ECOENZYME INHIBITORY TEST AGAINST STAPHYLOCOCCUS SP BACTERIAL GROWTH. ISOLATED FROM THE ECTODERMAL TISSUE OF DOG SKIN
on
Volume 15 No. 2: 278-285
April 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p14
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Uji Daya Hambat Ekoenzim terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus spp. yang Diisolasi dari Jaringan Ektodermal Kulit Anjing
(ECOENZYME INHIBITORY TEST AGAINST STAPHYLOCOCCUS SP BACTERIAL GROWTH. ISOLATED FROM THE ECTODERMAL TISSUE OF DOG SKIN)
Margaretha Dhea Sinthalarosa1, I Nyoman Suartha2, Putu Henrywaesa Sudipa3
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
2Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. Raya Sesetan Gg. Markisa No. 6, Denpasar Selatan, Bali, Indonesia;
-
3Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia.
*Email: dheafuture06@gmail.com
Abstrak
Anjing sangat rentan terhadap serangan penyakit kulit seperti dermatitis dan bakteri yang sering ditemukan pada kasus dermatitis adalah Staphylococcus spp. Obat herbal ramah lingkungan dan dipercaya sebagai antimikroba adalah ekoenzim. Ekoenzim dalam penelitian ini terbuat dari bahan kulit pepaya (Carica papaya L.), kulit sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat ekoenzim terhadap bakteri Staphylococcus spp. yang diisolasi dari jaringan ektodermal kulit anjing. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan modifikasi difusi lempeng agar (Kirby Bauer) dengan teknik sumuran atau agar well diffusion. Penelitian ini bersifat eksperimental dan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan yaitu ekoenzim konsentrasi 30%, 50%, 70%, 100%, kontrol positif dan kontrol negatif. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Games-Howell. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekoenzim yang digunakan memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus spp. pada konsentrasi 50%, 70% dan 100%.
Kata kunci: Daya hambat; ekoenzim; in vivo; ramah lingkungan; Staphylococcus spp.
Abstract
Dogs are very susceptible to skin diseases such as dermatitis and bacteria that are often found in cases of dermatitis are Staphylococcus spp. Environmentally friendly herbal medicines and believed to be antimicrobial are ecoenzymes. The ecoenzymes in this study were made from papaya skin (Carica papaya L.), soursop skin (Annona muricata L.), neem leaf (Azadirachta indica A. Juss) and lemongrass (Cymbopogon winterianus Jowitt). This study aims to determine the inhibitory power of ecoenzymes against Staphylococcus spp. bacteria isolated from dog skin ectodermal tissue. This research uses a quantitative method with modification of agar plate diffusion (Kirby Bauer) with well diffusion technique. This study was experimental and used a completely randomized design with 6 treatments, namely ecoenzyme concentrations of 30%, 50%, 70%, 100%, positive control and negative control. Data analysis used ANOVA and continued with the Games-Howell test. The results showed that the ecoenzyme used had inhibition against Staphylococcus spp. bacteria at concentrations of 50%, 70% and 100%.
Keywords: Ecoenzyme; environmentally friendly; in vivo; inhibition; Staphylococcus spp
PENDAHULUAN
Belakangan ini obat herbal yang populer dikalangan masyarakat karena dipercaya dapat menjadi cairan pembersih, desinfektan, pembasmi serangga, hingga pupuk tanah adalah ekoenzim. Ekoenzim merupakan hasil fermentasi dari limbah dapur organik (buah dan sayur), gula merah dan air. Kepopuleran ekoenzim ini tidak terlepas dari cara pembuatannya yang sederhana, bahan yang murah serta produk yang ramah lingkungan karena menggunakan sampah dapur organik. Produk fermentasi ekoenzim memiliki aktivitas antimikroba tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Arifin et al., 2009). Kandungan dalam ekoenzim yang dapat membunuh kuman, virus dan bakteri patogen adalah asam asetat (H3COOH) yang dihasilkan dari proses fermentasi serta enzim-enzim dihasilkan saat proses fermentasi ekoenzim tergantung pada jenis bahan yang digunakan (Mavani et al., 2020).
