THE EFFECT OF SECANG WOOD EXTRACT ON HISTOPATHOLOGICAL DESCRIPTION OF THE KIDNEY OF MALE MOUSE POST EXPOSURE TO CONVENTIONAL CIGARETTE SMOKE
on
Volume 15 No. 3: 444-450
Juni 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i03.p13
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Pengaruh Ekstrak Kayu Secang Terhadap Gambaran Histopatologi Ginjal Mencit Jantan Pasca Paparan Asap Rokok Konvensional
(THE EFFECT OF SECANG WOOD EXTRACT ON HISTOPATHOLOGICAL DESCRIPTION OF THE KIDNEY OF MALE MOUSE POST EXPOSURE TO CONVENTIONAL CIGARETTE SMOKE)
Yoga Pratama Mambela Sarungallo1*, I Ketut Berata2, I Made Merdana3
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
2Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
3Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.
*Email: [email protected]
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah perokok dan produksi rokok yang tinggi. Rokok tidak hanya berbahaya bagi perokoknya, melainkan juga berbahaya bagi orang-orang di sekitar yang menghirup asapnya. Kerusakan organ akibat radikal bebas dari asap rokok dapat diperbaiki dengan antioksidan. Salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki kandungan antioksidan adalah kayu secang (Caesalpinia sappan Linn). Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh ekstrak kayu secang terhadap gambaran histopatologi ginjal mencit (Mus musculus) jantan yang dipapari oleh asap rokok konvensional selama 30 hari. Penelitian ini menggunakan sampel ginjal mencit jantan, dewasa berumur 35-45 hari dan berat badan antara 30-35g yang berjumlah 24 ekor. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 mencit. Hewan coba diisolasikan pada hari ke-30, lalu dilakukan pemeriksaan histopatologi ginjal mencit. Hasil pengamatan histopatologi ginjal mencit jantan menunjukkan tingkat keparahan yang bervariasi. Hasil analisis Kruskal Wallis data pemeriksaan histopatologi yang diskoring, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05) baik untuk lesi nekrosis maupun peradangan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 30 mg/30 g BB mencit/hari dan 60 mg/30 g BB mencit/hari dapat memperbaiki lesi ginjal mencit jantan akibat paparan asap rokok, didasarkan pada pengurangan lesi nekrosis dan peradangan. Perlu penelitian lanjutan dengan peningkatan dosis dan waktu lebih lama untuk mengetahui dosis efektif ekstrak kayu secang dalam mengurangi kerusakan ginjal akibat paparan asap rokok pada mencit pada mencit.
Kata kunci: Asap rokok; ginjal; histopatologi; kayu secang; mencit
Abstract
Indonesia is one of the developing countries that has a high number of smokers and cigarette production. Cigarettes are not only harmful to the smoker, but also harmful to those around them who inhale the smoke. Organ damage caused by free radicals from cigarette smoke can be repaired with antioxidants. One of the plants in Indonesia that contains antioxidants is sappan wood (Caesalpinia sappan linn). This study aims to determine the effect of sappan wood extract on the histopathological picture of male mice (Mus musculus) exposed to conventional cigarette smoke for 30 days. This study used kidney samples of male mice, adults aged 35-45 days and body weight between 30-35g totaling 24 individuals. Mice were divided into 4 groups, each group consisted of 6 mice. The experimental animals were isolated on the 30th day, then the kidney histopathological examination of mice was performed. The results of histopathological observations of male mice's kidneys showed varying degrees of severity. The results of Kruskal Wallis' analysis of histopathological examination
data were scored, showing a significant difference (p<0.05) for both necrotizing and inflammatory lesions. From the results of the study, it can be concluded that administration of secang wood extract at a dose of 30 mg/30 g BW of mice/day and 60 mg/30 g BW of mice/day can improve kidney lesions of male mice due to exposure to cigarette smoke, based on the reduction of necrotizing and inflammatory lesions. Further research is needed with increasing doses and longer time to determine the effective dose of secang wood extract in reducing kidney damage due to exposure to cigarette smoke in mice.
