Volume 14 No. 2: 177-184

April 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i02.p15

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Escherichia coli pada Swab Rektum Ikan Koi yang Dipelihara di Kolam Isolasi pada Masa Karantina

(ESCHERICHIA COLI IN THE RECTAL SWAB OF KOI FISH MAINTAINED IN ISOLATION PONDS DURING QUARANTINE PERIOD)

Kadek Apriyan Widiarta1*, Hapsari Mahatmi2**, Ketut Tono Pasek Gelgel2

  • 1Mahasiswa Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;

  • 2Laboratorium Bakteriologi dan Mikologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234.

  • *Email: [email protected]; **Corresponding author Email: [email protected]

Abstrak

Ikan koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar yang memiliki nilai ekonomi dan peminat yang sangat tinggi. Ikan koi umumnya diantar pulaukan melalui darat, Kondisi ini dapat menyebabkan koi menjadi stress, yang berdampak pada penurunan kesehatan bahkan munculnya penyakit. Salah satu indikator gangguan kesehatan koi dapat dilihat dari adanya E.coli. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bakteri E. coli pada ikan koi yang dipelihara di kolam isolasi pada masa karantina dengan menggunakan 19 sampel isolat feses dari swab rektum yang kemudian dibawa ke BBVET Denpasar untuk dilakukan isolasi dan identifikasi bakteri E. coli. Penelitian ini menggunakan rancangan observasional eksploratif dengan metode cross sectional sedangkan sampel diambil dengan cara pusposive sampling. Serta data yang diperoleh disajikan secara deskriftif kualitatif. Hasil pada penelitian ini diketahui dari 19 sampel yang diperiksa menunjukan lima sampel positif bakteri E. coli (26,3%) diantaranya tiga sampel (15,9%) berasal dari koi Tulungagung dan dua sampel (10,3%) berasal dari koi Blitar.

Kata kunci: Bakteri, Escherichia coli; ikan koi

Abstract

Koi fish (Cyprinus carpio) is one of the freshwater ornamental fish commodities which has a very high economic value and is of high interest. Koi fish are generally transported by land. This condition can cause koi to become stressed, which has an impact on decreasing health and even disease. The indicator of koi health problems can be seen from the presence of E. coli. The aim of study are investigate E. coli bacteria in koi fish kept in isolation ponds during the quarantine period using 19 samples of isolates from rectal swabs which were then taken to BBVET Denpasar for isolation and identification of E. coli bacteria. This study used an exploratory observation design with a crosssectional method, while the sample was taken by purposive sampling. The data obtained were descriptive qualitative. The result of this study is known from 19 samples that be examined show five samples positive of E. coli bacteria (26,3%) which is three samples (15,9%) came from Tulungagung koi and two samples (10,3%) came from Blitar koi.

Keywords: Bacteria; Escherichia coli; koi fish

PENDAHULUAN

Salah satu ikan hias air tawar yang banyak digemari dan dikembangkan saat ini adalah spesies dari ikan hias koi (Cyprinus carpio). Ikan koi merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar

yang memiliki nilai ekonomi dan peminat yang sangat tinggi (Yanuhar et al, 2019). Ikan koi digemari oleh masyarakat khususnya penghobi, karena memiliki bentuk dan warna yang memikat pada tubuhnya serta dipercaya sebagai pembawa keberuntungan bagi yang memeliharanya.

Penggemar ikan koi di Bali saat ini sudah semakin meningkat tajam, dengan adanya kondisi pandemik covid-19 saat ini memelihara koi merupakan hobi yang sangat mendukung terhadap protokol Kesehatan karena masyarakat jadi lebih betah tinggal di rumah. Produk budidaya ikan koi di Bali yang masih langka, sehingga kebutuhan ikan koi terpaksa harus dipenuhi dari luar Bali, seperti dari sentra pembibitan koi yang ada di Blitar, Tulungagung dan sekitar Jawa Timur. Ikan koi umumnya diantar pulaukan melalui darat, yang dikirim dalam kantung plastik tebal yang telah diisi dengan oksigen. Kondisi ini menyebabkan koi menjadi stress, yang berdampak pada penurunan kesehatan bahkan munculnya penyakit baik yang disebabkan oleh virus (Cardoso et al., 2019) bakteri (El-Deen dan Rawway, 2014), jamur (Iqbal dan Sajjad, 2013) dan parasit (Mirzaei dan Khovand, 2015).

