Buletin Veteriner Udayana                                                              Volume 14 No. 6: 631-643

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712                                                          Desember 2022

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet                             DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i06.p05

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Kualitas Daging Kambing yang Disimpan pada Suhu Dingin

(THE QUALITY OF GOAT MEAT STORED AT COLD TEMPERATURE)

Iolanda Hermenegildo da Costa1*, Kadek Karang Agustina2, Ida Bagus Ngurah Swacita2

  • 1Mahasiswa Program Sarjana, Fakultas Kedokteran Hewan Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

*Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C ditinjau dari uji subjektif, uji objektif dan uji eber. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap Split in time dengan perlakuan penyimpanan pada suhu dingin 4°C dengan 5 kali pengamatan yaitu pada hari ke-1, 2, 3, 4, 5 setiap pengamatan diperiksa sebanyak 5 sampel. Penelitian ini menggunakan daging kambing lokal pada bagian paha sebanyak 200gram dari 5 ekor kambing yang berbeda, kemudian disimpan pada suhu dingin 4°C dan diuji kualitasnya dengan uji subjektif uji objektif dan uji eber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C terdapat perbedaan nyata pada warna, bau, konsistensi, tekstur, pH, kadar air, daya ikat air dan uji Eber (P<0,05). Hasil pada uji organoleptik daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C ditunjukkan dengan adanya perubahan warna daging menjadi merah pucat, bau daging menjadi sedikit amis dan berbau busuk, konsistensi daging menjadi lembek dan tekstur daging berubah menjadi kasar mulai dari hari ke-4, pada hasil penelitian uji objektif terjadi penurunan pH, peningkatan kadar air dan penurunan daya ikat air serta hasil uji eber yang positif dan daging mengalami pembusukan awal pada hari ke-4. Dapat disimpulkan bahwa semakin lama penyimpanan daging kambing pada suhu dingin 4°C, menunjukkan kualitas daging kambing yang semakin menurun.

Kata kunci: kambing; kualitas daging; penyimpanan; suhu dingin

Abstract

This study aims to determine the quality of goat meat stored at a cold temperature of 4°C in terms of subjective test, objective test and eber test. This study used a completely randomized split-in-time design with storage treatment at a cold temperature of 4°C with 5 observations, namely on day 1, 2, 3, 4, 5 each observation was examined for 5 samples. This study used local goat meat on the thigh as much as 200 grams from 5 different goats, then stored at a cold temperature of 4°C and tested for quality by subjective test, objective test and eber test. The results showed that goat meat stored at a cold temperature of 4°C had significant differences in color, odor, consistency, texture, pH, water content, water holding capacity and Eber's test (P<0.05). The results of the organoleptic test of mutton stored at a temperature of 4°C were shown by a change in the color of the meat to pale red, the smell of the meat becoming slightly fishy and foul-smelling, the consistency of the meat becoming mushy and the texture of the meat turning rough starting from the 4th day, on the results of the objective test, there was a decrease in pH, an increase in water content and a decrease in water holding capacity as well as a positive eber test result and the meat experienced early spoilage on the 4th day. the quality of goat meat is decreasing.

Keywords: cold temperature; goat; meat quality; storage

PENDAHULUAN

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia ini menyebabkan kebutuhan pangan meningkat, salah satunya yaitu kebutuhan konsumsi daging, yang berperan sebagai sumber protein hewani. Meningkatnya kebutuhan konsumsi daging, harus diimbangi dengan laju peningkatan produksi, agar mampu memenuhi kebutuhan. Salah satu komoditas ternak penghasil daging yaitu kambing, yang berpotensi sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan dan standar gizi (Wahyudi et al., 2017).

Selain untuk kepentingan produksi daging, ternak kambing juga dimanfaatkan sebagai sumber penghasil susu dan kulit (Mohammad, 2009). Ternak kambing memiliki kemampuan berkembang biak lebih cepat dibanding ternak lainnya dan dapat hidup di setiap kondisi agroekosistem di Indonesia (Maesya dan Rusdiana, 2018). Ternak kambing mampu bertahan hidup, karena tingginya daya adaptasi serta karakteristik anatomi fisiologi cukup tinggi (Silanikove et al., 2010).

Daging adalah semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut, yang sesuai untuk dimakan, serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2009). Komponen utama daging adalah lemak, protein, abu dan air (Khatimah, 2000). Komposisi daging bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, makanan sewaktu ternak masih hidup. Daging mengandung sekitar 75% air, protein sekitar 19%, substansi–substansi non-protein yang larut 3,5% dan lemak sekitar 2,5% (Soeparno, 2009). Hal terpenting dalam pemilihan daging adalah kualitas dagingnya. Kualitas daging yang beredar di masyarakat seringkali tidak terjamin dengan baik (Setiawan et al., 2014). Kualitas daging dapat ditinjau dari beberapa aspek kualitas yaitu, kualitas kimia daging, kualitas mikrobiologi daging dan kualitas fisik daging. Kualitas fisik daging antara lain

pH, daya ikat air, susut masak dan warna, yang dipengaruhi oleh proses sebelum dan setelah pemotongan (Sriyani, 2015). Daging kambing tergolong ke dalam daging merah, memiliki kadar lemak total dan kalori yang rendah (USDA, 2001), sehingga dianggap sebagai daging sehat (Anaeto et al., 2010).

