CHRONIC GINGIVOSTOMATITIS AND OTITIS EXTERNAL IN A DOMESTIC CAT
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 4: 620-629
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Agustus 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p14
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Laporan Kasus: Gingivostomatitis Kronis dan Otitis Eksterna pada Kucing Domestik
(CHRONIC GINGIVOSTOMATITIS AND OTITIS EXTERNAL IN A DOMESTIC CAT: A CASE REPORT)
Aditya Pratanto1*, Sri Kayati Widyastuti2, I Gusti Made Krisna Erawan2
-
1Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234; 2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
*Email: [email protected]
Abstrak
Feline chronic gingivostomatitis (FCGS) adalah peradangan kronis pada mulut yang sering menyerang kucing. Sistem kekebalan tubuh diduga terlibat dalam patogenesisnya. Tujuan penulisan laporan kasus adalah untuk memberikan informasi kejadian FCGS dan otitis eksterna pada kucing domestik dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan tindakan penanganan terhadap penyakit tersebut. Hewan kasus dibawa ke klinik Estimo petshop & clinic dengan keluhan, kucing tidak mau makan dan minum. Menurut keterangan pemilik kucing sebelumnya terlihat kesulitan untuk mengunyah makanannya, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan minum, dan keluar air liur berlebihan. Hal tersebut sudah berlangsung selama satu bulan. Pemilik juga melihat kucing sering menggaruk bagian telinga. Pada pemeriksaan klinis turgor kulit lambat, limfonodus mandibularis agak bengkak. Mukosa bucal terlihat kemerahan serta bengkak. Kucing juga mengalami hipersalivasi dan halitosis. Pada pemeriksaan klinis telinga ditemukan adanya kotoran berwarna kehitaman, berbau, dan basah. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi leukositosis dengan neutrofilia. Pada pemeriksaan ear swab ditemukan tungau Otodectes cynotis. Terapi yang diberikan berupa terapi cairan Ringer Laktat secara intravena, antiinflamasi dexamethasone dengan dosis 0,2 mg/kg BB satu kali sehari secara subkutan, antibiotik amoxicillin long acting dengan dosis 15 mg/kg BB dua hari sekali secara intramuscular, imunomodulator Viusid©pet dengan dosis 1mL/5kg BB dua kali sehari secara oral. Terapi yang diberikan untuk otitis eksterna berupa terapi topikal yaitu obat tetes telinga yang memiliki kandungan utama Pyrethrins, diberikan tiga tetes dua kali sehari pada telinga kiri dan kanan. Tiga hari setelah terapi kucing menunjukan peningkatan kondisi tubuh. Penanganan dengan terapi yang diberikan memberikan hasil yang baik, tanda-tanda gingivostomatitis dan otitis eksterna tidak teramati lagi dan Pemilik kucing disarankan selalu memperhatikan kebersihan rongga mulut kucing dengan melakukan scaling serta memberikan pakan dryfood untuk mengurangi penumpukan karang pada gigi.
Kata kunci: gingivostomatitis; otitis eksterna; kucing domestic
Abstract
Feline chronic gingivostomatitis (FCGS) is a chronic inflammation of the mouth that often affects cats. The immune system is thought to be involved in its pathogenesis. The purpose of writing a case report is to provide information on the incidence of FCGS and otitis externa in domestic cats and as a material for consideration in taking action to treat these diseases. The case animal was brought to the Estimo petshop & clinic with a complaint that the cat did not want to eat and drink. According to previous cat owners, it seemed difficult to chew their food, resulting in decreased appetite and drinking, and excessive salivation. This has been going on for a month. The owner also saw the cat often scratching the ear. On clinical examination, the skin turgor is slow, the mandibular lymph nodes are slightly swollen. The buccal mucosa looks red and swollen. Cats also experience hypersalivation and
halitosis. On clinical examination, the ear was found to be black, smelly, and wet. Routine haematological examination results showed leukocytosis with neutrophilia. On examination of the ear swab found mites Otodectes cynotis. The therapy given was Ringer's Lactate fluid therapy intravenously, anti-inflammatory dexamethasone at a dose of 0.2 mg/kg BW once a day subcutaneously, a long-acting antibiotic amoxicillin at a dose of 15 mg/kg BW intramuscularly, immunomodulator Viusid©pet with a dose of 1mL/5kg body weight twice a day orally. The therapy given for otitis externa is in the form of topical therapy, namely ear drops containing Pyrethrins as the main ingredient, given three drops twice a day in the left and right ears. Three days after therapy the cat showed an improvement in body condition. Treatment with the given therapy gives good results, signs of gingivostomatitis and otitis externa are no longer observed and cat owners are advised to always pay attention to the cleanliness of the cat's oral cavity by scaling and providing dry food to reduce tartar buildup on the teeth.