Anjing memiliki kulit yang sangat rentan terhadap serangan penyakit kulit seperti dermatitis. Sebagai organ yang menutupi seluruh permukaan eksternal tubuh, kulit berfungsi sebagai perlindungan fisik paling pertama yang mencegah agen patogen lainnya masuk kedalam tubuh (Medleau et al., 2006). Dermatitis merupakan radang pada kulit dengan gejala pruritus, lesi utama yang umum ditemukan yaitu eritema, papula, pustula, alopesia maupun krusta dan bakteri yang sering ditemukan pada kasus dermatitis adalah Staphylococcus spp. (Susilawati, 2019).
Bakteri Staphylococcus spp. merupakan flora normal pada kulit dan bagian oral beberapa hewan termasuk anjing (Wang et al., 2013). Bakteri Staphylococcus spp. memiliki sifat patogen oportunistik dan dapat menyebabkan infeksi, terutama pada bagian kulit (Bajwa, 2016). Apabila bakteri Staphylococcus spp. menembus penghalang kulit dan berhasil menghindar
dari sistem kekebalan tubuh anjing maka dapat mengakibatkan infeksi serius, termasuk sepsis, septic arthritis, osteomyelitis, dan endokarditis (Morell et al., 2010). Penyakit kulit anjing yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus spp. sering kali diobati menggunakan antibiotika (Sanu et al., 2015). Penggunaan antibiotika secara terus menerus memungkinkan terjadinya resistensi bakteri Staphylococcus spp. terhadap antibiotik (Saepudin et al., 2007). Oleh karena itu, obat herbal merupakan alternatif yang dibutuhkan dalam pengobatan dermatitis akibat infeksi bakteri Staphylococcus spp. Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui daya hambat ekoenzim yang terbuat dari kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. yang diisolasi dari jaringan ektodermal kulit anjing.
METODE PENELITIAN
Isolasi dan Identifikasi Bakteri
Sampel diambil dengan metode swab yaitu menggunakan cotton swab steril dan digosokkan pada area kulit, dikultur secara aseptis pada media NA selama 18-24 jam dengan suhu 37oC. Uji pewarnaan Gram dilakukan untuk mengamati bentuk mikroskopis bakteri. Bakteri Staphylococcus spp. merupakan bakteri gram positif sehingga secara mikrokopis akan berwarna unggu, bentuknya kokus dan tersusun dalam rangkaian tidak beraturan (Soedarmo, 2008). Selanjutnya pemurnian bakteri dilakukan bertujuan agar diperoleh biakan murni yang diinginkan tanpa ada kontaminasi dari mikroba lain (Ed-har et al., 2017).
Uji katalase dilakukan dengan mengambil sedikit koloni dari kultur murni bakteri Staphylococcus spp. kemudian
diletakkan pada object glass yang telah ditetesi dengan H202. Hasil positif akan ditandai dengan adanya gelembung gas yang diproduksi oleh genus Staphylococcus, uji ini dilakukan untuk membedakan bakteri Staphylococcus spp. dengan bakteri Streptococcus sp. (Todar, 2005).
Uji MSA dilakukan dengan cara mengkultur koloni bakteri Staphylococcus spp. pada media Mannitol Salt Agar (MSA). Uji MSA merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri Staphylococcus spp. dalam memfermentasi mannitol. Uji MSA berguna untuk membedakan bakteri Staphylococcus aureus dengan bakteri Staphylococcus jenis lainnya, dimana bakteri Staphylococcus aureus ditunjukkan dengan perubahan warna pada media dari warna merah menjadi kuning karena adanya fenol acid dan bakteri Staphylococcus jenis lainnya tidak ada perubahan warna pada media (Toelle dan Lenda, 2014).
Pembuatan Suspensi Bakteri
Pembuatan suspensi dilakukan dengan mengambil satu ose koloni bakteri Staphylococcus spp. di masukkan kedalam tabung reaksi yang berisi media NB sebanyak 5 ml, kemudian dihomogenkan dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC. Suspensi bakteri kemudian diencerkan dengan menggunakan NaCl 0,9 % sampai kekeruhannya sesuai dengan standar kekeruhan McFarland 0,5 (Nuria, 2010).