Suhu penyimpanan daging merupakan faktor penting karena daging mengandung gizi yang cukup tinggi, sehingga merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim. Daging cepat mengalami kerusakan, dikarenakan aktivitas mikrobia dan proses enzimatis yang berlanjut, dan jika tidak segera mendapatkan penanganan tertentu, maka dalam batas waktu 24 jam, pada temperatur ruang setelah pemotongan, daging sudah mengalami kerusakan. Kerusakan daging dapat menggunakan beberapa cara antara lain pendinginan, pembekuan, pengasinan, pengasapan, pengeringan, irradiasi dan penambahan bahan-bahan lain (Widati, 2008). Penyimpanan daging atau makanan dalam lemari pendingin, merupakan salah satu cara yang biasa dipergunakan oleh kalangan konsumen rumah tangga. Hal ini dikarenakan fitur lemari pendingin telah memungkinkan daging dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama (Saraswati, 2015). Suhu dingin dapat menghambat kerusakan daging karena dalam waktu tertentu, aktivitas bakteri dan jamur masih ditujukkan untuk beradaptasi.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, sudah kita ketahui bahwa agar memperlambat kerusakan pada daging kambing dapat dicegah dengan cara menyimpan daging kambing pada suhu dingin, maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin ditinjau dari uji eber, uji subjektif dan uji objektif. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pedagang pengecer dan konsumen daging untuk menentukan suhu

penyimpanan yang sesuai dengan waktu penggunaannya.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kambing segar, jenis local (kambing kacang). Daging kambing yang diambil tanpa memperhatikan jenis kelaminnya. Daging kambing diperoleh dari Kampung Jawa, Denpasar.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap Split in time dengan perlakuan penyimpanan pada suhu dingin (kulkas) 4°C pada hari ke-1, 2, 3, 4, 5. Sampel daging yang telah disimpan selanjutnya diuji kualitasnya dengan uji subjektif, uji objektif dan uji eber. Pada setiap pengamatan, jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 5 sampel.

Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan sampel dilakukan dengan membeli daging kambing di Kampung Jawa Denpasar, daging kambing yang diambil adalah bagian paha masing-masing sebanyak 200gram dari lima ekor berbeda, kemudian dimasukkan ke dalam boks berisi es batu kemudian disimpan dalam suhu dingin. Evaluasi sampel dilakukan dengan uji awal pembusukan (uji eber) dan dilanjutkan dengan uji subjektif (warna, bau, tekstur, konsistensi) dan objektif (nilai pH, daya ikat air dan kadar air daging).

Prosedur Penelitian

Pengumpulan sampel dilakukan dengan membeli daging kambing di Kampung Jawa Denpasar, daging kambing yang diambil adalah bagian paha masing-masing sebanyak 200 gram dari 5 ekor kambing yang berbeda, dimasukkan ke dalam box es dan kemudian disimpan dalam suhu dingin.

Uji Subjektif

Pengujian kualitas fisik daging terhadap warna, aroma, tekstur, dan konsistensi daging kambing diuji oleh 10 orang panelis mahasiswa FKH Universitas Udayana yang telah memenuhi syarat (sudah pernah

mengambil mata kuliah Kesehatan Masyarakat Veteriner, tidak sedang mengalami gangguan pancaindra, tidak suka/alergi terhadap daging kambing). Masing- masing panelis akan diberikan kuisioner yang berisi tentang standar umum pada warna, bau, tekstur, dan konsistensi pada daging. Selanjutnya panelis akan mengamati perubahan yang terjadi pada daging dan hasilnya akan diisi pada kuisioner.

Uji Objektif

Uji objektif yang dilakukan berupa nilai pH daging dengan pH meter, Daya Ikat Air dengan metode Hamm dan Kadar air daging dengan oven.

pH daging

Daging kambing yang telah mendapat perlakuan, diambil sebanyak 5 gram, kemudian dilumatkan dalam mortir ditambahkan 5 ml aquades dan dihomogenkan, kemudian dipisahkan bagian ampas dengan ekstraknya, selanjutnya diukur pH nya dengan pH meter (yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0) ke dalam ekstrak daging tersebut dan baca angka yang ditunjukkan oleh pH meter, setelah angkanya konstan (tetap), diulangi pengukuran sebanyak 2 sampai 3 kali.

Daya Ikat Air (DIA)

Pengukuran DIA (WHC) dilakukan dengan cara penekanan/ Metode Hamm. Daging kambing yang telah disimpan ditimbang sebanyak 5 gram, potongan daging ditempatkan dalam lipatan kain nilon atau kertas yang menyerap air/kertas saring di atas lempengan kaca, lempengan kaca lain diletakan di sebelah atas kemudian ditekan dengan beban seberat 35 kg selama 10 menit, kemudian daging dilepaskan dan ditimbang beratnya.

Daya ikat air (%) = berat restdu χ 10Q% j v z berat awal

Penetapan Kadar Air

Cawan pengering dan tutupnya dimasukan ke dalam Forced Draft Oven yang bersuhu 105°C selama beberapa menit sampai beratnya konstan (berat dianggap

konstan bila selisih penimbangan tidak lebih dari 0,0002 g). Cawan pengering yang beratnya telah konstan dan didinginkan dalam desikator, ditambahkan ± 5 gram daging giling dan ditimbang cawan bersama isinya dengan neraca analitik, dikeringkan daging dalam cawan di dalam oven selama ± 3 jam, ditimbang cawan bersama sampel setelah cawan didinginkan dalam desikator, dimasukan lagi cawan bersama isinya ke dalam oven selama 30 menit lalu didinginkan dan ditimbang lagi, Pemanasan dan penimbangan dilakukan beberapa kali dan diakhiri bila beratnya telah tidak berubah lagi (konstan).

