didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Larutan dari masing-masing tabung diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 540 nm.
Pada penentuan derajat hidrolisis dilakukan dengan menggunakan metode SN-TCA. Derajat hidrolisis dihitung berdasarkan persentase rasio trichloroacetic acid (TCA). Sebanyak 1 mL hidrolisat protein dicampur dengan 1 mL TCA 20% dan disentrifugasi pada kecepatan 7800 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan dianalisis kadar nitrogennya dengan metode Kjeldahl (AOAC, 1995). Derajat hidrolisis (%DH) dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini [9]:
% =
N terlarut dalam 10% TCA Total N Sampel
(4)
X100%
Kacang merah yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1000 g yang sudah dalam keadaan bersih. Setelah berhasil berkecambah selama 3 hari, diperoleh kecambah kacang merah dengan panjang kecambah 1,1 cm (Gambar 1A). Saat mengalami perkecambahan, biji kacang merah lebih besar dibandingkan dengan biji kacang merah sebelum dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena terjadi proses imbibisi dimana air masuk kedalam biji sehingga membuat biji kacang merah menjadi membesar dan kulit terkelupas seiring dengan tumbuhnya kecambah.
Jumlah tepung kecambah kacang merah yang digunakan sebanyak 2 g. Dari hasil pengukuran diperoleh berat rata-rata tepung pada pengulangan pertama, kedua dan ketiga berturut-turut yaitu sebesar 2,3874 g; 2,3866 g; dan 2,3862 g sehingga dari data tersebut diperoleh kadar air rata-rata yang pada tepung kecambah kacang merah yaitu sebesar 8,95%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa tepung
kecambah kacang merah baik digunakan untuk tahap selanjutnya karena kadar air yang diperoleh tidak melebihi batas maksimum kadar air suatu sampel yaitu 10%.
Gambar 1. Kecambah kacang merah (A) dan tepungnya (B).
Isolasi protein diawali dengan tahap ekstraksi alkali. Ekstraksi alkali yaitu ekstraksi yang melibatkan senyawa dengan pH diatas 7 atau senyawa basa. Tepung kacang merah yang digunakan sebanyak 20 g dengan 100 mL NaOH.
Presipitasi protein merupakan pengendapan yang terjadi karena berkurangnya kelarutan suatu protein. Ketika pH disesuaikan dengan titik isoelektrik, protein tertentu akan mengendap meninggalkan protein lain dalam larutan [10]. Titik isoelektrik kacang merah adalah pada pH sekitar 4,5, tahap ini dilakukan dengan penambahan HCl 5 N hingga pH larutan menjadi 4,5 [11]. Pada kondisi ini terjadi keseimbangan antara gugus amino bermuatan positif dengan gugus karboksil bermuatan negatif sehingga muatan total masing-masing asam amino dalam protein sama dengan nol (zwitter ion). Setelah dilakukan penyesuaian pH, campuran disentrifugasi kembali.
Rendemen yang dihasilkan dari konsentrat protein kecambah kacang merah yaitu sebesar 28,74%. Rendemen dikatakan baik jika nilainya lebih dari 10%. Oleh karena itu, rendemen konsentrat protein kecambah kacang merah yang telah diperoleh dinyatakan baik karena hasil rendemen sudah menunjukkan lebih dari 10%.
Penentuan kadar N-total konsentrat protein kecambah kacang merah dilakukan dengan metode Kjeldahl. Adapun sampel yang digunakan yaitu konsentrat protein kecambah kacang merah yang sudah dalam keadaan kering. Kadar nitrogen konsentrat protein kecambah kacang merah yang diperoleh yaitu sebesar 12,38%. Setelah dikalikan dengan faktor konversi yaitu 6,25 maka diperoleh kadar protein dari konsentrat protein kecambah kacang merah yaitu sebesar 77,37%. Dari hasil yang telah didapatkan, sampel hasil isolasi protein kecambah kacang merah yang kering sudah memenuhi syarat sebagai konsentrat protein karena kadar protein yang diperoleh yaitu dibawah 90% dari bahan kering. Sehingga hasil isolasi dapat digunakan untuk analisis pada tahap selanjutnya.