Keywords: gingivostomatitis; otitis externa; domestic cat
PENDAHULUAN
Feline chronic gingivostomatitis (FCGS) adalah peradangan kronis pada mulut yang sering menyerang kucing (Lyon, 2005). Etiologinya tidak diketahui dengan pasti, tetapi sistem kekebalan diduga terlibat dalam patogenesisnya (Veir et al., 2002; Lyon, 2005). Namun, menurut Pawitri (2018) terdapat berbagai agen infeksi yang juga dapat menyebabkan FCGS seperti virus Feline Leukemia Virus (FeLV), Feline Immunodeficiency Virus (FIV), Feline Calicivirus (FCV), bakteri anaerob, Bartonella sp., Borellia sp., serta antigen pada makanan, flea, debu, atau serbuk bunga. Mekanisme keterlibatan virus, bisa akibat dari disregulasi imun yang terkait dengan infeksi virus (Taniwaki et al., 2013) sehingga mengakibatkan ketidakmampuan untuk mempertahankan mikrobioma oral yang non patogen, dan memungkinkan mikroba patogen lebih mudah berkoloni dan menginfeksi. Prevalensi FCGS sekitar 0,7-12% pada populasi kucing di Amerika dan Eropa (Bin et al., 2020).
Penyakit FCGS sulit diterapi dan sangat membuat frustasi karena menyerang kucing berbagai usia termasuk usia muda dengan terapi seumur hidup (Chang, 2015). Penanganan FCGS dilakukan dengan intervensi medis dan bedah (Hennet et al., 2011) Manajemen pengobatan medis awal terdiri atas tindakan paliatif, termasuk pemberian analgesik sistemik untuk mengobati rasa sakit, anti-inflamasi untuk mengobati peradangan mulut, dan antibiotik untuk mengobati infeksi
sekunder. Tindakan bedah yang paling banyak digunakan terdiri atas ekstraksi semua gigi premolar dan molar (Jennings et al., 2015; Hennet, 1997).
Sementara itu, otitis didefinisikan sebagai peradangan pada telinga. Otitis eksterna adalah istilah yang digunakan ketika peradangan terjadi hanya di saluran eksternal, di luar membran timpani. Tungau telinga adalah penyebab paling umum dari infeksi telinga (Akucewich et al., 2002). Infeksi tungau telinga pada kucing umumnya disebabkan oleh Otodectes cynotis, Cheyletiella blakei dan Notoedres cati (Dryden dan Payne, 2005). Otodectes cynotis yang umumnya dikenal sebagai tungau telinga adalah parasit nonburrowing, dan sangat aktif serta penyebab paling umum atau sebesar 50% -84% infeksi telinga pada kucing dan kurang umum pada anjing (Maazi et al., 2010; Acar dan Yipel, 2016).
Debris superfisial pada saluran telinga eksternal dan serumen telinga merupakan sumber makanan untuk Otodectes cynotis (Aritonang et al., 2020). Dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan eritema, deskuamasi epitel, nyeri, serta pruritus. Kucing dengan telinga terinfestasi menunjukkan pruritus pada 41,5% kasus dan sekresi cairan telinga pada 85,4% kasus (Sotiraki et al., 2001).
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi kejadian Feline chronic gingivostomatitis (FCGS) dan otitis eksterna pada kucing domestik sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan tindakan penanganan
Feline chronic gingivostomatitis (FCGS) dan otitis eksterna.
METODE PENELITIAN
Rekam Medik
Sinyalemen
Hewan kasus adalah kucing domestik betina berwarna putih kecoklatan, berumur 3 tahun dan berat badan 2,6 kg. Kucing diperiksa di Klinik Estimo Petshop & Clinic, Denpasar, Bali.
Anamnesis
Hewan kasus dibawa ke klinik dengan keluhan, kucing tidak mau makan dan minum. Menurut keterangan pemilik kucing sebelumnya terlihat kesulitan untuk mengunyah makanannya, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan minum, dan pada bagian mulut keluar air liur berlebihan (hipersalivasi) dan ini sudah berlangsung selama satu bulan. Pemilik juga melihat kucing sering menggaruk bagian telinga.
