SURGICAL TREATMENT OF PHIMOSIS IN DOGS
on
Volume 15 No. 4: 545-552
Agustus 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p07
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Laporan Kasus: Penanganan Bedah Phimosis pada Anjing
(CASE REPORT: SURGICAL TREATMENT OF PHIMOSIS IN DOGS)
Silvia Correia1*, Anak Agung Gde Jayawardhita2
-
1Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
2Laboratorium Ilmu Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
*Email: silviacorreia3112@gmail.com
E-mail: viacorreia7@gmail.com
Abstrak
Phimosis merupakan suatu kondisi dimana hewan jantan tidak dapat mengeluarkan penis. Penyakit ini bisa dapat bersifat kongenital atau didapat. Seekor anjing jantan, mix kintamani, bernama Dipo, umur 5 bulan dengan berat badan 6 kg, mempunyai masalah saat urinasi. Berdasarkan informasi dari pemilik yang mengatakan bahwa anjing kasus tidak bisa mengeluarkan urin seperti anjing pada umumnya. Pemeriksaan klinis menunjukkan lubang preputium anjing terlalu kecil. Hasil pemeriksaan hamatologi darah menunjukkan adanya penurunan nilai hemoglobin dan platelet. Anjing kasus didiagnosis mengalami phimosis dengan prognosa fausta. Penanganan pembedahan yang dilakukan berupa pelebaran bukaan preputium. Penanganan Pasca operasi diberikan antibiotik Amoxycilin secara intravena pada hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik salep Gentamicin Sulfate 0,1% dioleskan pada luka jahitan. Antiinflamasi tolfenamic acid diinjeksi secara intramuscular. Hasil operasi dan terapi menunjukkan anjing kasus sudah mulai nyaman saat urinasi. Luka operasi sembuh pada hari ke limabelas. Disarankan bagi pemilik untuk tidak menyepelekan kondisi ini dan langsung diperiksakan ke dokter hewan untuk penanganan lebih lanjut.
Kata kunci: Anjing jantan; phimosis; penanganan
Abstrack
Phimosis is a condition in which the male animal cannot remove the penis. This disease can be congenital or acquired. A male dog, mix Kintamani, named Dipo, aged 5 months and weighing 6 kg, has urinating problems. The owner has explained that the case dog cannot urinate like other dogs in general. Clinical examination showed the dog had a small opening (orifice). The hematological examination of the blood showed a decrease in the value of hemoglobin and platelets. The case dog was diagnosed with phimosis with a good prognosis. Surgical treatment was performed in the form of enlarging the opening of the sheath (orifice). The premedication used 0.5 ml atropine sulfate subcutaneously with a combination of 0.6 ml of ketamine and 0.6 ml of xylazine anesthesia intravenously. The postoperative treatment used antibiotics of 0.1 ml kg/BW Amoxycilin intravenously on the first day and followed by the antibiotic ointment of 0.1% Gentamicin Sulphate for the suture wound. Anti-inflammatory of 1ml/10kg/BW Tolfenamide acid was injected intramuscularly. The results of surgery and therapy showed that the case dog was comfortable when urinating. The surgical wound has healed on the fifteenth day. It is recommended for owners not to underestimate this condition and to have their animals immediately examined by a veterinarian for further treatment.
Keywords: Male dog; phimosis; treatment;
PENDAHULUAN
Kelainan alat genitalia luar pada hewan terjadi bisa dikarenakan kelainan bawaan atau akibat dari traumatis yang dapat berupa disfungsi urin, pertumbuhan yang abnormal atau bisa keduanya (Olsen and
Salwei, 2001). Beberapa kelainan termasuk phimosis dan paraphimosis yang didapat atau malformasi kongenital karena penutupan lipatan urogenital dan dinding ventral preputium yang menyimpang (Puerta and Baines, 2012).
Phimosis adalah suatu kondisi dimana lubang preputium terlalu kecil sehingga penis tidak bisa dikeluarkan, hal ini bisa terjadi karena masalah kongenital atau perolehan akibat dari neoplasia, edema, fibrosis setelah trauma, perandangan atau akibat dari adanya infeksi (Vadalia et al., 2014). Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan bagian luar sehingga dapat ditarik ke depan dan kembali ke belakang pada batang penis (Papazoglou and Kazakos, 2002). Pada phimosis lapis bagian preputium melekat pada glans penis, sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang terbuka (Puerta and Baines, 2012).