.   berat awal-berat akhir

Kadar air =----------------x100%

berat awal

Uji Eber

Daging kambing yang sudah mendapat perlakuan penyimpanan pada suhu dingin dipotong kecil berbentuk kubus (ukuran ± 1x1x1cm) lalu ditusuk menggunakan kawat atau lidi, kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi pereaksi Eber, lalu tabung reaksi ditutup dengan kapas. Diamati perubahan yang terjadi di sekitar daging. Jika timbul uap putih tipis berarti daging telah mengalami proses awal pembusukan. Namun, jika tidak timbul uap putih di sekitar daging berarti daging tersebut belum mengalami proses awal pembusukan.

Analisis Data

Data hasil penelitian uji Eber, uji subjektif (warna, aroma, konsistensi dan tekstur) menggunakan analisis statistik non-parametrik Kruskal Wallis dan jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Sedangkan analisis statistika untuk uji objektif, yang terdiri atas nilai pH, kadar air dan daya ikat air, menggunakan uji sidik ragam dan apabila terdapat perbedaaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Subjektif

Analisis statistika pada uji subjektif yang meliputi uji warna, bau, konsistensi dan tekstur menggunakan uji non-parametrik Kruskal Wallis. Hasil dari analisis Kruskal Wallis pada uji subjektif seperti pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1, pada uji bau terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Sedangkan uji subjektif warna, konsistensi dan tekstur terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan dari setiap kelompok hari pada uji subjektif (warna, bau, tekstur dan konsistensi).

Hasil dari analisis Mann Whitney pada uji subjektif seperti pada table 2. Berdasarkan tabel 2, hasil analisis Mann Whitney pada uji subjektif ditinjau dari warna terdapat perbedaan yang nyata pada hari ke-1 dan 5, hari ke-2 dan 5 hari ke-3 dan 5 serta hari ke-4 dan 5 dengan nilai signifikansi 0,005 (P<0,05). Uji subjektif ditinjau dari bau, terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), pada hari ke-1 dan 4, hari ke-1 dan 5, hari ke- 2 dan 4, hari ke-2 dan 5, hari ke-3 dan 4 serta hari ke- 3 dan 5 diamana daging mengalami perubahan bau yang signifikan pada hari ke-4. Uji subjektif ditinjau dari konsistensi, diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada hari ke 1 dan 3, hari ke 1 dan 4, hari ke 1 dan 5, hari ke 2 dan 5 serta hari ke-3 dan 5 dengan nilai signifikansi P<0,05. Begitupun pada uji subjektif ditinjau dari tekstur, dimana terdapat perbedaan nyata pada kelompok hari ke-1 dan 4, serta hari ke 1 dan 5. Berdasarkan hasil analisis non-parametrik pada uji kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C, semakin lama penyimpanan maka daging kambing akan semakin mengalami kerusakan fisik (warna, bau, konsistensi dan tekstur).

Uji Objektif

Analisis statistika uji objektif mengalami perubahan pada pH, kadar air dan daya ikat air yang diuji menggunakan uji sidik ragam jika terdapat perbedaaan yang nyata dan dilanjutkan dengan uji berganda Duncan. Hasil dari analisis sidik ragam pada uji objektif seperti pada table 3. Berdasarkan tabel 3, hasil analisis ragam uji kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C ditinjau dari uji objektif yaitu kadar air menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Begitupun hasil analisis ragam terhadap nilai pH dan daya ikat air pada uji kualitas daging kambing yang disimpan di suhu dingin 4°C terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) sehingga ketiga uji tersebut dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu LSD dan Duncan (Tabel 4).

Hasil uji statistik Post Hoc dengan LSD (Tabel 4) menunjukan bahwa pada nilai pH terdapat perbedaan nyata pada kelompok hari ke-1 dan 4, hari ke-1 dan 5, hari ke-2 dan 4 serta hari ke-2 dan 5 dengan nilai P<0,05. Uji kadar air juga menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata pada kelompok hari ke-1 dan 5 dan hari ke-2 dan 5 dengan nilai P<0,01 serta terdapat perbedaan yang nyata pada kelompok hari ke-1 dan 4, hari ke-2 dan 4, hari ke-3 dan 5 serta hari ke-4 dan 5 dengan nilai P<0,05. Begitupun pada daya ikat air terdapat perbedaan yang nyata pada kelompok hari ke 1 dan 4, hari ke 1 dan 5 serta hari ke 2 dan 5 dengan nilai P<0,05. Hasil dari analisis Duncan pada uji objektif seperti pada table 5.