Kucing kasus awalnya merupakan kucing liar yang tinggal disekitar rumah pemilik, yang kemudian diadopsi oleh pemilik, namun kucing tersebut tetap dipelihara dengan dilepaskan di sekitar rumah pemilik. Kucing tersebut diberikan makan dry food dan wet food setiap pagi dan sore hari. Kucing kasus belum diberikan vaksin serta belum diberikan pengobatan.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis pada kucing kasus dengan melakukan pemeriksaan melalui keadaan umum kucing, meliputi anamnesa, inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksan klinis kucing kasus dilakukan secara inspeksi
meliputi status gizi, tempramen, sikap
hewan, perilaku makan dan minum, rongga mulut, mata, telinga, hidung, alat kelamin, anus. Pemeriksaan secara palpasi dilakukan terhadap rambut dan kulit, abdomen dan bagian tubuh lainnya. Pemeriksaan secara auskultasi dilakukan terutama pada daerah thorax dan abdomen (Widodo, 2012; Andarini et al., 2021).
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk peneguhan diagnosis adalah pemeriksaan hematologi rutin dan ear swab. Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan sebagai salah satu peneguhan diagnosa dari kemungkinan penyakit yang terjadi pada pasien. Tempat pengambilan darah melalui vena cephalica kucing, kemudian dimasukan kedalam tabung vacum tainer yang mengandung antikoagulan. Selanjutnya pemeriksaan hematologi rutin dilakukan dengan menggunakan mesin penghitung otomatis hematology analyzer (Idexx ProCyte Dx®, United State). Nilai dari hasil pemerikasaan hematologi rutin yang diperoleh akan dibandingkan dengan nilai pemeriksaan darah pada literatur atau dalam kondisi normal.
Pemeriksaan pada telinga kucing menggunakan metode ear swab. Dalam pengambilan sampel, digunakan cotton bud untuk mengorek kotoran telinga yang berada di bagian dalam saluran telinga kucing sehingga diperoleh serumen telinga. Agar saat dilakukan pengorekan telinga kucing merasa nyaman, digunakan baby oil sebagai pelumas, kemudian sampel serumen telinga diletakkan diatas object glass dan ditutup dengan cover glass kemudian sampel diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x atau 40x untuk mendeteksi adanya infestasi parasit.
Diagnosis dan Prognosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang, kucing kasus didiagnosis menderita gingivostomatitis dan otitis eksterna akibat infeksi tungau Otodectes cynotis dengan prognosis fausta.
Penanganan
Terapi yang diberikan untuk gingivostomatitis adalah pemberian antiinflamasi, antibiotik, dan imunomodulator. Kucing tidak mau makan dan minum kucing kasus diduga mengalami dehidrasi ringan (5 %). Untuk mempertahan kondisi tubuh maka
diberikan terapi supportive berupa terapi cairan Ringer Laktat (Ringer Laktat®, PT. Widatra Bhakti, Pandaan, Indonesia) secara intravena. Antiinflamasi yang diberikan adalah dexamethasone (Dexatozoon®, PT. Wonderindo Pharmatama, Jakarta, Indonesia) dengan dosis 0,2 mg/kg BB diberikan satu kali sehari secara subkutan. Antibiotik yang diberikan adalah amoxicillin (Betamox LA, PT Perkasa Veterinaria, Indonesia) dengan dosis 15 mg/kg BB diberikan dua hari sekali secara intramuscular. Imunomodulator yang diberikan Viusid©pet dengan dosis 1 mL/5kg BB dan diberikan dua kali sehari secara oral.
Otitis eksterna akibat tungau Otodectes cynotis ditangani dengan cara membersihkan telinga kucing dengan cotton bud, lalu diberikan terapi topikal yaitu obat tetes telinga Ilium® ear drop (Troy Laboratories Pty Ltd, Australia) yang memiliki kandungan utama Pyrethrins, tiga tetes dua kali sehari pada telinga kiri dan kanan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemeriksaan Klinis
Hasil pemeriksaan status praesens kucing kasus disajikan pada Tabel 1.
Pada pemeriksaan klinis limfonodus mandibularis kiri dan kanan saat dipalpasi terasa bengkak dengan konsistensi keras, lobulasi jelas dan sulit digerakkan. Mukosa bucal pada sisi kiri dan kanan terlihat kemerahan serta bengkak. Kucing mengeluarkan air liur berlebih (hipersalivasi), dan halitosis. Pada pemeriksaan telinga ditemukan adanya kotoran berwarna kehitaman, berbau, dan basah. Sistem pencernaan, sistem anggota gerak, sistem muskuloskeletal, sistem syaraf, sistem sirkulasi, sistem respirasi, dan sistem urogenital dalam keadaan normal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan untuk peneguhan diagnosis
adalah pemeriksaan hematologi rutin dan ear swab. Hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi leukositosis dan neutrofilia. Hasil pemeriksaan hematologi rutin disajikan pada Tabel 2.
