Volume 15 No. 4: 531-539

Agustus 2023

DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p05

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Uji Efektivitas Ekoenzim dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Curvularia Sp yang Diisolasi dari Kulit Anjing Secara In Vitro

(EVALUATE EFFECTIVENESS OF ECO-ENZYME TO INHIBIT GROWTH OF CURVULARIA SP ISOLATED FROM DOG SKIN BY IN VITRO)

Ni Putu Tiara Indriana1*, I Nyoman Suartha2, Putu Henrywaesa Sudipa3

  • 1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 3Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

*Email: [email protected]

Abstrak

Anjing sangat rentan terinfeksi oleh spesies jamur. Jamur yang biasa ditemukan menginfeksi anjing adalah Curvularia sp. Obat herbal yang dipercaya sebagai antijamur adalah ekoenzim. Ekoenzim dalam penelitian ini terbuat dari kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon nardus L.). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas ekoenzim terhadap pertumbuhan jamur Curvularia sp menggunakan metode kuantitatif dengan modifikasi difusi lempeng agar (Kirby Bauer) dengan teknik lubang sumuran. Penelitian ini bersifat eksperimental dan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan, yaitu ekoenzim konsentrasi 5%, 10%, 15%, 100%, kontrol positif dengan itraconazole dan kontrol negatif dengan aquades. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Games-Howel. Hasil penelitian menunjukkan zona hambat pada konsentrasi ekoenzim 5%, 10%, 15%, dan 100% secara berturut-turut 3,50 mm; 4,82 mm; 6,02 mm; dan 8,85 mm. Ekoenzim pada penelitian ini mampu menghambat pertumbuhan jamur karena bahan yang digunakan untuk membuat ekoenzim terdiri dari zat antijamur alkaloid carpaine, terpenoid, azadirachtin, nimbin, nimbidin sitronela dan geraniol dan penurun pH, sehingga pertumbuhan jamur Curvularia yang rentang pH tumbuhnya 4.0-10 (Agarwal, 1958; Mathur et al., 1960; Singh, 1972; Rao,et al., 2020) dapat terhambat.

Kata kunci: Curvularia sp; ekoenzim; daya hambat, in vitro

Abstract

Dogs are very susceptible to infected by fungal species. The fungus that is often found infected dogs is Curvularia sp. Herbal medicine that is believed to be antifungal are ecoenzymes. The ecoenzymes in this study were made from papaya skin (Carica papaya L.), soursop (Annona muricata L.), neem leaves (Azadirachta indica A. Juss) and lemongrass (Cymbopogon nardus L.). This study was carried out to evaluate the effect of ecoenzymes against the growth of Curvularia sp used quantitative methode with modification of agar plate diffusion (Kirby Bauer) with well diffusion technique. This study was experimental and used a completely randomized design with 6 treatments, ecoenzyme concentration 5%, 10%, 15% and 100%, positive control used itraconazole, and negative control used aquades. Data analysis used ANOVA and continued with the Games-Howell test. The result showed that the inhibitory zones at ecoenzyme consentration 5%, 10%, 15%, and 100% were 3,50 mm; 4,82 mm; 6,02 mm; and 8,85 mm, respectively. Ecoenzyme in this study could inhibited fungal growth because of the ingredient contain antifungal substance like alkaloid carpaine, terpenoid, azadirachtin, nimbin, nimbidin, sitronela, and geraniol and pH reducer, so Curvularia spp that grew well in range of 4.0-10 could inhibited.

Keywords: Curvularia sp; ecoenzyme, inhibition; in vitro

PENDAHULUAN

Anjing merupakan salah satu hewan yang sering memiliki masalah kesehatan kulit. Masalah kulit yang terjadi pada anjing biasanya berupa infeksi tunggal Salah satu jamur yang biasa menginfeksi anjing adalah Curvularia sp (Krizsán et al., 2015). Curvularia adalah jamur genus Pleosporalean monophyletic berpigmen gelap yang bersifat fitopatogen dan zoopatogen. Curvularia menghasilkan beberapa macam mikotoksin, seperti curvularin, brefeldin dan radicinin yang sitotoksik dan mempunyai aktivitas antijamur (Wilhelmus dan Jones, 2001).

