Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 15 No. 5: 719-723

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                    https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i05.p03

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Pola Warna Sapi Taro

(COLOR PATTERN OF TARO CATTLE)

Yolla Noviolita1, Ni Nyoman Werdi Susari2*, Sri Kayati Widyastuti3, I Ketut Suatha2, Luh Gde Sri Surya Heryani2

  • 1Mahasiswa Program Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Anatomi dan Embriologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 3Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

Sapi taro merupakan kelompok sapi yang memiliki keunikan berbeda dari sapi bali dengan jumlah populasi yang relatif kecil dan dipelihara di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali serta disucikan dan digunakan dalam upacara keagamaan. Sapi taro memiliki ciri khas yaitu rambut, kulit, iris mata, kuku, dan tanduk berwarna putih. Perbedaan warna rambut/kulit sapi taro disebabkan oleh adanya pengaruh dari pigmen melanin. Penelitian ini adalah observasional study yang menggunakan teknik purposive sampling dimana dilakukan pengamatan kulit sapi taro pada 52 ekor sapi jantan dan betina yang terdapat di Yayasan Lembu Putih dengan tujuan sebagai informasi dan bukti ilmiah serta pedoman dan acuan untuk penelitian selanjutnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan frekuensi relatif (persentase). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat warna lain yang ditemukan. Terdapat enam warna sapi taro yaitu warna putih kemerahan dengan total 40,39%, pada betina sebanyak 32,69% dan jantan 7,69%; warna putih gading dengan total 38,46%, pada betina 17,31% dan jantan 21,15%; warna putih dengan total 1,92% yang hanya ditemukan pada betina; warna sudamala dan cemeng hanya ditemukan pada populasi jantan masing-masing 7,69% dan 3,85%; dan warna coklat hanya ditemukan pada populasi betina sebanyak 7,69%. Diperlukan perbaikan mengenai manajemen pemeliharan dan manajemen perkawinan, sistem recording serta pengecekan sapi taro secara rutin tiap tahun.

Kata kunci: Pola warna; sapi taro; warna tubuh

Abstract

Taro cattle are a group of cattle that are uniquely different from Balinese cattle with a relatively small population and reared in Taro Village, Tegallalang District, Gianyar Regency, Bali and are sanctified and used in religious ceremonies. Taro cattle are characterized by white hair, skin, iris, hooves, and horns. The difference in hair/skin color of taro cattle is due to the influence of melanin pigment. This study is an observational study using purposive sampling technique where 52 male and female taro cattle skin observations were made at Yayasan Lembu Putih with the aim of providing information and scientific evidence as well as guidelines and references for further research. The data obtained were then analyzed using relative frequency (percentage). The results showed that there are other colors found. There are six colors of taro cattle, putih kemerahan color with a total of 40.39%, in females as much as 32.69% and males 7.69%; putih gading color with a total of 38.46%, in females 17.31% and males 21.15%; putih color with a total of 1.92% which is only found in females; sudamala and cemeng colors are only found in the male population 7.69% and 3.85% respectively; and coklat color is only found in the female population as much as 7.69%. Improvements are needed in breeding and mating management, recording systems and checking taro cattle regularly every year.

Keywords: Body color; color pattern; taro cattle

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan plasma nutfah bali yang kemurniannya harus dipertahankan. Selain sapi bali, terdapat sapi taro yang tidak banyak diketahui dan memiliki keunikan yang berbeda dengan sapi bali yang dipelihara hanya di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Masyarakat Hindu di Bali terutama Desa Taro menganggap sapi taro sebagai hewan suci dan digunakan dalam upacara keagamaan (Heryani et al., 2016; Sarini et al., 2020).

Pada sapi, warna, pola warna dan tanduk adalah tiga ciri yang khas (Klungland et al., 2000). Terdapat beberapa ciri fenotipe khas yang membedakan sapi taro dengan sapi bali pada umumnya, seperti rambut, kulit, iris mata, kuku, dan tanduk berwarna putih (Partama et al., 2015). Sifat kualitatif merupakan karakteristik yang beragam dan dapat diukur atau diamati secara langsung seperti warna rambut dan kulit. Sifat kualitatif dapat digunakan sebagai pengklasifikasi dan pengidentifikasi pada populasi hewan, dimiliki setiap individu yang dikontrol oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak sama sekali dipengaruhi oleh lingkungan (Salako, 2013; Hardjosubroto, 1994).