Pada pemeriksaan laboratorium dengan cara ear swab ditemukan tungau Otodectes cynotis.
Pembahasan
Berdasarkan anamnesis kucing kasus awalnya kesulitan dalam mengunyah makanan, terjadi penurunan nafsu makan. Pada pemeriksaan klinis rongga mulut kucing pada bagian mukosa bukal terlihat kemerahan serta bengkak. Kucing mengeluarkan air liur berlebih (hipersalivasi), dan halitosis. Anamnesis dan hasil pemeriksaan klinis
mengindikasikan kucing kasus mengalami gingivostomatitis. Hal tersebut sesuai dengan penyataan Peralta dan Carney (2019) dan Southerden dan Gorrel (2007) yang menyatakan bahwa tanda klinis pada kucing yang menderita FCGS diantaranya disfagia ringan hingga berat, dengan sedikit keengganan untuk makan, ptyalism, limfadenopati mandibula, perilaku grooming yang berkurang dan halitosis. Selain itu, kucing yang terkena FCGS sering menunjukkan bentuk periodontitis dan resorpsi gigi yang parah dan ekstensif. Penurunan asupan makanan menyebabkan apatis progresif dan penurunan berat badan. Dua lokasi spesifik lesi FCGS adalah pada mukosa glossopalatina (palatoglossitis atau ''faucitis'') dan pada mukosa bukal yang melapisi lengkung premolar/molar (buccostomatitis) (Southerden dan Gorrel, 2007).
Gingivitis memiliki tiga tahap
perkembangan, yaitu ringan, sedang dan berat. Gingivitis tahap ringan ditandai dengan mukosa gusi merah, bengkak dan tidak ada pendarahan saat diperiksa; tahap sedang ditandai mukosa gusi merah, bengkak dan dapat terjadi pendarahan saat diperiksa; tahap berat ditandai dengan ulserasi, perdarahan spontan saat diperiksa (Girão et al., 2003). Kucing kasus didiagnosis mengalami gingivitis dengan
tahap sedang karena mukosa gusi yang merah, bengkak dan terjadi pendarahan saat diperiksa.
Rongga mulut memiliki banyak mikroflora yang tumbuh subur dalam pembentukan plak pada permukaan gigi. Ketika terjadi pembusukan makanan, bakteri mulai tumbuh menyebabkan terbentuk celah infeksi di dalam sulkus gingiva. Infeksi dan debris mengiritasi dan merusak jaringan gingiva yang merangsang respon inflamasi dan menyebabkan gusi menjadi merah serta bengkak (Mahadzar et al., 2013)
Limfonodus mandibularis kucing kasus terasa bengkak. Limfonodus yang membesar merupakan tanda yang sering didapatkan berhubungan dengan keganasan atau penyakit infeksi. Membesarnya limfonodus merupakan respons dari infeksi atau infiltrasi. Bengkaknya limfonodus mengindikasikan terjadi peradangan pada mukosa bukal kucing.
Hasil pemeriksaan hematologi juga mengindikasikan terjadi peradangan pada bagian mukosa bukal yang ditandai dengan kemerahan serta bengkak. Hal tersebut tercermin dari adanya leukositosis dengan neutrofilia. Leukositosis dengan neutrofilia merupakan salah satu ciri dari reaksi peradangan, terutama yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Riley dan Rupert, 2015).