Hasil analisis uji LSD juga didukung dengan hasil uji Duncan pada tabel 4 dan 5, dimana pada nilai pH daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C selama 5 hari terjadi penurunan nilai pH atau daging kambing menjadi semakin asam. Hasil uji Duncan pada kadar air menunjukkan bahwa kadar air pada daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C selama 5 hari mengalami peningkatan kadar air. Sedangkan hasil uji Duncan pada daya ikat air menunjukan bahwa daging kambing

yang disimpan pada suhu dingin 4°C selama 5 hari mengalami penurunan daya ikat air. Berdasarkan analisis data di atas didapat bahwa semakin lama penyimpanan daging kambing pada suhu dingin 4°C menyebabkan pH daging kambing menjadi asam, kadar air meningkat dan daya ikat air menurun.

Uji Eber

Uji Kualitas daging kambing pada suhu dingin 4°C berdasarkan uji Eber menggunakan uji statistika non-parametrik Kruskal Wallis. Jika terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil analisis Kruskal Wallis uji kualitas daging kambing pada suhu dingin 4°C berdasarkan uji Eber diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang nyata dengan nilai signifikansinya 0,006 dimana P<0,05 sehingga dilanjutkan dengan uji Mann Whitney. Hasil dari analisis Man Whitney pada uji eber seperti pada table 6.

Hasil uji statistika pada tabel 6, kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C berdasarkan uji Eber terdapat perbedaan yang nyata pada hari ke-1 dan 4, hari ke- 1 dan 5, hari ke 2 dan 4 serta hari ke-2 dan 5 dengan nilai signifikan (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C telah mengalami pembusukan awal pada hari ke 4 dan 5.

Pembahasan

Daging merupakan salah satu hasil ternak sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan asam-asam amino esensial tubuh (Sembiring et al., 2015). Mutu protein daging cukup tinggi dan terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Komponen utama daging adalah lemak, protein, abu dan air (Khatimah, 2000). Kualitas kimia daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies,

bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan, serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan,     lemak     intramuskular

(marbling), tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot. Pada kondisi penyimpanan dingin dan terbungkus, di dalam sel dan jaringan otot terjadi reaksi kimia yang mempengaruhi sifat-sifat fisiknya seperti pH, daya ikat air, dan susut masak yang keseluruhannya merupakan sifat fisik yang mempengaruhi kualitas daging (Risnajati, 2010). Pada penelitian ini kambing yang digunakan adalah kambing etawa dan kambing kacang dan daging yang diambil pada bagian paha. Uji organoleptik dapat digunakan untuk mengetahui bau, rasa dan aroma serta warna dan tekstur atau konsistensi. Uji organoleptik bersifat subjektif, dalam arti pengujian yang diberikan oleh setiap orang berbeda-beda sesuai dengan kondisi orang tersebut walaupun dengan produk yang sama pada waktu yang sama. Orang atau sekelompok orang yang mempunyai tugas untuk memberikan pengujian disebut sebagai panelis (Putra, 2016).

Berdasarkan tabel 1 pada uji non-parametrik Kruskal Wallis secara subjektif warna terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji Man Whitney tabel 2. Hasil statistika pada pengujian warna terlihat perbedaan yang nyata pada hari ke-1 dan 5, hari ke-2 dan 5 hari ke-3 dan 5 serta hari ke-4 dan 5. Hal ini didukung dengan pengamatan makroskopis dimana penilaian panelis terhadap warna daging mengalami perubahan dari warna merah cerah menjadi merah pucat selama penyimpanan pada suhu dingin 4°C. Daging berubah warna menjadi merah pucat saat disimpan pada suhu dingin disebabkan oleh terjadinya perubahan oksidasi mioglobin menjadi metmioglobin sehingga semakin lama

teroksidasi maka semakin pucat warnanya. Penelitian ini selaras dengan Jaelani et al. (2014) yang menyatakan bahwa semakin lama daging disimpan maka warna daging mengalami penurunan. Menurut Arifandi (2015) perubahan warna daging dapat juga dihubungkan dengan kontaminasi bakteri aerobik pada fase logaritmik dari pertumbuhan mengakibatkan pembentukan metmioglobin, menghasilkan pengaruh terhadap perubahan warna. Daging yang lembek dan basah sangat disukai oleh mikroba.

Berdasarkan tabel 1 pada uji non-parametrik Kruskal Wallis secara subjektif bau terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01), sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji Man Whitney tabel 2. Diamana daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C yang disimpan selama 5 hari, dengan analisis statistika menunjukan bahwa, terdapat perbedaan yang nyata pada hari ke-1 dan 4, hari ke-1 dan 5, hari ke- 2 dan 4, hari ke-2 dan 5, hari ke-3 dan 4 serta hari ke- 3 dan 5 dengan nilai signifikansi (P<0,01) pada kelima kelompok waktu. Hal ini menunjukan bahwa selama penyimpanan, penilaian panelis terhadap bau daging mengalami perubahan aroma dan didukung dengan pengamatan makroskopis, dimana pada hari ke-4 daging kambing berbau sedikit amis dan berbau busuk pada hari ke-5. Hasil oksidasi menyebabkan terjadinya perubahan bau pada daging. Daging yang disimpan pada suhu dingin akan mengalami oksidasi lemak, daging kambing segar akan menimbulkan bau busuk dan rasa tengik serta dapat menurunkan nilai gizi karena kerusakan vitamin terutama karoten dan tokoferol serta asam lemak esensial dalam lemak. Senyawa yang paling bertanggung jawab atas timbulnya bau dan rasa tengik pada daging adalah dehida yang terbentuk karena proses oksidasi lemak. Semakin luas permukaan daging segar maka semakin mudah terjadi oksidasi. Selain itu semakin banyak daging segar mengandung air maka penetrasi dan pemanfaatan oksigen menjadi

lebih banyak sehingga mudah terjadi oksidasi (Jaelani, 2016). Kebusukan dan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia (bau tajam seperti senyawa kimia NH3), H2S, indol dan amin yang merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Siagian, 2002).