Sapi taro biasanya tidak tahan dengan paparan sinar matahari dikarenakan kurangnya pigmen melanin pada kulit dan rambutnya. Melanin merupakan zat yang berperan dalam mengatur dan mempengaruhi warna kulit, rambut dan warna mata. Warna rambut dan kulit pada sapi dihasilkan oleh kehadiran eumelanin (pigmen hitam-coklat) dan phaeomelanin (pigmen merah-kuning), dua pigmen dasar ini diproduksi oleh sel melanosit (Gutiérrez-Gil et al., 2007).

Jumlah populasi sapi taro masih relatif kecil, kemudian informasi mengenai pola perkembangbiakan maish terbatas serta inbreeding masih terjadi. Data terbaru dari peternak terdapat 61 ekor sapi taro yang ada di hutan Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar. Sapi taro memiliki

potensi genetik yang unik meskipun jumlah populasinya sedikit dan bertahan hidup di lingkungan yang terbatas. Lingkungan yang terbatas dan jumlah populasi yang sedikit mengakibatkan terjadinya inbreeding. Inbreeding dapat terjadi pada kelompok kecil ruminansia, terutama jika jumlah pejantan produktif lebih sedikit atau pejantan sudah digunakan untuk waktu yang lama. Sistem inbreeding ini menyebabkan populasi atau breed kehilangan heterozigositasnya yang kemudian ciri khas breed berubah (Sarini et al., 2020).

Sejauh ini penelitian mengenai pola warna sapi taro masi belum banyak diteliti. Sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi demi pelestarian dan pengembangan sapi taro di Desa Taro, Tegallalang.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi taro berjenis kelamin jantan dan betina berjumlah 52 ekor yang terdapat di Yayasan Lembu Putih di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, hand gloves, masker, alat tulis, dan kamera sebagai alat dokumentasi. Penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan      observational      study

menggunakan teknik purposive sampling dimana dilakukan pengamatan pada kulit sapi taro. Pada penelitian ini digunakan tiga jenis variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kendali. Variabel bebasnya adalah sapi taro, variabel terikatnya adalah pola warna sapi taro, dan variabel kendalinya adalah jenis kelamin dan umur. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati dan mendokumentasikan pola warna kulit sapi taro.

Prosedur Penelitian

Penelitian dimulai dengan persiapan objek penelitian yakni sapi taro. Dilakukan

pengamatan warna kulit sapi taro diikuti dengan melakukan pencocokan warna kulit. Kemudian dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi. Penelitian ini menggunakan 52 ekor, terdiri dari 21 jantan dan 31 betina.

Analisis Data

Data yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin kemudian dianalisi secara deskriptif. Menurut Hardjosubroto (2001) data dianalisis menggunakan frekuensi relatif (persentase) dengan rumus sebagai berikut:

fR=-× lOO0∕0

71

fR = frekuensi relatif fi = data yang diamati n = jumlah data

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan warna kulit sapi taro dari 21 ekor jantan dan 31 ekor betina di Yayasan Lembu Putih, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, disajikan pada hasil analisis frekuensi relatif dapat dilihat pada tabel 1.

Pembahasan

Dalam dua abad terakhir, beberapa klasifikasi telah dikembangkan untuk mengidentifikasi breed sapi, yaitu warna rambut, ukuran tanduk, tipe tengkorak, dan prediksi lokasi geografis asli, dan kombinasinya. Karakteristik warna rambut dianggap sebagai genetik murni dan berhubungan dengan "branding" breed (Felius et al., 2011).

Variasi pola warna pada seluruh populasi sapi taro di Yayasan Lembu Putih yaitu putih, putih kemerahan, putih gading, sudamala, cemeng, dan coklat. Distribusi persentase warna tubuh sapi taro yang tertinggi adalah putih kemerahan yaitu 40,39% dari total keseluruhan, dimana populasi betina sebanyak 32,69% dan jantan 7,69%. Diikuti oleh warna tubuh putih gading dengan total populasi yaitu 38,46%, dengan didominasi oleh jantan

sebanyak 21,15% dan betina 17,31%. Selanjutnya sapi taro berwarna tubuh putih yaitu 1,92% yang hanya ditemukan pada betina. Warna tubuh sudamala dan cemeng hanya ada pada populasi sapi taro jantan dengan total masing-masing 7,69% dan 3,85%. Sedangkan sapi taro dengan warna tubuh coklat hanya ditemukan pada populasi betina sebanyak 7,69%.