Menurut Sarjito et al.,   (2013),

mengatakan timbulnya penyakit pada ikan merupakan hasil interaksi yang kompleks antara 3 komponen dalam ekosistem budidaya yaitu inang (ikan) yang lemah akibat berbagai stressor, patogen yang virulen dan kualitas lingkungan yang kurang optimal. Air merupakan salah satu komponen lingkungan yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan ikan. Air yang tercemar mengindikasikan adanya pathogen dalam air. Salah satu indikator sanitasi air adalah bakteri E. coli, jumlah yang melebihi batas, selain menunjukkan kualitas air, juga menunjukkan indikator akan ancaman kesehatan bagi mahkluk hidup lainnya khususnya ikan koi, jumlah yang tinggi juga mengindikasikan kemungkinan adanya bakteri pathogen lainya seperti Streptococcus spp., Vibrio spp., Aeromonas spp., Pseudomonas spp. yang dapat menginfeksi ikan. Ikan yang terinfeksi dapat mempengaruhi kualitas warna, bentuk tubuh dan kemungkinan terburuk dapat membunuh ikan. Penurunan kualitas ikan koi akan berdampak pada daya jual

ikan di pasar, sehingga membuat pembudidaya ikan koi mengalami kerugian (Hardiko et al., 2018).

Bakteri E. coli pada ikan telah diteliti keberadaanya, menurut Amalia et al., (2015) E. coli yang diteliti pada jaringan daging ikan nila masih dibawah ambang normal, hal ini bisa saja dikarenakan bakteri E. coli sebagian besar ditemukan di saluran pencernaan sehingga untuk pemeriksaan pada jaringan daging kurang efektif. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keberadaan E. coli pada saluran cerna rektum ikan koi yang dipelihara di kolam isolasi pada masa karantina. Data ini sangat penting untuk nantinya bisa dipakai memetakan spesies bakteri yang berpotensi menyebabkan penyakit pada ikan koi.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional eksploratif dengan metode cross sectional (Lemeshow, 1997). Sampel diambil berdasarkan pusposive sampling.

Objek Penelitian

Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan koi yang didatangkan dari Tulungagung 20 ekor dan Blitar 200 ekor koi serta memiliki ukuran berkisar 15-25cm yang dipelihara di kolam isolasi pada masa karantina. 19 sampel isolat didapat dari swab rektum koi yang menunjukkan gejala sakit dan ditemukan mati.

Isolasi Bakteri E. coli

Tahapan awal sterilisasikan alat dan bahan yang digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi yang   dapat

mengganggu hasil penelitian. Koi yang ditemukan sakit atau mati di kolam isolasi pada masa karantina diambil sampel dengan metode swab rektum lalu dimasukan ke dalam media transport untuk kemudian diperiksa Balai Besar Veteriner Denpasar     (BBVET     Denpasar).

Pemeriksaaan isolasi dan identifikasi dilakukan berdasarkan metode Jawetz et al.

(2008). Isolasi diawali dengan penanaman dalam media EMBA hasil positif kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan Gram dan uji biokimiawi (IMViC dan TSIA).

Analisis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data yang didapat berdasarkan pengamatan makroskopis dan mikroskopis dari hasil isolasi dan identifikasi. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pemeriksaan bakteri E. coli diketahui dari 19 sampel yang diperiksa menunjukan lima sampel positif bakteri E. coli (26,3%) diantaranya tiga sampel (15,9%) berasal dari koi Tulungagung dan dua sampel (10,3%) berasal dari koi Blitar. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran suhu, pH serta pengamatan kondisi umum

air kolam dan ikan koi dapat dilihat pada tabel dibawah berikut.

Pembahasan

Berdasarkan Tabel 1 hasil pengamatan kondisi suhu kolam koi Tulungagung yang diukur langsung di kolam isolasi pada masa karantina diperoleh suhu dengan rentang 26,6 - 27,2°C. Sedangkan hasil suhu kolam dari koi Blitar pada rentang 27,3 – 28,9°C. Nilai suhu tersebut menurut Efendi (2017) masih dalam kisaran yang normal tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari batas toleransi yang berkisar 25-30°C untuk ikan koi. Menurut Utami et al. (2013) menegaskan bahwa ikan koi dapat hidup pada suhu optimum 25-30°C. Suhu merupakan salah satu faktor fisika sangat penting karena bersama-sama dengan unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan reaksi    kimia dan

mempengaruhi jumlah oksigen terlarut didalam air (Aliza et al., 2013).

