Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 15 No. 2: 169-176

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                                  April 2023

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                             DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i02.p02

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Uji Daya Hambat Eko-enzim terhadap Perumbuhan Bakteri Streptococcus spp. yang Diisolasi dari Jaringan Ektodermal Kulit Anjing

(GROWTH INHIBITION TEST OF ECO-ENZYME AGAINTS STREPTOCOCCUS SPP. ISOLATED FROM THE ECTODERMAL TISSUE OF DOG’S SKIN)

Sheira Tannia Welfalini1*, I Nyoman Suartha2, Putu Henrywaesa Sudipa3

  • 1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;

  • 2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. Raya Sesetan Gg. Markisa No. 6, Denpasar Selatan, Bali, Indonesia;

  • 3Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia.

*Email: [email protected]

Abstrak

Anjing memiliki kulit yang rentan terhadap serangan penyakit kulit akibat infeksi bakteri. Salah satu bakteri yang merupakan flora normal di kulit anjing tetapi dapat juga bersifat infeksius yaitu Streptococcus spp. yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti abses, infeksi lokal, serta septikemia yang mengancam nyawa. Produk fermentasi eko-enzim diduga memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi karena kandungan asam asetat yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri eko-enzim dalam menghambat Streptococcus spp. dengan metode agar well diffusion menggunakan rancangan acak lengkap terhadap 6 perlakuan dan 4 kali ulangan yaitu eko-enzim konsentrasi 30%, 50%, 70%, 100%, aquades sebagai kontrol negatif dan Penicillin G sebagai kontrol positif. Parameter yang diukur adalah besarnya diameter zona hambat yang terbentuk di lubang sumuran. Hasil uji aktivitas antibakteri dianalisis dengan metode ANOVA. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa eko-enzim dengan konsentrasi 30%, 70%, dan 100% berpotensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus spp.

Kata kunci: Antibakteri, daya hambat, eko-enzim, in vitro, Streptococcus spp.

Abstract

Dogs skin are susceptible to skin diseases cause by bacterial infection. Although Streptococcus spp. is a component of the normal flora of the skin, streptococcal infection can cause diseases in dogs such as abscesses, local infections, and life-threatening septicemia. Eco-enzyme fermentation products are suspected to have high antibacterial activity due to the content of acetic acid. This study aims to determine the antibacterial activity of eco-enzyme in inhibiting the growth of Streptococcus spp. using the agar well diffusion method with a completely randomized design experiment of 6 treatments and 4 trials which include eco-enzyme with concentrations of 30%, 50%, 70%, 100%, aquadest as the negative control, and Penicillin G as the positive control. The parameter measured is the diameter of the inhibition zone formed. The data were then analyzed with Analysis of Variance (ANOVA). The results of the study showed that the eco-enzyme with concentrations of 30%, 70%, and 100% were able to inhibit the growth of Streptococcus spp.

Keywords: Antibacterial, eco-enzyme, inhibition, in vitro, Streptococcus spp.

PENDAHULUAN

Dewasa ini, anjing menjadi bagian dari hidup manusia yang saling hidup berdampingan. Dalam memelihara anjing,

banyak faktor yang harus diperhatikan seperti nutrisi pakan hewan, kebersihan lingkungan hewan, serta kesehatan hewan yang merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian lebih. Anjing

memiliki kulit yang rentan terhadap serangan penyakit kulit karena kulit merupakan organ terbesar yang menutupi seluruh permukaan eksternal tubuh dan berfungsi sebagai perlindungan fisik pertama dalam mencegah agen patogen lainnya masuk (Medleau dan Hnilica, 2006).