Keywords: Cigarette smoke, histopathology; kidney; mice; sappan wood
PENDAHULUAN
Rokok merupakan masalah kesehatan dunia. Telah dilaporkan bahwa setiap delapan detik satu orang meninggal karena rokok. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah perokok di dunia sebanyak 2,5 milyar orang dengan dua pertiganya berada di negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah perokok dan produksi rokok yang tinggi (Mauliza et al., 2018). Rokok tidak hanya berbahaya bagi perokoknya sendiri, melainkan juga berbahaya bagi orangorang disekitar yang menghirup asapnya (Sary dan Nuryani, 2014). Asap rokok yang terhirup mampu membentuk radikal bebas di dalam tubuh (Herdiani et al., 2018). Radikal bebas pada asap rokok bersifat tidak stabil dan reaktif, hal ini dikarenakan molekul biologiknya memiliki satu atau lebih electron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya.
Radikal bebas dari asap rokok yang dihirup akan mengurangi suplai oksigen sehingga terjadi keadaan hipoksia. Sel yang terserang akan berusaha meningkatkan asupan oksigen melalui kompensasi pembuluh darah atau disebut spasmus, hal ini akan akan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah di berbagai organ salah satunya di ginjal. Penyempitan pembuluh darah di ginjal akan mengakibatkan ginjal mengalami kerusakan, karena glomerulus tidak dapat menyaring bahan-bahan toksik yang terkandung di dalam asap rokok, sehingga dapat merusak sel endotel glomerulus. Kerusakan ginjal juga terjadi pada tubulus karena pada sel epitel tubulus terjadi
kontak langsung dengan bahan yang direabsorbsi sehingga sel epitel tubulus ginjal mengalami kerusakan atau nekrosis pada inti sel (Kumar et al., 2010).
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang mampu menunda atau mencegah terjadinya reaksi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Handayani et al., 2014). Mekanisme kerja antioksidan dalam menangkal radikal bebas adalah dengan menunda, mencegah, dan menghilangkan kerusakan oksidatif dari molekul target dengan pendinginan radikal bebas, perkhelatan logam, menurunkan kadar enzim yang membantu pembentukan radikal bebas dan menstimulasi antioksidan internal. Di Indonesia terdapat berbagai macam bahan alami yang mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya (Werdhasari, 2014). Salah satu tanaman di Indonesia yang memiliki kandungan antioksidan adalah kayu secang (Caesalpinia Sappan linn). Kayu secang (Caesalpinia sappan linn) adalah tumbuhan tropis yang mampu memberikan warna apabila dilarutkan dalam air akibat adanya kandungan kromofor di dalamnya (Failisnur et al., 2019). Kayu secang mengandung senyawa fenolik seperti flavonoid, yang memiliki aktivitas antioksidan (Sari dan Suhartati, 2016). Pada penelitian ini digunakan ekstraksi dengan pelarut air. Hal ini dikarenakan metode ini mudah dilakukan dan tidak membutuhkan peralatan berteknologi tinggi, sehingga mampu menghemat biaya (Failisnur et al., 2019).
Masih terbatasnya informasi mengenai pemberian ekstrak kayu secang
(Caesalpinia sappan linn), sesuai tata cara penggunaan di masyarakat, oleh sebab itu perlu di teliti untuk mengetahui efek pemberian ekstrak air kayu secang (Caesalpinia Sappan linn) terhadap gambaran histopatologi ginjal pada mencit jantan (Mus musculus) pasca dipapari oleh asap rokok konvensional.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel ginjal mencit jantan, dewasa berumur 3545 hari dan berat badan antara 30-35g. Jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Federer yaitu (t-1) (n-1) ≥15, dimana t adalah jumlah perlakuan dan n adalah banyaknya pengulangan tiap perlakuan, sehingga (41) (n-1) ≥15 maka didapat n yaitu 6. Jadi total mencit percobaan yang digunakan adalah 24 ekor mencit jantan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari kontrol (P0) negatif dan tiga perlakuan yaitu kelompok (P1) kontrol positif yang dipapari asap rokok sebanyak 2 batang, kelompok (P2) dipapari asap rokok 2 batang dan pemberian ekstrak kayu secang dosis 30mg/30g BB Mencit hari, kelompok (P3) dipapari asap rokok 2 batang dan pemberian ekstrak kayu secang dosis 60mg/30g BB mencit/hari. Hewan coba diisolasikan pada hari ke-30 kemudian dilakukan pemeriksaan histopatolgi ginjal mencit jantan. Kemudian hasilnya dibandingkan antara kelompok mencit perlakuan kelompok kontrol untuk setiap level dosis.