Infeksi yang disebabkan oleh Curvularia disebut “curvulariosis” (Krizsán et al., 2015). Penyakit yang dapat disebabkano oleh Curvularia adalah infeksi mata, infeksi saluran pernapasan, infeksi kulit dan kuku, infeksi dialysis peritonial, dan infeksi saluran kemih (Krizsán et al., 20153; Robson dan Craver, 1994). Infeksi Curvularia pada hewan yang telah dilaporkan seperti misetoma maduromikotik     (Bridges,     1957),

phaeohyphomycosis (Herraez et al., 2001; Giri et al., 2011; Kaplan et al., 1975; Kwochka et al., 1984), okulomikosis (Guarro et al., 1999; Ben-Shlomo et al., 2010) dan eumycetoma (Elad et al., 1991).

Infeksi Curvularia pada manusia yang paling umum ada dua, yaitu infeksi pada mata dan saluran pernapasan. Infeksi pada mata yang telah dilaporkan misalnya mikotik keratitis, yaitu penyakit umum yang disebabkan Curvularia. Penyakit mata lainnya juga dapat disebabkan oleh Curvularia (Krizsán et al., 2015). Sebuah penelitian di India mengaplikasikan Curvularia keratitis pada tikus percobaan dan melaporkan bahwa infeksi kornea menjadi semakin parah setelah diberikan kortikosteroid topikal tanpa terapi antijamur. Infeksi saluran pernapasan pada manusia yang paling umum disebabkan oleh Curvularia adalah sinusitis (Krizsán et al., 2015). Alture-Werber and Edberg (1985) melakukan penelitian terhadap hewan percobaan untuk mempelajari

infeksi C. geniculata. Strain jamur berasal dari bronkus pasien dengan curvulariosis cavum paru yang disuntikkan secara intraperitoneal ke tikus, hasilnya muncul granuloma di hati dan limpa. Lesi di paru-paru pasien dan hewan coba dibandingkan secara histologis dan ditemukan serupa.

Antijamur berbeda seperti antibakteri, karena penggunaannya lebih lama dan umumnya bersifat fungistatis bukan fungisidal seperti azole. Isolat Curvularia telah resisten terhadap fluconazole dan 5-fluorocytosine namun peka terhadap amphotericin       B,       itraconazole,

posaconazole, voriconazole, caspofungin, micafungin, miconazole, ketoconazole, nystatin dan anidulafungin (Krizsán et al., 2015; Yau et al., 1994; Bent dan Kuhn, 1996). Setiap antijamur memiliki efek samping bagi hati, sistem pencernaan, dan juga warna rambut (Sykes, 2013). Oleh karena itu diperlukan pengembangan obat antijamur baru yang memiliki efektivitas tinggi, efek samping minimal, dan murah. Obat herbal dapat dijadikan alternatif dalam pengobatan jamur, salah satu obat herbal yang belum diketahui aktivitas antijamurnya terhadap Curvularia sp adalah ekoenzim.

Ekoenzim merupakan hasil dari fermentasi limbah dapur organik, mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba (Arifin et al., 2012). Kandungan di dalam ekoenzim yang bersifat antimikrobial adalah asam asetat (H3COOH), enzim amilase, lipase, tripsin, protease (Mavani et al., 2020), dan asam propionate (Nazim dan Meera, 2017). Asam propionate dihasilkan dari fermentasi gula dalam ekoenzim (Chen et al., 2012), yang berfungsi menurunkan pH sehingga mikroba tidak dapat hidup.

Ekoenzim yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon nardus L.). Kandungan alkaloid carpaine pada papaya berperan

dalam efek antifungal, pada uji in vitro mampu mempengaruhi sporulasi pada konsentrasi 10% (Sari, 2014). Senyawa terpenoid pada daun sirsak menunjukkan aktivitas antijamur dengan menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi 5% (Serlin et al.,2020). Ekstrak daun mimba memiliki kandungan senyawa racun azadirachtin, nimbin dan nimbidin yang diketahui berfungsi sebagai antijamur dengan mekanisme menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora jamur (Ali et al., 2012) dengan konsentrasi minimum 5% (Putri et al., 2018). Sereh wangi memiliki komponen utama antijamur berupa sitronela dan geraniol yang dapat menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi 10% (Masri dan Latif, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas penggunaan cairan ekoenzim yang terbuat dari kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon nardus L.) terhadap pertumbuhan jamur Curvularia sp yang diisolasi dari kulit anjing secara in vitro.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan, yaitu ekoenzim konsentrasi 5%, 10%, 15%, 100%, larutan itraconazole sebagai kontrol positif dan aquades sebagai kontrol negatif. Konsentrasi ekoenzim pada penelitian ini didasarkan pada konsentrasi minimum tiap bahan pembuatan ekoenzim yang pernah diteliti. Selanjutnya setiap perlakuan mendapat ulangan sebanyak 4 kali.

Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan metode Mackenzie yaitu menggunakan sikat gigi dan digosokkan secara perlahan pada area kulit yang terlebih dahulu diperiksa secara mikroskopik dan teridentifikasi terdapat

jamur Curvularia sp. Manifestasi klinis dari infeksi jamur Curvularia sp tipe phaeohypomycosis adalah ulser maupun nonulser, lesi nodul dengan eksudat mengandung butiran hitam. Sikat digosokkan beberapa kali pada area kulit anjing dan kemudian dioleskan pada media Sabouraud Dextrose Agar. Jamur akan tumbuh lebat di hari ke empat (Patabang, 2021).

Pembuatan Konsentrasi Ekoenzim

Ekoenzim yang digunakan dalam penelitian terbuat dari kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon nardus L.). Cara pembuatannya dengan perbandingan air : sampah organic : molase (gula) = 10:3:1 yang dicampur dan setelah itu wadah ditutup selama 3 bulan. Pada 1 bulan pertama, wadah dibuka tutupnya setiap hari untuk mengeluarkan gas. Ekoenzim yang digunakan pada penelitian ini adalah produksi dari Prof. Dr. drh I Nyoman Suartha, M.Si. Konsentrasi ekoenzim dibuat masing-masing tiap pengenceran sebanyak 10 ml, yaitu ekoenzim 0,5ml (5%) dilarutkan dengan 9,5 ml aquades, ekoenzim 1 ml (10%) dilarutkan dengan 9 ml aquades, ekoenzim 1,5ml (15%) dilarutkan dengan 8,5 ml aquades, dan ekoenzim 100% tanpa pengenceran. Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam wadah tertutup.

Pembuatan Media Sabouraud Dextrose Agar (SDA)

Seberat 13 gram SDA dicampurkan dengan 200 ml aquades dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Masukkan magnetic stirrer bar dan aduk dengan digital magnetic stirrer hingga homogen. Media yang telah homogen ditutup dengan alumunium foil dan disteril menggunakan autoclaf selama 15 menit dengan suhu 121o. Tuang media sebanyak 20ml/cawan petri. Kemudian tunggu media hingga memadat.

Metode Uji Sensitivitas

Metode yang digunakan yaitu modifikasi metode difusi lempeng agar (Kirby Bauer) berupa metode uji kepekaan langsung dengan teknik lubang sumuran. Semua cawan petri diberikan label sesuai dengan 6 perlakuan. Sebarkan jamur yang telah ditumbuhkan saat pengambilan sampel menggunakan ose pada media SDA yang telah dibuat lubang-lubang sumuran dengan cork borer. Selanjutnya lubang sumuran diisi ekoenzim dengan konsentrasi berbeda (5%, 10%, 15% dan 100%) pada setiap lubang sumuran. Pada lubang kontrol negatif diisi dengan aquades dan kontrol positif diisi dengan larutan itraconazole. Inkubasi pada suhu ruangan selama 24, amati hingga terbentuk zona hambat dan diukur.

Pengamatan Uji Sensitivitas

Pengamatan dengan melihat adanya pertumbuhan jamur Curvularia sp di daerah sekitar lubang sumuran yang diberi ekoenzim pada media SDA. Terbentuknya hambatan di sekitar lubang sumuran yang tidak ditumbuhi jamur menunjukkan hasil positif dan zona hambat dapat diukur dengan satuan milimeter menggunakan jangka sorong.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pemeriksaan pH formula ekoenzim dengan konsentrasi 5%, 10%,

15%,   100%, dan kontrol negatif

memberikan hasil yang berbeda. Semakin pekat ekoenzim maka pH semakin asam dan kontrol negatif memiliki pH netral.

Pengujian daya hambat jamur Curvularia sp terhadapat ekoenzim dilakukan dengan modifikasi difusi lempeng agar (Kirby Bauer) dengan teknik lubang sumuran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekoenzim dapat menghambat    pertumbuhan    jamur

Curvularia sp pada semua konsentrasi. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat setelah diinkubasi selam 24jam. Data hasil pengukuran zona hambat dari

ekoenzim (5%,10%,15%, dan 100%) dalam menghambat pertumbuhan jamur Curvularia sp secara berturut turut 3,50 mm; 4,82 mm; 6,02 mm; dan 8,85mm.

