Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 15 No. 5: 847-855

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                   https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i05.p20

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Infeksi Virus yang Mengancam Budidaya Ikan di Indonesia

(VIRAL INFECTIONS THAT THREATEN FISH FARMING IN INDONESIA)

Andi Muhammad Yahya1, Andi Nurul Atiqa Faizah Makkarumpa1, Frinth Azarya Kuriakos Ngopo1, Ishika Maulyda1, Muhammad Fathiyakan Thamrin1, Putri Dyah Zahrani1, Vinka Melani Putri1,

Andi Magfira Satya Apada2, Fedri Rell2*

  • 1Mahasiswa Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas, Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan kampus Tamalanrea Km. 10 Makassar, Indonesia 90245;

  • 2Laboratorium Mikrobiologi, Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan kampus Tamalanrea Km. 10 Makassar, Indonesia 90245.

*Email: [email protected]

Abstrak

Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki sumber daya ikan yang melimpa namun tidak lepas dari berbagai infeksi jenis virus. Infeksi virus pada ikan menyebabkan kematian akibat kerusakan yang multiorgan pada ikan seperti nekrosis dan perdarahan. Kematian ikan mengakibatkan kerugian ekonomi bagi para pembudidaya ikan. Kurangnya pengetahuan pembudidaya ikan tentang penyakit ikan dan pencehahannya menjadi salah satu faktor tingginya kasus penyakit infeksi virus pada ikan. Tulisan ini untuk menyajikan penyakit ikan akibat Infeksi virus yang mengancam budidaya ikan di Indonesia seperti Viral Nervous Necrosis, Koi Herpes Virus, Channel Catfish Virus Diseases, Infectious Pancreatic Necrosis, dan Lymphocystic Disease Virus. Sumber kajian dalam tulisan ini berasal dari laporan penelitian atau literatur tentang infeksi virus pada ikan, secara khusus laporan kasus pada budidaya ikan di Indonesia. Penyakit infeksi virus tersebut dapat bersifat akut maupun kronis dimana infeksi terjadi akibat adanya ikan pembawa virus sehingga menyebar dan menginfeksi ikan lainnya. Diharapkan tulisan ini menjadi sumber informasi tentang penyakit virus pada ikan yang dapat membantu dalam pencegahan dan penanggulangan virus pada ikan. Peningkatan kualitas air, pengamanan suhu air, dan pemilihan bibit yang tepat akan menjadi tindakan awal dalam penanganan dan pencegahan penyakit infeksi virus pada ikan. Selain itu, diperlukan sosialiasi dari instansi terkait untuk memberikan bimbingan kedapa para pembudidaya ikan dalam terutama dalam pencagahan penyakit.

Kata kunci: budidaya ikan; infeksi virus; penyakit pada ikan

Abstract

Indonesia as a maritime country that has fish resources that cannot be separated from various types of virus infections. Viral infections in fish cause death due to multiorgan damage to fish such as necrosis and hemorrhage. Fish deaths result in economic losses for fish farmers. The lack of knowledge of fish farmers about fish diseases and their prevention is one of the factors in the high cases of viral infectious diseases in fish. This paper is to present fish diseases due to viral infections that threaten fish farming in Indonesia such as: Viral Nervous Necrosis, Koi Herpes Virus, Channel Catfish Virus Diseases, Infectious Pancreatic Necrosis, and Lymphocystic Disease Virus. The source of the study in this paper comes from research reports or literature on viral infections in fish, specifically case reports on fish farming in Indonesia. The viral infectious disease can be acute or chronic where the infection occurs due to the presence of virus-carrying fish so that it spreads and infects other fish. It is hoped that this

paper will be a source of information on viral diseases in fish that can help in the prevention and control of viruses in fish. Improving water quality, securing water temperature, and selecting the right seeds will be the first actions in handling and preventing viral infectious diseases in fish. In addition, socialization from relevant agencies is needed to provide guidance to fish farmers in especially in disease prevention

Keywords: diseases in fish; fish farming, diseases in fish; viral infection,

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara maritim di dunia penghasil ikan dalam jumlah besar. Fakta tersebut menjadikan masyarakat Indonesia untuk menjalankan sebagian besar kegiatan ekonominya, seperti budidaya ikan ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penghasil ikan terbanyak di dunia (Ningsih, 2018).

