Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Volume 15 No. 6: 1098-1104

Desember 2023

https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p08

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Kadar Hemoglobin Darah Anak Babi Persilangan yang Diberikan Suplemen Zat Besi Berdasarkan Perbedaan Bobot Badan

(BLOOD HEMOGLOBIN LEVELS OF CROSS PIGS GIVEN IRON SUPPLEMENTS BASED ON DIFFERENCES IN BODY WEIGHT)

I Dewa Made Upadana Kumara1, I Made Merdana2*, I Nyoman Sulabda3

1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali, Indonesia.

2Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali, Indonesia.

3 Laboratorium Fisiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali, Indonesia.

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

Defisiensi zat besi mengakibatkan anak babi mengalami anemia dengan klinis rendahnya sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar hemoglobin dan perbedaan kadar hemoglobin darah anak babi persilangan pra sapih yang diberikan suplementasi zat besi secara injeksi pada periode prasapih berdasarkan perbedaan prasapih. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 36 ekor anak babi persilangan umur prasapih yang dibagi ke dalam dua perlakuan masing-masing 6 ulangan untuk kelompok K0 dan 6 ulangan untuk kelompok K1. Perlakuan pada kelompok K0 sebagai kontrol akan diberikan placebo berupa injeksi aquabidest, dan pada kelompok K1 diberikan suplementasi zat besi dosis 200 mg per ekor pada hari kedua setelah lahir. Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak tiga kali yaitu saat baru lahir, umur 7 hari, dan umur 28 hari. Selanjutnya pemeriksaan kadar hemoglobin darah, dengan menggunakan alat EasyTouch GCHb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zat besi pada anak babi persilangan dapat mempertahankan kadar hemoglobin pada periode prasapih.

Kata kunci: anak babi; kadar hemoglobin; zat Besi

Abstract

Iron deficiency results in piglets experiencing anemia with a clinical lack of red blood cells and low levels of hemoglobin (Hb) in the blood. This study aims to determine hemoglobin levels and differences in blood hemoglobin levels of pre-weaning crossbreed piglets given iron supplementation by injection in the pre-weaning period based on pre-weaning differences. This study used a sample of 36 preweaning cross piglets which were divided into two treatments, each with 6 replications for group K0 and 6 replications for group K1. Treatment in the K0 group as a control will be given a placebo in the form of an aquabidest injection, and in the K1 group given iron supplementation at a dose of 200 mg per head on the second day after birth. Blood sampling was carried out three times, namely when newborn, 7 days old, and 28 days old. Furthermore, examination of blood hemoglobin levels, using the EasyTouch GCHb tool. The results showed that iron supplementation in crossbreed piglets could maintain hemoglobin levels in the pre-weaning period.

Keywords: piglets; hemoglobin levels; iron

PENDAHULUAN

Ternak babi merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial untuk dikembangkan. Babi merupakan

hewan yang dipelihara untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau protein hewani bagi manusia (Supriadi et al., 2014). Kebutuhan akan daging babi di Indonesia

akan terus meningkat, khususnya di Bali karena daging babi akan selalu menjadi komoditi unggulan di masyarakat, baik itu digunakan sebagai bahan olahan makanan maupun sebagai sarana upacara adat (Sumantra, 2011).

Peternakan babi di Bali sampai saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang ekonomi masyarakat, khususnya di pedesaan. Sekitar 80% rumah tangga di pedesaan memelihara ternak babi yang jumlahnya antara 1-3 ekor. Perkembangan sistem peternakan babi di Bali semakin meningkat. Menurut Kementrian Pertanian RI (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam beternak babi meliputi; genetik (breed), nutrisi, sistem perkandangan, kontrol penyakit, dan faktor manajemen pemeliharaan. Semua faktor penting untuk tercapainya efisiensi produksi dan profitabilitas. Manajemen pemeliharaan secara spesifik disesuaikan dengan kebutuhan babi pada masing-masing periode pemeliharaan. Anak babi sapih (piglets) berkualitas berasal dari induk yang memiliki genetik unggul dan manajemen pembibitan (breeding) yang baik (Ardana et al., 2008).