Pengukuran rata-rata zona hambat menunjukkan hasil sebagai berikut, ekoenzim konsentrasi 5% dan 10% memiliki daya hambat yang tidak berbeda nyata, ekoenzim konsentrasi 10% dan 15% juga memiliki daya hambat yang tidak berbeda nyata, dan ekoenzim konsentrai 100% memiliki daya hambat yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif. Kontrol negative memiliki daya hambat yang berbeda nyata dengan semua konsentrasi ekoenzim dan juga kontrol positif.

Pembahasan

Penelitian ini menggunakan ekoenzim yang terbuat dari kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon nardus L.). Kandungan alkaloid carpaine pada papaya berperan dalam efek antifungal, pada uji in vitro mampu mempengaruhi sporulasi pada konsentrasi 10% (Sari, 2014). Senyawa terpenoid pada daun sirsak menunjukkan aktivitas antijamur dengan menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi 5% (Serlin et al.,2020). Ekstrak daun mimba memiliki kandungan senyawa racun azadirachtin, nimbin dan nimbidin yang diketahui berfungsi sebagai antijamur dengan    mekanisme    menghambat

pertumbuhan dan perkembangan spora jamur (Ali et al., 2012) dengan konsentrasi minimum 5% (Putri et al., 2018). Sereh wangi memiliki komponen utama antijamur berupa sitronela dan geraniol yang dapat menghambat pertumbuhan jamur pada konsentrasi 10% (Masri dan Latif, 2015).

Menurut literatur, fermentasi ekoenzim berhasil jika terbentuk larutan ekoenzim dengan pH dibawah 4 (Win, 2011). Singh et al. (1974) menemukan bahwa spesies Curvularia tumbuh optimum pada pH 5.0– 6.0. Hasil pengujian pH kontrol negatif

didapatkan pH 6,9 yaitu netral dan uji hambatan menunjukkan tidak adanya zona hambat terhadap jamur Curvularia sp. Sedangkan ekoenzim 5%, 10%, 15%, dan 100% memiliki pH berturut-turut 2,7; 2,5; 2,5; dan 2,3 teruji mampu menghambat pertumbuhan Curvularia sp dengan terbentuknya zona hambat yang memiliki rerata 3,50 mm; 4,82 mm; 6,02 mm dan 8,85 mm. Ekoenzim pada penelitian ini mampu menghambat pertumbuhan jamur karena bahan yang digunakan untuk membuat ekoenzim terdiri dari zat antijamur dan penurun pH, sehingga pertumbuhan jamur Curvularia yang rentang pH tumbuhnya 4.0-10 (Agarwal, 1958; Mathur et al., 1960; Singh, 1972; Rao,et al., 2020) dapat terhambat.

Antijamur yang digunakan dalam penelitian ini sebagai kontrol positif adalah itraconazole yang terbukti efektif untuk mengobati infeksi kulit akibat Curvularia. Beberapa isolat Curvularia resisten terhadap antijamur fluconazole dan 5-fluorocytosine. Itraconazole bekerja dengan menghambat biosintesis ergosterol jamur melalui pengikatan obat dan pengaruhnya terhadap fungsi kelompok heme pada sitokrom P450 oksidase. Penghambatan ergosterol menimbulkan gangguan pada struktur dan fungsi selaput jamur (Amelia, 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekoenzim 5%, 10%, 15%, dan 100% teruji mampu menghambat pertumbuhan Curvularia sp dengan terbentuknya zona hambat yang memiliki rerata berturut-turut 3,50 mm; 4,82 mm; 6,02 mm dan 8,85 mm.

Saran

Ekoenzim perlu diujikan secara in vivo terhadap anjing yang terinfeksi jamur Curvularia sp untuk melihat kemampuan dalam menghambat pertumbuhannya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada rector melalui LPPM atas bantuan dana untuk penelitian, Dekan, Kepala Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas fasilitas yang telah diberikan dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal GP. 1958. Nutritional studies on Curvularia penniseti Influence of nutrient media, pH, temperature and C:N ratio. Phyton. 10: 77-87.