Salah satu bakteri yang merupakan komponen flora normal di kulit anjing tetapi dapat juga bersifat infeksius yaitu Streptococcus spp. Bakteri ini dapat berada pada kulit dan saluran pencernaan anjing yang sehat secara klinis dan dapat dikultur dari konjungtiva, telinga, genitalia eksterna, usus, feses, kulit, rongga mulut, dan saluran pernapasan bagian atas (Lamm et al., 2010). Pengobatan menggunakan antibiotika secara terus menerus memungkinkan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Saepudin et al., 2007). Maka dari itu diperlukan obat herbal sebagai zat antimikrobial alami yang dapat mengobati penyakit kulit akibat infeksi Streptococcus spp. yang dapat digunakan secara rutin, dan memiliki efek samping minim.

Eko-enzim adalah enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan alami, seperti protein tumbuhan, mineral dan hormon (Dewi et al., 2017). Menurut literatur, produk fermentasi eko-enzim memiliki aktivitas antimikroba tinggi sehingga dapat menghambat partumbuhan mikroba (Arifin et al., 2009). Hal ini karena eko-enzim mengandung asam asetat (H3COOH) yang bekerja sebagai antibakteri (Rochyani et al., 2020).

Kemampuan dari eko-enzim sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pengobatan alternatif sekaligus perawatan kulit hewan dalam mencegah terjadinya infeksi bakteri pada kulit anjing. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antibakteri dari eko-enzim terhadap Streptococcus spp. yang diisolasi dari jaringan ektodermal kulit anjing dengan harapan mampu menjadi alternatif pengobatan terhadap infeksi Streptococcus

spp. serta dapat menjadi bahan aktif antibakteri yang dapat menjaga kulit anjing dari infeksi Streptococcus spp.

METODE PENELITIAN

Pengambilan Sampel

Sampel dari isolat bakteri Streptococcus spp. yang telah diisolasi di Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana berasal dari jaringan ektodermal kulit anjing. Sampel diambil dengan metode swab yaitu menggunakan cotton swab steril dan digosokkan pada area kulit, kemudian dimasukkan ke dalam media transport (media Stuart).

Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Seberat 5,6gram NA dicampurkan dengan 200ml aquades dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Media diaduk dengan magnetic stirrer agar homogen kemudian ditutup menggunakan alumunium foil lalu disterilkan pada autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C. Masing-masing dituangkan 20 ml/cawan petri. Kemudian tunggu media hingga memadat.

Identifikasi Bakteri Streptococcus spp.

Sampel bakteri yang telah diambil dari kulit anjing dikultur secara aseptis pada media Nutrient Agar selama 24 jam dengan suhu 37oC, pertumbuhan bakteri diamati dengan melihat morfologi koloni. Koloni bakteri yang sesuai kemudian diambil untuk dilanjutkan dengan pewarnaan gram kemudian diidentifikasi di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Selanjutnya dilakukan pemurnian (purification) yang bertujuan untuk memperoleh biakan murni yang diinginkan tanpa ada kontaminan dari mikroba lain (Ed-har et al., 2017). Pemurnian dilakukan dengan cara memilih koloni yang sesuai dengan morfologi koloni bakteri Streptococcus spp. kemudian dipindahkan dengan menggunakan metode streak plate (cawan gores) (Fitriasari et al., 2020).

Setelah mendapat biakan murni, dilakukan penanaman bakteri pada media Blood Agar

selama 24 jam dengan suhu 37oC. Blood Agar adalah salah satu jenis media yang memungkinkan bakteri untuk dibedakan berdasarkan jenis hemolisis yang dihasilkan. Pengamatan reaksi hemolitik pada Blood Agar sangat berguna dalam identifikasi bakteri, terutama Streptococcus spp. (Chen, 2021). Kemudian dilakukan uji biokimia yaitu uji katalase dengan cara mengambil koloni bakteri menggunakan ose dan digores pada kaca objek lalu teteskan dengan larutan H2O2 3%, dan langsung diamati terjadinya penguraian hidrogen peroksida. Jika uji katalase negatif yang ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung udara, hal tersebut menandakan bakteri Streptococcus spp. (Damayanti et al., 2018; Rahayu, 2015).

Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)

Seberat 0,3gram NB dicampurkan dengan 30ml aquades dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Media diaduk dengan magnetic stirrer agar homogen kemudian ditutup menggunakan alumunium foil lalu disterilkan pada autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C. Masing-masing dituangkan 5 ml/tabung reaksi.

Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)

Seberat 3,4gram MHA dicampurkan dengan 100ml aquades dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Media diaduk dengan magnetic stirrer agar homogen kemudian ditutup menggunakan alumunium foil lalu disterilkan pada autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C. Masing-masing dituangkan 20 ml/cawan petri. Kemudian tunggu media hingga memadat.

Pembuatan Suspensi Bakteri

Pembuatan suspensi dilakukan dengan mengambil tiga hingga sepuluh koloni kultur bakteri Streptococcus spp. pada media NA dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan Nutrient Broth sebanyak 5ml, kemudian dihomogenkan dan tunggu selama 24 jam dengan suhu 37°C di dalam inkubator hingga berubah menjadi keruh sesuai

dengan standar kekeruhan McFarland 0,5. Standard Mcfarland yang paling umum digunakan adalah Standard Mcfarland 0,5 yang setara dengan jumlah perkiraan suspensi bakteri yaitu 1,5x108CFU/ml dimana standar tersebut merupakan dasar untuk percobaan kerentanan antimikroba dan percobaan hasil biakan bakteri (Aviany dan Pujiyanto, 2020).

Eko-enzim

Bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan eko-enzim yaitu sisa-sisa bahan organik seperti kulit buah dan tumbuhan. Pada penelitian ini menggunakan eko-enzim yang dibuat dengan perbandingan air: limbah organik: molase (gula)= 10:3:1 (Rochyani et al., 2020). Bahan-bahan limbah organik yang digunakan sebagai bahan eko-enzim dalam penelitian ini yaitu buah papaya (Carica papaya L.), buah sirsak (Annona muricata L.), daun mimba/intaran (Azadirachta indica A. Juss), dan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt).

Pengukuran pH Eko-enzim

Eko-enzim dengan bahan buah pepaya, buah sirsak, daun mimba, dan daun sereh wangi diukur tingkat pH dengan menggunakan alat pH meter. Pertama-tama, eko-enzim dituang ke dalam gelas kemudian pH meter dicelupkan ke dalam gelas yang berisi eko-enzim dan tunggu hingga hasil angka keluar pada display pH meter.

Pembuatan Konsentrasi Eko-enzim

Konsentrasi eko-enzim dibuat masing-masing tiap pengenceran sebanyak 10ml yaitu eko-enzim 3ml (30%) dilarutkan dengan 7ml aquades, eko-enzim 5ml (50%) dilarutkan dengan 5ml aquades, eko-enzim 7ml (70%) dilarutkan dengan 3 ml aquades, dan eko-enzim 10ml (100%) yang tidak perlu dilarutkan. Masing-masing larutan dimasukan ke dalam tabung reaksi.

Metode Uji Sensitivitas

Metode yang digunakan untuk uji sensitivitas yaitu modifikasi metode difusi

lempeng agar (Kirby-Bauer) berupa metode uji kepekaan langsung dengan teknik lubang sumuran atau agar well diffusion (Akeel, et al., 2017). Suspensi bakteri diinokulasikan dengan metode sebar menggunakan cotton swab steril pada media MHA yang telah dibuat lubang sumuran menggunakan cork borer dengan diameter 5mm. Selanjutnya lubang sumuran   diisi   eko-enzim   dengan

konsentrasi berbeda (30%, 50%, 70%, dan 100%) pada setiap lubang sumuran, sedangkan pada lubang kontrol negatif diberikan aquades dan kontrol positif diberi larutan antibiotik Penicillin G. Masing-masing lubang sumuran diisi larutan sebanyak 30µL. Selanjutkan media diinkubasikan pada inkubator dengan suhu 37°C selama 24 jam dan diamati hingga terbentuk zona hambat dan diukur.