Anak babi memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat cepat dibandingkan dengan jenis mamalia lainnya. Faktanya anak babi yang lahir dengan berat 1,5 kg akan mengalami pertumbuhan sepuluh kali lipat dalam 60 hari pertama dan pertumbuhan ini membutuhkan banyak zat besi. Anak babi sapih yang baik umumnya pada umur 28 hari dengan bobot badan berkisar 7-8 kg. Salah satu penyebab performa buruk pada anak babi sapih yaitu defisiensi zat besi. Antonides et al. (2016) melaporkan bahwa anak babi yang mengalami anemia sebelum penyapihan akan menghasilkan performa sapih yang buruk.

Defisiensi zat besi akan mengakibatkan anak babi mengalami anemia yaitu kurangnya hemoglobin di dalam sel darah merah. Hal ini yang menyebabkan babi kesulitan mendistribusikan oksigen ke

seluruh tubuh dan berdampak pada babi seperti kondisi tubuh lemah sehingga mudah terserang penyakit (Bhattarai et al., 2015). Dari pengamatan sejumlah kasus pada anak babi sapih umur empat minggu dengan kondisi lemah dan bobot badan 4,85,6 kg menunjukkan kadar hemoglobin yang rendah dan mengalami defisiensi zat besi. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan anak babi yang mengalami anemia pada umur 3 minggu memiliki berat badan lebih rendah dengan rerata 0,82 kg dibandingkan dengan yang normal (Perri et al., 2016).

Anak babi normal mengandung zat besi 12 mg/100 ml darah dan akan menunjukkan klinis anemia saat kadar zat besi kurang dari 8 mg/100 ml darah. Anak babi baru lahir membawa zat besi sekitar 40-50 mg didalam tubuhnya, dan memperoleh asupan zat besi yang rendah melalui menyusui 1 mg/hari. Kebutuhan akan zat besi mencapai 7-16 mg per hari, dengan demikian maka zat besi yang dimiliki akan habis dalam waktu kurang dari satu minggu (Perri et al., 2016). Peternakan dengan manajemen pembibitan yang baik telah melakukan injeksi zat besi pada umur 3-5 hari dengan dosis 150-200 mg zat besi per ekor. Suplementasi zat besi dapat diberikan melalui pakan atau air minum, tetapi dengan penyuntikan jauh lebih efektif (Azudzik et al., 2018).

Anemia defisiensi zat besi dapat juga disebabkan oleh faktor lain seperti nutrisi yang rendah zat besi, malabsorbsi besi, perdarahan, hemoglobuneria, dan pengambilan sampel darah berlebih pada anak babi (Antonides et al., 2016). Hasil wawancara langsung dengan peternak babi di Desa Susut Kabupaten Bangli menuturkan bahwa anak babi baru lahir telah diberikan suplementasi zat besi sebanyak 200 mg, namun kasus anemia masih tetap terjadi yang diduga akibat defisiensi zat besi. Anak babi menunjukkan gejala klinis anemia antara lain, warna membran mukosa mata dan gusi pucat, nafsu makan menurun, bulu kasar dan kulit keriput, diare, lesu, ditandai dengan kepala

cenderung menunduk dan telinga turun. Kejadian ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi kadar hemoglobin anak babi persilangan yang diberikan suplementasi zat besi secara intramuskular berdasarkan perbedaan bobot badan pada periode prasapih.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Hewan coba dalam penelitian ini adalah 36 ekor anak babi persilangan prasapih yang akan di ambil sampel darahnya secara berjenjang sebanyak tiga kali yaitu saat lahir, umur 7 hari dan umur 28 hari. Sampling sampel darah anak babi dari setiap kelahiran diambil dari anak babi dengan bobot terbesar, bobot terkecil dan bobot acak. Jumlah sampel darah anak babi yang akan di ambil dan di ukur kadar hemoglobinnya sebanyak 108 sampel.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental lapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Split in Time. Terdapat dua perlakuan yaitu kelompok kontrol dengan masinng-masing 6 ulangan untuk K0 dan 6 ulangan untuk K1. Jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu sebanyak 36 ekor anak babi persilangan umur prasapih. Perlakuan pada kelompok K0 sebagai kontrol akan diberikan placebo berupa injeksi aquabidest, dan pada kelompok K1 diberikan suplementasi zat besi dosis 200 mg per ekor pada hari kedua setelah lahir. Faktor tambahan pertama yaitu bobot badan yang diklasifikasikan bobot besar, kecil dan acak dari setiap kelahiran. Faktor tambahan kedua yaitu waktu pengambilan sampel darah yaitu pada saat lahir, umur 7 hari dan umur 28 hari. Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak tiga kali yaitu saat baru lahir, umur 7 hari, dan umur 28 hari. Pengambilan darah dengan menggunakan lancet device 22G pada vena auricularis. Selanjutnya, kadar hemoglobin darah,