Pembuatan Konsentrasi Ekoenzim dan Pengecekan Ph
Konsentrasi ekoenzim dibuat masing-masing pengenceran sebanyak 10 ml. Ekoenzim dengan konsentrasi 30% dibuat dengan melarutkan 3 ml ekoenzim dengan 7 ml aquades, ekoenzim dengan konsentrasi 50% dibuat dengan melarutkan 5 ml ekoenzim dengan 5 ml aquades, ekoenzim dengan konsentrasi 70% dibuat dengan melarutkan 7 ml ekoenzim dengan 3 ml aquades, dan ekoenzim dengan
konsentrasi 100% tidak perlu dilarutkan. Masing-masing larutan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian dilanjutkan dengan pengecekkan pH ekoenzim dengan masing-masing konsentrasi menggunakan pH meter. Hidupkan alat pH meter, kemudian celupkan sensor pH ke dalam tabung yang berisi ekoenzim dengan berbagai konsentrasi lalu tunggu hingga angka yang menunjukkan pH berhenti.
Metode Uji Sensitivitas
Metode yang digunakan yaitu modifikasi metode difusi lempeng agar (Kirby Bauer) dengan teknik sumuran atau agar well diffusion (Akeel et al., 2017). Pada media MHA dibuat sumuran dengan diameter 5 mm menggunakan cork burner. Suspensi bakteri Staphylococcus spp. diinokulasikan dengan metode sebar menggunakan cotton swab steril pada media MHA kemudian setiap lubang diberikan stiker penanda sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Tiap sumuran pada media MHA diisi ekoenzim dengan konsentrasi yang berbeda (30%, 50%, 70%, dan 100%), pada lubang kontrol negatif diberikan aquades dan lubang kontrol positif diberi larutan clindamycin dengan volume sebanyak 30 uL. Selanjutnya media diinkubasikan pada pada suhu 37°C selama 24 jam dan diamati hingga terbentuk zona hambat dan diukur.
Pengamatan Uji Sensitivitas
Pengamatan uji sensitivitas dilakukan dengan melihat adanya pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. di daerah sekitar lubang sumuran yang diberi ekoenzim pada media MHA. Terbentuknya hambatan disekitar lubang sumuran yang tidak ditumbuhi bakteri menunjukkan hasil positif dan zona hambat dapat diukur dengan satuan milimeter (mm) menggunakan jangka sorong. Pengamatan uji sensitivitas dilakukan dengan menghitung zona hambat (Surjowardojo et al., 2016).
Analisis Data
Data yang diperoleh dari perhitungan diameter zona hambat pada setiap perlakuan dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Games-Howell menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 25.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pemeriksaan pH formula ekoenzim dengan konsentrasi 30%, 50%, 70%, 100%, kontrol negatif dan kontrol positif memiliki pH yang berbeda-beda dan semakin pekat ekoenzim maka semakin asam pH. Sedangkan kontrol negatif memiliki pH netral dan kontrol positif memiliki pH basa, dapat dilihat pada tabel 1.
Pengujian daya hambat bakteri Staphylococcus spp. terhadap ekoenzim dilakukan dengan modifikasi metode difusi lempeng agar (Kirby Bauer) dengan teknik sumuran atau agar well diffusion. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekoenzim dapat menghambat bakteri Staphylococcus spp. pada konsentrasi 50%, 70%, dan 100% sedangkan tidak dapat menghambat pada konsentrasi 30% hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan diameter zona hambatan yang terbentuk setelah di inkubasi pada inkubator. Data hasil pengukuran zona hambat dari ekoenzim (30%, 50%, 70% dan 100%) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. dapat dilihat pada tabel 2.
Daya hambat yang dihasilkan oleh ekoenzim dengan konsentrasi 30% yaitu 0 mm dan tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (p>0,05). Sedangkan daya hambat ekoenzim dengan konsentrasi 50%, 70%, dan 100% yaitu 1,38 mm; 6,23 mm; 8,20 mm berturut-turut dan berbeda nyata dengan kontrol negatif dan kontrol positif (p<0,05).