Tabel 1. Kondisi Umum Air Kolam dan Ikan Koi (Tulungagung, Blitar)

Koi (Tulungagung)

Hari

Suhu &

Air kolam

Kondisi Ikan

Hasil Lab

pH

Jernih Bau Buih

Sakit

Mati

E. coli

1

26,60C

7,6

+       -       -

5

3

(+++)

3

27,20 C

7,1

+       -       -

-

5

(-)

Koi (Blitar)

Hari

Suhu &

Air Kolam

Kondisi Ikan

Hasil Lab

pH

Jernih  Bau Buih

Sakit

Mati

E. coli

1

28,30C

7,6

+       -       -

-

-

(-)

3

28,60C

7,4

+       -       -

-

2

(+)

6

28,90C

6,6

+       -       -

-

5

(+)

9

27,30C

7,2

-        -       +

1

3

(-)

12

28,10C 7,0

-        -       +

-

-

(-)

14

28,00C

7,2

-        -       +

-

-

(-)


Gambar 1. Koi yang ditemukan mati pada kolam isolasi


Derajat keasaman atau pH adalah salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam budidaya koi. Kondisi air yang asam atau basa dapat dilihat dari hasil pengukuran pH tersebut. Menurut Dahril et al. (2017) bahwa keasaman pH yang tidak optimal dapat menyebabkan ikan mudah stress dan terserang penyakit. Berdasarkan Tabel 1 hasil pengamatan kondisi pH kolam koi Tulungagung yang diukur langsung di kolam isolasi pada masa karantina diperoleh pH dengan rentang 7,1 – 7,6. Sedangkan hasil pH kolam dari koi Blitar dapat dilihat pada Tabel 4.2 yaitu 6,6 - 7,6. Nilai pH tersebut diketahui masih dalam kisaran yang normal tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari batas toleransi untuk ikan koi yang berkisar 6.5 - 8 (Efendi, 2017). Hal ini juga sesuai dengan penelitian (Solichin, 2013) yang menyatakan ikan koi dapat bertahan hidup pada kisaran pH di 6,5-8. Perubahan pH yang signifikan dapat menimbulkan stres pada ikan.

Ikan koi yang tidak dapat beradaptasi pada perubahan suhu dan pH dapat memicu timbulnya stress. Menurut Suwarsito dan Mustafidah (2011) timbulnya stress pada ikan akibat dari interaksi yang tidak seimbang antara ikan sebagai inang, air sebagai lingkungan dan agen penyebab penyakit (pathogen). Ikan yang stress berdampak pada menurunya daya tahan tubuh kondisi ini sangat menguntungkan bagi perkembangan agen pathogen seperti bakteri. Salah satu bakteri yang banyak dijumpai di air adalah E. coli. Menurut Kurniati et al. (2020) bahwa E. coli dapat tumbuh pada suhu 15 sampai dengan 45°C dan suhu optimal yaitu 37°C. E. coli dapat

bertahan hingga suhu 60°C selama 15 menit dan pada 55°C selama 60 menit. Sedangkan untuk kondisi pH bakteri E. coli dapat tumbuh pada pH minimal 4 dan pH maksimal 9 dengan pH optimum untuk pertumbuhan E. coli pada pH 7-7,5. Berdasarkan hasil pengukuran suhu kolam isolasi koi Tulungagung 26,6 - 27,2°C dan Blitar 27,3 – 28,9°C ke-dua hasil suhu tersebut menunjukan bahwa bakteri E. coli masih dapat hidup dan tumbuh meski belum mencapai suhu optimalnya. Sedangkan pada hasil pH kolam koi Tulungagung 7,1–7,6 dan Blitar 6,6 - 7,6 ke-dua hasil pH menunjukkan bahwa pH sangat mendukung kehidupan dan pertumbuhan optimum untuk bakteri E. coli yang berkisar 7-7,5.