dengan menggunakan alat EasyTouch GCHb.

Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalis dengan uji sidik ragam (ANOVA), dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan (Putri et al., 2017).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan kadar hemoglobin pada periode prasapih dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil pada Tabel 1 menunjukkan rerata kadar hemoglobin anak babi persilangan yang diberikan suplementasi zat besi berdasarkan perbedaan bobot badan. Pada masing-masing sampel terdapat perbedaan kadar hemoglobin darah anak babi persilangan berdasarkan perbedaan bobot badan pada periode prasapih dimana pada keseluruhan sampel terdapat perbedaan nyata (P<0.05). Hasil analisis perbedaan kadar hemoglobin darah dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing sampel menunjukkan sebaran status kadar hemoglobin yang berbeda sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam status anemia, defisiensi Fe, dan normal. Pada tabel 2 terlihat persentase anak babi yang tidak diberikan suplementasi zat besi memiliki risiko anemia lebih besar dari pada babi yang tidak diberikan suplementasi zat besi. Hal ini dikarenakan anemia banyak dialami oleh babi-babi kecil, sekitar umur 3 minggu. Penyebab utamanya karena kekurangan zat besi dan tembaga, dimana babi tak ada kesempatan mendapatkan tambahan mineral dari dalam tanah; Babi induk susunya hanya sedikit mengandung zat besi.

Pembahasan

Berdasarkan Pada Tabel 1 dapat dilihat rerata kadar hemoglobin anak babi persilangan yang diberikan suplementasi zat besi berdasarkan perbedaan bobot

badan. Pada masing-masing sampel terdapat perbedaan kadar hemoglobin darah anak babi persilangan berdasarkan perbedaan bobot badan pada periode prasapih dimana hampir keseluruhan sampel terdapat perbedaan nyata (P<0.05). Pada perlakuan K0, kadar hemoglobin pada kategori ukuran kecil di minggu pertama dan kedua tidak terdapat perbedaan nyata yaitu P>0.05, namun pada minggu ke empat (28 hari) terdapat perbedaan nyata (P<0.05). Hal ini juga terjadi pada perlakuan K1 pada kategori ukuran kecil. Kejadian ini dapat disebabkan oleh tingkat penyerapan zat besi yang berbeda pada setiap anak babi. Terdapat juga anak babi yang mengalami defisiensi zat besi pada kelompok perlakuan K1 umur 28 hari kategori besar. Hal ini dapat terjadi karena malabsorpsi zat besi melalui usus meskipun jumlah zat besi yang cukup diberikan kepada kelompok anak babi ini. Terjadinya malabsorpsi besi mungkin diakibatkan oleh saturasi protein pengikat besi di dinding usus (Teichmann dan Stremmel, 1990). Murphy et al. (1997) melaporkan bahwa hubungan positif antara kadar Hb dan berat badan ditemukan pada umur 7, 14 dan 28 hari. Hasilnya bisa jadi karena cadangan zat besi yang konstan dalam tubuh dari sumber zat besi yang diberikan secara intramuskular.

Pada minggu pertama kadar hemoglobin darah anak babi yang tidak diberikan suplementasi zat besi mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal tersebut dikarenakan minggu pertama setelah kelahiran, anak babi meningkatkan berat badannya dengan cepat dan meningkatkan volume plasma sebesar 30%, sehingga menurunkan konsentrasi Hb di dalam darah (Perri et al., 2016). Menurut Peters dan Mahan (2008), intensitas pertumbuhan yang tinggi meningkatkan kebutuhan zat besi karena volume darah yang lebih besar diperlukan untuk mempertahankan jumlah jaringan yang terbentuk. Volume darah yang lebih besar membutuhkan lebih banyak hemoglobin dan zat besi.