Ikan merupakan salah satu sumber penghasilan ekonomi untuk masyarakat Indonesia. Menurut UU No. 45 tahun 2009 Pasal 1 ayat 4, ikan adalah jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada dalam lingkungan perairan. Selain untuk dikonsumsi, ikan juga dapat diternakkan untuk dinikmati keindahannya atau dalam hal ini untuk dijadikan sebagai ikan hias. Ikan yang sering dijadikan sebagai bahan komsumsi seperti ikan nila, ikan kerapu, ikan kakap, ikan lele. Sedangkan contoh dari ikan yang biasa dijadikan sebagai ikan hias adalah ikan koi (Rahajeng, 2014).

Aktivitas budidaya ikan di Indonesia tentunya tidak terlepas dari masalah. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi oleh pembudidaya ikan ialah ikan terserang patogen yang disebabkan oleh virus. Berdasarkan laporan, salah satu patogen penyebab kerugian ekonomi terbesar adalah megalocytivirus. Virus jenis ini mampu menyebabkan kerugian bagi pembudidaya hingga sebesar 80% (DKPKK, 2017).

Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh adanya berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus ini, dapat ditekan dan

diminimalisir dengan cara meningkatkan pegetahuan para pembudidaya terkait pentingnya kontrol penyakit serta penerapan dari biosekuriti pada lingkungan budidaya. Informasi mengenai penyakit viral pada ikan ini dapat berupa nama dari penyakit, sifat dari ikan yang terserang penyakit, hingga cara penanganan ketika ikan terserang oleh penyakit (Debnath et al., 2019).

Viral Nervous Necrosis (VNN)

Viral Nervous Necrosis (VNN) atau Viral Encephalopati and Retinopati (VER) adalah salah satu penyakit viral yang disebabkan oleh virus dari famili Nodaviridae genus Botanodavirus. VNN merupakan penyakit neuropatogenik, sehingga dapat menyerang sistem saraf pusat, retina mata, dan organ reproduksi (Zorriehzahra, 2020). Penyakit ini telah ditetapkan dalam Kepmen nomor 26 Tahun 2013 sebagai Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) Golongan I karena tingkat mortalitasnya mencapai 100% (Fitriatin dan Manan, 2015).

Ikan yang terinfeksi VNN sangat membawa bencana karena menimbulkan kerugian ekonomi yang besar dalam industri akuakultur. Jika diamati secara histopatologi, akan terlihat ada vacuolasi pada otak dan retina mata. Akibatnya, jaringan mata dan otak pada ikan rusak, sehingga terjadi pergerakan yang abnormal pada ikan karena kehilangan penglihatan dan kontrol motorik, serta pembengkakan kantung renang. Gejala lain yang ditimbulkan yaitu nafsu makan menurun, warna tubuh pucat, kondisi ikan akan melemah, pola berenang yang tidak

menentu seperti berputar, spiral dan kehilangan keseimbangan, serta pembengkakan pada hati dan limpa (Sembiring et al., 2018; Zorriehzahra, 2020).

Patogenesis Viral Nervous Necrosis (VNN) berkaitan dengan umur ikan, suhu air dan jalur infeksi. VNN akan berkembang dengan mudah pada ikan yang masih muda karena belum matang dan masih lemahnya sistem kekebalan ikan tersebut. Maka dari itu, VNN dapat menunjukkan infeksi akut atau kronis pada spesies yang sama dalam kondisi berbeda. Sel-sel saraf larva dan juvenile memiliki tingkat proliferasi yang tinggi sehingga lebih mudah terkena dampak dari virus ini dengan tingkat mortalitas 100% pada 10-30 hari setelah penetasan. Tingkat kematian ikan akibat virus ini juga meningkat ketika suhu air di atas 25, sehingga perubahan suhu air yang tinggi akan sangat mempengaruhi perkembangan virus VNN. Tanda klinis yang diamati pertama kali berupa vakuolasi pada sumsum tulang belakang di atas kantung renang, kemudian terdapat di otak, dan kemudian di retina. Virus yang terdeteksi pada larva yang terkena secara alami berada pada sel epitel kulit dan epitelium usus. Virus dapat menginfeksi saraf pusat melalui saraf tepi, yaitu melalui tautan saraf otonom dengan saraf sensorik ke saluran pencernaan (Kumalasari et al., 2022).