Pembuatan Ekstrak Kayu Secang
Kayu secang dibersihkan dengan air, kemudian ditiriskan. Kayu secang diserut kurang lebih 3-5 m. Batang secang yang telah diserut dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60°C. Pengeringan kayu secang dihentikan apabila simplisia mudah dipatahkan. Kayu secang yang sudah kering kemudian digiling dengan
menggnakan disc mall sampai halus sehingga terbentuk serbuk. Setelah itu dilakukan proses ekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96% ditutup dan dibiarkan, kemudian ditambahkan pelarut 96% lalu ditutup dan dibiarkan selama 2 hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, disaring, kemudian didapatkan maserat. Ampas dimaserasi dengan etanol 96% menggunakan prosedur yang sama. Semua maserat ethanol digabungkan dan diuapkan dengan menggunakan alat penguap vakum putar pada temperatur ±40oC sampai diperoleh ekstrak ethanol yang kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer (Maslukhah et al, 2016).
Pembuatan Preparat Histologi
Jaringan direndam dalam larutan Netral Buffer Formalin (NBF) 10% selama minimal 24 jam. Selanjutnya, setiap potongan sampel jaringan didehidrasi dengan menggunakan alkohol yang konsentrasinya bertingkat selama ±2 jam. kemudian clearing dengan merendamkan jaringan dalam xylol. Setelah itu sampel jaringan siap dimasukkan ke dalam blok parafin. Setelah itu dilakukan embedding atau impregnasi dan blocking. Kemudian organ dipotong (cutting) dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4-5 µm. Hasil potongan diapungkan dalam air hangat bersuhu 60oC (waterbath). Sediaan kemudian diangkat dan diletakkan pada gelas obyek dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Blok spesimen yang telah diwarnai kemudian diletakkan dalam object glass, direkatkan menggunakan media mounting, dan ditutup menggunakan cover glass (Kiernan, 2015).
Analisis Data
Data hasil pemeriksaan mikroskopik berupa data skoring dianalisis dengan uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis, jika ada perbedaan nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Man-Whitney.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemeriksaan histopatologi ginjal mencit (Mus musculus), diperoleh hasil lesi dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Data hasil pemeriksaan histopatologi selengkapnya disajikan pada lampiran 1. Hasil analisis Kruskal Wallis data pemeriksaan histopatologi yang diskoring, menunjukkan adanya
perbedaan nyata (p<0,05) baik untuk lesi nekrosis maupun peradangan (Lampiran 2). Hasil analisis Mann Whitney menunjukkan bahwa antara kontrol negatif (P0) dengan kontrol positif (P1), P2 dan P3 terdapat perbedaan nyata (p<0,05). Antara kontrol positif (P1) dengan P2 dan P3 juga berbeda nyata (p<0,05). Sedangkan antara P2 dengan P3 tidak berbeda nyata (p>0,05). Secara ringkas data hasil analisis Mann Whitney disajikan pada Tabel 1.
Histopatologi lesi nekrosis dan peradangan ginjal pada masing-masing kelompok perlakuan disajikan pada Gambar 1.
