CASE STUDY: PARAPHIMOSIS IN A CASTRATED MIX DOG
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 14 No. 5: 502-510
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Oktober 2022
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p09
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Studi Kasus: Paraphimosis pada Anjing Campuran yang Telah Dikastrasi
(CASE STUDY: PARAPHIMOSIS IN A CASTRATED MIX DOG)
Anak Agung Wisnu Kusuma Putra1*, Stefanus Andre Gunawan1, I Gusti Agung Gde Putra Pemayun2
-
1Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.
-
2Laboratorium Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.
*Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penulisan dari artikel ini adalah mengetahui keberhasilan penanganan kasus paraphimosis pada anjing. Penanganan kasus paraphimosis pada anjing kasus ini menggunakan metode operasi dengan melakukan insisi pada bagian ventral preputium dan mereposisi penis masuk ke rongga preputium. Anjing kasus merupakan anjing mix Kintamani berjenis kelamin jantan sudah di kastrasi berusia 14 tahun dengan berat badan 15,3 kg berwarna hitam dilaporkan penisnya keluar dan tidak bisa masuk kembali selama 2 hari. hewan tidak mau makan, minum serta tidak terlihat melakukan urinasi dan defekasi. Pemeriksaan fisik anjing terlihat tidak mau makan, minum, urinasi dan defekasi, terlihat disfungsi pada bagian kaki belakang yang dilaporkan oleh pemilik sudah terjadi dari anjing kecil. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis anjing di diagnosa paraphimosis. Pascaoperasi anjing diberikan antibiotik golongan Cephalosporin yaitu cefotaxime (dosis 20mg/kg berat badan, IV, q12h) selama 3 hari dan dilanjutkan pada hari ke – 4 sampai 6 cefixme (dosis 10mg/kg berat badan, PO, q12h), antiradang dexamethasone (dosis 0,01 mg/kg berat badan, IM, q24h) juga diberikan selama 5 hari pascaoperasi. Hari ke 7 anjing nampak baik dan normal hasil pascaoperasi menunjukan kesembuhan anjing baik.
Kata kunci: Anjing campuran kintamani; insisi ventral preputium; kastrasi; paraphimosis; reposisi penis
Abstract
This purpose of this article is to determine the successful treatment of paraphimosis case in a dog. Handling of paraphimosis in this case is using the surgical method by making an incision in the ventral prepuce and repositioning the penis into the prepuce cavity. The case dog is a male kintamani mix dog castrated age of 14 years old with a body weight of 15,3 kg with the colour black. The dog penis was reported not being able to retract back to its normal state for 2 days and the dog have no appetite with no sign of urination and defecation. Physical examination shown the dog have no appetite with no sign of urination and defecation, the dog was seen having dysfunction of the hind legs when walking since childhood according to the owrner. By anamnesis and physical examination the dog was diagnosed with paraphimosis. Post operation treatmen given to the dog were Cephalosporin antibiotics, namely cefotaxime (dosage 20mg/kg body weight, IV, q12h) for 3 days and cefixime (dosage 10mg/kg body weight, PO, q12h) continuing from day 4 to day 6, anti-inflammatory dexamethasone (dosage 0,01 mg/kg body weight, IM, q24h) for 5 days post operation. 7 days post operation result were the dog recovered with no problems.
Keywords: Castrated; incision of the ventral preputium; mix kintamani dog; paraphimosis; penis reposition
PENDAHULUAN
Anjing merupakan hewan peliharaan yang digemari oleh masyarakat. Di Indonesia, terdapat anjing yang dipelihara
untuk dijadikan sebagai anjing pemburu, anjing penjaga ladang, anjing penjaga rumah (Alfi et al., 2015) ataupun sebagai hewan kesayangan. Pemeliharaan anjing di
Bali sebagai hewan kesayangan merupakan hal yang sudah biasa di jumpai. Kesehatan hewan kesayangan perlu di jaga untuk kelangsungan hidup hewan yang lebih lama. Salah satu gangguan kesehatan pada anjing adalah gangguan penyakit kelamin yang jika tidak di tangani sesegera mungkin dapat mengancam nyawa anjing tersebut.