Kucing kasus terlihat mengeluarkan air liur berlebih (hipersalivasi). Saliva yang berlebihan merupakan temuan klinis yang umum pada pasien dengan penyakit rongga mulut, dan biasanya sebagai akibat dari rasa sakit, inflamasi, dan adanya obstruksi pada rongga mulut. Halitosis (bau mulut) juga terjadi pada kucing kasus. Salah satu gejala dari gingivitis atau periodontal adalah terjadinya halitosis. Halitosis disebabkan oleh faktor-faktor fisiologis dan patologis yang dapat berasal dari rongga mulut atau intra oral dan faktor sistemik atau ekstra-oral. Pembusukan oleh bakteri di rongga mulut dianggap sebagai mekanisme paling umum dari halitosis pada hewan. Metabolisme bakteri dari sisa-sisa makanan, air liur, lendir, deskuamasi sel epitel dan zat
darah oleh bakteri Gram-negatif anaerob menghasilkan bahan kimia berbau busuk, termasuk senyawa sulfur 624olatile (VSC), asam lemak rantai pendek dan diamina (kadaverin dan putresin). Secara fisiologis halitosis terjadi akibat metabolisme bakteri, sisa-sisa makanan setelah makan. Kondisi patologis yang dapat menyebabkan halitosis berhubungan dengan nekrosis, infeksi, inflamasi, ulserasi dan perdarahan pada rongga orofaringeal. Beberapa faktor keadaan dalam rongga mulut yang perlu mendapat perhatian khusus karena berperan serta memiliki pengaruh besar terhadap timbulnya halitosis diantaranya saliva, lidah, ruang interdental, dan gigi geligi (Widagdo dan Suntya, 2007).
Dalam manajemen pengobatan FCGS terdapat tindakan medis awal terdiri atas tindakan paliatif, termasuk pemberian analgesik sistemik untuk mengobati rasa sakit, anti-inflamasi untuk mengobati peradangan mulut, dan antibiotik untuk mengobati infeksi sekunder. Tindakan bedah yang paling banyak digunakan, terdiri atas ekstraksi sebagian atau semua gigi premolar dan molar. Pada kasus ini tidak dilakukan tindakan bedah, melainkan dengan manajemen pengobatan yaitu menjaga kebersihan rongga mulut, menghilangkan faktor penyebab, mengobati sesuai gejala dan terapi suportif untuk mempercepat kesembuhan.
Kucing tidak mau makan dan minum sehingga kucing mengalami dehidrasi ringan (5 %). Untuk mempertaham kondisi tubuhnya maka diberikan terapi supportive berupa terapi cairan Ringer Laktat (Ringer Laktat®, PT. Widatra Bhakti, Pandaan, Indonesia) secara intravena. Ringer laktat adalah cairan yang isotonis dengan darah yang digunakan sebagai pengganti cairan tubuh yang ditujukan untuk memperbaiki perfusi jaringan dan status hidrasi tubuh. Ringer laktat merupakan cairan kristaloid. Cairannya memiliki komposisi elektrolit seperti plasma dan digunakan pada kondisi luka bakar, syok, serta pengganti cairan karena dehidrasi (Rudi, 2006).
Antiinflamasi yang diberikan adalah dexamethasone (Dexatozoon®, PT. Wonderindo Pharmatama, Jakarta, Indonesia) dengan dosis 0,2 mg/kg satu kali sehari secara subkutan. Dexamethasone adalah salah satu obat kortikosteroid dari golongan glukokortikoid sebagai anti inflamasi yang mempunyai efek meringankan peradangan. Kortikosteroid merupakan inhibitor yang ampuh dalam menekan peradangan. Kortikosteroid dapat menghambat efek dari faktor transkripsi proinflamasi yang mengatur ekspresi gen yang mengkode banyak protein inflamasi, seperti sitokin, enzim inflamasi, molekul adhesi dan reseptor inflamasi (Barnes, 2005). Antibiotik yang diberikan adalah amoxicillin (Betamox LA, PT Perkasa Veterinaria, Indonesia) dengan dosis 15 mg/kg BB secara intramuscular. Amoxicillin merupakan salah antibiotik yang disarankan dalam pengobatan FCGS. Amoxicillin adalah antibiotik turunan dari penisilin dan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (spektrum luas beta laktam) (Benninger, 2004).
Imunomodulator yang diberikan adalah Viusid©pet dengan dosis 1mL/5kg BB dua kali sehari secara oral selama 3 hari. Imunomodulator merupakan substansi atau agen yang dapat membantu memperbaiki fungsi sistem imun yang terganggu. Imunomodulator memperbaiki sistem imun yang dengan cara mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu
(imunorestorasi), stimulasi(imunostimulan) dengan menekan atau menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Subowo, 2009). Viusid© Pet adalah suplemen gizi yang mengandung beberapa molekul seperti arginin, glisin, kalsium pantotenat, piridoksin, ekstrak akar liquorice, asam askorbat, zinc, dan asam glycyrrhizic yang telah terbukti sebagai antioksidan dan memiliki sifat immunomodulator (Gomez et al., 2011). Pemberian Viusid© Pet dapat meningkatkan aktivitas dan kapasitas fagositosis sel mikrofag (Nuradi et al.,
-
2017). Makrofag memiliki sifat seperti halnya sel fagosit yang lain, yaitu mempunyai sifat melindungi yang dilakukan oleh sel fagosit terhadap adanya infeksi akibat benda asing atau mikroorganisme (Norum et al., 2005).