Warna yang dominan muncul pada pedet sapi taro adalah warna putih gading. Hasil ini diperoleh dari pengamatan sejumlah empat pedet ekor sapi taro yang baru berumur 20 hari dimana dua diantaranya berwarna putih gading yang ditemukan pada jantan dan betina, sedangkan satu ekor pedet sapi taro betina berwarna putih dan satu ekor lainnya berwarna coklat.

Perubahan warna kulit putih ke putih kemerahan dan putih gading terjadi pada kedua jenis kelamin namun warna sudamala hanya terjadi pada sapi taro jantan. Warna putih terlihat pada pedet yang baru lahir dan belum menunjukkan perbedaan warna yang mencolok. Perubahan warna kulit terlihat secara bertahap seiring bertambahnya umur dan mencapai kematangan seksual (Sarini et al., 2020). Perubahan warna kulit sudamala pada sapi taro mirip dengan perubahan warna kulit yang terjadi pada sapi bali.

Variasi warna rambut sapi taro dalam penelitian ini dapat dikaitkan dengan tingginya tingkat inbreeding dalam populasi. Hewan dengan beberapa pola warna dengan distribusi dan ukuran yang hampir seragam dan yang memiliki warna solid bisa jadi merupakan inbreed. Hal ini terjadi karena warna rambut merupakan sifat kualitatif, dikendalikan oleh sepasang atau beberapa pasang gen dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga hilangnya karakteristik warna rambut sapi hanya akan terjadi ketika gen yang bertanggung jawab atas warna-warna ini hilang (Gwaza et al., 2018).

Baker dan Manwell (1986) menjelaskan bahwa perkawinan yang berkerabat dekat

sebagai faktor yang mempengaruhi rendahnya heterozigositas. Selanjutnya, inbreeding dapat meningkatkan homozigositas dan mengurangi proporsi gen heterozigositas. Semakin jauh hubungan kekerabatan antara dua hewan, maka semakin sedikit gen-gen yang sama, dan semakin besar tingkat heterosigositasnya (Noor et al., 2000).

Perbedaan warna rambut pada sapi dipengarui oleh lokus Extension (MC1R), yang terletak pada kromosom 18, memainkan peran utama dalam regulasi sistesis eumelanin dan phaeomelanin. (Gutiérrez-Gil et al., 2007). Pigmentasi pada sapi bali dapat dipengaruhi oleh gen MC1R yang berperan dalam pembentukan melanosit yang menstimulasi tirosinase untuk menghasilkan eumelanin yang responsif terhadap warna coklat sampai hitam. Pigmentasi warna pada sapi dipengaruhi oleh gen Melanocyte Stimulating Hormone Receptor (MSHR) atau Melanocortin-1 Receptor (MC1R). Melanocyte Stimulating Hormone (MSH) berperan penting dalam menentukan respon kulit terhadap radiasi ultraviolet dan dapat mempengaruhi perkembangan melanoma (Tabun et al., 2013).

Namun demikian, sapi bali secara fenotipik memiliki warna putih, tetapi hasil PCR-RFLP gen MC1R menunjukkan genotip EE (berwarna hitam). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan metabolisme dalam proses pigmentasi. Rees (2003) menyatakan bahwa albino merupakan kesalahan dasar dalam pola metabolisme dalam produksi melanin tetapi jumlah melanosit dalam jumlah normal terjadi dengan frekuensi (1:20.000). Menghasilkan pigmen merah pheomelanin tetapi dapat terlihat oranye atau kuning dalam konsentrasi yang lebih rendah. Jika pigmen tersebut tidak diproduksi, maka akan membentuk rambut berwarna putih (Hillis, 2004). Mutasi gen MC1R pada beberapa mamalia yang menghasilkan warna rambut gelap atau hitam, sedangkan mutasi hilangnya fungsi gen tersebut

menyebabkan warna rambut merah-kuning atau putih (Fontanesi et al., 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan warna kulit sapi taro dapat disimpulkan bahwa terdapat variasi pola warna sapi taro yang ditemukan putih, putih kemerahan, putih gading, sudamala, cemeng, dan coklat.

