Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 15 No. 5: 801-808

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                            Oktober 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                    https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i05.p14

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Pemberian Bee Pollen Meningkatkan Jumlah Spermatosit Primer dan Memperbaiki Kualitas Tubulus Seminiferus pada Tikus Jantan yang Terpapar Asap Rokok

(ADMINISTRATION OF BEE POLLEN INCREASED OF PRIMARY SPERMATOCYTE COUNT AND IMPROVE THE QUALITY SEMINIFEROUS TUBULE IN MALE WHITE RATS WHICH EXPOSED TO CIGARETTE SMOKE)

Febe Adonia Renandra Hermawan1*, Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi2, Wayan Bebas2

1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali Indonesia;

2Laboratorium Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali Indonesia;

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bee pollen terhadap peningkatan jumlah spermatosit primer dan kualitas tubulus seminiferous pada tikus putih yang terpapar asap rokok. Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan rancangan penelitian Rancangan Acak Lengkap. Sampel dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan dengan umur 3-4 bulan dengan kisaran berat badan 200 gram, sebanyak 18 ekor tikus dibagi tiga kelompok yaitu 6 ekor tikus kelompok kontrol, 6 ekor tikus kelompok P1, dan 6 ekor tikus kelompok P2. P0 = kelompok tanpa pemberian bee pollen terpapar asap rokok, P1 = kelompok dengan pemberian satu dosis bee pollen terpapar asap rokok, dan P2 = kelompok dengan pemberian dua dosis bee pollen terpapar asap rokok. Seluruh tikus diberikan masa adaptasi selama satu minggu, lalu diberi perlakuan selama 42 hari. Pada hari ke 43, tikus akan dinekropsi dan akan dilihat histologi dari tubulus seminiferous. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara bermakna pada jumlah spermatosit primer dan kualitas tubulus seminiferous pada pemberian bee pollen. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian bee pollen dapat meningkatkan jumlah spermatosit primer dan memperbaiki kualitas tubulus seminiferous pada tikus yang terpapar asap rokok. Dari hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengukuran kadar radikal bebas dalam jaringan testis tikus putih yang terpapar asap rokok pada sistem reproduksinya.

Kata kunci: Bee pollen, tikus putih, histologi, spermatogenesis, tubulus seminiferous.

Abstract

This study aims to determine the effect of bee pollen on increasing the number of primary spermatocytes and the quality of seminiferous tubules in white rats exposed to cigarette smoke. This research is a study that uses a RAL research design (Completely Randomized Design). The samples in this study were male white rats aged 3-4 months with a body weight range of 200 grams, as many as 18 rats were divided into three groups, namely 6 rats in the control group, 6 rats in the P1 group, and 6 rats in the P2 group. P0 = the group without bee pollen was exposed to cigarette smoke, P1 = the group given one dose of bee pollen was exposed to cigarette smoke, and P2 = the group with two doses of bee pollen was exposed to cigarette smoke. All rats were given an adaptation period of one week, then treated for 42 days. On day 43, the rats will be necropsied and the histology of the seminiferous tubules will be seen. The results showed that there was a significant increase in the number of primary spermatocytes and the quality of the seminiferous tubules on bee pollen administration. From the results of this study, it can be concluded that the administration of bee pollen can increase the number of primary spermatocytes and improve the quality of the seminiferous tubules in rats exposed to cigarette smoke. From the results of this study, it is necessary to conduct further research to measure the levels

of free radicals in the testicular tissue of white rats exposed to cigarette smoke in their reproductive system.

Keywords: Bee pollen, histology, Rattus norvegicus, spermatogenesis, seminiferous tubules.