Penambahan papain ke dalam konsentrat protein kecambah kacang merah mampu mempercepat proses hidrolisis protein. Enzim papain yang digunakan adalah dalam bentuk serbuk yang dilarutkan dengan aquades pada konsentrasi 2,5% (b/v) dengan penyesuaian pH yaitu pH 7, karena enzim papain aktif pada pH 7. Variasi rasio enzim-substrat yang digunakan pada penelitian ini yaitu 3%, 4%, 5%, dan 6%.
Kadar α-amino bebas pada hidrolisat protein kecambah kacang merah pada variasi E/S rasio dapat dilihat pada Gambar 2. Pada rasio E/S 3%, 4%, 5%, dan 6%, kadar asam α-amino bebas berturut-turut yaitu sebesar 0,427; 0,4858; 0,5454; dan 0,5536. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio enzim-substrat maka kadar α-amino bebas semakin tinggi, sehingga semakin banyak gugus α-amino bebas yang terlepas dalam sampel hidrolisat protein kecambah kacang merah. Kadar α-amino bebas tertinggi dari
variasi rasio E/S yaitu sebesar 0,5536 yaitu pada rasio E/S 6%. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio enzim-substrat 6% menghasilkan α-amino bebas (senyawa-senyawa dengan gugus α-amino bebas) yang terlepas dengan jumlah yang paling banyak.
Variasi Rasio E/S
Gambar 2. Kadar α-amino bebas pada variasi E/S
Gambar 3. Kadar protein terlarut pada variasi
rasio E/S
Uji Biuret adalah uji umum untuk protein (mendeteksi ikatan peptida), tetapi tidak dapat menunjukkan asam amino bebas. Kadar protein terlarut pada variasi rasio E/S (Gambar 2) menunjukkan terjadi peningkatan kadar protein terlarut jika semakin tinggi rasio E/S dengan nilai berturut-turut sebesar 1,2429 mg/mL; 1,4362 mg/mL; 1,9391 mg/mL; dan 2,0726 mg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio enzim-substrat maka kadar protein terlarut semakin tinggi, sehingga menunjukkan semakin banyak rantai polipeptida lebih pendek dalam sampel hidrolisat protein kecambah kacang merah. Jika semakin tinggi rasio enzim-substrat, maka semakin pendek rantai peptida yang terbentuk.
Kadar protein terlarut tertinggi adalah pada rasio enzim-sustrat 6% dengan yaitu sebesar 2,0726 mg/mL. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio enzim-substrat 6% mengandung protein yang larut dengan jumlah yang paling banyak dalam hidrolisat protein kecambah kacang merah, yang berbanding lurus dengan jumlah ikatan peptida yang terputus.
Persentase ikatan peptida yang terputus akibat proses hidrolisis ini dinyatakan dengan derajat hidrolisis. Adapun hasil derajat hidrolisis protein kecambah kacang merah yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1 dimana terlihat bahwa nilai derajat hidrolisis berturut-turut sebesar 21,43%, 26,33%, 32,42%, 36,02% untuk variasi rasio E/S 3%, 4%, 5%, dan 6%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan nilai derajat hidrolisis seiring tingginya nilai rasio enzim-substrat. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan pemutusan ikatan peptida menghasilkan senyawa-senyawa yang terlarut dalam TCA (Trichloroacetic Acid) selama hidrolisis berlangsung. Nilai derajat hidrolisis dipengaruhi oleh jumlah senyawa peptida dan asam amino sebagai hasil pemecahan protein oleh enzim. Konsentrasi enzim dan substrat yang berbeda menyebabkan perbedaan derajat hidrolisis. Hasil perhitungan derajat hidrolisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variasi rasio enzim-substrat mempengaruhi pemutusan ikatan peptida. Pemutusan ikatan peptida semakin meningkat menyebabkan rantai peptida yang dihasilkan semakin pendek. Semakin tinggi rasio enzim-substrat, maka semakin banyak ikatan peptida yang terputus. Nilai derajat hidrolisis tertinggi yaitu sbesar 36,02% pada rasio enzim-sustrat 6%.