Pengamatan Uji Sensitivitas

Pengamatan dengan melihat adanya pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. di daerah sekitar lubang sumuran yang diberi eko-enzim pada media MHA. Terbentuknya hambatan di sekitar lubang sumuran yang tidak ditumbuhi bakteri menunjukkan hasil positif dan zona hambat dapat diukur dengan satuan milimeter menggunakan jangka sorong. Perhitungan zona hambat dapat dilakukan menggunakan      rumus      berikut

(Surjowardojo et al., 2016):

dl+d2

- X

2

Keterangan: d1= diameter media

vertikal zona bening pada


d2= diameter horizontal zona bening pada media

X = diameter lubang sumuran

Analisis Data

Data kuantitatif yang diperoleh dengan pengukuran diameter zona hambat dari setiap konsentrasi eko-enzim dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)

menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 25.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rataan zona hambat eko-enzim terhadap bakteri Streptococcus spp. paling lebar yaitu pada konsentrasi 100% dengan diameter 8,30±0,25 mm, sedangkan pada konsentrasi lain lebih sempit (Tabel 1).

Pembahasan

Pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. dapat dihambat oleh berbagai zat, seperti antibiotika dan zat lainnya yang memiliki kemampuan untuk menghambat bakteri atau bersifat antibakteri. Kemampuan daya hambat suatu zat dapat dibuktikan secara ilmiah pada laboratorium. Metode yang digunakan untuk uji sensitivitas dalam penelitian ini berupa metode uji kepekaan langsung dengan teknik lubang sumuran atau agar well diffusion method (Akeel, et al., 2017) yaitu daya hambat eko-enzim dilihat dengan terbentuknya zona bening (clear zone) yang menunjukkan bahwa terdapat penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri terhadap bakteri yang ditanam pada media (Hermawan et al., 2007).

Pada kontrol negatif zona hambat terhadap Streptococcus spp. tidak terbentuk karena aquades yang digunakan sebagai kontrol negatif dalam penelitian ini adalah air murni yang tidak mengandung senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sehingga aquades dapat digunakan sebagai kontrol negatif (Muljono et al., 2016).

Eko-enzim konsentrasi 30% dalam penelitian ini tidak menghasilkan daya hambat (0 mm) pada bakteri Streptococcus spp., hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mavani et al. (2020) bahwa eko-enzim dengan konsentrasi di bawah 50% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena terjadi pengurangan zat aktif yang terlarut dalam masing-masing konsentrasi tersebut, sehingga aktivitas antimikroba semakin

berkurang dengan semakin kecilnya konsentrasi bahan yang diuji (Henaulu dan Kaihena, 2020).

Pemberian eko-enzim terhadap Streptococcus spp. dengan konsentrasi 50% menghasilkan rata-rata diameter zona hambat yaitu 1,23 mm yang termasuk dalam respon hambat pertumbuhan lemah (<5 mm). Sedangkan pemberian eko-enzim terhadap Streptococcus spp. dengan konsentrasi 70% dan 100% menghasilkan rata-rata diameter zona hambat masing-masing yaitu 6,28 mm dan 8,30 mm yang termasuk dalam respon hambat pertumbuhan sedang (5-10 mm). Hal ini karena kandungan asam asetat dalam eko-enzim yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. dengan gradien pH dan fungsi asam karboksilatnya (Cortesia et al., 2014). Eko-enzim yang digunakan pada penelitian ini dengan bahan organik buah pepaya, buah sirsak, daun mimba, dan daun sereh wangi pada konsentrasi 100% memiliki pH 3,5. Kemudian eko-enzim konsentrasi 70% memiliki pH 3,7. Sedangkan eko-enzim konsentrasi 50% memiliki pH 4,2. Ketiga konsentrasi eko-enzim ini terbukti dapat menghambat bakteri Streptococcus spp. Menurut Rusdianasari (2021), eko-enzim yang baik memiliki pH ≤4. Semakin rendah pH, semakin baik pula eko-enzim yang dihasilkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil dalam penelitian ini dimana eko-enzim konsentrasi 70% dan 100% (pH <4) memiliki zona hambat sedang, sedangkan eko-enzim 50% (pH >4) memiliki zona hambat kecil. Menurut Zisu dan Shah (2003), pH 4.5 menciptakan kondisi pertumbuhan yang tidak menguntungkan bagi populasi bakteri dan menyebabkan berhentinya pertumbuhan Streptococcus spp. Hal tersebut sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kundukad et al. (2017), bahwa asam asetat pada pH 3,5 menyebabkan kematian pada bakteri, sedangkan asam asetat pada pH >4,2 tidak berpengaruh secara signifikan. Mekanisme