Minggu berikutnya kadar hemoglobin darah anak babi yang tidak diberikan Fe tidak mengalami penurunan yang drastis, akan tetapi status kadar hemoglobinnya masih rendah. Hal tersebut dikarenakan pada umur 1 minggu keatas anak babi sudah mendapat nutrisi tambahan dari pakannya. Menurut Septiani et al. (2010), nutrisi pada pakan seperti zat besi, Cu, asam amino, vitamin B9 dan vitamin B12 merupakan komponen penting yang berpengaruh pada jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin darah, sehingga penambahan komponen-komponen nutrien tersebut akan meningkatkan kadar hemoglobin darah pada hewan. Selain itu semakin dewasa hewan maka kadar hemoglobin akan semakin meningkat, hal ini dikarenakan produksi eritrosit pada hewan yang juga mengalami peningkatan.

Anak babi yang diberikan suplementasi zat besi mengalami peningkatan kadar hemoglobin yang cukup tinggi pada minggu pertama. Pada minggu ke-4 kadar hemoglobinnya mengalami penurunan yang tidak terlalu jauh. Hal tersebut dikarenakan anak babi mendapatkan injeksi zat besi pada hari ke-2 setelah lahir. Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Hb komponen utamanya tersusun dari zat besi, sehingga kekurangan besi dalam pakan akan mempengaruhi pembentukan Hb. Berdasarkan hasil analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa suplementasi zat besi pada anak babi persilangan dapat mempertahankan kadar hemoglobin pada periode prasapih dimana terdapat perbedaan nyata terhadap kadar hemoglobin.

Hasil analisis statistik (Tabel 2) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar hemoglobin darah anak babi persilangan berdasarkan perbedaan bobot badan periode prasapih dengan hampir keseluruhan sampel kelompok memiliki perbedaan kadar hemoglobin yang nyata (P<0.05). Anak babi yang tidak diberikan suplementasi zat besi memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah dibandingkan anak babi yang diberikan zat

besi. Hal ini dikarenakan anak babi tidak mendapatkan asupan zat besi yang cukup sehingga babi mengalami anemia yaitu kurangnya haemoglobin di dalam sel darah merah. Anemia banyak dialami oleh babi-babi kecil, sekitar umur 3 minggu. Penyebab utamanya karena kekurangan zat besi dan tembaga, dimana babi tak ada kesempatan mendapatkan tambahan mineral dari dalam tanah. Babi induk susunya hanya sedikit mengandung zat besi. Sumber Fe alami berasal dari tanah dan susu.

Anak babi yang dipelihara di kandang dengan alas tanah dapat mencukupi kebutuhan Fe dari tanah sedangkan di peternakan modern alas kandang babi adalah beton sehingga sumber Fe terbatas. Kadar Fe dalam susu dan colostrum tidak lebih dari 2 ppm (≤ 2 ppm) hanya dapat mencukupi 1 mg dari kebutuhan harian anak babi. Kandungan zat besi pada anak babi saat lahir hanya memenuhi kebutuhan 3-4 hari pertama kehidupan setelah melahirkan. Jadi anak babi yang tidak diberi suplemen pada hari ke 4 setelah lahir, kandungan besi hati menurun sekitar 5 kali lipat dibandingkan dengan hari ke 1, dan pada hari ke 7 hampir tidak terdeteksi (Lipiński et al., 2010). Susu babi adalah sumber zat besi yang sangat sedikit. Menurut Szudzik (2018), kandungan besi susu babi berdasarkan berbagai laporan berkisar antara 1,4-2,6 sampai 0,2-4 mg/L. Dengan asumsi bahwa asupan susu harian per anak babi adalah 0,5–1 L dan tingkat penyerapan zat besi susu adalah 60–90%, anak babi menyerap sekitar 1 mg zat besi per hari, jumlah yang jauh di bawah kebutuhan hariannya (sekitar 7 mg). Hal ini menyebabkan anak babi membutuhkan suplementasi Fe (Dewi, 2017).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azudzik et al. (2018), Anak babi normal mengandung zat besi 12 mg/100 ml darah dan akan menunjukkan klinis anemia saat kadar zat besi kurang dari 8 mg/100 ml darah. Anak babi baru lahir membawa zat besi sekitar 40-50 mg didalam tubuhnya, dan asupan yang rendah melalui menyusui