PENDAHULUAN

Kesuburan merupakan salah satu hal yang paling penting baik dalam kehidupan manusia maupun hewan. Kesuburan memiliki peran penting dalam menentukan kelangsungan hidup makhluk hidup. Kesuburan atau fertilitas sangat diharapkan dapat bekerja secara optimal baik pada pria maupun wanita, sehingga dapat melakukan fungsi fertilisasi dengan baik. Dengan terjadinya fertilisasi, akan memenuhi keinginan manusia untuk mendapatkan keturunan. Kesuburan atau fertilitas pasangan dapat dinilai dari jumlah dan kualitas spermatozoa pada pria. Testis dalam proses reproduksi mempunyai dua fungsi utama yaitu memproduksi hormon dan spermatozoa (Laksmi, 2010). Pada tubulus seminiferus terdapat beberapa kelompok sel yang mempunyai sel germinal yang menyusun beberapa lapisan, setiap lapisan menunjukkan perbedaan generasi. Bagian lamina basalis sampai lumen tubulus seminiferus akan terlihat lapisan spermatogonia, spermatosit, spermatid dan spermatozoa yang dekat dengan lumen (Widotama, 2008). Menurut Susetyarini (2015) jumlah sel spermatogenik adalah jumlah sel spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa yang terletak pada tubulus seminiferus yang menandakan adanya proses spermatogenesis yang terjadi di dalam testis. Waktu yang diperlukanuntuk pembentukan spermatogonia 3 hari, spermatosit primer selama 16 hari, spermatosit II 26 hari, spermatid 36 hari dan spermatozoa 49 hari (Susetyarini, 2010). Spermatogenesis dapat mengalami gangguan yang mengakibatkan menurunnya kualitas dari sperma bahkan menyebabkan infertil. Ada beberapa faktor penyebab terganggunya proses

spermatogenesis, tetapi faktor paling banyak adalah akibat dari pola hidup yang tidak baik, seperti pola makan yang tidak sehat, rokok, dan lain-lain. Rokok dilaporkan dalam beberapa jurnal bahwa dapat menyebabkan menurunnya kualitas sperma, baik dari perokok aktif maupun perokok pasif.

Paparan asap pada perokok aktif maupun pasif, merupakan salah satu faktor utama meningkatnya radikal bebas di dalam tubuh. Rokok mengandung lebih dari 4000 komponen, senyawa toksik juga terdapat pada rokok, yaitu CO (karbon monoksida), nikotin dan PAH (Rahmawati, 2015). Menurut Rahmawati (2015) asap rokok menyebabkan terganggunya spermatogenesis dalam tubulus seminiferous. Pada penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan pada hewan percobaan diketahui bahwa rokok mempengaruhi spermatogenesis di tubulus seminiferus dan mempengaruhi kadar hormon testosteron (Anita, 2004). Tubuh manusia memerlukan perlindungan terhadap kerusakan akibat radikal bebas, zat yang dapat menetralkan radikal bebas itu dapat berupa antioksidan (Ganesha et al., 2020). Dalam upaya manusia untuk mendapatkan keturunan, banyak temuan obat ataupun ram.uan tradisional yang telah beredar dimasyarakat yang diharapkan dapat memperbaiki ataupun menjaga sistem reproduksi dengan tujuan meningkatkan kesuburan atau fertilitas. Bee pollen berfungsi sebagai bahan pembentuk, penumbuh, dan memperbaiki sel/jaringan yang rusak. Karena kandungan nutrisinya yang lengkap bee pollen digunakan sebagai suplemen makanan, mengurangi rasa lelah, dan juga meningkatkan vitalitas (Sunarno, 2007). Menurut Fiergiyanti (2015), bee pollen merupakan salah satu bahan yang mengandung antioksidan alami berupa

flavonoid, polifenol dan karotenoid. Karena kandungan bahan kimia komposisinya yang kompleks dan beragam membuat bee pollen mempunyai khasiat yang bermacam-macam, salah satunya aadalah sebagai antioksidan. Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Pada penelitian ini akan digunakan tikus jantan putih (Rattus norvegicus) sebanyak 18 ekor dengan umur kisaran 3-4 bulan, berat rata-rata 200 gram, sehat, dan belum pernah digunakan untuk penelitian lain. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus statistik RAL yaitu t(n - 1) ≥ 15, dimana t adalah jumlah perlakuan dan n adalah banyaknya ulangan tiap perlakuan. Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan sehingga diperoleh perhitungan:

3(n - 1) ≥ 15

= 3n - 3 ≥ 15

15 + 3

= n

3

= n ≥ 6

Keterangan :

n = besar sampel

t = jumlah kelompok hewan coba

Jumlah total tikus yang digunakan sebagai hewan coba adalah 18 ekor tikus putih jantan, dengan pembagian masing-masing perlakuan sebanyak 6 ekor tikus.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bee pollen dengan merek K-Kelle, ketamin, tabung serum darah, dan pakan tikus (HI-GRO 551 Charoen Pokphand), kardus, dan rokok (merek In Mild). Rokok yang digunakan pada penelitian ini memilik kandungan tar sebanyak 15 mg dan nikotin sebanyak 1 mg. Pada manusia dosis bee pollen yang dipakai adalah sebanyak 500 mg – 1000 mg perhari, untuk tikus harus dikonversikan terlebih dahulu

sehingga untuk 200 gr BB tikus dosis bee pollen yang diberikan adalah 9 mg. berat rata-rata satu kapsul bee pollen adalah 500 mg. Kemudian 9 mg bubuk bee pollen ditimbang dan dilarutkan ke dalam 10 ml aquades setiap hari. Penentuan dosis pada hewan coba dihitung menggunakan table konversi Laurence dan Bacharach (1964).

Perhitungan dosis yang dipakai yaitu berdasarkan hasil konversi dari manusia ke tikus. Berikut perhitungan dosis untuk bee pollen yang diberikan kepada tikus.

Konversi manusia → tikus 200 gr = 0,018 Dosis bee pollen pada manusia dewasa = 500 gram

Dosis bee pollen pada tikus = 0,018 × 500 gram

= 9 gram/200 gram BB tikus

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan. Pembagian perlakuannya adalah 1 ekor tikus sebagai control dan masing-masing 6 ekor tikus untuk 2 perlakuan.

T0 : Tikus terpapar rokok (kontrol).

T1 : Tikus terpapar rokok dan diberikan bee pollen 9 mg sebanyak 1 kali sehari.

T2 : Tikus terpapar rokok dan diberikan bee pollen 9 mg sebanyak 2 kali sehari.

Variabel Penelitian

Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini adalah dosis bee pollen dan asap rokok. Adapun variabel terikat yang digunakan adalah jumlah spermatosit primer dan kualitas tubulus seminiferous, sedangkan variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, berat badan, jenis pakan, spesies, lingkungan, dan minum.

Prosedur Penelitian

Persiapan Hewan Coba

Sebelum penelitian dimulai, semua tikus dirawat selama 7 hari terlebih dahulu untuk beradaptasi dengan tempat baru. Tikus dilakukan aklimatisasi selama satu minggu dikandang hewan coba dan diberi pakan serta minum secara ad libitum. Setelah masa adaptasi selama satu mingu dilakukan penelitian sesuai dengan rancangan

penelitian. Penelitian dimulai dengan memberikan bee pollen 9 mg. Pada kelompok kontrol, tikus putih diberikan paparan asap rokok pada siang hari selama pemberian perlakuan tanpa diberi bee pollen. Pemberian dosis kepada hewan coba P1 adalah sebanyak 9 mg/ekor, sedangkan kepada hewan coba P2 adalah 9 mg/ekor sebanyak 2 kali pada pagi dan malam hari. Dan pada siang hari diberikan asap rokok sebanyak 1 batang rokok setiap harinya. Metode yang dilakukan untuk pemberian rokok yaitu memasukkan tikus ke dalam kotak kardus yang diberi lubang sirkulasi udara dan lubang untuk memasukkan ujung putung rokok yang telah dibakar ujungnya. Selama tikus terpapar asap rokok, harus memperhatikan ujung rokok agar abu rokok tidak jatuh mengenai hewan coba. Perlakuan tersebut dilakukan selama 42 hari lamanya. Pada hari ke 43, seluruh hewan coba akan nekropsi dengan euthanasia kimia, lalu dilakukan pembedahan secara intrakardial untuk diambil testisnya. Lebih lanjut di laboratorium dilakukan pembuatan preparat histologi dan pengamatan gambaran histologi tubulus seminiferous dengan mikroskop cahaya pembesaran 400x. Jumlah sel-sel spermatosit primer yang dihitung memliki ciri sel berbentuk bulat, besar, inti gelap dengan kromosom terlihat jelas.

Perlakuan Hewan Coba

Tikus dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari; Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol yang hanya diberi perlakuan minum, pakan, dan dirusak dengan rokok pada siang hari. Perlakuan diberikan selama 42 hari.