asam asetat dalam menembus dinding sel yaitu asam asetat berdifusi ke dalam sel bakteri. Karena pH asam asetat yang rendah dan pH di dalam bakteri tinggi, asam asetat memisahkan dan mengasamkan sitoplasma, sehingga aktivitas sel terganggu kemudian protein terdenaturasi dan menyebabkan kerusakan pada DNA yang akhirnya membunuh bakteri. Zona bening yang terbentuk pada eko-enzim konsentrasi 50% kecil, sedangkan zona bening yang terbentuk pada eko-enzim konsentrasi 70% dan 100% yaitu sedang. Hal ini karena peningkatan konsentrasi bahan yang digunakan menyebabkan semakin besar pula jumlah senyawa antibakteri yang berdifusi dalam medium agar, sehingga zona hambat akan meningkat seiring peningkatan konsentrasi (Suprianto, 2008). Sebaliknya, menurunnya diameter zona hambat diakibatkan oleh berkurangnya efektivitas senyawa antimikroba dari konsentrasi bahan yang digunakan (Fraizer dan Westhop (1979) dalam Suprianto, 2008).

Menurut Rastina et al. (2015), konsentrasi bahan antimikroba dan jenis bahan antimikroba yang dihasilkan memiliki hubungan dengan kemampuan suatu antimikroba dalam menghambat mikroorganisme, dimana semakin besar konsentrasi suatu antimikroba, maka semakin besar pula zona hambat yang terbentuk. Hal ini karena semakin tinggi konsentrasi bahan antimikroba, maka semakin banyak pula zat aktif yang terkandung di dalamnya sehingga efektivitas dalam menghambat bakteri akan semakin tinggi dan menghasilkan zona hambat yang lebih luas. Sebaliknya, pada konsentrasi yang rendah, zat antimikroba yang terdapat di dalam suatu bahan antimikroba akan semakin sedikit, sehingga aktivitas dalam menghambat bakteri akan semakin berkurang (Rahma et al., 2017). Hal tersebut yang menyebabkan semakin kecil zona hambat yang terbentuk saat konsentrasi yang digunakan semakin kecil pula.

Perlakuan kontrol positif pada penelitian ini yaitu dengan pemberian penicillin G 10unit yang menunjukkan rata-rata zona hambat pertumbuhan Streptococcus spp. sebesar 39,8 mm yang termasuk dalam kategori respon sangat kuat (≥ 20 mm). Penisilin merupakan obat bakterisida yang membunuh bakteri yang rentan dengan menghambat sintesis dinding sel peptidoglikan bakteri (Soares et al.,  2012).   Sensitivitas penicillin

dikategorikan      sensitif      terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. apabila diameter zona hambat yang terbentuk ≥ 24 mm (CLSI, 2020). Zona hambat yang terbentuk pada penelitian ini dikategorikan sensitif (≥ 24 mm) sehingga dapat digunakan sebagai kontrol positif.