Penyebab phimosis lain adalah panjang penis yang tidak memadai seperti terlihat pada hipeplasia penis, jaringan ikat persisten yang menempel pada penis mukosa preputium penis (Volkmam, 2012). Hewan biasanya menunjukkan tanda-tanda klinis berupa jilatan yang berlebihan pada kulit pruputium, urin yang dikeluarkan setetes demi setetes, stranguria dan pembengkakan pada preputium (Lauren and Joe, 2009).
Menurut Freitas et al. (2019) diagnosis dari phimosis bersifat klinis, dilakukan melalui anamnesis dan temuan dari pemeriksaan fisik, termasuk adanya lubang preputium yang kecil yang mencegah penonjolan penis. Machphail (2014) menambahkan bahwa perlu dilakukan tes pelengkap berupa pemeriksaan sitologi atau kultur bakteri untuk membantu diagnosis yang akurat. Penanganan terhadap phimosis tergantung pada etiologi dari penyakit. Phimosis yang disebabkan oleh penyakit inflamasi atau infeksi cukup ditangani dengan pengobatan klinis, sedangkan pada kasus phimosis yang terkait dengan beberapa deformasi yang serius, dianjurkan untuk tindakan pembedahan (Valming et al., 2019).
METODE PENELITIAN
Rekam Medis
Sinyalement dan Anamnesis
Seekor anjing jantan bernama Dipo, berumur 5 bulan, ras mix kintamani, bobot badan 6 kg dengan riwayat ketidaknyamanan dan ketidakmampuan untuk menjulurkan penis saat urinasi. Berdasarkan informasi dari pemilik urin yang dikeluarkan setetes demi setetes, hal ini baru disadari oleh pemilik satu bulan terakhir. Anjing kasus pernah dibawah ke klinik hewan dengan riwayat parvovirus dan luka pada preputium.
Pemeriksaan Fisik dan Tanda klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan secara keseluruhan pada fisik anjing kasus yang meliputi inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan melalui inpeksi dilakukan dengan cara melihat anjing kasus secara keseluruhan dari jarak pandang secukupnya sebelum didekati untuk suatu pemeriksaan yang lebih lanjut. Diperhatikan pula ekspresi muka seperti adanya kegelisahan saat anjing ingin urinasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan inspeksi lebih dekat pada bagian preputium dan penis anjing kasus. Setelah dilakukan pemeriksaan inspeksi dilakukan juga pemeriksaan palpasi pada bagian preputium dan penis, untuk memastikan apakah terdapat adanya pembengkakan atau rasa sakit pada bagian penis anjing kasus.
Tanda klinis yang teramati pada anjing kasus yaitu anjing gelisah saat ingin urinasi, urin yang dikeluarkan setetes-setetes, lubang pada pruputium kecil sehingga penis tidak bisa dikeluarkan.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hematologi Rutin
Pemeriksaan hematologi rutin darah dilakukan dengan mengambil ±1ml darah pada anjing melalui vena chepalica antibrachii anterior, kemudian sampel darah dimasukan ke dalam tabung EDTA dan diperiksa menggunakan mesin hematologi darah merk hematology analyzer (BC-2800 Vet®, Mindray, Shenzen, Cina).
Diagnosis dan Prognosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, tanda klinis serta pemeriksaan
penunjang hematologi rutin maka anjing kasus didiganosa mengalami Phimosis dengan prognosis fausta.
Penanganan
Phimosis merupakan penyakit saluran reproduksi pada hewan jantan yang digambarkan dengan ketidakmampuan untuk mengeluarkan penis sebagai akibat dari pembukaan preputium yang kecil atau tidak mempunyai lubang preputium (Parra et al., 2021). Machphail 2014, mengatakan bahwa phimosis yang didapat pada hewan bisa diidentifikasi pada hewan dari segala usia, akibat trauma, neoplasma atau jaringan parut pruputium, masalah anatomi dan kongenital.