Penyebaran virus VNN terjadi melalui inang pembawa yang tidak menunjukkan gejala klinis. Pada inang pembawa terdapat virus yang terus berkembang biak di sel saraf sepanjang hidup mereka. Inang pembawa yaitu ikan yang terinfeksi virus VNN dan terus bertahan hidup tanpa memiliki tanda-tanda klinis. Penularan penyakit VNN terjadi secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal, induk bertindak sebagai reservoir (tempat virus untuk berkembang biak) sehingga pada telur dan

larva yang dibuahi induk telah terinfeksi virus tersebut, sednagkan penularan secara horizontal terjadi melalui air yang dikeluarkan inang pembawa karena mengandung partikel-partikel virus dan ikan sehat yang disimpan di air tersebut akan terkontaminasi (Nurlita et al., 2020).

Pengujian adanya VNN pada ikan dapat dilakukan dengan metode kultur jaringan, ICC (immunochemistry), metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Metode yang sering digunakan dalam mengidentifikasi Viral Nervous Necrosis (VNN) yaitu Polymerase Chain Reaction (PCR) karena penggunaannya yang cepat, nyaman, dan sensitif pada ikan. Metode PCR bekerja dengan melipatgandakan jumlah urutan DNA lebih banyak dari jumlah semula yang mana hanya mencampurkan kulturnya di dalam tabung PCR. Sehingga dapat diketahui jenis patogen yang menyerang tubuh ikan (Kurniawati et al., 2019).

Ikan yang terinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) memiliki sistem kekebalan yang belum matang, sehingga untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan terhadap suatu virus harus dilakukan vaksinasi baik secara oral ataupun diberikan ke air tempat budisaya ikan. Strategi pengendalian penyakit yang dapat dilakukan juga dapat berupa menghilangkan inang pembawa dan pemusnahan atau pemisahan hasil pemijahan yang terinfeksi. Kebersihan media pemeliharaan juga dapat membantu mengendalikan VNN serta tidak dilakukannya daur ulang air dan sterilisasi kimia air laut selama proses penetasan (Nurkhozin et al., 2020).

Koi Herpes Virus (KHV)

Koi Herpes Virus merupakan salah satu penyakit yang menyerang ikan koi (C. carpio koi) dan ikan mas (Cyprinus carpio) yang disebabkan oleh virus famili

Alloherpesviridae. Virus ini dapat menyebabkan kematian massal hingga 8095% dengan selang 2 minggu sejak terinfeksi. Koi Herpes pertama kali ditemukan di Inggris pada tahun 1996, kemudian di Israel (1998) dan di Korea. Kemudian menyebar ke Amerika Utara, Eropa, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia tahun 2002 dan Jepang tahun 2003. Infeksi KHV pertama kali masuk ke Indonesia melalui ikan koi yang berasal dari Hongkong dan Taiwan (Novita dan Koesharyani, 2009; Monaghan et al., 2022).

Perkembangan penyakit    KHV

meningkat saat perubahan suhu lingkungan. Hal ini terjadi karena turunnya kekebalan tubuh ikan karena tingkat metabolismenya merendah, sehingga memudahkan virus untuk terus berkembang biak. Angka kematian akibat penyakit Koi Hepes akan meningkat pada saat suhu air mencapai 18-25 Ikan mas berpotensi sebagai carrier virus karena KHV berkembang biak di dalam tubuh ikan mas disepanjang hidupnya. Melakukan kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi serta menggunakan media pemeliharaan yang sama dengan ikan terinfeksi merupakan faktor terjadinya penyebaran Koi Herpes. Ikan yang terinfeksi virus ini hanya mampu bertahan selama 2 hari (Pradana et al., 2015).

Gejala klinis yang ditimbulkan ketika ikan terinfeksi KHV yaitu banyak memproduksi lendir, rusaknya insang dan pendarahan pada kulit, sirip dan organ internal. Selain itu jika diamati pada bagian eksternal tubuh, ikan memiliki warna sisik yang gelap, kematian sel insang yang akut, serta pendarahan pada sirip punggung, sirip dada dan sirip anus (Madyowati et al., 2017).