Pembahasan
Pengamatan histopatologi ginjal mencit jantan pada kontrol (P0) menunjukkan keadaan normal dan tidak ditemukan perubahan histopatologi. Pada kelompok P1 ditemukan bahwa ginjal mencit mengalami nekrosis dan peradangan paling parah dibandingkan dengan kelompok perlakuan P2 dan P3. Hal ini disebabkan karena perlakuan P1 hanya dipapari asap rokok tanpa diberikan ekstrak kayu secang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Padmiswari dan Wulansari (2020) pada ginjal mencit jantan yang mengalami nekrosis dan peradangan setelah dipapar asap rokok selama 36 hari.
Lesi nekrosis diakibatkan oleh radikal bebas pascapaparan asap rokok pada mencit. Menurut Novianti (2015), target utama radikal bebas yaitu komponen biomakromolekul penting penyusun sel tubuh seperti lipid, lipoprotein, protein,
dan karbohidrat. Kandungan zat kimia beracun dalam asap rokok dapat menimbulkan stres oksidatif yang berdampak pada kerusakan jaringan pada organ ginjal. Penyebab kerusakan pada ginjal adalah mekanisme fisiologis dalam mengkonsentrasikan substansi xenobiotik di dalam sel, terutama senyawa dari asap rokok (Restuati, 2014). Apabila suatu zat kimia diekskresikaan secara aktif dari darah ke urin, zat kimia terlebih dahulu diakumulasikan dalam tubulus proksimal atau jika substansi kimia ini direabsorbsi dari urin maka akan melalui sel epitel tubulus dengan konsentrasi tinggi. Zat-zat toksik tersebut kemudian terakumulasi di ginjal dan menyebabkan kerusakan pada jaringan ginjal (Yuanita, 2008).
Lesi nekrosis ditandai dengan penyerapan warna oleh inti yang berkurang, serta lepasnya sel-sel tubulus kedalam lumen akibat adanya degenerasi sel yang berkelanjutan (Mayori et al., 2013). Lesi nekrosis yang terjadi disebabkan oleh kondisi stress oksidatif yang berlangsung lama akibat radikal bebas dalam jumlah berlebih sehingga terjadi kerusakan jaringan (Hermawan, 2016). Menurut Padmiswari dan Wulansari (2020), radikal bebas merusak sel dengan cara masuk ke dalam tubuh melalui saluran napas, kemudian dibawa ke aliran darah menuju jantung selanjutnya dialirkan ke seluruh tubuh termasuk ginjal. Radikal bebas menyerang membran plasma yang terdiri dari komponen lipid dan komponen protein. Reaksi bebas pada lipid sering disebut peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan bahkan kematian sel (nekrosis).
Kelompok P1 yang dipapari asap rokok mengalami peradangan yang paling parah dibandingkan dengan kelompok lain. Ketidakseimbangan produksi radikal bebas dan pertahanan oksidan mengakibatkan stres oksidatif yang akan memicu inflamasi dan sebaliknya inflamasi akan menghasilkan radikal bebas. Inflamasi atau radang merupakan
proses respon tubuh terhadap rangsangan merugikan yang ditimbulkan oleh berbagai agen berbahaya seperti infeksi, autoimun, trauma fisik dan mediatormediator kimia yang juga berperan sebagai pemberi respon terjadinya inflamasi (Sabila dan Tukiran, 2021). Infiltrasi sel radang memiliki karakteristik tampak berwarna ungu dan lebih gelap, serta terjadi hemorhagi (Sartono, 2013). Menurut Dewi et al. (2013), zat kimia (asap rokok) yang terlalu banyak di ginjal akan mengakibatkan peningkatan radikal bebas yang menyebabkan terjadinya inflamasi atau peradangan pada organ ginjal.