Berdasakan indikator suhu dan pH yang diamati di kolam isolasi pada masa karantina tidak terlihat adanya perubahan suhu dan pH yang signifikan, sehingga dua indikator tersebut tidak terlalu berpengaruh penyebab turunnya kondisi koi. Kondisi koi yang buruk kemungkinan disebabkan karena adanya cuaca buruk yang terjadi dari bulan Februari-Maret ditempat asalnya yang berdampak pada proses pengiriman yang lama dengan waktu diatas 14 jam dimana normal pengiriman memerlukan waktu 8-10 jam. Kondisi koi yang lama diperjalanan sewaktu-waktu berdampak pada naik-turunya suhu dan pH secara mendadak sehingga berpengaruh pada menurunya ketersediaan oxygen terlarut didalam kantong plastik yang menyebabkan koi menjadi stress dan menurunnya daya tahan tubuh. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi bakteri

oportunistik seperti E. coli untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Fitriadi et al. (2014) mengemukakan pada dasarnya suhu yang dapat mematikan bagi biota bukan suhu yang ekstrim tetapi perubahan suhu secara mendadak yang menyebabkan koi menjadi stress dan berakhir dengan kematian. Hal ini juga berlaku pada kondisi pH yang mengalami perubahan secara signifikan dapat menyebabkan koi menjadi stress dan mati.

Berdasarkan pengamatan kondisi fisik air kolam isolasi pada ikan koi dari Tulungagung terlihat pada pengamatan hari ke-1 dan ke-3 menunjukan air masih tampak jernih, tidak berbau dan tidak berbuih serupa dengan kondisi air kolam isolasi pada ikan koi dari Blitar pada pengamatan hari ke-1, 3, dan 6 kondisi air masih tampak jernih, tidak berbau dan tidak berbuih. Namun pada pengamatan hari ke-9, 12 dan 14 air tampak keruh dan terlihat berbuih. Hal ini bisa terjadi karena beberapa kemungkinan seperti kandungan senyawa organik dan kandungan CO2 yang tinggi pada air kolam. Menurut Supono (2015) mengatakan senyawa organik seperti plankton dan jasad renik memegang peranan paling besar dalam menentukan kekeruhan sedangkan munculnya buih pada kolam karena berasal dari respirasi ikan, fitoplankton, zooplankton, dan bakteri. Yanuhar et al. (2018) mengatakan fitoplankton yang ditemukan pada kolam budidaya ikan koi diduga dapat menjadi perantara biologis untuk munculnya infeksi pada koi.

Hasil observasi pada Kondisi umum koi dari Tulungagung dapat dilihat pada tabel 1 berdasarkan hasil pengamatan hari ke-1 ditemukan 5 ekor koi dalam kondisi sakit dan 3 ekor koi dalam kondisi mati dengan tanda klinis menunjukan adanya perubahan tingkah laku, lesi pada tubuh, perubahan morfologis dan anatomi ikan. Sedangkan pada kondisi umum koi dari Blitar dimana pada hari ke-3 ditemukan 2 ekor koi dalam kondisi mati, hari ke-6 ditemukan 5 ekor koi mati, dan hari ke-9 ditemukan 3 ekor koi mati dan 1 ekor koi sakit. Koi yang

ditemukan sakit dan mati menunjukan tanda klinis yang serupa dengan koi Tulungagung berupa perubahan tingkah laku, lesi pada bagian tubuh, perubahan morfologi dan anatomi. Menurut Chairunnisa et al. (2018) Tingkah laku ikan merupakan pergerakan dan respon ikan terhadap keadaan yang ada pada lingkungannya. Koi yang tidak dapat beradaptasi pada lingkunganya erat kaitanya dengan perubahan morfologi yang biasanya ditandai dengan produksi lendir berlebihan. Menurut Suparjo (2010) Lapisan lendir timbul sebagai akibat dari usaha ikan untuk melakukan perlindungan terhadap agen pathogen seperti parasit, bakteri dan jamur yang masuk kedalam tubuh ikan, produksi lendir yang berlebihan ini juga dapat mengakibatkan terhambatnya pertukaran gas melalui insang karena dinding lamela insang dipenuhi oleh lendir sehingga koi sulit bernafas dan dapat berakhir dengan kematian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik Raka Koi and Tilapia Farm mengatakan bahwa koi yang berasal dari Blitar sebelum dikirim ke Raka Koi and Tilapia Farm telah melewati karantina kolam beton dan akuarium pasca panen dari kolam tanah ditempat asalnya. Sedangkan koi yang didatangkan dari Tulungagung pasca panen dari kolam tanah tidak melewati proses karantina kolam beton dan kolam akuarium ditempat asalnya. Proses ini penting karena koi yang baru di panen dari kolam tanah dapat membawa agen penyakit pathogen. Hal ini dikarenakan pada saat itu terjadi cuaca buruk di bulan Februari-Maret yang mengakibatkan banjir dibeberapa daerah jawa timur seperti Tulungagung dan Blitar sehingga koi yang berada di kolam tanah komungkinan dapat tercemar air kotor yang dapat mengganggu kesehatan koi. Oleh karena itu koi yang hendak dipanen dibutuhkan treatment terlebih dahulu di kolam beton agar penyakit seperti parasit, bakteri, dan jamur yang menempel pada koi dapat terlepas sehingga koi yang dikarantina di kolam akuarium dalam kondisi terbebas dari