Pemilik juga mengeluhkan kucing terlihat sering menggaruk telinganya. Berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium ditemukan adanya infestasi Otodectes cynotis pada telinga kucing kasus. Otodectes cynotis merupakan penyebab paling umum atau sebesar 50% - 84% terjadinya otitis eksterna pada kucing . Infestasi Otodectes cynotis pada saluran telinga eksternal kucing ditandai dengan adanya serumen berwarna kehitaman (Aritonang et al., 2020). Suhu dan
kelembaban di dalam telinga kucing merupakan faktor predisposisi utama infeksi tungau. Selain itu, kebersihan telinga maupun lingkungan sekitar sangat berperan penting dalam infeksi tungau, karena telinga kucing yang jarang dibersihkan maka tungau akan sangat mudah menyebar. Kejadian otitis eksterna dapat terjadi pada semua tingkatan usia kucing serta penularan dapat terjadi jika terjadi kontak langsung antara kucing dengan otitis eksterna dengan kucing sehat.
Otitis eksterna akibat tungau Otodectes cynotis pada kucing kasus ditangani dengan membersihkan telinga kucing
menggunakan cotton bud, lalu diberikan terapi topikal yaitu obat tetes telinga Ilium® ear drop (Troy Laboratories Pty Ltd, Australia) yang memiliki kandungan utama Pyrethrins, tiga tetes dua kali sehari pada telinga kiri dan kanan. Pyrethrins memiliki aktivitas sebagai antimikroba, antifungal, serta antiparasit. Pyrethrins sebagai antiparasit memiliki efektifitas lebih baik pada aplikasi topikal dibandingkan dengan per oral. Pyrethrins bekerja dengan menyerang sistem saraf tepi dan menembus sistem saraf pusat dari ektoparasit yang menyentuh atau memakannya dan membuat saluran natrium tetap terbuka, dan menyebabkan keadaan hiperaktif, sehingga impuls saraf ektoparasit gagal,
menyebabkan efek knock-down yang cepat, diikuti dengan kelumpuhan dalam beberapa menit dan akhirnya menimbulkan kematian (Jeran et al., 2020).
Terapi yang telah diberikan selama tiga hari pada kucing kasus menunjukkan hasil yang baik. Kucing sudah mau makan dan minum. Tujuh hari setelah kucing dipulangkan, pemilik membawa kucing ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan kembali dan hasilnya kondisi kucing dalam keadaan baik, tidak ditemukan adanya tanda-tanda gingivostomatitis dan otitis eksterna.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang, kucing kasus didiagnosis mengalami gingivostomatitis dan otitis eksterna akibat infeksi tungau Otodectes cynotis. Penanganan dengan terapi cairan Ringer Laktat, dexamethasone, amoxicillin, dan imunomodulator serta antiparasit memberikan hasil yang baik, tanda-tanda gingivostomatitis dan otitis eksterna tidak teramati lagi.
Saran
Pemilik kucing disarankan selalu memperhatikan kebersihan rongga mulut kucing peliharaannya dengan melakukan scaling untuk membersihkan karang pada gigi secara rutin setiap enam bulan hingga 12 bulan sekali serta memberikan pakan dryfood untuk mengurangi penumpukan karang pada gigi sehingga infeksi bakteri pada karang gigi dapat dihindari dan selalu membersihkan telinga kucing secara rutin agar agen yang menyebabkan penyakit tidak berkembang.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayama dan dokter hewan beserta staf Estimo Petshop & Clinic Denpasar yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, dan tempat hingga terselesaikannya laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Acar A, Yipel FA. 2016. Factors related to the frequency of cat ear mites (Otodectes cynotis). Kafkas Universitesi Vet. Fakultesi Dergisi. 22: 75-78.
Akucewich LH, Kendra P, Clark A, Gillespie J, Kunkle G, Nicklin CF. 2002. Prevalence of ectoparasites in a population of feral cats from north central Florida during the summer. Vet. Parasitol. 109(1-2): 129-139.
Andarini ZP, Indarjulianto S, Nururrozi A, Yanuartono Y, Raharjo S. 2021. Studi kasus: diagnosis dan pengobatan
stomatitis pada kucing domestik: case report: diagnose and treatment of
stomatitis in domestic cats. J. Trop. Anim. Vet. Sci. 11(3): 217.