Daya hambat dari eko-enzim konsentrasi 50% tergolong lemah dan eko-enzim konsentrasi 70% dan 100% tergolong sedang terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. berdasarkan parameter daya hambat antibakteri, tetapi lebih kecil dibandingkan daya hambat yang dihasilkan oleh penicillin G (39,8 mm). Namun hasil pengamatan ini tetap menunjukkan bahwa eko-enzim dengan konsentrasi 50%, 70%, dan 100% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. secara signfikan (p<0,05) walaupun zona hambat yang ditampilkan tidak sebesar zona hambat yang dihasilkan oleh kontrol positif. Eko-enzim dengan konsentrasi 100% menghasilkan zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. secara in vitro.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Eko-enzim yang terbuat dari bahan kulit pepaya (Carica papaya L.), kulit sirsak (Annona muricata L.), daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan sereh wangi (Cymbopogon winterianus Jowitt) terbukti mampu menghambat pertumbuhan Streptococcus spp. yang diisolasi dari

jaringan ektodermal kulit anjing secara in vitro.

Saran

Perlu dilakukan uji eko-enzim terhadap bakteri Streptococcus spp. secara in vivo untuk melihat seberapa efektifnya eko-enzim dalam menyembuhkan penyakit kulit pada anjing serta efek yang ditimbulkan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana melalui LPPM atas bantuan dana yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini dengan         kontrak         nomor

B/78.141/UN14.A/PT.01.03/2022     dan

Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memfasilitasi penelitian ini, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akeel RA, Mateen A, Janardhan K, Gupta

VC. 2017. Analysis of anti-bacterial and anti oxidative activity of azadiractha indica bark using various solvent extracts. Saudi J. Biol. Sci. 24(1): 11-14.

Arifin   WL,   Syambarkyah, Argya,

Purbasari, Sutsuga H, Ria, Rizkita, Puspita VA. 2009. Introduction of Ecoenzyme to support organic farming in Indonesia. Asian J. Food AgroIndustry. 357-358.

Aviany HB, Pujiyanto S. 2020. Analisis efektivitas probiotik di dalam produk kecantikan sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis. Berkala Bioteknol. 3(2): 25-29.

Chen J. 2021. Cultivation media for bacteria.

https://learn.chm.msu.edu/vibl/content/ differential/

Clinical and Laboratory Standards

Institute. 2020. Performance standards

for antimicrobial susceptibility testing. CLSI eCLIPSE 30th Ed.

Cortesia C, Vilcheze C, Bernut A, Contreras W, Gomez K, Waard J, Jacobs WR, Kremer L, Takiff H. 2014. Acetic acid, the active component of vinegar, is an effective tuberculocidal disinfectant. mBio. 5(2): e00013-14.

Damayanti SS, Komala O, Effendi EM. 2018. Identifikasi bakteri dari pupuk organik cair isi rumen sapi. Ekologia. 18(2): 63-71.

Dewi MA, Anugrah R, Nurfitri YA. 2017. Uji aktivitas antibakteri ekoenzim terhadap Escherichia coli dan Shigella dysenteriae. Dissertations. Cimahi: Universitas Jendral Achmad Yani.

Fitriasari PD, Amalia N, Farkhiyah S. 2020. Isolasi dan uji kompatibilitas bakteri hidrolitik dari tanah tempat pemrosesan akhir Talangagung, Kabupaten Malang. Berita Biol. 19(2): 151-152.

Henaulu AH, Kaihena M. 2020. Potensi antibakteri ekstrak etanol daun kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.)DC) terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus in vitro. Biofaal J. 1(1): 44-54.

Hermawan, Hana A. 2007. Pengaruh ekstrak daun sirih (piper betle 1) terhadap               pertumbuhan

Staphylococcus      aureus      dan

Eschericia coli dengan metode difusi disk.     Dissertations.      Surabaya:

Universitas Erlangga.

Kundukad B, Schussman M, Yang K, Seviour T, Yang L, Rice SA, Kjelleberg S, Doyle PS. 2017. Mechanistic action of weak acid drugs on biofilms. Sci. Rep. 7: 4783.