Paraphimosis merupakan keadaan dimana anjing tidak mampu menarik kembali penisnya ke rongga preputium setelah ereksi (Sarma et al., 2019).
Paraphimosis yang dibiarkan lama terjadi akan menyebabkan nekrosis pada penis dan obstruksi pada urethra (Iqbal dan Tripathi, 2011). Paraphimosis dapat dipicu oleh beberapa hal seperti trauma setelah kopulasi, penile hematoma, neoplasia, infeksi, fraktur penis, masturbasi, penyakit saraf, adanya benda asing, paralisis otot retractor penis, dan terlilitnya bulu anjing disekitar penis saat penis anjing ereksi (Kumaresan et al., 2014).
Operasi darurat perlu dilakukan sesegera munkin dalam penanganan kasus paraphimosis untuk menjaga alat kelamin agar tidak nekrosis dan mencegah terjadinya disfungsi pada sistem perkencingan (Kokila et al., 2019).
Paraphimosis dapat ditangani dengan tehnik operasi dengan insisi pada ventral preputium penis untuk melonggarkan tekanan pada rongga preputium sehingga penis dapat di reposisi masuk ke rongga preputium (Adeola dan Enobong, 2016). Laporan kasus ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa dan penanganan paraphimosis pada anjing.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Anjing kasus merupakan anjing mix Kintamani berjenis kelamin jantan sudah dikastrasi, berumur 14 tahun bernama Johnny dengan bobot 15,3 kg, warna hitam.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan anjing kasus
menggunakan metode pemeriksaan fisik
yang mencakup pemeriksaan keadaan anjing secara menyeluruh, pemeriksaan status preasent dan pemeriksaan hematologi darah.
Pemeriksaan Darah Lengkap
Sebelum dilakukan pembedahan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk memastikan keadaan fisiologis anjing siap untuk di operasi (Tabel 1). Sampel darah anjing diambil pada vena saphena sebanyak 2 ml, lalu diperiksa menggunakan mesin Automatic Blood Count.
Preoperasi
Anjing kasus dipuasakan selama 12 jam sebelum operasi. Dilakukan pencukuran bulu pada bagian daerah penis yang akan di operasi. Anjing di premedikasi menggunakan atropin sulfat dengan dosis 0,02 mg/kg berat badan secara subkutan, setelah 10 menit kemudian anjing diinduksi dengan xylazine dosis 1,9mg/kg berat badan dan ketamin dosis 13mg/kg berat badan secara intravena melalui selang infus. Setelah stadium anestesi tercapai hewan ditempatkan dalam posisi rebah dorsal. Bagian yang akan dioperasi diberisihkan dengan NaCL lalu dipasang kain drape.
Metode Operasi
Metode operasi yang digunakan adalah dengan melakukan insisi pada bagian ventral preputium dan mereposisi penis masuk ke rongga preputium.
Diagnosis dan Prognosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan temuan klinis. Anjing didiagnosa paraphimosis dengan prognosis dubius.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Anamnesis dan Sinyalmen
Anjing mix Kintamani berjenis kelamin jantan sudah dikastrasi, berumur 14 tahun bernama Johnny dengan bobot 15,3kg, warna hitam yang dimiliki oleh ibu
Nyoman Darti, beralamat di Jl Batu Yang Gang Pipit 3 dengan keluhan tidak mau makan, minum, tidak terlihat mengalami defekasi dan urinasi selama 2 hari, penis terlihat menjulur keluar tanpa dibungkus oleh preputium. Pemilik tidak mengetahui apakah baru kawin atau tidak, sebelum mengalami paraphimosis anjing nampak makan dan minum normal.
Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis
Pemeriksaan fisik nampak anjing lemas, tidak mau makan, tidak mau minum, tidak terlihat anjing defekasi dan urinasi selama 2 hari sejak diketahui oleh pemilik mengalami abnormalitas pada penisnya. Terlihat disfungsi pada kedua kaki belakang anjing saat berjalan, menurut pemilik masalah pada kedua kakinya dialami oleh anjing sejak kecil dan tidak diketahui penyebabnya. Pemeriksaan mukosa mulut dan trugor kulit normal. Status present anjing adalah sebagai berikut: frekuensi detak jantung 124 kali/menit, frekuensi pulsus 120 kali/menit, frekuensi respirasi 20 kali/menit, suhu 38,7°C, CRT kurang dari 2 detik. Tanda klinis terlihat jelas penis membengkak dan tidak dapat kembali ke posisi semula setelah ereksi seperti pada Gambar 1 dibawah.