Aritonang EA, Kusumawati N, Kurnianto A. 2020. Otitis eksterna akibat infestasi otodectes cynotis pada kucing domestik long hair. VITEK: Bidang Kedokteran Hewan. 10: 33-37.
Barnes PJ. 2006. How corticosteroid control inflammation: Quintiles prize lecture 2005. Br. J. Pharmacol. 148(3): 245-254.
Benninger MS. 2003. Amoxicillin-clavulanate potassium extended release tablets: a new antimicrobial for the treatment of acute bacterial sinusitis and community-acquired pneumonia. Expert Opinion Pharmacotherapy. 4(10): 18391846
Bin LD, Verstraete FJ, Arzi B. 2020. An update on feline chronic
gingivostomatitis. Vet. Clin. N. Am. J. Small Anim. Pract. 50: 973–982.
Chang SC. 2015. Lymphocytic-plasmacytic ginggivitis stomatitis in cat. Proceedings 4th Asian Meeting of Animal Medicine Specialties. Kuala Lumpur: Malaysia (1-2 November 2015). Pp. 78.
Dryden MW, Payne PA. 2005. Preventing parasites in cats. Vet. Ther. 6(3): 260267.
Girão VCC, Nunes-Pinheiro DCS, Morais SM, Sequeira JL, Gioso MA. 2003. A clinical trial of the effect of a mouthrinse prepared with Lippia sidoides Cham essential oil in dogs with mild gingival disease. Prev. Vet. Med. 59(12): 95–102.
Gomez EV, Yoan SR, Ana TG, Luiz CB, Enrique AS, Yadina MP, Ali YG, Maria dRAV. 2011. Viusid©, a nutritional supplement, increases survival and reduces disease progression in HCV-related decompensated cirrhosis: a randomized and controlled trial. BMJ. Open. 1: 1-11.
Hennet P. 1997. Chronic gingivo-stomatitis in cats: long-term follow-up of 30 cases treated by dental extractions. J. Vet. Dent. 14: 15–21.
Hennet PR, Camy GA, McGahie DM. 2011. Comparative efficacy of a recombinant feline interferon omega in refractory cases of calicivirus-positive cats with caudal stomatitis: a randomised, multicentre, controlled, doubleblind study in 39 cats. J. Feline Med. Surg. 13: 577– 587
Jennings MW, Lewis JR, Soltero-Rivera MM. 2015. Effect of tooth extraction on stomatitis in cats: 95 cases (2000–2013). J. Am. Vet. Med. Assoc. 246: 654–660.
Jeran N, Grdiša M, Varga F, Šatović Z, Liber Z, Dabić D, Biošić M. 2021. Pyrethrin from Dalmatian pyrethrum (Tanacetum cinerariifolium (Trevir.) Sch. Bip.): biosynthesis, biological activity, methods of extraction and determination. Phytochem. Rev. 20(5):
875-905.
Lyon KF, Gingivostomatitis. 2005. Veterinary clinics of north america: small animal practice. Elsevier. Pp. 891911.
Maazi N, Jamshidi SH, Hadadzadeh HR. 2010. Ear mite infestation in four imported dogs from Thailand; a case report. Iranian J. Arthropod-Borne Dis. 4(2): 68-71.
Mahadzar M, Bejo SK, Kadir AA. 2017. Antibacterial activity of acalypha indica
root paste against bacteria isolated from cats with gingivitis. 12th Proceedings of the Seminar on Veterinary Sciences. Pp. 28-29.
Mealey KL. 2019. Pharmacotherapeutics for veterinary dispensing. John Wiley and Sons, Inc: Hoboken, New Jersey, United States, Pp. 570.
Norum, Bogwald, Dalmo. 2005. Isolation and characterication of spotted wolffish (anarhichas minor olaten) macrophages. J. Fish and Shellfish Immunol. 10: 381– 391.
Nuradi YP, Suartha IN, Ardana IBK. 2017. Efek pemberian Viusid© pet terhadap aktivitas dan kapasitas makrofag pada mencit. Bul. Vet. Udayana. 19(2): 171177.
Pawitri D. 2018. Chronic
ginggivostomatitis pada kucing lokal. ARSHI Vet. Letters. 2(2): 23-24.
Peralta S, Carney PC. 2019. Feline chronic gingivostomatitis is more prevalent in shared households and its risk correlates with the number of cohabiting cats. J. Feline Med. Surg. 21(12): 1165-1171.