Lamm CGAC, Ferguson TW, Lehenbauer BC, Love. 2010. Streptococcal infection in dogs a retrospective study of 393 cases. Vet. Pathol. 47(3): 387395.

Mavani HAK, Tew IM, Wong L, Yew HZ, Mahyuddin A, Ghazali RA, Pow EHN. 2020. Antimicrobial ecacy of fruit peels eco-enzyme   against enterococcus

faecalis: an in vitro study. Int. J. Environ. Res. Pub. Health 2020. 17: 112.

Medleau L, Hnilica KA. 2006. Small animal dermatology. A Colour Atlas and Therapheutic Guide. Second Edition. Saunders Elseiver. UK. Pp. 2561.

Muljono P, Fatimawali, Manampiring AE. 2016. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun mayana jantan    (Coleus

atropurpureus Benth)    terhadap

pertumbuhan bakteri Streptococcus Sp. dan Pseudomonas Sp. J. e-Biomed. 4(1): 164-172.

Rahayu S. 2015. Deteksi streptococcus agalactiae penyebab mastitis subklinis pada sapi perah di Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang. Dissertations. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Rahma RPA, Bahar M, Harjono Y. 2017. Uji daya hambat filtrat zat metabolit Lactobacillus plantarum terhadap pertumbuhan Shigella dysenteriae secara In Vitro. J. Ilmiah Biol. 5(1): 3241.

Rastina R, Sudarwanto M, Wientarsih I. 2015. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kari (Murraya koenigii) terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas sp. J. Ked. Hewan. 9(2): 185-188.

Rochyani N, Utpalasari RL, Dahliana I. 2020. Analisis hasil konversi eco enzyme menggunakan nenas (Ananas comosus) dan pepaya (Carica papaya L.). J. Redoks. 5(2): 135-136.

Rusdianasari R, Syakdani A, Zaman M, Sari FF, Nasyta NP, Amalia R. 2021. Production of disinfectant by utilizing Eco-enzyme from fruit peels waste. Int. J. Res. Voc. Stud. 1(3): 01-07.

Saepudin, Sulistiawan RH, Hanifah S. 2007. Perbandingan penggunaan antibiotika pada pengobatan pasien infeksi saluran kemih yang menjalani rawat inap di salah satu RSUD di Yogyakarta Tahun 2004 dan 2006. Dissertations. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Sizu B, Shah NP. 2003. Effects of pH, temperature, supplementation with whey protein concentrate, and adjunct cultures on the production of exopolysaccharides by Streptococcus thermophilus 1275. J. Dairy Sci. 86(11): 3405-3415.

Suprianto. 2008. Potensi ekstrak sereh wangi (Cymbopongon nardus L.) sebagai  anti  Streptococcus mutans.

Dissertations. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Surjowardojo P, Susilorini TE, Benarivo V. 2016. Daya hambat dekok kulit apel malang (Malus sylvestris Mill) terhadap pertumbuhan  Escherichia  coli dan

Streptococcus agalactiae  penyebab

mastitis pada sapi perah. Ternak Trop. 17(1): 11-21.

Tabel 1. Hasil pengukuran rata-rata zona hambat eko-enzim terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. pada anjing.

Perlakuan

Rerata diameter zona hambat (mm) ± SD

Eko-enzim 30%

0a

Eko-enzim 50%

1,23 ± 0,07b

Eko-enzim 70%

6,28 ± 0,18c

Eko-enzim 100%

8,30 ± 0,25d

Kontrol (+)

39,84 ± 0,26e

Kontrol (-)

0a

Keterangan: abcde Huruf superskrip yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05). Sebaliknya, huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). SD=Standar Deviasi.


Gambar 1. Zona hambat eko-enzim (30%, 50%, 70% dan 100%) dengan kontrol positif (Penicillin G) dan kontrol negatif (aquades) terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus spp. pada media Mueller Hinton Agar.

176