Kelompok kedua adalah kelompok yang dirusak menggunakan rokok pada siang hari kemudian diberikan bee pollen 1 dosis sebanyak 9 mg pada malam hari. Perlakuan diberikan selama 42 hari.

Kelompok ketiga adalah kelompok yang diberikan bee pollen 1 dosis sebanyak 9 mg pada pagi hari, kemudian dirusak menggunakan rokok pada siang hari. Selanjutnya diberikan bee pollen 1 dosis

lagi sebanyak 9 mg pada malam hari. Perlakuan dilakukan selama 42 hari.

Pembuatan Preparat Histologi

Pembuatan preparat histologi kepada 3 kelompok tikus yang telah diberikan perlakuan selama 42 hari, yaitu control, P1 dan P2. Setelah masa perlakuan, seluruh tikus perlakuan tersebut dinekropsi dan diambil testisnya. Testis dipotong dan dilakukan fiksasi specimen dengan menggunakan larutan NBF (Netral Buffer Fromalin) 10%. Pembuatan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner Denpasar. Preparat kemudian diamati dibawah mikroskop dan dicatat perubahan mikroskopik yang ditemukan.     Kemudian     dilakukan

pengamatan preparat dibawah mikroskop cahaya pembesaran 400 kali dan dicatat perubahan mikroskopik yang ditemukan.

Analisis Data

Dari data penelitian ini, parameter yang akan diukur adalah tingkat perbaikan kualitas tubulus seminiferous dan jumlah rata-rata sel spermatosit primer pada tubulus seminiferous testis dalam lima lapang pandang secara mikroskopis dengan pembesaran 400x. Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa jumlah sel spermatosit primer diuji dengan ANOVA, jika hasilnya berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan, sedangkan kualitas tubulus seminiferous dianalisis secara deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penghitungan jumlah spermatosit primer pada tikus putih dengan perlakuan control (P0), pemberian bee pollen 1 kali sehari (P1), dan pemberian bee pollen 2 kali sehari (P2) memiliki jumlah spermatosit primer yang berbeda, dimana tikus dengan pemberian bee pollen sebanyak dua kali menunjukkan jumlah spermatosit primer paling banyak. Sedangkan kelompok kontrol memiliki jumlah spermatosit primer paling sedikit.

Berdasarkan uji statistika ANOVA,

terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antar perlakuan. Oleh sebab itu, dilanjutkan uji post-hoc Duncan. Hasil post-hoc Duncan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil uji post-hoc Duncan, diketahui bahwa P1 dan P2 berbeda nyata dengan P0 (p<0,05), ini menunjukkan jumlah spermatosit primer pada kelompok perlakuan tersebut lebih banyak dibanding kelompok kontrol. Selain itu, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara P1 dan P2. Jumlah spermatosit primer pada P2 lebih banyak dibanding P1 (p<0,05). Dapat disimpulkan pemberian bee pollen berpengaruh terhadap jumlah spermatosit primer.

Hasil pengamatan kualitas tubulus seminiferous pada tikus putih dapat dilihat pada Gambar 1. Dari Gambar 1. bagian A, terlihat jelas bahwa tubulus seminiferus memiliki jumlah sel-sel spermatogenik yang sangat sedikit sehingga terdapat kerenggangan didalamnya. Pada gambar bagian B, terlihat memiliki lebih banyak sel-sel spermatogenik dan lebih padat dari pada gambar bagian A. Sedangkan kondisi tubulus seminiferous pada bagian gambar C memiliki sel-sel spermatogenik paling banyak, sehingga tubulus seminiferous terlihat sangat padat.