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan bahwa anjing kasus mengalami anemia dan diberikan terapi Livron B plus untuk menstabilkan anjing kasus terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan pembedahan.
Anjing kasus dipuasakan selama 8-10 jam. Sebelum dianestesi, infus dipasangkan terlebih dahulu pada anjing kasus secara intravena. Premedikasi yang diberikan atropine sulfate dengan dosis 0,02 mg/kg/BB diinjeksi secara subkutan. Setelah 15 menit aniing kasus diberikan anestesi kombinasi ketamine dan xylazine masing-masing dengan dosis (11 mg/kg/BB) dan (2mg/kg/BB) secara intravena dan dipertahankan dengan kombinasi ketamine dan xylazine secukupnya dengan intravena melalui infus Nacl fisiologis 0,9% selama tindakan operasi. Setelah teranestesi anjjing dibawah ke meja operasi dan dibaringkan secara dorsal recumbency dan daerah preputium disiapkan secara septik untuk pembedahan.
Insisi dimulai dari ventral preputium kira-kira 3-4 cm caudal lubang preputium (gambar 2.a), kemudian dilakukan eksplorasi penis dan pemasangan kateter urin untuk mengeluarkan urin yang terakumulasi dalam vesika urinaria (gambar 2b dan gambar 2c). Lakukan penjahitan pada mukosa, subkutan dan kulit dijadikan satu menggunakan benang silk 2.0 dengan pola terputus (gambar 2d).
Pasca Operasi
Penanganan pasca operasi diberikan antibiotik amoxycilin 0,1 ml kg/bb IM pada hari pertama, dan dilanjutkan dengan antibiotik salep Gentamicin Sulfate 0,1% dioleskan pada luka jahitan sampai luka mengering, antiinflamasi yang diberikan tolfenamic acid 0,1 ml/kg/bb IM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan anjing kasus sangat aktif dan memiliki kondisi tubuh yang baik. Pada saat urinasi, urin yang dikeluarkan setetes demi setetes dari lubang preputium dan urin bewarna normal. Saat dilakukan pemeriksaan inpeksi anjing kasus gelisah saat ingin urinasi, serta saat di palpasi bagian preputium dan penis terdapat urin yang terkamulasi dalam rongga preputium. Data hasil pemeriksaan fisik anjing kasus sebagai berikut: frekuensi detak jantung 139 kali/menit, frekuensi pulsus 135 kali/menit, capillary refill time (CRT) <2 detik, laju respirasi 34 kali/menit dan suhu tubuh 39,30C.
Hasil hematologi rutin menunjukkan anjing mengalami penurunan pada nilai RBC, Hemoglobin, HCT, MCH, MCHC, platelet serta peningkatan pada nilai MCV, dimana hal ini menunjukkan anjing kasus mengalami anemia ringan. Hasil hematologi rutin dapat dilihat pada tabel 1.
Hasil Evaluasi
Pengamatan pasca operasi anjing kasus dilakukan dari hari ke-1 sampai hari ke-15 disajikan pada tabel 2.
Pembahasan
Anjing kasus didiagnosa mengalami phimosis akibat adanya perolehan infeksi pada peputium, sehingga menyebabkan adanya gangrene dan terjadi penyempitan preputium. Phimosis merupakan kondisi dimana hewan tidak mempunyai lubang preputium atau lubang preputium sempit saat dari lahir. Hal ini dikarenakan jaringan ikat yang menghubungkan penis dan preputium rusak (Vadalia et al., 2014).
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hemoglobin dari anjing kasus rendah, sehingga anjing aksus perlu diistabilkan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan operasi. Terapi yang diberikan berupa multivitamin Livron b plex® yang mengandung vitamin, asam amino, kalsium, dan nikotinamid. Penanganan operasi yang dilakukan kepada anjing adalah operasi pelebaran peputium.