penyakit. Menurut Bastian, (2018) karantina akuarium bertujuan untuk menurunkan tingkat stress pada koi, mengembalikan kondisi koi menjadi normal dan mengosongkan isi perut agar ketika proses pengiriman koi tidak mengeluarkan feses yang dapat berpengaruh pada kandungan air didalam kantong plastik. Jika dilihat dari hasil penelitian diketahui 3 dari 8 sampel koi Tulungagung menunjukan hasil positif E. coli dengan angka morbidity 15% dan mortality 15% sedangkan pada koi dari Blitar diketahui 2 dari 11 sampel menunjukan hasil positif E. coli. Dengan angka morbidity yaitu 1% dan mortality 1%. Yang menarik perhatian bahwa koi yang berasal dari Tulungagung memiliki angka morbidity dan mortality yang lebih tinggi dibanding dengan koi yang berasal dari Blitar.   Hal ini kemungkinan

dikarenakan koi yang yang berasal dari Tulungagung tidak melewati proses karantina di kolam beton dan akuarium pasca panen dari kolam tanah, sehinga koi yang dikirim kemungkinan masih membawa penyakit dari kolam tanah. Kemungkinan lain hasil positif pada sampel disebabkan karena bakteri E. coli merupakan bakteri yang dapat menyebabkan diare dan biasanya dikeluarkan melalui saluran pencernaan bersamaan dengan feses. Hal ini didukung dengan penelitian Zaman et al. (2013)

tentang flora bakteri koi yang dipanen dari tambak bahwa bakteri E. coli juga ditemukan pada saluran cerna usus, insang, dan air tambak dengan persentase 8,94% dari 257 bakteri yang ditemukan. Sedangkan berdasakan hasil sampel dari saluran cerna usus ditemukan enam (+) E. coli dari 16 sampel yang diperiksa dengan persentase 37,5%. Hasil ini mirip dengan sampel koi dari Tulungagung dari 8 sampel yang diperiksa ditemukan 3 (+) E. coli dengan persentase 37,5%. Penelitian lain mengenai E. coli pada koi juga dilaporkan pada Hossain et al., (2017) tentang struktur komunitas bakteri dan infeksi di spesies

ikan koi yang dibudidayakan di empat lokasi tambak yang berbeda menunjukan adanya bakteri E. coli pada saluran cerna usus dengan persentase ditemukannya E. coli ditambak (A) 21,43%, tambak (B) 9,09%, tambak (C) 25%, tambak (D) 20%. Menurut Denis (2014) mengemukakan bahwa E. coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus sebagai flora normal sifatnya unik karena merupakan flora normal namun dapat menyebabkan infeksi. Infeksi oportunistik dapat terjadi saat melemahnya daya tahan tubuh inang. Menurut Madyowati dan Muhajir (2018) mengatakan melemahnya sistem imun pada ikan dapat disebabkan karena dampak negatif dari stress. Stress pada koi dapat terjadi akibat dari faktor transportasi saat diperjalanan dan dipengaruhi juga oleh kondisi cuaca yang buruk sehingga tak sedikit koi yang sampai ditempat pengepul ditemukan mati akibat stressor yang dialami.