Pembahasan

Paparan asap rokok menyebabkan terganggunya spermatogenesis dalam tubulus seminiferous (Rahmawati, 2015). Radikal bebas yang dihasilkan oleh asap rokok akan bereaksi dengan lemak, protein, dan asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ. Bahan karsinogen dari asap rokok seperti tar mempengaruhi dan dapat merusak DNA spermatozoa serta menurunkan kadar testoteron dan meningkatkan apoptosis (kematian sel) khususnya pada tahap spermatogonia (Reval et al., 2001). Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel-sel spermatogenik dengan cara peroksidasi komponen lipid dari membran sel. Peroksidasi dari asam lemak tak jenuh yang terjadi pada membran sel spermatozoa adalah reaksi self-propagation, yang dapat

meningkatkan disfungsi sel akibat hilangnya fungsi dan integritas membrane (Laksmi, 2010). Kerentanan spermatozoa pada proses peroksidasi lipid karena struktur membrane sel spermatozoa sangat tinggi kandungan asam lemak tak jenuh khususnya docosahexaenoioc (DHA) yang penting dalam mengatur proses spermatogenesis dan fluiditas membrane (Sanocka dan Kurpisz, 2004; Matilde dan Fulvio, 2002). Penurunan jumlah sel-sel spermatogenik setelah diberikan paparan asap rokok terjadi akibat kerusakan pada sel-sel spermatogenik yang telah terbentuk. Menurut penelitian yang telah dilakukan Laksmi (2010), jumlah sel spermatosit primer pada mencit berkisar 56 sel. Jika dilihat dari data penelitian ini, jumlah rata-rata spermatosit primer pada kelompok kontrol sebanyak 20 sel dan mengalami peningkatan menjadi 82 sel pada kelompok P2. Pemberian bee pollen 18 mg secara peroral pada tikus satu kali sehari selama 42 hari mengalami peningkatan jumlah rata-rata sel spermatosit primer sebanyak tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi bee pollen. Pemberian bee pollen menyebabkan terjadinya peningkatan antioksidan berupa flavonoid dalam sel. Menurut Fiergiyanti et al. (2015), bee pollen merupakan salah satu bahan yang mengandung antioksidan alami berupa flavonoid, polifenol dan karotenoid. Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan bekerja menghambat oksidasi dengan cara mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai (Sofia, 2005).

Asap rokok akan meningkatkan radikal bebas yang menyebabkan ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan dalam tubuh yang menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif yang terbentuk akan menyebabkan terjadinya kerusakan

jaringan testis terutama pada tubulus seminiferous (Fuchs et al., 1997). Dari hasil penelitian ini, kelompok tikus yang diberi perlakuan sebagai kontrol, P1, dan P2, terlihat jelas memiliki perbedaan kualitas tubulus seminiferous ditandai dengan kondisi kepadatan sel-sel spermatosit primer pada tubulus seminiferous. Penurunan kepadatan sel-sel spermatosit primer tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa juga terjadi penurunan spermatogenesis. Pemberian bee pollen secara peroral dengan dosis 6 mg terhadap tikus satu kali sehari selama 42 hari diperoleh kualitas tubulus seminiferous mengalami perbaikan ditandai dengan tubulus seminiferous yang terlihat lebih padat dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan bee pollen. Kualitas tubulus seminiferous pada tikus yang diberi bee pollen sebanyak 18 mg memiliki kualitas tubulus seminiferous yang paling baik karena tubulus seminiferus terlihat sangat padat oleh sel-sel spermatogenik hingga tampak lumen menyempit.

Dari penelitian ini, kualitas tubulus seminiferous dan rata-rata jumlah spermatosit primer menyajikan hasil yang selaras positif, sehingga menunjukkan bahwa pemberian bee pollen sangat mempengaruhi peningkatan spermatogenesis. Peningkatan jumlah spermatosit primer dan kualitas tubulus seminiferous yang paling maksimal terjadi pada kelompok tikus P2 dengan perlakuan paparan asap rokok dan pemberian bee pollen sebanyak 18 mg atau 2 dosis. Pemberian bee pollen sebanyak 2 dosis dapat digunakan sebagai dosis terbaik untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan hasil tersebut, bee pollen telah terbukti nyata sebagai antioksidan yang dapat meningkatkan jumlah spermatosit primer dan kualitas tubulus seminiferous. Pernyataan tersebut selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Laksmi (2010), mengenai pemberian antioksidan yang terdapat pada gluthation untuk meningkatkan jumlah spermatosit primer dan kualitas tubulus seminiferous

mencit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil simpulan bahwa pemberian bee pollen meningkatkan jumlah spermatosit primer dan memperbaiki kualitas tubulus seminiferous pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang terpapar asap rokok.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengukuran kadar radikal bebas dalam jaringan testis tikus putih yang terpapar asap rokok pada sistem reproduksinya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada laboratorium Reproduksi Veteriner Unud dan laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner atas fasilitas yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anita N. 2004. Perubahan sebaran stadia epitel seminiferus, penurunan jumlah sel-sel spermatogenik dan kadar hormon testosteron total mencit (Mus musculus L) Galur DDY yang diberi asap rokok kretek. Dissertations/Thesis. Indonesia; Indonesia University.