Berdasarkan tabel 1. pada uji non-parametrik Kruskal Wallis secara subjektif konsistensi dan tekstur terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), sehingga analisis data dilanjutkan dengan uji Man Whitney tabel 2. Uji konsistensi dan tekstur daging kambing dilakukan dengan cara menekan dan meraba daging kemudian diberi skor. Hasil analisis statistika pada uji konsistensi dan tekstur menunjukan bahwa konsistensi dan tekstur daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4 °C terdapat perbedaan nyata pada kelompok hari ke-1 dan 3, hari ke-1 dan 4, hari ke-1 dan 5, hari ke-2 dan 5 serta hari 3 dan 5 mengalami perubahan pada, hari ke-4 dan hari ke-5 dengan nilai signifikan (P<0,05) yang ditunjukan dengan tekstur yang kasar dan konsistensi yang lembek. Perubahan konsistensi daging kambing yang disimpan pada suhu dingin terjadi karena daging kambing mencapai tahap dekomposisis, pada saat dekomposisi jaringan jaringan bagian dalam cepat mengalami penguraian. Proses ini merupakan perubahan secara kimia yang membuat daging kambing mengalami perusakan susunan/struktur yang dilakukan oleh mikroba (Jaelani, 2016). Perubahan tekstur pada daging kambing juga dapat diakibatkan adanya aktivitas mikroba yang dapat medegradasi struktur protein pada daging sehingga tekstur daging bisa berubah (Setyawardani dan Haryanto, 2005).

Berdasarkan tabel 3 menggunakan uji sidik ragam menunjukan bahwa pH daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C terdapat perbedaan nyata (P<0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu LSD dan Duncan. Hasil analisis uji LSD tabel 4 menunjukan tedapat perbedaan yang nyata yaitu (P<0,005) pada hari ke-1

dan 4, hari ke-1 dan 5, hari ke-2 dan 4 serta hari ke-2 dan 5, hasil ini juga didukung dengan hasil uji Duncan pada tabel 5 yang diperoleh pH daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C terdapat perbedaan yang nyata pada kelima kelompok hari, dimana pada hari ke-1 (6,45), hari ke-2 (6,31), hari ke-3 (6,10), hari ke-4( 5,74) serta hari ke-5 (5,73) dengan nilai P<0,05. Dimana pada kelima kelompok waktu tersebut daging kambing mengalami penurunan pH yang signifikan pada hari ke-4. Setelah daging disimpan pada suhu dingin selama 3 hari kandungan asam laktatnya semakin rendah akibat cadangan glikogen makin berkurang bila dibandingkan dengan daging yang disimpan pada suhu dingin selama 1 hari kandungan asam laktatnya masih tinggi karena cadangan glikogen dalam otot masih tinggi (Risnajati, 2010). Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle et al. (1987) yang menyatakan bahwa penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen otot menjadi habis atau setelah kondisi yang tercapai yaitu pH cukup rendah untuk menghentikan enzim-enzim glikolitik dalam proses glikolisis anaerobik. Penurunan nilai pH daging selama penyimpanan pada suhu dingin juga dapat disebabkan karena pertumbuhan mikroorganisme semakin meningkat selama penyimpanan (Manihuruk, 2020). Suhu tinggi dapat meningkatkan laju penurunan pH daging, sedangkan suhu rendah dapat memperlambat penurunan pH daging (Soeparno, 2005). Nilai standar pH daging hewan yang sehat dan cukup istirahat yang baru dipotong adalah 7,0-7,2. pH daging dapat menurun dengan cepat hingga mencapai 5,4-5,5 pada 6 jam post mortem (Aberle et al., 2001; Lawrie 2003).

Berdasarkan tabel 3 menggunakan uji sidik ragam menunjukan bahwa kadar air pada daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C, berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada kelima kelompok hari, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu LSD

dan Duncan. Berdasarkan hasil analisis uji LSD tabel 4 menunjukan terdapat perbedaan yang sangat nyata(P<0,01) pada hari ke-1 dan 5 serta hari ke-2 dan 5 sedangkan pada hari ke-1 dan 4, hari ke-2 dan 4, hari ke-3 dan 5 serta hari ke-4 dan 5 menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05) hasil ini juga didukung dengan hasil uji Duncan pada tabel 5 yang diperoleh kadar air daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C terdapat perbedaan yang nyata pada kelima kelompok hari, dimana pada hari ke-1 (28,47), hari ke-2 (30,32), hari ke-3 (31,98), hari ke-4 (34,82) serta hari ke-5 (39,62) dengan nilai P<0,05. Hal ini menunjukan bahwa, semakin lama daging kambing disimpan pada suhu dingin 4°C akan mengalami peningkatan kadar air. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Andini dan Swacita (2014) yang menyatakan bahwa kadar air daging Wagyu dan daging sapi Bali pada penyimpanan suhu dingin 4 °C mengalami peningkatan. Seiring dengan penurunan pH akibat lama penyimpanan pada suhu dingin, akan menyebabkan denaturasi protein akibat aktifitas enzim proteolitik, sehingga akan mempengaruhi daya ikat protein daging dalam mengikat air. Hal ini sejalan dengan Fogle et al. (1982) yang menyatakan bahwa setelah ternak mati dan daging mengalami rigormortis, ikatan struktur miofibril dilonggarkan oleh enzim proteolitik, rusaknya komponen protein dari miofibril akan menurunkan daya ikat air daging dan hal ini berdampak pada meningkatnya kadar air. Daging dengan kadar air tinggi akan terlihat pucat, berair dan tekstur yang lembek karena banyak air yang terikat keluar dari daging. Kadar air yang tinggi juga dapat disebabkan oleh umur ternak yang muda, karena pembentukan protein dan lemak daging belum sempurna (Rosyidi et al., 2000). Kasmadiharja (2008) menyatakan bahwa kadar air yang meningkat dipengaruhi oleh jumlah air bebas yang terbentuk sebagai hasil samping dari aktivitas bakteri.