Channel Catfish Virus Diseases (CCVD)

Ikan lele merupakan spesies budidaya penting dengan nilai ekonomi yang tinggi

di pasar komersial. Penyakit saluran ikan lele atau biasa disebut dengan Channel Catfish Virus Disease (CCVD) pertama kali dikenali sebagai masalah penyakit pada awal budidaya ikan lele komersial. Agen penyebab dari virus ini diidentifikasi sebagai virus herpes. Penyakit CCV umumnya dianggap sebagai infeksi yang sangat menular di antara ikan lele muda yang dibudidayakan. Virus ini menginfeksi anakan dan bibit selama musim panas ketika suhu melebihi 25oc. Pola kematian ikan muda yang terinfeksi ditandai dengan percepatan kematian yang sangat cepat. Kematian mungkin tergantung pada umur dan ukuran ikan, kondisi lingkungan, kepadatan ikan, galur ikan lele, dan invasi oleh bakteri patogen sekunder. Ikan yang terinfeksi berenang tidak menentu, terkadang berputar pada sumbu longitudinal dan terkadang mengangkat kepala di dalam air. Secara eksternal, ikan yang sakit menunjukkan perut kembung, penonjolan abnormal di area mata, insang pucat, dan terdapat bintik bintik bulat kecil berwarna ungu kecoklatan di dasar sirip dan di seluruh kulit, terutama di permukaan ventral (Camus, 2004).

Virus ini ditularkan melalui dua cara: secara horizontal (dari ikan ke ikan) dan secara vertikal (dari burayak melalui telur atau sperma). Jika ikan mati, ikan lain dapat terinfeksi melalui air dan kontak langsung. Virus memasuki ikan dengan melintasi lapisan epitel insang dan usus. Kematian CCVD jarang teramati setelah bibit berumur 1 tahun, kecuali bibit tersebut terkena stres berat. Yang terpenting, virus tetap dalam bentuk tidak aktif pada ikan yang selamat dari wabah tersebut. Jika ikan ini nantinya digunakan sebagai indukan, infeksi dapat menular tanpa menimbulkan gejala. Sebagian besar embrio komersial mungkin mengandung virus dalam keadaan tidak aktif. Virus ini ditularkan kemungkinan melalui produk reproduksi,

dari janin ke keturunannya selama atau setelah reproduksi (Tegak, 2004).

Diagnosis dibuat dengan menginokulasi ekstrak organ yang disaring ke dalam kultur sel hidup, yang biasanya biasanya dimasukkan ke dalam sel ovarium ikan. Kultur sel diperiksa untuk perubahan karakteristik yang disebut efek sitopatik atau CPE. Diagnosis standar tetapi sangat andal biasanya dapat dilakukan dalam 24 hingga 48 jam, tetapi dapat memakan waktu hingga seminggu. Karena waktu diagnostik yang singkat dan penyebaran penyakit yang cepat, sampel harus diserahkan untuk diagnosis segera setelah ada masalah yang dicurigai (Day et al., 2022).

Virus ini dapat dicegah melalui praktik manajemen yang baik untuk membatasi frekuensi dan tingkat keparahan wabah CCVD. Praktik yang relevan adalah penghindaran, moderasi dan pengurangan stres. Pasokan air untuk pembenihan dan tambak tidak boleh mengandung ikan liar yang dapat membawa virus. Benih yang baru ditangkap harus dikarantina dan tidak boleh dicampur dengan kelompok ikan lain. Karantina kolam dengan ikan yang sakit sebaik mungkin dan jangan biarkan limbah mengalir ke kolam lain. Ikan yang rentan tidak boleh ditebar di kolam di mana CCVD telah terjadi kecuali kolam tersebut sebelumnya telah didesinfeksi, dikeringkan, dan dibiarkan kering. Bukti menunjukkan bahwa pengeringan menyeluruh saja mungkin cukup untuk menghilangkan virus dari kolam. Menjaga kualitas air yang optimal, terutama kadar oksigen terlarut yang tinggi, di hatchery, hatchery, dan kolam hatchery adalah cara terbaik untuk menghindari stres yang dapat memicu atau memperparah wabah CCVD. Di tempat penetasan, yang terbaik adalah menghindari kepadatan yang berlebihan, aliran air yang rendah, dan sirkulasi air yang buruk (Nusbaum dan Bird, 2019).