Riley LK, Rupert J. 2015. Evaluation of patients with leukocytosis. American Family Physician. 92(11): 1004-1011.
Rudi MM. 2006. Pengaruh pemberian cairan ringer laktat dibandingkan NaCl 0,9% terhadap keseimbangan asam-basa pada pasien sectio caesaria dengan anestesi regional [Tesis]. Program Pendidikan Dokter Spesialis
Anestesiologi Universitas Diponegoro. Pp. 21.
Sotiraki ST, Koutinas AF, Leontides LS, AdamamaMoraitou KK, Himonas CA. 2001. Factors affecting the frequency of ear canal and face infestation by Otodectes cynotis in the cat. Vet. Parasitol. 96: 309-315.
Southerden P, Gorre C. 2007. Treatment of a case of refractory feline chronic gingivostomatitis with feline
recombinant interferon omega. J. Small Anim. Practice. 48(2): 104-106.
Subowo. 2009. Imunobiologi. Edisi II.
Jakarta: Sagung Seto. Pp. 148.
Taniwaki SA, Figueiredo AS, Araujo JP. 2013. Virus-host interaction in feline immunodeficiency virus (FIV) infection. Comp. Immunol. Microbiol. Infect. Dis. 36: 549–557.
Veir JK, Lappin MR, Foley JE, Getzy DM. 2022. Feline inflammatory polyps: historical, clinical, and PCR findings for feline calicivirus and feline herpes virus-
1 in 28 cases. J. Feline Med. Surg. 4(4): 195-199.
Widagdo Y, Suntya K. 2007. Volatile sulfur compounds sebagai penyebab halitosis. J. Kedokteran Gigi Univ.
Mahasaraswati. 5(2): 112-120.
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2012. Diagnostik klinik hewan kecil. Bogor. IPB Press. Pp. 23-45.
(a) (b)
Gambar 1. (a) Mukosa bucal terlihat kemerahan serta bengkak (b) telinga bagian luar tampak kotor.

(a)

(b)
Gambar 2. Hasil pemeriksaan ear swab, (a) ditemukan Otodectes cynotis dan telur Otodectes cynotis, (b) Otodectes cynotis

(a) (b)
Gambar 3. Tampak samping bagian mukosa bucal pada mulut pasien dan kondisi telinga luar pasien setelah 7 hari kucing pulang dari klinik
Tabel 1. Hasil pemeriksaan status praesens kucing kasus
Parameter |
Hasil |
Reference Interval* |
Keterangan |
Suhu (°C) |
38,5 |
37,8-39,5 |
Normal |
Frekuensi napas (kali/menit) |
30 |
20-30 |
Normal |
Frekuensi degup jantung (kali/menit) |
136 |
110-140 |
Normal |
Capillary refill time (CRT) (detik) |
< 2 |
< 2 |
Normal |
*Sumber: Mealey, (2019)
Tabel 2. Hasil pemeriksaan hematologi rutin kucing kasus
Parameter |
Hasil |
Reference Interval* |
Keterangan |
Eritrosit (106/µL) |
10.0 |
6.54 – 12.20 |
Normal |
Hemoglobin (g/dL) |
13.6 |
9.6 – 16.2 |
Normal |
Hematokrit (%) |
31.8 |
30.3 – 52.3 |
Normal |
MCV (fl) |
31.8 |
35.9 – 53.1 |
Rendah |
MCH (pg) |
13.6 |
11.8 – 17.3 |
Normal |
MCHC (g/dL) |
42.9 |
28.1 – 35.8 |
Tinggi |
Leukosit (103/µL) |
17.40 |
2.87 – 17.02 |
Tinggi |
Neutrofil (103/µL) |
11.68 |
2.30 – 10.29 |
Tinggi |
Limfosit (103/µL) |
4.35 |
0.92 – 6.88 |
Normal |
Monosit (103/µL) |
0,29 |
0.05 – 0.67 |
Normal |
Eosinofil (103/µL) |
1.06 |
0.17 – 1.57 |
Normal |
Basofil (103/µL) |
0.01 |
0.01 – 0.26 |
Normal |
PLT (103/µL) |
241 |
151 – 600 |
Normal |
*Sumber : Idexx Laboratories
MCH= Mean Corpuscular Hemoglobin; MCV= Mean Corpuscular Volume; MCHC= Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration; PLT= platelet
629
Discussion and feedback