Faktor kontaminan yang berasal dari peralatan kurang aseptis dan air kolam yang tercemar juga berpengaruh pada hasil penelitian. Berdasarkan Maruka et al. (2017) mengatakan E. coli adalah salah satu bakteri yang mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengkontaminasi alat yang bersentuhan langsung. Air yang terdapat pada kolam isolasi berasal dari air PDAM. Menurut PP No. 82 Tahun 2001 tertulis bahwa air PDAM adalah air yang tergolong dalam air kualitas kelas satu yang diperuntukan untuk air minum. Sedangkan air yang peruntukannya digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar adalah air yang memiliki kualitas kelas dua dan tiga. Hal ini sudah sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001 bahwa air yang digunakan selama ini pada kolam isolasi telah memenuhi standar mutu pembudidayaan ikan air tawar. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa air yang berasal dari PDAM bisa saja telah tercemar bakteri E. coli. menurut penelitian Restina et al. (2019) tentang Identifikasi Bakteri E. coli pada Air PDAM dan Air Sumur yang ada di

Bandar Lampung dikatakan bahwa kontaminan bakteri E coli pada air PDAM yakni (58,3%) lebih besar dari kontaminan E. coli yg ada pada air sumur yaitu (8,3%). Hal ini menjelaskan bahwa bakteri E. coli juga dapat ditemukan pada air PDAM.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi bakteri E. coli pada swab rektum ikan koi yang dipelihara di kolam isolasi pada masa karantina diketahui positif E. coli (26,3%), diantaranya tiga sampel (15,9%) berasal dari koi Tulungagung dan dua sampel (10,3%) berasal dari koi Blitar.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai jumlah bakteri E. coli yang ada pada saluran pencernaan ikan koi (Cyprinus carpio) untuk mengetahui seberapa patogen E. coli pada jumlah tertentu serta perlu dilakukan       penelitian       tentang

kekerabatannya secara molekuler.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar dan Raka Koi and Tilapia Farm yang telah memberikan izin dan memfasilitasi, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aliza D, Winaruddin, Sipahutar LW. 2013. Efek peningkatan suhu air terhadap perilaku, patologi anatomi, dan hispatologi insang ikan    nila

(Oreochromis niloticus). J. Med. Vet. 7(2): 142-145.

Amalia, Evida, Soeprapto, Hayati, Syakirin MB. 2015. Analisis bakteri Escherichia coli pada budidaya ikan nila (Oreochromis Niloticus) di tambak-tambak Kota Pekalongan. PENA Akuatika. 12 (1): 72-78.

Bastian D. 2018. Gila Koi. Jakarta (ID): Brambuse Printing & Promotion.

Cardoso PH, Moreno AM, Morena LZ, Oliveira CH, Baroni Fd, Maganha SR, Balian SD. 2019. Infectious diseases in aquarium ornamental pet fish: prevention and control measures. Braz. J. Vet. Res. Anim. Sci. 56(2): 1-16.

Chairunnisa S, Setiawan N, Irkham, Ekawati K, Anwar A, Fitri ADP. 2018. Studi tingkah laku ikan terhadap Prototype     Auto-Lion      (Skala

Laboratorium). Marine Fish. 9(1): 5361.

Dahril I, Tang UM, Putra I. 2017. Pengaruh salinitas berbeda terhadap pertumbuhan dan kelulusanhidupan benih ikan nila merah (Oreochromis sp.). J. Berkala Perikanan Terubuk. 45(3): 67-75.

Efendi M. 2017. Ikan Koi. jakarta timur: Penebar Swadaya.

El-Deen AG, Rawway M. (2014). Study on some aerobic bacterial species in ornamental fish. Assiut Vet. Med. J. 60(143): 156-164.

Fitriadi MW, Basuki F, Nugroho RA. 2014. Pengaruh pemberian recombinant growth hormone (rgh) melalui metode oral dengan interval  waktu yang

berbeda terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan larva ikan gurame var bastard (Osphronemus gouramy Lac, 1801). J. Aquac. Manag. Technol. 3(2): 77-85.

Hardiko Y J, Hidayat N, Cholissodin I. 2018. Diagnosis penyakit ikan koi menggunakan metode naive bayes classifier. J. Pengembangan Teknol. Inform. Ilmu Komp. 2(11): 5310-5316.