Alture-Werber, E, Edberg SC. 1985. An animal model of Curvularia geniculata and its relationship with human disease. Mycopathologia. 89: 69-73.

Amelia S. 2011. Obat anti jamur (fungal).

Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran:   Universitas Sumatera

utara.

Arifin LW, Syambarkah A, Purbasari HS, Ria R, Puspita VA. 2009. Introduction of Eco-enzyme to support organik Farming in Indonesia. Asian J. Food Agro-Industry. 2: 35-358.

Ben-Shlomo G, Plummer C, Barrie K, Brooks D. 2010. Curvularia keratomycosis in a dog. Vet. Ophthalmol. 13: 126-130.

Bent JP, Kuhn FA. 1996. Antifungal activity against allergic fungal sinusitis organisms. Laryngoscope. 106: 1331

1334.

Bridges CH. 1957. Maduromycotic mycetomas in animals; Curvularia geniculata as an etiologic agent. Am. J. Pathol. 33(3): 411–427.

Chen F, Feng X, Xu H, Zhang D, Ouyang P. 2012. Propionic acid production in a plant fibrous-bed bioreactor with immobilized        Propionibacterium

freudenreichii CCTCC M207015. J. Biotechnol. 164: 202-210.

Elad D, Orgad U, Yakobson B, Perl S, Golomb P, Trainin R, Tsur I, Shenkler S, Bor A. 1991. Eumycetoma caused by Curvularia lunata in a dog. Mycopathologia. 116: 113-118.

Giri DK, Sims WP, Sura R, Cooper JJ, Gavrilov BK, Mansell J. 2011. Cerebral and renal phaeohyphomycosis in a dog infected with Bipolaris species. Vet. Pathol. 48: 754-757.

Guarro J, Akiti T, Horta RA, Morizot Leite-Filho LA, Gené J, Ferreira-Gomes S, Aguilar S, Ortoneda M. 1999. Mycotic keratitis due to Curvularia senegalensis and in vitro antifungal susceptibilities of Curvularia spp. J. Clin. Microbiol. 37: 4170-4173.

Herraez P, Rees C, Dunstan R. 2001. Invasive phaeohyphomycosis caused by Curvularia species ina dog. Vet. Pathol. 38: 456-459.

Kaplan W, Chandler FW, Ajello L, Gauthier R, Higgins R, Cayouette P. 1975.      Equinephaeohyphomycosis

caused by Drechslera spicifera. Can. Vet. J. 16: 205-208.

Krizsán K, Papp T, Manikandan P, Shobana CS, Chandrasekaran M, Vágvölgyi C, Kredics L. 2015. Clinical importance of the genus Curvularia. Medical Mycology: Current Trends and Future Prospects; Razzaghi-Abyaneh, M., Shams-Ghahfarokhi, M., Rai, M., Eds, Pp. 147-204.

Kwochka KW, Calderwood MB, Ajello L, Padhye    AA.    1984.    Canine

phaeohyphomycosis    caused by

Drechslera spicifera: A case report and literature review. J. Am. Anim. Hosp. Assoc. 20: 625–633.

Masri M, Latif M. 2015. Pengaruh ekstrak etanol daun serai wangi (Cymbopogon nardul L.) terhadap pertumbuhan fusarium oxysporum pada tanaman cabai (Capsicum annum L.). In: Seminar Nasional Biologi, Lingkungan, dan Pembelajaran.

Mathur RL, Kathur BL, Bhatnagar GL. 1960. Blackening of bajra grains in earheads caused by Curvularia lunata

(Wakker) Boed. Syn. C. penniseti (Mitra) Boed. Proc. Nat. Acad. Sci., 30: 323-330.

Mavani HAK, Tew IM, Wong L, Yew HZ, Mahyuddin A, Ghazali RA, Pow EHN.

2020. Antimicrobial efficacy of fruit peels eco-enzyme against enterpcoccus faecalis: Int. J. Environ. Res. Pub. Health. 17(14): 5107.

Nazim F, Meera V. 2017. Comparison of treatment of greywater using garbage and citrus enzymes. Int. J. Innov. Res. Sci. Eng. Technol. 6(4): 49-54.

Pascutti K, Walton S. 2021. Internal medicine: approaches to opportunistic fungal infections in small animal. Today’s Vet. Practice. 2021: 84-94.