Pengamatan histopatologi ginjal mencit kelompok P2 mengalami pengurangan jumlah sel yang nekrosis dan infiltrasi sel radang dibandingkan dengan kelompok P1. Pengurangan nekrosis dan peradangan ini ditandai dengan penurunan rata-rata nekrosis dan peradangan dibandingkan dengan kelompok P1 (Tabel 1). Hal ini disebabkan karena pada kelompok P2 diberikan kayu secang dengan dosis 30 mg/30 g BB mencit. Ekstrak kayu secang mengandung senyawa fenolik yang berperan sebagai antioksidan dalam meredam dan menghambat pembentukan radikal bebas seperti superoksida (O2.-), hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH.), radikal alkoksil, dan singlet oksigen dengan mendonorkan satu molekul hidrogen dari gugus-gugus aktifnya seperti gugus –OH dan ikatan rangkap dua >C=C< sehingga radikal bebas menjadi lebih stabil (Shahidi, 1996). Menurut Sabila dan Tukiran (2021), ekstrak kayu secang menunjukan aktivitas peredaman radikal bebas yang hampir sama. Ekstrak secang dengan komponen aktif brazilin mampu meredam pembentukan radikal H2O2 dan meningkatkan ekspresi enzim antioksidan terutama enzim GPX. Kekuatan reduksi yang kuat dari senyawa brazilin dikarenakan adanya subtitusi orto dari kelompok difenol. Aktivitas kimia fenol dalam hal sifat reduksi mereka sebagai
agen sumbangan hidrogen atau elektron memprediksi potensi mereka untuk tindakan sebagai antioksidan.
Menurut Winarti dan Nurdjanah (2005), Senyawa spesifik yang terdapat dalam kandungan kayu secang adalah brazilin, yang mempunyai efek anti inflamasi. Brazilin merupakan golongan senyawa yang memberi warna pada merah pada kayu secang. Peran senyawa fenolik yang terkandung dalam kayu secang, juga membantu flavonoid dan brazilin dalam mencegah reaksi oksidasi dengan cara menghentikan reaksi berantai akibat timbulnya radikal bebas. Senyawa fenolik berperan sebagai donor hidrogen yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas (Yemirta, 2010).
Pengamatan histopatologi kelompok P3 dengan pemberian ekstrak kayu secang 60 mg/30 g BB mencit/hari menunjukkan pengurangan jumlah nekrosis dan peradangan cukup signifikan dibandingkan dengan kelompok P1 dan P2. Pada kelompok P3 tampak semakin menurun jumlah nekrosis dan peradangan dengan peningkatan dosis ekstrak kayu secang.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kayu secang dengan dosis 30 mg/30 g BB mencit/hari dan 60 mg/30 g BB mencit/hari dapat memperbaiki lesi ginjal mencit jantan (Mus musculus) akibat paparan asap rokok, didasarkan pada pengurangan lesi nekrosis dan peradangan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan peningkatan dosis dan waktu lebih lama untuk mengetahui dosis efektif ekstrak kayu secang dalam mengurangi kerusakan ginjal akibat paparan asap rokok pada mencit pada mencit.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Veteriner Denpasar_ yang telah membantu dan memfasilitasi penulis dalam pemeriksaan sampel penelitian serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi AK, Suarni NMR, Suaniti NM.
2013. Gambaran mikroskopis ginjal tikus putih (Rattus sp) jantan dewasa setelah pemberian etanol kronis. J. Biol. Udayana. 17(2): 33-36.
Failisnur F, Sofyan S, Silfia S. 2019.
Ekstraksi kayu secang (caesalpinia sappan linn) dan aplikasinya pada pewarnaan kain katun dan sutera. J. Litbang Industri. 9(1): 33- 40.
Handayani V, Ahmad AR, Sudir M. 2014.
Uji aktivitas antioksidan ekstrak metanol bunga dan daun patikala (Etlingera elatior (Jack) RM Sm) menggunakan metode DPPH. Pharm. Sci. Res. 1(2): 3.
Herdiani N, Putri EBP. 2018. Gambaran histopatologi paru tikus wistar setelah diberi paparan asap rokok. Med. Health Sci. J. 2(2): 7-14.