Hossain MS, Hashem S, Halim MA, Chowdhury P, Sultana S, Khan MNA. 2017. Bacterial community structure and infection in cultured koi (Anabas Testudineus) fish species. Int. J. Fish. Aquatic Stud. 5(3): 520-524.

Iqbal Z, Sajjad R. 2013. Some pathogenic fungi parasitizing two exotic tropical ornamental fishes. Int. J. Agric. Biol. 15(3): 595-598.

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran.  23th Ed,

Translation of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical Microbiology, Alih bahasa oleh Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC.

Kurniati E, Huy VT, Anugroho F, Sulianto AA, Amalia N, Nadhifa AR. 2020. Analisis pengaruh pH dan suhu pada desinfeksi     air     menggunakan

microbubble   dan   karbondioksida

bertekanan. J. Nat. Res. Environ. Manag. 10(2): 247-256.

Lemeshow. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta, UGM

Madyowati SO, Muhajir. 2018. Respon stressor kepadatan ikan mas (Cyprinus carpio L) setelah diinfeksi bakteri edwardsiella tarda secara buatan terhadap nilai hematokrit. Proc. Sem. Nas. Kelautan Perikanan. 4: 311-318.

Maruka SS, Siswohutomo G, Rahmatu RD. 2017. Identifikasi cemaran bakteri Escherichia coli pada ikan layang (Decapterus russelli) segar di berbagai pasar Kota Palu. J. Mitra Sains. 5(1): 84-89.

Mirzaei M, Khovand H. 2015. Prevalence of argulus foliaceus in ornamental fishes, goldfish (Carassius auratus) and koi (Cyprinus caprio)  in Kerman,

southeast of Iran. J. Parasit Dis. 39(4): 780-782.

Restina D, Ramadhian MR, Soleha TU, Warganegara E. 2019. Identifikasi bakteri Escherichia coli pada air PDAM dan air sumur di Kelurahan Gedong Air Bandar Lampung. Agromedicine. 6(1): 58-62.

Sarjito, Prayitno SB, Haditomo AH. 2013. Buku Pengantar Parasit Dan Penyakit Ikan. Semarang: UPT UNDIP Press.

Saridewi I, Pambudi A, Ningrum YF. 2016. Analisis bakteri Escherichia coli pada

makanan siap saji di Kantin Rumah Sakit X dan kantin Rumah Sakit Y. J. Biol. Indon. 12(2): 21-34.

Solichin A, Widyorini N, Wijayanto DSM. 2013. Pengaruh ekstrak bawang putih (Allium sativum) dengan dosis yang berbeda terhadap lepasnya suckers kutu ikan (Argulus sp.) pada ikan koi (Cyprinus carpio). J. Manag. Aquatic Res. 2(2): 46-53.

Suparjo MN. 2010. Kerusakan jaringan insang ikan nila (Oreochromis niloticus L) akibat deterjen. J. Sain. Tek. Perikanan. 5(2): 1-7.

Supono. 2015. Manajemen Lingkungan untuk    Akuakultur.    Yogyakarta:

Plantaxia. ISBN: 978-602-6912-04-6.

Suwarsito, Mustafidah H. 2011. Diagnosa penyakit ikan menggunakan sistem pakar. JUITA. 1(4): 131.

Utami DAT, Aida Y, Pranata F, Sinung. 2013. Variasi kombinasi tepung labu kuning (Cucurbita moschata d.) dan tepung azolla (Azolla pinnata r.br.) pada kecerahan warna ikan mas koi (Cyprinus carpio L.). J. Ilm. Biol. 1-12.

Yanuhar U, Caesar NR, Setiawan F, Sumsanto M, Musa M, Wuragil DK. 2018. The aquatic environmental quality of koi fish (Cyprinus carpio) pond infected by Myxobolus sp. based on the biological status of the phytoplankton. ICAMBBE J. Physics. 1-7.

Yanuhar U, Musa M, Wuragil DK. 2019. Pelatihan     dan     pendampingan

manajemen kualitas air dan kesehatan pada budidaya ikan koi (Cyprinus carpio). J. Karinov. 2(1): 69-74.

Zaman BS, Khatun MM, Islam MA, Sharmin S, Kulsum U, Hoq ME. 2013. Bacterial Flora of Koi (Anabas testudineus) Harvested from Ponds and Their Antibiogram. Microb. Health. 2(1): 8-11.

184