Penanganan pasca operasi, diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka operasi. Antibiotik amoxycilin diberikan secara intramuscular dengan dosis 0,1 ml/kg/bb dan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik salep gentamicin sulftate 0,1%. Amoxycilin bekerja dengan menghambat sintesis dinding bakteri (Papich, 2011). Gentamicin sulfate merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan secara topical untuk mengobati infeksi superfisial pada kulit (Charles et al., 2011). Salep gentamicin sulfate dioleskan dua kali dalam sehari setelah luka dibersihkan. Antiinflamasi tolfenamic acid diinjeksi dengan dosis 0,1 ml/kg/bb. Tolfenamic acid adalah obat anti-inflamasi non-steroid dari keluarga fenamat dan memiliki sifat anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik, pada anjing tolfenamic acid cepat diabsorsi (Hu et al., 2017).
Proses kesembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase: (1) fase inflamasi; (2) fase poliferatif; dan (3) fase maturasi atau remodeling (Sinno et al., 2013). Pengamatan pasca operasi pada hari ke-2 menunjukkan proses inflamasi sudah mulai berkurang. Pada hari ke-5 dan ke-6 luka jahitan sudah mulai mengering dan terdapat 3 jahitan yang sudah lepas, hal ini dikarenakan anjing kasus sangat aktif dan sering menjilati luka jahitan sehingga beberapa jahitan terlepas. Pada hari ke-7 dan ke-8 terlihat luka jahitan kembali basah, dikarenakan anjing kasus sering urinasi sehingga luka jahitan terkena air urin. Pada kasus phimosis ini proses kesembuhan luka cukup lama dikarenakan anjing kasus teralalu aktif, selalu menjilati luka jahitan dan sering urinasi sehinga jika
tidak dibersihkan secepatnya maka sisa urin akan menempel pada luka jahitan dan menyebabkan proses kesembuhan luka cukup lama. Pada hari ke-11 dan ke-12 luka jahitan sudah mulai mengering kembali dan hari ke-15 semua jahitan terlepas, yang menandakan luka jahitan sudah sembuh. Setelah dilakukan penanganan operasi pelebaran preputium anjing kasus sudah nyaman saat urinasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesa, tanda klinis dan pemeriksaan fisik anjing kasus didiagnosa mengalami Phimosis. Penanganan
dilakukan dengan pembedahan pelebaran preputium. Pasca operasi diberikan antibiotik amoxycilin secara intramuscular dan dilanjutkan dengan antibiotik salep gentamicin sulfate 0,1% dan antiinflamsi tolfenamic acid. Hasil operasi
menunjukkan anjing sudah nyaman saat urinasi dan luka jahitan mengering pada hari ke limabelas.
Saran
Phimosis merupakan satu kondisi pada anjing jantan yang tidak memiliki lubang preputium atau lubang preputium telalu kecil. Disarankan bagi pemilik untuk tidak menyepelekan kondisi ini dan langsung diperiksakan ke dokter hewan untuk penanganan lebih lanjut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh staf pengampu koasistensi laboratorium bedah veteriner, fakultas kedokteran hewan, universitas udayana dalam memfasilitasi dan membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Charles FL, Lora L, Morton P.2011. Drug infromation handbook 20th edition USA: lexi comp.
Freitas PMC, Luz MR, Paraguassu AO, Barbosa BC. 2019. Particularities in surgeries of the canine reproductive
system. Rev. Bras. Reprod. Anim. 43(2): 346-355.
Hu XY, Luan L, Guan W, Shi J, Zhao YB, Fan HG. 2017. Tolfenamic acid and meloxicam both provide an adequate degree of postoperative analgesia in dogs undergoing ovariohysterectomy. Vet. Med. 62(06): 333–341.
Lauren RM, Joe GH. 2009. Phimosis in cats: 10 cases (2000–2008). J. Am. Anim. Hosp. Assoc. 45(6): 277–283.
Machphail CM.2014 Cirurgia do trato reprodutivo do macho. In: Fossum, T. W. Cirurgia de pequenos animais. 4.
Ed. Rio de Janeiro: Elsevier. Pp. 846848.
Olsen D, Salwei R. 2001. Surgical correction of a congenital preputial and penile deformity in a dog. J. Am. Anim. Hosp. Assoc. 31: 187-192.
Papich MG. 2011. Saunders handbook of veterinary drugs small and large animal.
3 rd ed. United State of Amerika (USA): Edinburgh London Elsevier.