Hermawan IP. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak kulit manggis (garcinia mangostana linn) terhadap nekrosis glomerulus dan tubulus ginjal mencit jantan (mus musculus) yang di papar asap rokok. Doctoral dissertation. Universitas: Airlangga.
Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2010.
Pathologic basic of disease. Edisi Ke
8. WB Saunders Company. Philadelphia. Pp. 1257-1277.
Mauliza D, Rusli R, Roslizawaty R, Rosmaidar R, Rinidar R, Masyitha D.
2018. The total of leukocytes mice (Mus musculus) exposed to secondhand smoke extract and given watermelon (Citrullus vulgaris). J. Med. Vet.12(1): 48-52.
Mayori R, Marusin N, Tjong DH. 2013. Pengaruh pemberian Rhodamin B terhadap struktur histologis ginjal mencit putih (Mus musculus l.). J. Biol. UA. 2(1): 43-49.
Novianti N. 2015. Pengaruh jus buah kersen (Muntangia calabura L.) terhadap gambaran histopatologik ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi monosodium glutamat sebagai materi pembelajaran SMA kelas XI. Jupemasi-Pbio. 1(2): 273
277.
Padmiswari AAIM, Wulansari NT. 2020. Gambaran histologi ginjal mencit jantan (Mus musculus) yang diberi ekstrak buah juwet (Syzygium cumini) sebagai peluruh radikal bebas pada asap rokok. J. Riset Kes. Nas. 4(2): 2126.
Restuati M. 2014. Biokimia untuk biologi. MIP Universitas Negeri Medan. Medan.
Sabila FI, Tukiran. 2021. Potensi secang (Caesalpinia sappan L.) dalam terapi artritis reumatoid. UNESA. J. Chem. 10(3): 231-245.
Sari R, Suhartati. 2016. Secang (Caesalpinia Sappan l.): tumbuhan herbal kaya antioksidan. Info Teknis Eboni. 13(1): 57-67.
Sartono M. 2013. Efek preventif perasan semanggi air (marsilea crenata) terhadap gambaran histopatologi ginjal dan vesika urinaria tikus putih (rattus norvegicus) model urolithiasis.
Doctoral dissertation. Universitas: Brawijaya.
Sary L, Nuryani DD. 2014. Hubungan faktor interpersonal dengan komitmen pencegahan tersier pada siswa perokok di kota bandar lampung tahun 2013. Holistik J. Kes. 8(4): 167-173.
Shahidi F. 1996. Natural antioxidants. Chemistry, Health Effects, and Applicatins. AOCS Press, Champaign Illionis.
Werdhasari A. 2014. Peran antioksidan bagi kesehatan. J. Biotek Med. Indon. 3(2): 59-68.
Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan fungsional. J. Litbang Pertanian. 24(2): 47-55.
Yemirta. 2010. Identifikasi kandungan senyawa antioksidan dalam kayu secang (Caesalpinia Sappan L.). Balai Besar Kimia dan Kemasan,
Kementerian Perindustrian RI. Jakarta Timur. J. Kimia Kemasan. 32(2): 4146.
Yuanita DA. 2008. Pengaruh pemberian teh kombucha dosis bertingkat per oral terhadap gambaran histologi gijal mencit BALB/C. Universitas
kedokteran Diponegoro, Semarang.
Tabel 1. Rerata skoring histopatologi ginjal mencil yang diberikan ekstrak kayu secang dan paparan asam rokok selama 30 hari
Perlakuan |
Nekrosis |
Peradangan |
P0 |
0,0a |
0,0a |
P1 |
2,9b |
2,6b |
P2 |
1.1c |
1.3c |
P3 |
1,0c |
1,0c |
Keterangan: Superskrip dengan huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)
Gambar 1. Histopatologi ginjal dengan beberapa perlakuan. Pada P0 tampak normal. Sedangkan pada P1 tampak lesi paling parah dibandingkan P2, dan P3, baik lesi nekrosis (panah putih) dan peradangan (panah hitam). (HE, 400x)
P0
P2
P3
450
Discussion and feedback