1 mg/hari. Kebutuhan akan zat besi mencapai 7 – 16 mg per hari, dengan demikian maka zat besi yang dimiliki akan habis dalam waktu kurang dari satu minggu (Perri et al., 2016). Peternakan dengan manajemen pembibitan yang baik telah melakukan injeksi zat besi pada umur 3-5 hari dengan dosis 150-200 mg zat besi per ekor. Suplementasi zat besi dapat diberikan melalui pakan atau air minum, tetapi dengan penyuntikan jauh lebih efektif. Namun, pemberian suplementasi zat besi secara injeksi intramuskular perlu diberikan secara tepat karena metode ini dapat membuat anak babi stres. Perlu juga memperhatikan dosis yang akan diberikan. Teknik injeksi besi yang buruk dapat menyebabkan trauma yang cukup besar pada otot, pewarnaan ham atau membuat abses dan menyebabkan penurunan kualitas karkas (Roberts, 1998)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa suplementasi zat besi pada anak babi persilangan dapat mempertahankan kadar hemoglobin pada periode prasapih. Kadar hemoglobin darah anak babi persilangan periode prasapih yang diberikan suplementasi zat besi secara injeksi yaitu kategori ukuran besar 11.10 g/dL, acak 9.90 g/dL, dan kecil 13,23 g/dL pada umur 0 hari. Minggu pertama yaitu umur 7 hari didapatkan kadar hemoglobin kategori besar 13,15 g/dL, acak 13,45 g/dL dan kecil 13,95 g/dL. Minggu ke empat yaitu umur 28 hari, kadar hemoglobin anak babi kategori besar 11.00 g/dL, acak 11.70 g/dL dan kecil 12.30 g/dL.

Saran

Perlu penelitian lanjutan mengenai faktor pakan yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin sebagai alternatif suplementasi zat besi anak babi. Peternak perlu memperhatikan suplementasi zat besi pada anak babi untuk mencegah terjadinya risiko anemia.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas fasilitasi dan pendanaan penelitian melalui DIPA PNBP Universitas Udayana Tahun 2020, Nomor: B/559UN14.2.9/PT.01.05/2020,      serta

kepada para peternak babi di Desa Susut Kabupaten Bangli.

DAFTAR PUSTAKA

Antonides A, van Laarhoven S, van der Staay FJ, Nordquist RE. 2016. Non-anemic iron deficiency from birth to weaning does not impair growth or memory in piglets. Front.  Behav.

Neurosci. 10: 112.

Ardana IBK, Putra DKH. 2008. Ternak Babi:    Manajemen Reproduksi,

Produksi, dan  Penyakit.  Udayana

University Press. Bali.

Bhattarai S, Nielsen JP. 2015. Early Indicators of Iron Deficiency in Large Piglets at Weaning. J. Swine Health Prod. 23 (1):10–17.

Dewi GAMK. 2017. Materi Ilmu Ternak Babi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Lipiński P, Starzyński RR, Canonne-Hergaux F, Tudek B, Oliński R, Kowalczyk P, Zabielski R. 2010. Benefits and risks of iron supplementation in anemic neonatal pigs. The Am. J. Pathol. 177(3): 12331243.

Murphy KA, Friendship RM, Dewey CE.

1997. Effects of weaning age and dosage of supplemented iron on the hemoglobin concentrations and growth rate of piglets. J. Swine Health Prod. 5(4): 135-138.

Perri AM, Friendship RM, Harding JC, O’Sullivan TL. 2016. An investigation of iron deficiency and anemia in piglets and the effect of iron status at weaning

on post-weaning performance. J. Swine Health Prod. 24(1): 10-20.