Saran

Perlu dilakukannya perbaikan mengenai manajemen pemeliharaan dan manajemen perkawinan, serta dilakukannya sistem recording sebagai usaha untuk menghindari munculnya penyakit, tidak terjadi perkawinan sedarah, dan agar reproduksi sapi taro menjadi teratur. Serta perlu dilakukannya pengecekan sapi taro secara rutin setiap tahun di Yayasan Lembu Putih di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Anatomi dan Embriologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Manajemen pengelola Yayasan Lembu Putih yang telah membantu pada saat penelitian, serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Baker CM, Manwell C. 1986. Population genetics, molecular marker and gene conservation of bovine breeds. in: neimann and hickman (Ed). World Animal Science. Elsevier Health Sciences. London.

Felius M, Koolmees PA, Theunissen B.

2011. On the breeds of cattle historic and current classifications. Diversity. 3: 660-692.

Fontanesi L, Beretti F, Riggio V, Dall'Olio S, Gonzalez EG, Finocchiaro R, Davoli R, Russo V, Portolano B. 2009. Missense and nonsense mutations in melanocortin 1 receptor (MC1R) gene

of different goat breeds: association with red and black coat colour phenotypes but with unexpected evidence. BMC Genet. 10: 47.

Gutiérrez-Gil B, Wiener P, Williams JL. 2007. Genetic effects on coat colour in cattle:  dilution of eumelanin  and

phaeomelanin pigments in an  F2-

Backcross Charolais × Holstein population. BMC Genet. 8: 56.

Gwaza DS, Yahaya M, Ahemen T. 2018. Variation and distribution of qualitative traits of the savannah muturu on free range in the Benue trough of Nigerian. J. Res. Rep. Genet. 2(1): 33-43.

Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi pemuliaan ternak di lapangan. Gramedia. Jakarta.

Hardjosubroto W. 2001. Genetika hewan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Heryani LGSS, Wandia IN, Suarna IW, Puja IK. 2016. Morphometric characteristics of the taro white cattle in Bali. Glob. Vet. 16(3): 215:218.

Hillis DM. 2004. The genetics of coloration in Texas Longhorns: part 1. Texas Longhorn Trails. 16(3): 40-41.

Klungland H, Olsen HG, Hassanane MS, Mahrous K, Vage DI. 2000. Coat colour genes in diversity studies. J. Anim. Breed. Genet. 117(4): 217-224.

Noor RR, Muladno, Benjamin B, Hedah Z, Herliantin. 2000. Purity test Bali cattle

through protein, microsatellite DNA, coat and chromosome structure. Research reports. IPB Faculty of Animal Science and Artificial Insemination Center Singosari. Bogor.

Partama IBG, Putri BRT, Warmadewi DA, Susila TGO, Bidura IGNG, Aryani IGAS, Sumardani LG, Candrawati DPMA, Utami IAP, Wibawa AAPP, Puspani E. 2015. Lembu putih taro maskot Kabupaten Gianyar cetakan pertama. Udayana University Press. Denpasar.

Rees, Jonathan L. 2003. Genetics of haor and skin color. An. Rev. Genet. 37(1): 67-90.

Salako AE. 2013. Genetic and phenotypic profiles of West African dwarf and Yankasa sheep breeds in Nigeria. Int. J. Biodiv. Conserv. 5(2): 47-53.

Sarini NP, Puja IK, Suarna IW, Putra IGAA, Doloksaribu L. 2020. Variations in horn type, horn orientation, and coat color of the Taro white cattle. World J. Engin. Res. Technol. 6(3): 466-478.

Tabun AC, Sumadi, Volkandari DS, Hartatik T. 2013. Identification polymorphism of  melanocortin 1

receptor (MC1R) gene in Bali cattle by using PCR-RFLP method. Proc. The 2nd Animal Production International Seminar.

Tabel 1. Hasil analisis warna kulit sapi taro jantan dan betina

Sifat Kualitatif (Warna rambut)

Persentase

Jantan

Betina

Total

Putih kemerahan

7,69%

32,69%

40,39%

Putih gading

21,15%

17,31%

38,46%

Putih

0,00%

1,92%

1,92%

Sudamala

7,69%

0,00%

7,69%

Cemeng (hitam)

3,85%

0,00%

3,85%

Coklat

0,00%

7,69%

7,69%

Total

40,38%

59,62%

100,00%

723