Fiergiyanti N, Erwin, Syafrizal. 2015. Analisis fitokimia dan toksisitas (brine shrimp lethality test) ekstrak serbuk sari dari trigonaincisia. J. Kimia Mulawarman. 13(1): 32-34.

Fuchs J, Thiele JJ, Ochsendorf FR. 1997. Oxidative stress in male infertility. Verlag. St. Augstin.

Ganesha IGH, Linawati NM, Satriyasa BK. 2020. Pemberian ekstrak etanol kubis ungu   (Brassica   oleraceae L.)

menurunkan kadar malondiadehid dan jumlah makrofrag jaringan paru tikus yang     terpapar     asap     rokok.

Dissertations/Thesis.         Udayana:

Udayana University.

Laksmi DNDI. 2010. Glutathion

meningkatkan    kualitas    tubulus

seminiferus pada mencit yang menerima pelatihan fisik berlebih. Bul. Vet. Udayana. 2(1): 11-19.

Matilde M, Fulvio U. 2002. Oxidative stress, spermatogenesis and fertility. J Biol. Chem. 8(10): 205-215.

Rahmawati I. 2015. Perbedaan jumlah sel-sel spermatosit primer dan spermatid setelah pemberian nikotin antara 2 minggu dan 3 minggu pada mencit (Mus musculus). J. Health Sci. 5(2): 128-134.

Reval A, Li H, Dhatuwala CB. 2000. Morphometric analysis of rat testis following chronic exposure to cigarette smoke. J. Environ. Pathol. Toxicol. Oncol. 19(4): 363-368.

Sanocka D, Kurpisz M. 2004. Reactive oxygen species and sperm cells. J.

bebas. In: Majalah Acid FMIPA Universitas Lampung. Edisi III/Tahun V. Pp. 34-38.

Sunarno A. 2007. Pollen, royal jelly, propolis, lilin lebah, sarang lebah, roti lebah dan lawva lebah jantan. In: Terapi Madu. Penebar Swadaya. Jakarta. Pp. 20-140.

Susetyarini E. 2010. Uji aktivitas tanin daun beluntas (Pluchea indica) terhadap potensi fertilisasi spermatozoa tikus putih jantan. J. Gamma. 8(2): 14-20.

Susetyarini E. 2015. Jumlah sel spermiogenesis tikus putih yang diberi daun beluntas (Pluchea indica) sebagai sumber belajar. J. Biol. 20(5): 462-266.

Widotama G. 2008. Pengaruh isolat herba vernonia       cinerea       terhadap

spermatogenesis tikus putih. J. Kimia. 2

Reprod. Biol. Endocrinol. 2(12): 2-7.            (2): 117-124.

Sofia D. 2005. Antioksidan dan radikal


Gambar 1. Gambar histologi kualitas tubulus seminiferous tikus putih. Ket: Gambaran histologi tubulus seminiferous pada tikus putih yang terpapar asap rokok; (A) perlakuan kontrol tanpa pemberian bee pollen; (B) perlakuan P1 dengan pemberian bee pollen sebanyak 9 mg/ 1 dosis; dan (C) perlakuan P2 dengan pemberian bee pollen sebanyak 18 mg/ 2 dosis.

Tabel 1. Rata-rata spermatosit primer tikus putih pada tiap perlakuan

Perlakuan      Rata-rata jumlah spermatosit primer

P0              20,26 ± 1,31a

P1             44,33 ± 4,97b

P2              82,16 ± 8,67c

Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda menandakan adanya perbedaan yang nyata pada tiap perlakuan (p<0,05).

P0: tikus terpapar asap rokok tanpa pemberian bee pollen

P1: tikus terpapar asap rokok dengan pemberian bee pollen 1 kali

P2: tikus terpapar asap rokok dengan pemberian bee pollen 2 kali

808