Perri AM, Friendship RM, Harding JC, O’Sullivan TL. 2016. An investigation of iron deficiency and anemia in piglets and the effect of iron status at weaning on post-weaning performance. J. Swine Health Prod. 24(1): 10-20.

Peters JC, Mahan DC. 2008. Effects of neonatal iron status, iron injections at birth, and weaning in young pigs from sows fed either organic or inorganic trace minerals. J. Anim. Si. 86(9): 22612269.

Putri PVC, Budaarsa K, Dharmawan NS. 2017. Total Eritrosit, Kadar Hemoglobin, dan Nilai Hematokrit Babi Landrace yang Diberi Pakan Eceng Gondok dari Perairan Tercemar Timbal. Bul. Vet. Udayana. 9(1): 67-72.

Roberts I. 1998. More iron? Pig Int. 28(6):21 - 22.

Septiarini AAA, Suwiti NK, Suartini IGAA. 2020. Nilai hematologi total eritrosit dan kadar hemoglobin sapi bali dengan pakan hijauan organik. Bul. Vet. Udayana. 12(2): 144-149.

Sumantra. 2011. Bali Tidak Lagi Datangkan Babi Dari Luar. Antara News. Sunday. July 3 2011.

Supriadi, Muslihin A. Rusmanto B. 2014. PreEliminasi Parasit Gastrointestinal pada Babi dari Desa Suranadi Kecamatan Narmada Lombok Barat. Med. Bina Ilmiah. 8(5): 64-68.

Szudzik M, Starzyński RR, Jończy A, Mazgaj R, Lenartowicz M, Lipiński P. 2018. Iron supplementation in suckling piglets: An ostensibly easy therapy of neonatal iron deficiency anemia. Pharmaceuticals. 11(4): 128.

Teichmann R, Stremmel W. 1990. Iron uptake by human upper small intestine microvillus membrane vesicles. Indication for a facilitated transport mechinism mediated by a membrane iron-binding protein. J. Clin. Invest. 86: 2145-2153.

Tabel 1. Rerata berat badan dan kadar hemoglobin anak babi persilangan prasapih pada umur baru lahir, 7 hari dan 28 hari.

Perlakuan

Kategori Ukuran

n (sampel)

Umur (hari)

Rerata Berat Badan ±SD (kg)

Rerata Hb ± SD (g/dL)

p<0,05

K0

Besar

6

0

1.63

10.77

0.001

Acak

6

0

1.33

10.73

0.001

Kecil

6

0

1.13

12.37

0.054

K1

Besar

6

0

1.67

11.10

0.001

Acak

6

0

1.45

9.90

0.001

Kecil

6

0

1.20

13.23

0.161

K0

Besar

6

7

2.27

8.83

0.002

Acak

6

7

1.97

9.13

0.006

Kecil

6

7

1.77

10.20

0.052

K1

Besar

6

7

2.70

13.15

0.001

Acak

6

7

2.45

13.45

0.001

Kecil

6

7

2.03

13.95

0.753

K0

Besar

6

28

5.17

9.67

0.000

Acak

6

28

4.60

8.07

0.000

Kecil

6

28

4.50

9.33

0.000

K1

Besar

6

28

5.70

11.00

0.000

Acak

6

28

5.27

11.70

0.000

Kecil

6

28

4.88

12.30

0.000

Tabel 2. Sebaran kadar hemoglobin anak babi persilangan (n=36)

Umur (hari)

Perlakuan

Kategori Ukuran

Status Hemoglobin (Hb) (%)

<9 (Anemia)

9-11

(Defisiensi Fe)

>11 (Normal)

0

K0

Besar

0

11

33

Acak

0

22

22

Kecil

0

0

33

K1

Besar

0

17

17

Acak

5

22

5

Kecil

0

5

28

7

K0

Besar

22

11

0

Acak

11

22

0

Kecil

0

33

0

K1

Besar

0

0

33

Acak

0

0

33

Kecil

0

0

33

28

K0

Besar

0

33

0

Acak

33

0

0

Kecil

11

22

0

K1

Besar

0

11

22

Acak

0

0

33

Kecil

0

0

33

1104