Patabang DL. 2021. Efektivitas madu trigona terhadap jamur curvularia sp yang diisolasi dari anjing. Skripsi. Fakultas     Kedokteran     Hewan:

Universitas Udayana

Putri ACA, Suartha IN, Merdana IM, Sudimartini LM. 2018. Ekstrak daun mimba efektif terhadap microsporum gypseum yang diisolasi dari dermatitis pada anjing. Indon. Med. Vet. 7(6): 608615.

Rao YH, Devi PS, Vemavarapu VV, Chowdary KR. 2020. Effect of pH & media on mycelial growth of curvularia spicifera causing curvularia leaf spot of tomato in Manipur. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci. 9(10):1721-5.

Robson AM, Craver RD. 1994. Curvularia urinary tract infection: a case report. Pediatr. Nephrol. 8: 83–84.

Sari AZ. 2014. Penyusunan penuntun praktikum berdasarkan hasil penelitian aktivitas antijamur daun pepaya terhadap capnodium mangiferae. Artikel Penelitian. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan:  Universitas

Tanjungpura.

Serlin A, Suartha IN, Rompis ALT. 2020. Uji efektivitas ekstrak daun sirsak terhadap jamur microsporum gypseum penyebab dermatitis kompleks pada anjing. Bul. Vet. Udayana. 12(2): 155160.

Singh RR, Solanki JS, Dalela GG. 1974. Note on the control of leaf spot of pearl millet, caused by Curvularia penniseti (Mitra) Boed. Indian. J. Agric. Sci. 43(9): 895-896.

Strzok E, Siepker C,  Armwood A,

Howerth E, Smith J, Banovic F. 2019. Successful treatment  of cutaneous

curvularia     geniculata,     nocardia

niigatensis, and viral papillomatosis in a dog during the therapeutic management of immune-mediated hemolytic anemia. Front. Vet. Sci. 6: 249.

Sykes JE. 2013. Canine and feline infectious diseases. Elsevier Health Sciences.

Wilhelmus KR, Jones DB. 2001. Curvularia keratitis. Tr. Am. Ophth. Soc. 99: 111-132.

Win YC. 2011. Ecoenzyme activating the earth’s self-healing power. Alih Bahasa: Gan Chiu Har. Malaysia: Summit Print SDN. BHD. 6(8): 9-14.

Yau YCW, de Nanassy J, Summerbell RC, Mtlow AG, Richardson SE. 1994. Fungal sternal wound infection due to curvularia lunata in a neonate with congenital heart disease: case report and review. Clin. Infect. Dis. 19: 735-740.

Gambar 1. Lesi kulit yang teridentifikasi Curvularia sp.


Gambar 2. Koloni Curvularia sp pada media SDA



Gambar 3. Morfologi mikroskopis Curvularia sp pada pembesaran 100x, konidia Curvularia

sp (panah hitam)

Keterangan :


PI= (AB-ab): 2

PII= (CD-cd): 2

PIII= (EF-ef): 2

Zona hambat= PI+PII+PIII: 3

Gambar 4. Pengukuran zona hambat jamur

Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff: zona hambatan yang terbentuk


ab, cd, ef: diameter lubang sumuran

o: pusat sumuran AoE: sudut 45o

P: Pengukuran ke-n


Gambar 5. Zona hambat ekoenzim (5%, 10%, 15%, 100%), kontrol positif dan kontrol negatif pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA).

Sumber: Dokumentasi penulis

Tabel 1 Hasil pengukuran pH ekoenzim 5%, 10%, 15%, 100% dan kontrol negative.

Perlakuan                   pH

Kontrol (-)

6,9

Ekoenzim 5%

2,7

Ekoenzim 10%

2.5

Ekoenzim 15%

2,5

Ekoenzim 100%

2,3

Tabel 2 Hasil pengukuran rata-rata zona hambat ekoenzim tehadap pertumbuhan jamur Curvularia sp

Perlakuan      Rerata diameter zona hambat (mm) ± SD

Kontrol (-)

0a

Ekoenzim 5%

3,50 ± 1,4b

Ekoenzim 10%

4,82 ± 1,2bc

Ekoenzim 15%

6,02 ± 0,8c

Ekoenzim 100%

8,85 ± 0,8d

Kontrol (+)

9,47 ± 0.23d

Keterangan: abHuruf superskrip yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05). Sebaliknya, huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). SD= Standar Deviasi.

539