Infectious Pancreatic Necrosis (IPN)

Infectious pancreatic necrosis virus adalah jenis virus Birnavirus yang memiliki tingkat bahaya yang tinggi dan sistemik pada ikan Salmon muda. Infectious pancreatic necrosis virus (IPNV), agen etiologi infeksi pancreatic necrosis (IPN), adalah salah satu patogen virus penting dalam budidaya ikan salmon. IPNV termasuk dalam genus Aquabirnavirus, famili Birnaviridae, Kingdom Orthonavirae, Real Riboviria. IPNV adalah prototipe dari keluarga Birnaviridae, yang dicirikan oleh partikel tak berselubung simetri ikosahedral dengan diameter sekitar 65 nm. Genom IPNV terdiri dari dua segmen linier double-stranded RNA (dsRNA), yang ditunjuk A dan B masing-masing sekitar 3,0 dan 2,9 kbp. Segmen A berisi dua open reading frame (ORFs), yang lebih besar mengkode poliprotein 104-kDa (NH2-pVP2-VP4-VP3-COOH) yang dibelah menjadi protein kapsid matang VP2 dan VP3 dan protease virus VP4, sedangkan segmen B berisi satu ORF, yang mengkodekan VP1, RNA-dependent RNA-polimerase (Godoy et al., 2022).

Penyakit ini dapat menyebabkan tingkat kematian yang signifikan pada benur dan bibit dari usia 1 hingga 4 bulan. Bau salmon Atlantik yang dipindahkan ke air laut juga berisiko kematian, dengan tingkat yang meningkat pada hewan yang terinfeksi 7 hingga 12 minggu setelah pemindahan. Ikan bersirip yang terkena mungkin menunjukkan salah satu dari tanda-tanda eksternal berikut seperti kehilangan selera makan, pola renang spiral dan kotrek, berbaring diam di bagian bawah unit holding, kotoran putih tertinggal, perut bengkak, warna kulit gelap, mata menonjol, area pendarahan di bagian bawah perut dan sirip, insang pucat. Ikan bersirip yang terkena mungkin menunjukkan salah satu dari tanda-tanda internal berikut seperti area perdarahan tepat di jaringan lemak

yang mengelilingi organ perut berisi cairan, limpa pucat, ginjal, hati dan jantung perut dan usus kosong atau berisi lendir bening atau seperti susu (Godoy et al., 2022).

Siklus replikasi IPN membutuhkan waktu sekitar 16-20 jam. Proses absorpsi membutuhkan waktu sekitar 20 menit dan hanya dalam waktu 2 jam RNA baru di sintesis. Selanjutnya sintesis genom dimulai antara 4-6 jam dan mencapai sintesis genom maksimum sekitar 8-10 jam. Kemudian akan mulai mulai menurun sekitar 14-16 jam. Setelah itu terjadi lisis dan pelepasan virus baru. Untuk mendeteksi keberadaan virus IPN dapat menggunakan PCR seperti RT-qPCR (Mutoloki et al., 2016).

Perlu adanya upaya pencegahan untuk menghindari penyebaran virus secara luas. Adapun cara pengendalian secara horizontal seperti mengawasi pergerakan ikan baik yang dibudidaya ataupun ikan liar disekitar area budidaya, memisahkan antara ikan yang sehat dengan ikan yang terinfeksi IPNV dan menyemprotkan disinfektan kepada fasilitas yang terkontaminasi. Sedangkan untuk cara verikalnya dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap ikan yang akan dijadikan indukan. Selain itu tingkat stress, nutrisi dan populasi ikan juga dapat mempengaruhi penyakit. Meskipun upaya intensif, hasil uji coba vaksin terhadap IPNV sampai saat ini sangat bervariasi. Dengan demikian, strategi saat ini menggabungkan peningkatan peternakan dan transfer dengan seleksi untuk resistansi IPN, berdasarkan pengujian dengan paparan lapangan dalam kondisi komersial, kemungkinan akan mewakili harapan terbaik untuk pengendalian penyakit serius ini di masa depan (Shao et al., 2022).