Operasi
Setelah hewan teranestesi selanjutnya dilakukan insisi pada bagian ventral preputium sepanjang 1,5 cm (Gambar 2A), selanjutnya penis di olesi dengan vaseline dan di reposisi masuk ke tempat semula dengan cara di dorong kedalam secara perlahan (Gambar 2B). Setelah penis masuk ke posisi semula bagian preputium yang di insisi di jahit menggunakan benang silk 3.0 dengan pola jahitan sederahana terputus sampai luka insisi tertutup baik (Gambar 3B).
Pascaoperasi
Perawatan pascaoperasi anjing kasus diberikan antibiotik cefotaxime (dosis anjuran 20mg/kg berat badan, IV, q12h) diberikan sebanyak 3ml melalui IV dua kali sehari selama 3 hari lalu dilanjutkan dengan
pemberian oral cefixime 100mg (dosis anjuran 10mg/kg berat badan, PO, q12h) diberikan 1,5 tab dua kali sehari selama 4 hari, anjing juga diberikan antiradang dexamethasone (dosis anjuran 0,01 mg/kg berat badan, IM, q24h) diberikan 0,05 ml secara intramuskuler selama 5 hari untuk mengurangi peradangan pada penis anjing. Anjing dibatasi pergerakannya dengan cara dikandangkan dan dipasangi Elizabeth collar agar anjing tidak menjilat bagian penis untuk mengurangi kemungkinan terlepasnya jahitan pada penis.
Pembahasan
Berdasarkan anamnesia, pemeriksaan klinis dan temuan klinis anjing kasus didiagnosa terkena paraphimosis dengan prognosa awal dubius dikarenakan penis sudah mengalami sedikit nekrosis. Menurut Nev et al. (2015) anjing yang di kastrasi sudah mengalami perubahan produksi hormon sehingga tidak adanya gairah untuk berhubungan dengan lawan jenisnya, namun hewan dan manusia yang sudah di kastrasi saat dewasa masih mampu ereksi tetapi tidak dapat menghasilkan sperma. Pada kasus anjing Johny hewan sudah di kastrasi tetapi masih mampu untuk ereksi sehingga dapat terjadi paraphimosis sesuai dengan teori Nev et al. (2015).
Paraphimosis merupakan kejadian dimana penis yang ereksi tidak dapat kembali ke rongga preputium. Pada kasus paraphimosis anjing Johny di tangani dengan prosedur pembedahan dimana dilakukan insisi pada bagian ventral preputium untuk melonggarkan tekanan pada rongga preputium sehingga penis dapat di reposisi masuk ke rongga preputium (Adeola dan Enobong, 2016).
Proses penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Nurani et al., 2015). Fase inflamasi terjadi dari hari ke-0 sampai hari ke-3, fase proliferasi terjadi pada hari ke-4 dan remodeling terjadi dari beberapa minggu hingga 2 tahun (Kartika, 2015). Pada kasus anjing Johny pascaoperasi dihari pertama sampai hari ke-3 masih terlihat penis membengkak hal ini
merupakan proses penyembuhan luka dalam fase inflamasi yang ditandai dengan kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), penurunan fungsi, dan tumor (bengkak) (Anggraini et al., 2018). Pada hari ke-4 penis sudah mulai tidak terlihat bengkak dimana pada hari ke-4 ini proses penyembuhan luka sudah masuk fase proliferasi. Pada hari ke-5 dan 6 bagian preputium penis yang di insisi sudah menyatu.
Pemberian obat antibiotik golongan Cephalosporin yaitu cefotaxime (dosis 20mg/kg berat badan, IV, q12h) selama 3 hari dan dilanjutkan pada hari ke – 4 cefixme (dosis 10mg/kg berat badan, PO, q12h). Pemberian obat antibiotik bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder post operasi (Espinel-Ruperez et al., 2019). Pemberian antiradang dexamethasone (dosis 0,01 mg/kg berat badan, IM, q24h) juga diberikan selama 5 hari pascaoperasi dan menunjukan kesembuhan setelah hari ke-7 pengobatan.