Berdasarkan tabel 3 menggunakan uji sidik ragam menunjukan bahwa daya ikat air pada daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C, berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang sangat nyata (P<0,05) pada kelima kelompok hari, sehingga dilanjutkan dengan uji Post Hoc yaitu LSD dan Duncan. Berdasarkan hasil analisis uji LSD 4 terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada hari ke-1 dan 4, hari ke-1 dan 5 serta hari ke-2 dan 5 hasil ini juga didukung dengan hasil uji Duncan pada tabel 5 yang diperoleh daya ikat air daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C terdapat perbedaan yang nyata pada kelima kelompok hari dimana, pada hari ke-1 (91,80), hari ke-2 (87,66), hari ke-3 (83,46), hari ke-4 (80,33) serta hari ke-5 (77,53) dengan nilai P<0,05. Hal ini menunjukan bahwa, semakin lama daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C daya ikat air akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan penelitian Agustina et al. (2019) yang mengatakan bahwa, daya ikat air daging sapi Wagyu dan daging sapi bali pada penyimpanan suhu dingin 4°C mengalami penurunan. Penurunan daya mengikat air daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C disebabkan oleh makin banyaknya asam laktat yang terakumulasi akibatnya banyak protein miofibriler yang rusak, sehingga diikuti dengan kehilangan kemampuan protein daging untuk mengikat air (Lawrie, 2003). Penurunan daya ikat air terjadi karena laju penurunan pH otot yang akan mengakibatkan daya ikat air menjadi rendah (Soeparno, 2009). Daging dengan daya ikat air rendah akan kehilangan banyak cairan, sehingga terjadi kehilangan berat (Lapase et al., 2016). Banyak faktor yang mempengaruhi daya ikat air daging, diantaranya pH, bangsa, pembentukan aktomiosin (rigor-mortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas, tipe daging, dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2009).

Berdasarkan tabel 6 menggunakan uji Man Whitney pada uji eber menunjukan bahwa, terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) pada kelima kelompok waktu dan daging telah mengalami pembusukan awal pada hari ke 4. Daging kambing menjadi busuk karena daging yang disimpan pada suhu dingin 4°C sudah terkontaminasi bakteri sejak awal pemotongan sehingga pada saat daging kambing dimasukan de dalam suhu dingin 4°C semakin lama maka bakteri tersebut akan terus tumbuh dan membuat daging kambing menjadi busuk. Hal ini didukung dengan pernyataan Usmiati dan Marwati (2007) bahwa pembusukan daging dapat disebabkan karena adanya kontaminasi mikroorganisme (mikroba) pembusuk. Aktivitas mikroba pembusuk menyebabkan terjadinya degradasi protein daging menjadi asam amino sehingga sel-sel daging menjadi busuk. Penggunaan suhu rendah tidak dapat membunuh mikroorganisme penyebab kebusukan. Dengan demikian, jika daging dikeluarkan dari penyimpanan suhu dingin dan dibiarkan mencair kembali, pertumbuhan mikroorganisme pembusuk akan berjalan cepat (Winarno 1993). Pembusukan terjadi ditandai dengan keluarnya asap pada dinding tabung, dimana daging yang mengalami pembusukan akan mengeluarkan gas NH3. Gas amonia (NH3) terbentuk akibat adanya aktivitas biokimia mikroorganisme dalam daging. Gas NH3 ini kemudian berikatan dengan asam kuat (HCl) sehingga membentuk NH4Cl (Franciska et al. 2018). Menurut Modi (2009) penyimpanan daging pada suhu hangat dapat mempercepat peningkatan jumlah organisme, penyimpanan suhu dingin dapat meningkatkan jumlah organisme khususnya psychotrops. Peningkatan jumlah organisme pada proses pembusukan diikuti dengan kerusakan fisik daging, oksidasi, perubahan warna, perubahan pH, dan perubahan bau yang menjadikan makanan tidak layak untuk dikonsumsi (Ercolini, 2006; Siagian, 2002).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C ditinjau dari uji subjektif mengalami penurunan kualitas dan hanya bertahan sampai hari ke-3. Kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C ditinjau dari uji objektif mengalami penurunan kualitas dan hanya bertahan sampai hari ke-3. Serta kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C ditinjau dari uji eber mengalami penurunan kualitas dan hanya bertahan sampai hari ke-3.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa daging kambing yang disimpan dan dibungkus dengan plastik pada suhu dingin perlahan mengalami penurunan kualitas, dan daging kambing yang disimpan pada suhu dingin 4°C sebaiknya tidak lebih dari 3 hari.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Fakultas Kedokteran Hewan dan Dosen yang telah membantu dan mendukung dalam Penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[USDA] United State Department of Agriculture. 2001. Nutrient Data Base for Standard Reference, Release 14. Agricultural Research Service United States Department of Agriculture. Maryland.

Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW, Hedrick AB, Judge MD, Markel RA. 2001. Prinsiples of Meat Science. 4th Ed. USA: Kendall/Hunt Publishing.

Agustina KK, Sonia CDS, Suada IK. 2019.

Kualitas daging sapi bali dan daging sapi wagyu yang disimpan pada suhu dingin. Bul. Vet. Udayana. 11(1): 102106

Anaeto MJ, Adeyeye A, Chioma GO, Olarinmoye AO, Tayo GO. 2010. Goat products: meeting the challenges of human health and nutrition. Agric. Biol. J. N. Am. 6: 1231-1236.

Andini M, Swacita IBN. 2014. Kualitas daging sapi wagyu dan daging sapi bali yang disimpan pada suhu 4°C. Indon. Med. Vet. 3(5): 430-435.

Arifandi M. 2015. Pengaruh lama penyimpanan pada suhu refrigerator terhadap kualitas mikrobiologis, fisik, dan sensoris bakso daging ayam kampung super. J. Ilmu Prod. Teknol. Hasil Peternakan. 4(3).

Buckle KA, RA, Edwards, GH, Fleet M, Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo, Adiono. UI. Press. Jakarta.

Cardona DKL, Scanapieco ADG, Braun PG. 2017. Goat production in el salvador: a focus on animal health, milking hygiene, and raw milk quality. J. Food Quality. 2017: 8951509.

Cita IPGWE, Suada IK, Budiasa K. 2018. Pengaruh infusa daun salam (Syzygium polyanthum) terhadap kualitas daging kambing pada suhu ruang. Indon. Med. Vet. 7(6): 616-625.

Ercolini D, Russo F, Torrieri E, Masi P, Villani F. 2006. Changes in the spoilage-related microbiota of beef during refrigerated storage under different packaging conditions. J. Am. Soc. Microbiol. 72: 4663-4671.

Fahrurozi. 2011. Kajian sifat fisikokimia daging sapi terhadap lama penyimpanan. Skripsi. Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Franciska J, Suardana IW, Suarsana IN. 2018. Bakteriosin asal Streptococcus bovis 9A sebagai biopreservatif pada daging sapi ditinjau dari uji eber. Indon. Med. Vet. 7(2): 158-167.

Fogle DR, Plimton RF, Ockerman HW, Jarenback L,   Person   T. 1982.

Tenderization  of beef:  Effect of

enzyme, level enzyme and cooking method. J. Food Sci. 47: 1113-1118.

Jaelani A, Dharmawati S, Noor B. 2016. Pengaruh lama penyimpanan daging itik alabio dalam refrigerator terhadap kualitas mikrobiologi, pH dan organoleptik. Ziraa’a J. 41(1): 145

155.

Khatimah K. 2000. Studi tentang tingkat permintaan daging segar dan daging olahan (corned, sosis, dendeng) di supermarket Kodya Malang. Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Lapase OA, Jajang G, Wiwin T. 2016. Kualitas fisik (Daya Ikat Air, Susut Masak, dan Keempukan) daging paha ayam sentuk akibat lama perebusan. Students e-J. 5(4): 1-7.

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. 5th Ed. Jakarta:    Terjemahan Aminudin

Parrakasi. Universitas Indonesia.

Maesya A, Rusdiana S. 2018. Prospek pengembangan usaha ternak kambing dan memacu peningkatan ekonomi peternak. Balai Penelitian Ternak Ciawi-Bogor. 7(2).

Manihuruk FM. 2020. Pengaruh penyimpanan dingin terhadap sosis daging sapi yang ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah. Agrihumanis. 1(1): 55-60.

Modi HA. 2009. Microbial Spoilage of Foods: First Published. Aavishkar Publishers. Jaipur, India.

Mohammad I. 2009. Onset dan intensitas estrus kambing pada umur yang berbeda. J. Agroland. 16(2): 180-186.

Putra TG. 2016. Uji kualitas daging bebek yang beredar di Nabire. J. Fapertanak. 1(1): 1-10.

Ramli. 2001. Perbandingan jumlah bakteri pada ayam buras sebelum dan setelah penyembelihan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala.

Rosyidi D, Radiati LE, Uyun N. 2009. Kualitas kimia daging kambing peranakan etawah (PE) jantan dan

kambing peranakan boer (PB) kastrasi. J. Ilmu Teknol. Hasil Ternak. 4(2): 916.

Risnajati D. 2010. Pengaruh lama penyimpanan dalam lemari es terhadap ph, daya ikat air, dan susut masak karkas broiler yang dikemas plastik polyethylen. J. Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 13(6): 309-315.

Saraswati D. 2015. Pengaruh lama penyimpanan daging sapi pada refrigerator terhadap angka lempeng total bakteri (ALTB) dan keberadaan bakteri Ercherichia coli. J. Entropi. 10(1): 967-973.