Lymphocystis Disease Virus (LCDV)

Penyakit Lymphocystic Disease Virus (LCDV) atau yang lebih sering dikenal dengan penyakit tumor mutiara merupakan

salah satu jenis penyakit viral yang dapat menyerang ikan, baik pada ikan yang memiliki habitat di laut maupun yang memiliki habitat di perairan tawar. Lymphocystic Disease Virus merupakan virus DNA yang memiliki ukuran 130 hingga 300 nm. LCDV ini termasuk kedalam genus Lymphocystivirus, famili Iridoviridae yang merupakan salah satu agen etiologi dari penyakit ini (Cheng et al., 2022).

Terdapat 9 genom Lymphocystic Disease Virus yang telah diisolasi saat ini yakni, genotip I (LCDV-1) yang diisolasi dari Platichtys flesus L., genotip II (LCDVC) yang diisolasi dari Paralichthys olivaceus atau ikan Japanese flounder, genotip III (LCDV-RF) dari ikan Black rockfish, genotip IV (LCDV-RC dan LCDV-SB) diisolasi dari Micropogonias furinieri, ikan cobia dan ikan bass laut Jepang, genotip V (LCDV-CB) diisolasi dari Parambassis baculis, genotip VI (LCDV-TL) diisolasi dari ikan gurami dan T. trichopterus, genotip VII (LCDV-SA dan LCDV-SSE) diisolasi dari Sparus aurta dan Soela senegalensis, genotip VIII diisolasi dari Micropterus salmoides, dan genotip XI dari Perca flavescens (Borrego et al., 2015).

Virus ini telah menyebar di seluruh dunia dan telah dilaporkan seperti di Spanyol, Prancis, Korea, Jepang, dan China. Belakangan ini beberapa tambak ikan di Indonesia seperti di Mandiangin juga melaporkan wabah penyakit pada ikan yang menunjukkan gejala klinis seperti tumor yang dikenal dengan tanda khas pada penyakit LCDV (Sihananto et al., 2019).

Pada awal terjadi infeksi LCDV akan menuju ke organ targetnya melalui aliran darah yang kemudian akan menyebar ke organ lain. Virus ini dapat menyebar pula melalui pakan seperti zooplankton atau rotifera yang merupakan pakan alami terutama bagi larva ikan dan dapat pula

menular dari vektor seperti Artemia metanauplii, Virus ini dapat bertahan di dalam air sehingga jika virus ini berada di dalam kolam ikan maka akan bertahan selama seminggu, dan masa inkubasi dari virus ini cukup lama yakni berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Infeksi LCDV bersifat kronis namun penyakit ini tidak termasuk penyakit yang mematikan (Lusiastuti et al., 2022)

Infeksi Virus Lainnya

Beberapa infeksi virus pada ikan yang sudah pernah dilaporkan namun tidak dideskripsikan dalam tulisan ini adalah Tilapia Lake Virus (TiLV), Penyakit perut Kembung (Spring Viraemia of Carp), Red Sea Bream Iridovirus (RSIV), Infection Spleen and Kidney Necrosis Virus (ISKNV), Grouper Sleepy Disease Iridovirus (GSDIV), Turbot Reddish Body Iridovirus (TRBIV), & Barramundi Picorna-Like Virus (BPLV)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Beberapa penyakit viral yang mengancam budidaya ikan yaitu Viral Nervous Necrosis, Koi Herpes Virus, Channel Catfish Virus Diseases, Barramundi Picorna-Like Virus, Infectious Pancreatic Necrosis, Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus, Tilapia Lake Virus, Spring Viraemia of Carp, Lymphocystic Disease Virus, Red Sea Bream Iridovirus, Infection Spleen and Kidney Necrosis Virus, Turbot Reddish Body Iridovirus, Grouper Sleepy Disease Iridovirus dan Penyakit Bunga Kol.