Hidrolisis protein kecambah kacang merah menggunakan enzim papain dengan variasi rasio enzim-substrat (E/S) menunjukkan bahwa hidrolisat protein yang dihasilkan memiliki kadar α-amino bebas, kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis yang semakin meningkat dengan meningkatnya rasio E/S. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio enzim-substrat, maka semakin banyak α-amino bebas yang terlepas, semakin banyak ikatan peptida yang terputus dan semakin pendek peptida yang terbentuk. Nilai tertinggi
Tabel 1. Nilai N Terlarut (%b/b) Dalam TCA 10% dan Derajat Hidrolisis Dari Hidrolisat Protein Kecambah Kacang Merah
Variasi Rasio E/S |
N Terlarut dalam 10% Derajat Hidrolisis TCA (%b/b) (%b/b) |
3% 4% |
0,1194 21,43 0,1467 26,33 |
5% 6% |
0,1806 32,42 0,2007 36,02 |
kadar asam α-amino bebas, kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis dalam hidrolisat protein dari konsentrat protein kecambah kacang merah yaitu masing-masing sebesar 0,5536 mg/mL, 2,0726 mg/mL dan 36,02%, didapatkan dengan menggunakan rasio E/S 6%.
-
[1] Nio, O. K. 2012, “Daftar Analisis Bahan Makanan”, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
-
[2] Fatchiyah, A. L. A., Widyarti, S dan Rahayu, S. 2011, “Biologi Molekuler Prinsip Dasar Analisis”, Erlangga. Jakarta.
-
[3] Silvestre M. P. C., Morais, H. A., Silva, V. D. M. dan Silva, M. R. 2013, “Degree of Hydrolysis and Peptide Profile of Whey Proteins Using Pancreatin”, Journal Of Brazilian Social. Food Nutrition, 38 (3), 278-29.
-
[4] Zhang Y., and Romero H. M. 2020, “Exploring the structure-function relationship of Great Northern and navy bean (Phaseolus vulgaris L.) protein hydrolysates: A study on the effect of enzymatic hydrolysis”, International Journal of Biological Macromolecules, 162, 1516–1525
-
[5] Muchtadi, D. N. S., Palupi, Astawan M. 1992, “Enzim dalam Industri Pangan”. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas dan Gizi IPB., Bogor.
-
[6] Aisyah, 2002, “Manfaat Enzim Papain”, http://www.bio/papain.html , diakses pada tanggal 8 Maret 2021.
-
[7] Agustina N. 2018, “Aktivitas Penghambatan Angiotensin-I Converting Enzyme (ACE-I) Hidrolisat Protein Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) Terhidrolisis Alcalase Dan
Flavourzyme”, Skripsi,Teknologi
Pertanian, Universitas Jember.
-
[8] Legowo, A. M dan Nurwantoro. 2004, “Analisis Pangan”, Semarang, Universitas. Diponegoro.
-
[9] Wardi E. S, Nofiandi, D., Ali, H. 2019, “Pembuatan Hidrolisat Protein Hati Ayam Pedaging (Broiler) Dan Uji Aktivitas Antioksidannya”, Jurnal Farmasi dan Kesehatan SCIENTIA, 9(1), 101-108
-
[10] McClements, D. J. 2013, “Analysis of Protein”, available on the internet: https://people.umass.edu/~mcclemen/581P roteins.html , accessed 30/05/2022.
-
[11] Kusumah, S. H., Andoyo, R., Rialita, T. 2020a, “Isolation and Characterization of Red Bean and Green Bean Protein Using the Extraction Method and Isoelectric pH”, SciMed J., 2, 77-85.
7
Discussion and feedback