Parra JC, Gallo GC, Leal LM. 2021. Congenital phimosis in a dog. Uningá Rev. J. 36: 2178-2571.
Papazoglou L, Kazakos GM. 2002. Surgocal conditions of the canine penis and prepuce. Aristotle University of Thessaloniki Thessaloniki, Greece. Compedium. 24(3): 205-217.
Puerta B, Baines S. 2012. Surgical diseases of the genital tract in male dogs: Penis and prepuce. Comp. Anim. Pract. 34: 128-132.
Sinno H, Malholtra M, Lutfy J. 2011. Topical application of complement C3 in collagen formulation increases early wound healing. J. Dermatol. Treat.24(2): 141–147.
Vadalia JV, Patel AM, Kumar V. 2014. Surgical management of congenital phimosis in pup. Intas. Polivet. 1(1): 160-162.
Volkmam D. 2012. Phimosis. Eric Monnet, Ed. Small Animal soft tissue surgery, United States: Iowa State University Press. Pp. 71.
Valming A, Wallace Ml, Ellison GW. 2019. Clinical characteristics, classification, and surgical outcome for kittens with phimosis: 8 cases (2009–2017). J. Am. Vet. Med. Assoc. 255(9): 1039-1046.

Gambar 1. Lubang preputium pada anjing kasus (panah hitam)

Gambar 2a. Incisi preputium dimulai dari lubang preputium

Gambar 2b. Eksplorasi penis

Gambar 2c. Pemasangan kateter urin

Gambar 2d. Penjahitan mengunakan benang silk 2.0 dengan pola terputus
Tabel 1. Hasil pemeriksaan hematologi ruitn anjing kasus
Pemeriksaan |
Hasil |
Nilai rujukan*) |
Keterangan |
WBC (x109 /L) |
6,8 |
6,8-17,0 |
Normal |
Limfosit (x109 /L) |
1,7 |
0,8-5,1 |
Normal |
RBC (x109/L) |
4,32 |
5,50-8,50 |
Menurun |
Hemoglobin (g/L) |
86 |
110-190 |
Menurun |
HCT (%) |
31,3 |
39,0-56,0 |
Menurun |
MCV (fL) |
72,5 |
62,0-72,0 |
Meningkat |
MCH (pg) |
19,9 |
20,0-25,0 |
Menurun |
MCHC (g/L) |
274 |
300-380 |
Menurun |
Platelet (x109/L) |
43 |
117-460 |
Menurun |
Keterangan: WBC (White blood cel); RBC (Red blood cell); HCT (Hematocrit); MCV (Mean cell volume), MCH (Mean corpuscular hemoglobin); MCHC (Mean corpuscular hemoglobin concentration).
Tabel 2. Hasil pengamatan pasca operasi anjing kasus
Hari pengamatan Hari ke-1 dan 2 Luka jahitan masih basah dan terdapat pembengkakan pada preputium
Hari ke-3 dan ke-4 Luka jahitan masih basah dan preputium sudah tidak mengalami pembengkakan
Hari ke-5 dan ke-6 Luka jahitan sudah mulai mengering dan jahitan sudah ada yang terlepas
Hasil pengamatan

Terapi
Pembersihkan luka menggunakan cairan lauran nacl fisiologi 0,9% dan dioleskan antibiotik salep Gentamisin sulfate 0,1 %.
Antibiotik salep Gentamisin sulfate 0,1 % dioleskan pada bagian luka setelah dibersihkan
Antibiotik salep Gentamisin sulfate 0,1 % dioleskan pada bagian luka setelah dibersihkan
Hari ke-7 dan ke-8 Luka jahitan terlihat sedikit basah
Hari k- 11 dan ke-12 Luka jahitan sudah mengering
Hari ke-15
Luka jahitan sudah mengering dan semua jahitan sudah dilepas

Antibiotik salep Gentamisin sulfate 0,1 % dioleskan pada bagian luka setelah dibersihkan
Luka dibersihkan dengan refanol sebelum dioleskan dengan antibiotik saleb gentamicin sulfate 0,1%
Luka dibersihkan dengan antiseptik refanol sebelum dioleskan antibiotik gentamicin sulfate 0,1%
552
Discussion and feedback