Pemberian cefotaxime dan cefixime pada pascaoperasi bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka. Cefotaxime dan cefixime merupakan antibiotik golongan Cephalosporin dimana cara kerja obat ini adalah dengan cara menghambat sintesis bagian peptidoglikan dari dinding bakteri (Shahbaz, 2017).
Dexamethasone merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat (Erlangga et al., 2015). Pemelihan antiradang kortikosteroid pada kasus anjing Johny dipertimbangkan karena peradang yang sudah cukup parah pada penis akibat paraphimosis.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesia, pemeriksaan fisik, dan temuan klinis, anjing kasus didiagnosa menderita paraphimosis. Penanganan paraphimosis dengan menggunakan metode operasi dengan
melakukan insisi pada bagian ventral preputium dan mereposisi penis masuk ke rongga preputium menunjukan
kesembuhan yang baik pada hari ke-7 pascaoperasi.
Saran
Penanganan penyakit paraphimosis harus sesegera mungkin di tangani agar bisa di reposisi. Jika paraphimosis dibiarkan terjadi dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadi nekrosis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKH Unud dan rekan-rekan koasistensi dalam membantu dan memfasilitasi studi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adeola BS, Enobong H. 2016. Surgical management of paraphimosis in dog: a case report. Glob. Vet. 16(1): 49 – 51.
Alfi N, Ferasyi TR, Rahmi E, Adam M, Nasution I, Ismail. 2015. Prevalensi perubahan perilaku anjing lokal (canis familiaris) jantan yang dikandangkan dengan prinsip kesejaheraan hewan selama 60 hari. J. Med. Vet. 9(2).
Anggraini OD, Komariah C, Prasetyo A. 2018. Efek ekstrak kulit mangga arumanis terhadap penurunan edema kaki mencit putih jantan yang diinduksi karagenin. E-J. Pustaka Kes. 6(2).
Erlangga ME, Sitanggang RH, Bisri T. 2015. Perbandingan pemberian deksametason 10mg dengan 15 mg intravena sebagai adjuvan analgetik terhadap skala nyeri pascabedah pada pasien yang dilakukan radikal mastektomi termodifikasi. J. Anestesi Perioperatif. 3(3): 146-54.
Espinel-Ruperez J, Martin-Rios MD, Salazar V, Baquero-Artigao MR, Ortiz-Diez G. 2019. Incidence of surgical site infection in dogs undergoind soft tissue
surgery: risk factors and economic impact. Vet. Rec. Open. 6(1): e000233.
Iqbal A, Tripathi AK. 2011. Paraphimosis in a great dane dog - a case report. J. Adv. Vet. Res. 1: 26-27.
Kartika RW. 2015. Perawatan luka kronis dengan modern dressing. perawatan luka kronis dengan modern dressing. CDK-230. 42(7): 546–550.
Kokila S, Bharathidasan M, Ganesan A, Dharmaceelan S, Ninu AR, Vishnugurubaran D. 2019. Post coital paraphimosis in a chippiparai dog. Indian Vet. J. 96(10): 56-57.
Kumar A, Sangwan V, Mahajan SK, Singh ND, Singh K, Anand A, Saini NS. 2012. Transmissible veneral tumor induced paraphimosis in dogs. J. Adv.Vet. Res. 2: 48-49.
Kumaresan A, Prakash S, Selvaraju M, Ravikumar K, Sivaraman S. 2014.
Congenital paraphimosis in a pup- a case report. Shanlax Int. J. Vet. Sci. 1(3).
Nev TO, Kisani AI, Wachida N. 2015. Paraphimosis in a 7 month old wether: a case report. Paripex-Indian J. Res. 4(9).
Nurani D, Keintjem F, Losu FN. 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan proses penyembuhan luka Pos Sectio Caesaria. J. Imu Bidan. 3(1): 19.
Sarma BK, Devi R, Pallabi T, Das J, Kumar P, Boro, Anjan JN. 2019. Surgical correction of paraphimosis in bull: a case study. Int. J. Cur. Adv. Res. 8(1): 17108-17109.