Pemahasan
Ekoenzim merupakan larutan zat organik kompleks yang diproduksi dari proses fermentasi sampah organik, gula, dan air. Salah satu kandungan dalam ekoenzim adalah asam asetat (H3COOH) yang dapat membunuh bakteri dengan cara merusak membran sel dengan gradien pH, dan menyebabkan gangguan aktivitas metabolisme sel (Mavani et al., 2020). Ekoenzim memiliki sifat asam karena kandungan asam asetat didalamnya,namun ekoenzim akan memiliki pH yang berbeda tergantung pada bahan limbah yang digunakan. Menurut literatur fermentasi ekoenzim berhasil jika terbentuk larutan ekoenzim dengan pH dibawah 4 (Win, 2011). Sedangkan bakteri Staphylococcus spp. tumbuh optimum pada pH 8 (Fantoni et al., 2008), bakteri Staphylococcus aureus mampu tumbuh dalam kisaran pH 4,0-9,8 dengan pH optimum 6-7 (Medvedova et al., 2011) serta bakteri Staphylococcus epidermidis tumbuh optimal pada pH 5-7 (Lyer et al., 2021). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit buah pepaya (Carica papaya L.), sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt). Ekoenzim yang dibuat menggunakan kulit buah pepaya mengandung enzim protease yang dapat menghancurkan integritas fisik zat polimer ekstraseluler (EPS), struktur sel bakteri dan menyebabkan kematian sel (Mavani et al., 2020). Selain itu senyawa flavonoid, alkaloid, tannin, saponin, dan steroid yang terkandung pada sirsak, daun mimba dan sereh wangi diketahui memiliki aktivitas antibakteri yang baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Pertumbuhan bakteri dapat dihambat oleh berbagai zat. Hambatan pertumbuhan itu dapat dibuktikan dengan tidak terdapatnya bakteri yang tumbuh, atau terbentuknya zona jernih pada media.
Hasil pengujian pH menunjukkan kontrol negatif memiliki pH 6,9 yaitu netral dan uji hambatan menunjukkan hasil tidak terbentuknya zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus spp. hal ini disebabkan karena kontrol negatif dalam penelitian ini menggunakan aquades, aquades merupakan air penyulingan atau air murni yang didalamnya tidak terkandung senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga dapat digunakan sebagai kontrol negatif.
Ekoenzim dengan konsentrasi 30% dalam penelitian memiliki pH 4,6 yang tergolong asam namun tidak dapat membunuh bakteri Staphylococcus spp. yang dapat bertahan hidup sampai pada pH 4 uji hambatan menunjukkan hasil tidak terbentuknya zona hambat yaitu 0 mm terhadap bakteri Staphylococcus spp. Ekoenzim dengan konsentrasi 50% memiliki pH 4,2 yang masih tergolong asam namun tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. dengan maksimal karena bakteri tersebut mampu bertahan hidup sampai pada pH 4 sehingga menghasilkan zona hambat yang kecil yaitu 1,38 mm. Ekoenzim dengan konsentrasi 70% memiliki pH 3,7 yang tergolong asam dan dapat membunuh serta menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. sehingga menghasilkan zona hambat bakteri yaitu 6,23 mm. Ekoenzim dengan konsentrasi 100% memiliki pH 3,5 yang tergolong asam dan dapat membunuh serta menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. sehingga menghasilkan zona hambat bakteri yaitu 8,20 mm. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mavani et al. (2020) dan Dewi et al. (2016) bahwa ekoenzim dengan konsentrasi diatas 50% mampu menghambat pertumbuhan bakteri, sebaliknya ekoenzim dengan konsentrasi dibawah 50% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Ekoenzim memiliki kemampuan antibakteri, daya hambat ekoenzim
terhadap pertumbuhan bakteri berhubungan dengan kandungan asam asetat di dalamnya. Asam asetat (H3COOH) dapat membunuh bakteri dengan cara merusak membran sel dengan gradien pH, dan menyebabkan gangguan aktivitas metabolisme sel. Tekanan osmotik yang tinggi dalam sel kemudian menyebabkan masuknya air dan terjadi osmolisis sel (Mavani et al., 2020). Asam asetat juga dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri melalui mekanisme dimana molekul terdisosiasi dan terionisasi mengalir melalui membran sel mikroorganisme, untuk menjaga pH intraseluler ion hidrogen dilepaskan dan pH yang asam tersebut menyebabkan sel mengalami deformasi dan merusak kegiatan enzimatik, protein, dan struktur DNA bakteri yang menyebabkan kerusakan membran ekstraseluler. Dalam mekanisme lainnya, perubahan dalam permeabilitas sel akan menghambat transportasi substrat, sementara perubahan pH dalam sel akan menekan oksidasi NADH, hal ini akan mempengaruhi system transportasi elektron dan menyebabkan kematian bakteri (In et al., 2012).