Sembiring U R, Suada IK, Agustina KK. 2015. Kualitas daging kambing yang disimpan pada suhu ruang ditinjau dari uji subjektif dan objektif. Indon. Med. Vet. 4(2): 155-162.

Setiani BE, Bintoro P, Dwiloka B, Hintono A. 2014. Determinasi warna daging curing pada daging dan produk olahan daging.     Fakultas     Peternakan,

Universitas Diponegoro.

Setiawan PJ, Padaga MC, Widati AS. 2014. Kajian kualitas fisik dan kimia daging kambing  di pasar Kota Malang.

Fakultas   Peternakan, Universitas

Brawijaya, Malang.

Setyawardani T, Haryanto I . 2005. Kajian pengempukan daging kambing. J. Anim. Prod. 7(2): 106-110.

Siagian A. 2002. Mikroba patogen pada makanan dan sumber pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Silanikove N, Leitner G, Merin U, Goernio C. 2010. Prosser recent advances in exploiting goat’s milk: quality, safety

and production aspects. J. Small Ruminant Res. 89: 110-124.

Sriyani NLP, Tirta INA, Lindawati SA, Miwada INS. 2015. Kajian kualitas fisik daging kambing yang dipotong di RPH tradisional Kota Denpasar. Majalah Ilmiah Peternakan. 18(2): 4851.

Soedjana TD. 2011. Peningkatan komsumsi daging ruminansia kecil dalam rangka diversifikasi      pangan      daging

mendukung PSDSK 2014. Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Twelve C. 2008. Sheep and Goat Meat Characteristics and Quality. Ethiopia Sheep and Goat Productivity Improvement Program. USA.

Usmiati S, Marwati T. 2007. Seleksi dan optimasi proses produksi bakteriosin dari Lactobacillus sp. J. Pascapanen. 4(1): 27-37.

Wahyudi E, Ciptadi G, Budiarto A. 2017. Studi kasus tingkat pemotongan kambing berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan bobot karkas di tempat pemotongan hewan kota Malang. J. Ternak Trop. 18(1): 69-76.

Widati AS. 2008. Pengaruh lama pelayuan, temperatur pembekuan dan bahan pengemas terhadap kualitas kimia daging sapi beku. J. Ilmu Teknol. Hasil Ternak. 3(2).

Winarno FG.1993. Pangan:   Gizi,

Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Tabel 1. Hasil analisis Kruskal Wallis pada uji subjektif

Parameter

Warna

Bau

Konsistensi

Tekstur

Signifikansi

0,001*

0,000**

0,001*

0,021*

Keterangan : * Signifikan, **Sangat Signifikan

Tabel 2. Hasil analisis Mann Whitney pada uji subjektif

Sig.

Lama Penyimpanan (Hari)

1 & 2  1 & 3   1 & 4   1 & 5   2 & 3  2 & 4   2 & 5   3 & 4   3 & 5  4 & 5

Warna

Bau

Konsistensi

Tekstur

1,000  1,000   0,317   0,004*  1,000  0,317   0,004*  0,317   0,004*  0,015*

1,000  1,000   0,003*  0,003*  1,000  0,003*  0,003*  0,003*  0,003*  1,000

0,050  0,004*  0,005*  0,003*  0,093  0,031   0,005*  0,221   0,014*  0,134

0,134  0,050   0,014*  0,003*  0,549  0,221   0,050   0,513   0,134   0,317

Keterangan :

* Signifikan, **Sangat Signifikan

Tabel 3. Hasil sidik ragam pada uji objektif

Parameter                pH            Kadar air      Daya ikat air

Signifikansi               0,019*         0,000**        0,029*

Keterangan : * Signifikan, **Sangat Signifikan

Tabel 4. Hasil analisis Post Hoc dengan LSD pada uji objektif

Sig.

Lama Penyimpanan (Hari)

1 & 2

1 & 3

1 & 4

1 & 5

2 & 3

2 & 4

2 & 5

3 & 4

3 & 5

4 & 5

pH

0,544

0,155

0,007*

0,006*

0,399

0,028*

0,024*

0,146

0,131

0,951

Kadar air

0,389

0,115

0,008*

0,000**

0,450

0,050*

0,000**

0,202

0,002*

0,038*

DIA

0,358

0,072

0,017*

0,004*

0,531

0,111

0,032*

0,484

0,192

0,531

Keterangan : * Signifikan, **Sangat Signifikan

Tabel 5. Hasil analisis Duncan pada uji objektif

Parameter

Lama waktu penyimpanan

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Hari 4

Hari 5

pH

6,45a

6,31a

6,10ab

5,74b

5,73b

Kadar Air

28,47c

30,32bc

31,98bc

34,82b

39,62a

Daya Ikat Air

91,80a

87,66ab

83,46abc

80,33bc

77,53c

Tabel 6. Hasil analisis Uji mann whitney pada uji Eber

Parameter

1 & 2

Lama Penyimpanan (Hari)

4 & 5

1 & 3

1 & 4

1 & 5

2 & 3

2 & 4

2 & 5

3 & 4

3 & 5

Sig

1,000

0,134

0,050*

0,003*

0,134

0,050*

0,003

0,349

0,151

0,134

Keterangan : * Signifikan, **Sangat Signifikan

643