Shahbaz K. 2017. Cephalosporins: pharmacology and chemistry. Pharm. Biol. Eval. 4(6): 234-238.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah anjing Johnny
Parameter |
Hasil |
Nilai Refrensi |
White Blood Cell |
16.4 x 103 /uL |
6.0 – 17.0 |
Limphosit |
2.3 x 103 /uL |
0.8 – 5.1 |
Monosit |
0.7 x 103 /uL |
0.0 – 1.8 |
Granulosit |
13.4 x 103 /uL (Tinggi) |
4.0 – 12.6 |
Lymph% |
14.3% |
12.0 – 30.0 |
Mon% |
4.2% |
2.0 – 9.0 |
Gran% |
81.5% |
60.0 – 83.0 |
Red Blood Cell |
6.79 x 106 /uL |
5.50 – 8.50 |
Hemoglobin |
13.0 g/dL |
12.0 – 18.0 |
Hematokrit |
40.6% |
37.0 – 55.0 |
Mean Corpuscular Volume |
59.8 fL (Rendah) |
62.0 – 72.0 |
Mean Corpuscular Hemoglobin |
19.1 pg (Rendah) |
20.0 – 25.0 |
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration |
32.0 g/dL |
30.0 – 38.0 |
Red Cell Distribution Width |
14.3% |
11.0 – 15.5 |
Platelet |
252 x 103 /uL |
200 – 500 |
Mean Platelet Volume |
7.4 fL |
7.0 – 12.9 |
Platelet Distribution Width |
15.6 |
10.0 – 18.0 |
Procalcitonin |
0.186% |
0.100 – 0.500 |
Eosinofil |
1.7% |
Gambar 1. Penis terlihat membengkak, penis terlihat mengalami nekrosis
Gambar 2. Insisi pada ventral preputium (A) dan reposisi penis (B))
Gambar 3. Penis sudah masuk ke dalam preputium (A); dilakukan penjahitan sederhana terputus (B)
Tabel 2. Perkembangan pasca operasi
Hari
Hari ke-1
Gambar
Keterangan
Anjing makan, minum normal, urinasi dan defekasi normal. luka jahitan masih terlihat basah dan bengkak. Obat – obat yang diberikan cefotaxime 3ml secara intravena dua kali sehari pagi dan sore dan dexamethasone 0.05 ml secara intramuskuler sekali sehari di pagi hari.
Hari ke-2
Anjing makan, minum normal, urinasi dan defekasi normal. luka jahitan masih terlihat basah dan bengkak. Obat – obat yang diberikan cefotaxime 3ml secara intravena dua kali sehari pagi dan sore dan dexamethasone 0.05 ml secara intramuskuler sekali sehari di pagi hari.
Hari ke-3
Hari ke-4
Anjing makan, minum normal, urinasi dan defekasi normal, masih terlihat bengkak pada penis, bagian luka jahitan sudah terlihat menyatu. Obat – obat yang diberikan cefotaxime 3ml secara intravena dua kali sehari pagi dan sore dan dexamethasone 0.05 ml secara intramuskuler sekali sehari di pagi hari.
Anjing makan, minum normal, urinasi dan defekasi normal, terlihat penis sudah mulai tidak terlalu bengkak. Obat – obat yang diberikan cefixime 1,5 tab 100mg secara oral dua kali sehari pagi dan sore dan dexamethasone 0.05 ml secara intramuskuler sekali sehari di pagi hari.
Hari ke-5
Anjing makan, minum normal, urinasi dan defekasi normal, terlihat penis sudah tidak bengkak lagi dan luka jahitan sudah menyatu.
Obat – obat yang diberikan cefixime 1,5 tab 100mg secara oral dua kali sehari pagi dan sore dan dexamethasone 0.05 ml secara intramuskuler sekali sehari di pagi hari.
Hari ke-6
Anjing makan, minum normal, urinasi dan defekasi normal, terlihat penis sudah tidak bengkak lagi dan luka jahitan sudah menyatu.
Obat – obat yang diberikan cefixime 1,5 tab 100mg secara oral dua kali sehari pagi dan sore.
510
Discussion and feedback