Saran

Menjaga kualitas air yang baik merupakan solusi yang paling tepat untuk mengatasi penyakit-penyakit viral tersebut. Selain itu, kebersihan dari tempat pemeliharaan ikan juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya untuk

diperhatikan serta memastikan sumber bibit ikan bebas dari infeksi virus.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada tim dosen Mikrobiologi Medis II yang telah mengajarkan tentang virologi.

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal H. 2016. Identifikasi infeksi virus pada ikan. Sekolah tinggi perikanan. Diakses Pada 23 Maret 2023 https://thunnus918.wordpress.com/201 6/02/15/dentifikasi-infeksi-virus-pada-ikan/

Borrego JJ, Valverde EJ, Labella AM, Castro D. 2015. Lymphocystis disease virus: its importance in aquaculture. J. Rev. Aquaculture. 1(1): 1-15.

Boonyaratpalin A, Supamattaya K, Kasorn CJ, Hoffmann RW. 1996. Picorna-like virus associated with mortality and a spongious encephalopathy in grouper epinephelus malabaricus. Dis. Aquat. Org. 26(1): 75-80.

Camus AC. 2004. Channel Catfish Virus Disease. SRAC Publication No. 4702

Cheng MC, See MS, Wang PC, Kuo YT, Ho YS, Shen SC, Tsai MA. 2022. Lymphocystis Disease Virus Infection in Clownfish Amphiprion ocellaris and Amphiprion clarkii in Taiwan. J. Anim. 13(153): 1-11.

Day D, Yulia N, Trisnawati E, Evarianti, Astuti I, Purnama P, Afriady A, Noviandi R, Rohimah, Masrifa L, Hardiyani S, Susanti M, Endarwati, Inkawati A. 2022. Profil penyakit ikan air tawar dan pengendaliannya. Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Sungai Gelam Jambi.

Debnath D,Manna SK, Nath DJD, Payeng LK, Das N, Bandopadhyay C, Yengkokpam S, Das BK, Bhattacharjya BK, Patil PK. 2019. Assessment of economic loss due to fish diseases in Assam, India and implications of farming practices. JIFSI. 51(2): 146154.

DKPKK (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kabumen). 2017. Buku Saku Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.

Dong C, Xiong X, Luo Y, Weng S, Wang Q, He J. 2012. Efficacy of a formalin-killed cell vaccine against infectious spleen and kidney necrosis virus and immunoproteomic analysis of its major immunogenic proteins. J. Vet. Microbiol. 162(1): 419-428.

Doszpoly A, Tarjan ZL, Glavits R, Muller T, Benko M. 2014. Full genome sequence of a novel circo-like virus detected in an adult european eel anguilla showing signs of cauliflower disease. J. Dis. Aquat. Org. 109(1): 107-115.

Edi S, Surfianti O, Christy N, Wiis R, Laminem, Ekoputri ER, Fathoni M, Koswara AD, Nurhaidin, Yanuhar U. 2010. Identifikasi infeksi koi herpes virus (KHV) pada ikan koi (Cyprinus carpio) dengan metode polymerase chain reaction (PCR), imunositokimia dan imunohistokimia. Indon. J. Vet. Sci. Med. 1(2): 17-22.

Eyngor M, Zamostiano R, Tsofack JEK, Berkowitz A, Bercovier H, Tinman S, Lev M, Hurvitz A, Galeotti M, Bacharach E, Eldar A. 2014. Identification of a novel RNA virus lethal to tilapia. J. Clin. Microbiol. 52(12): 4137-4146.

Fahmi AA, Feliatra, Efendi I, Muhson N. 2022. Prevalence analysis of hypodermal      infectious      and

haematopoetic necrosis virus in vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) in Bengkalis District. J. Coastal and Ocean Sci. 3(3): 159-156.

Fitriatin E, Manan A. 2015. Pemeriksaan viral nervous necrosis pada ikan dengan metode polymerase chain reaction. J. Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2): 149-152.

Godoy M, Kibenge MJT, Oca MMD, Pontigo JP, Coca Y, Karo D, Budy KK, Burbulis Ian, Kibenge FSB. 2022. Isolation of a new infectious pancreatic

necrosis virus (IPNV) variant from genetically resistant farmed atlantic salmon (Salmo salar) during 20212022. Pathogens. 1368(11): 1-17.