Selain asam asetat, terbentuknya zona hambat bakteri juga berhubungan dengan enzim protease yang terkandung dari ekoenzim berbahan kulit papaya juga berperan dalam menghancurkan integritas fisik zat polimer ekstraseluler (EPS) pada struktur bakteri sehingga menyebabkan kematian sel bakteri. Senyawa flavonoid, alkaloid, tannin, saponin, dan steroid yang terkandung pada sirsak, daun mimba dan sereh wangi yang terkandung pada ekoenzim juga dapat berpengaruh terhadap terbentuknya zona hambat bakteri karena diketahui memiliki aktivitas antibakteri yang baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Sapitri et al., 2021; Mavani et al., 2020; Saraswati, 2013; Boro et al., 2018). Namun dalam penelitian ini belum dilakukan uji-uji tambahan atau pengecekkan komposisi secara detail guna menentukan kadar asam asetat, enzim serta
senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekoenzim tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekoenzim mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. pada konsentrasi 50% dengan pH 4,2 dan diameter zona hambat sebesar 1,38 mm, pada konsentrasi 70% dengan pH 3,7 dan diameter zona hambat sebesar 6,23 mm serta pada konsentrasi 100% dengan dengan pH 3,5 dan diameter zona hambat sebesar 8,20 mm.
Saran
Perlu dilakukan uji tambahan atau pengecekkan secara detail terkait kadar serta komponen-komponen asam asetat, enzim dan senyawa yang terdapat pada ekoenzim.
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Rektor melalui LPPM atas bantuan dana untuk penelitian dengan kontrak nomor
B/78.141/UN14.A/PT. 01.03/2022, Dekan, Kepala Laboratorium Bakteriologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas fasilitas yang telah diberikan selama penelitian dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akeel RA, Mateen A, Janardhan K, Gupta
VC. 2017. Analysis of anti-bacterial and anti oxidative activity of azadiractha indica bark using various solvent extracts. Saudi J. Biol. 24(1): 11-14.
Amin MF, Ariwibowo T, Febria. 2021.
Efek antibakteri tumbuhan pepaya (carica papaya L.) Terhadap Porpyromonas Gingivalis. J. Ked.n
Gigi Terpadu. 3(1): 86-90.
Arifin LW, Syambarkah A, Purbasari HS, Ria R, Puspita VA. 2009. Introduction of Eco-enzyme to support organic
farming in Indonesia. Asian J. Food Agro-Industry. Special issue: 357-358.
Bajwa J. 2016. Canine superficial pyoderma and therapeutic
considerations. The Can. Vet. J. 57(2): 204-206.
Boro SEE, Suartha IN, Sudimartini LM. 2018. Efektivitas ekstrak daun mimba terhadap micrococcus luteus yang diisolasi dari anjing penderita dermatitis kompleks. Indon. Med. Vet. 7(5): 588596.
Dewi MA, Anugrah R, Nurfitri YA. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekoenzim terhadap escherchia coli dan shigella dysenteriae. Proc. Sem. Nas. Farmasi. (SNIFA) 2 UNJANI, 978-602-73060-28.
Ed-har AA, Widyastuti R, Djajakirana G. 2017. Isolasi dan identifikasi mikroba tanah pendegradasi selulosa dan pektin dari rhizosfer aquilaria malaccensis. Bul. Tanah Lahan. 1(1): 58-64.
Fatoni A, Zusfahair, Lestari P. 2008. Isolasi dan karakterisasi protease ekstraseluler dari bakteri dalam limbah cair tahu. J. Natur Indon.10(2): 83-88.
Hodille E, Badiou C, Bouveyron C, Bes M, Tristan A, Vandenesch F, Lina G, Dumitrescu O. 2018. Clindamycin suppresses virulence expression in inducible clindamycin-resistant
staphylococcus aureus strains. Ann. Clin. Microbiol. Antimicrob. 17(38): 1-6.
In YW, Kim JJ, Kim HJ, Oh SW. 2012. Antimikrobial activities of acetic acid, citric acid, and lactic acid againts shigella species. J. Food Safety. 33(1): 79-83.
Lyer V, Raut J, Dasgupta A. 2021. Impact of pH on growth of staphylococcus epidermidis and staphylococcus aureus in vitro. J. Med. Microbiol. 70(9).