Lusiastuti AM, Sihananto BS, Wianty C, Putri AWM, Penataseputro T. 2022. Etiologi, deteksi dan pengendalian penyakit tumor mutiara pada ikan gabus, channa striata. Proc. Seminar Nasional Ikan XI: Tantangan Ekonomi Biru Berkelanjutan dalam Budidaya, Pengelolaan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Pp. 1 -7.

Kumalasari H, Sudaryatma PE, Lestari AT, Nurlita, W, Nugraha WA, Hasanah N, Dewi IAMM, Anggraeni NPAS. 2022. Infeksi infectious spleen and kidney necrosis virus dan viral nervous necrosis pada ikan air laut yang diidentifikasi dengan multipleks polymerase chain reaction. J. Sains Vet. 40(2): 188-196.

Kurniawati MD, Sumaryam, Hayati N. 2019. Aplikasi polymerase chain reaction (PCR) konvensional dan real time-PCR untuk deteksi virus vnn (viral nervous necrosis) pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). J. Techno Fish. 3(1): 19-30.

Madyowati SO, Kusyairi A, Suprapto H. 2017. Model penularan koi herves virus pada ikan koi. Proc. Seminar Nasional Kelautan dan Perikanan. 3(1): 350-357.

Monaghan SJ, Chee D, Adams A, Bergmann SM, Chong SM, Chen J, Thompson KD. 2022. Serological analysis of historical field samples reveals major inconsistency between PCR and antibody ELISA for establishing KHV infection status of groups and individual koi. Aquaculture. 546: 737336.

Mutoloki S, Jossund TB, Ritchie G, Munang’andu HM, Evensen O. 2016. Infectious pancreatic necrosis virus causing clinical and subclinical infections in atlantic salmon have different genetic fingerprints. Front. Microbiol. 7: 1393.

Ningsih R. 2018. Memperkuat ekspor ikan dan produk olahan ikan dari Indonesia ke Kanada. Laporan Penelitian. TPSA

Novita H, Koesharyani I. 2009. Diagnosa koi herpes virus (KHV) dengan teknik polymerase chain reaction pada ikan mas (Cyprinus carpio) dengan nested timidine kinase. J. Riset Akuakultur. 4(2): 233-240.

Nurlita W, Pandit IGS, Darmadi NM. 2020. Detection of the existence of viral nervous necrosis on fry cantang grouper at rain season. Sust. Environ. Agric. Sci. 04(01): 4652.

Nurkhozin AA, Achmad DS, Bakti NS, Yasin IA, Sitti Natsir RA. 2020. Prevalensi viral nervous necrosis (VNN) pada ikan kerapu ekor bulan (Variola sp.) di Perairan Gorontalo. J. Lemuru. 4(3): 99-108.

Nusbaum K, Bird RC. 2019. Channel catfish virus disease. CABI Compendium.

Pradana, MS, Suwarno, Suprapto H. 2015. Deteksi koi herpes virus (KHV) pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang

diinfeksi secara buatan. J. Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(1): 39-45.

Rahajeng M. 2014. Ikan dan produk ikan. warta ekspor. Edisi Juni, 1-18.

Sembiring, SBM, Wibawa GS, Mahardika K, Widiastuti Z, Haryanti. 2018. Prevalensi infeksi viral nervous necrosis (VNN) dan iridovirus pada hatcheri dan budidaya ikan laut. J. Media Akuakultur. 13(2): 83-90.

Shao Y, Ren G, Zhao J, Lu T, Liu Q, Xu L. 2022. Dynamic distribution of infectious pancreatic necrosis virus (IPNV) strains of genogroups 1, 5, and 7 after intraperitoneal administration in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Viruses. 14: 1-14.

Sihananto, BS, Novita H, Wianty C, Lusiastusi AM. 2019. A case study of lymphocystis virus disease in farmed giant snakehead (Channa striata) in Mandaingin, South Kalimantan. J. Indon. Aquac. 14(2): 75-81.

Tegak JA. 2004. Channel catfish virus diseases. Auburn University.

ZorriehZahra MJ. 2020. Emerging and reemerging viral pathogens. Elsevier.

855