Mavani HAK, Tew IM, Wong L, Yew HZ, Mahyuddin A, Ghazali RA, Pow EHN. 2020. Antimicrobial efficacy of fruit peels eco-enzyme against enterpcoccus faecalis: an in vitro study. Int. J. Environ. Res. Pub. Health. 17: 5107.
Medleau L, Hnilica KA. 2006. Small animal dermatology. A Colour Atlas and Therapheutic Guide. Second Edition. Saunders Elseiver. St Louis Missouri.
Medvedova A, Valik L. 2011. Structure and function of food engineering. In Tech, DOI:10.5772/48175.
Morell EA, Baikin DM. 2010.
Methicillin-resistant staphylococcus aureus: a pervasive pathogen
highlights the need for new antimicrobial developm ent. J. Biol. Med. 83: 223-233.
Nuria MC. 2010. Antibacterial activities from jangkang (homalocladium platycladum (f. muell) bailey) leaves. Mediagro. 6(2): 9-15.
Saepudin SRH, Hanifah S. 2007, Perbandingan penggunaan antibiotika pada pengobatan pasien infeksi saluran kemih yang menjalani rawat inap di salah satu RSUD di Yogyakarta tahun 2004 dan 2006, Fakultas Mipa Jurusan Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Sanu EM, Sanam MUE, Tangkonda E. 2015. Uji sensitivitas antibiotika terhadap staphylococcus aureus yang diisolasikan dari luka kulit anjing di Desa Merbaun, Kecamatan Amarasi Barat Kabupaten Kupang. J. Kajian Vet. 3(2): 175-189.
Sapitri A, Mayasari U. 2021. Formulasi sediaan obat kumur dari infusa daun sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt ex Bor). J. Health Sain. 2(3): 286-293.
Saraswati HA. 2013. Aktivitas antibbakteri ekstrak etanol daging buah sirsak
(annona muricata L.) terhadap
staphylococcus aureus, streptococcus pneumoniae, shigella sonnei dan pseudomonas aeruginosa beserta profil kromatografi lapis tipis. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Soedarmo SSP. 2008. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Surjowardojo P, Susilorini TE, Benarivo V. 2016. Daya hambat dekok kulit apel malang (malus sylvestris mill) terhadap pertumbuhan escherichia coli dan
streptococcus agalactiae penyebab
mastitis pada sapi perah. Ternak Trop. 17(1): 11-21.
Susilawati DE. 2019. Staphylococcus penyebab dermatitis pada anjing: isolasi. Identifikasi, dan Uji Sensitivitas Staphylococcus sp. Terhadap
Amoxicillin. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Todar K. 2002. Staphylococcus bacteriology at uw-bacteriology 330 home page 1-7.
Toelle NN, Lenda V. 2014. Identifikasi dan karakteristik staphylococcus sp. dan streptococcus sp. dari infeksi ovarium pada ayam petelur komersial. J. Ilmu Ternak. 1(7): 32-37.
Wang N, Weilan AN, Klompas M. 2013. Staphylococcus intermedius infections: case report and literature review. Infect. Dis. Rep. 5(1): e3.
Win YC. 2011. Ecoenzyme activating the earth’s self-healing power. Alih Bahasa: Gan Chiu Har. Malaysia: Summit Print SDN. BHD; 6, 8, 9-14.
Tabel 1 Hasil pengukuran pH ekoenzim 30%, 50%, 70%, 100%, kontrol negatif dan kontrol positif.
Perlakuan |
pH |
Kontrol (-) |
6,9 |
Ekoenzim 30% |
4,6 |
Ekoenzim 50% |
4,2 |
Ekoenzim 70% |
3,7 |
Ekoenzim 100% |
3,5 |
Kontrol (+) |
9,0 |
Tabel 2 Hasil pengukuran rata-rata zona hambat ekoenzim terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus spp. pada jaringan ektodermal kulit anjing.
Perlakuan |
Rerata diameter zona hambat (mm) ± SD |
Kontrol (-) |
0a |
Ekoenzim 30% |
0a |
Ekoenzim 50% |
1,38 ± 0,30b |
Ekoenzim 70% |
6,23 ± 0,60b |
Ekoenzim 100% |
8,20 ± 0,60b |
Kontrol (+) |
38,79 ± 2,29b |
Keterangan: abHuruf superskrip yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05). Sebaliknya, huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). SD=Standar Deviasi.
285
Discussion and feedback