Volume 13 No. 1: 93-98

Pebruari 2021

DOI: 10.24843/bulvet.2021.v13.i01.p14

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Kadar Alanin Aminotransferase, Aspartat Aminotransferase dan Gambaran Histologi Hati Tikus Putih yang diberikan Ekstrak Kulit Pisang Kepok dan Latihan Intensif

(ALANIN AMINOTRANSFERASE, ASPARTAT AMINOTRANSFERASE LEVELS AND HEPAR HISTOLOGICAL OF RATTUS NORVEGICUS WITH MUSA PARADISIACA FORMATYPICA PEEL EXTRACT AND INTENSIVE EXERCISE)

Putu Angga Prasetyawan1*, I Nyoman Suarsana2, Anak Agung Sagung Kendran3 1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali; 2Laboratorium Biokimia Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, JL. PB. Sudirman, Denpasar, Bali; 3Laboratorium Diagnosa Klinik, Patologi Klinik dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. Raya Sesetan, Gg. Markisa No. 6, Denpasar, Bali; *Email: [email protected]

Abstrak

Aktivitas tubuh seperti latihan yang intensif berlebih menyebabkan tubuh membutuhkan oksigen sangat banyak, sehingga memicu timbulnya radikal bebas yang dapat merusak berbagai organ salah satunya hati. Guna mencegah kerusakan sel-sel hati akibat radikal bebas, diperlukan usaha-usaha untuk memberikan asupan antioksidan dari luar. Salah satunya adalah kulit pisang kepok. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perubahan kadar Alanin Aminotransferase (ALT), Aspartat Aminotransferase (AST) serta gambaran histologi hati tikus putih yang diberikan ekstrak kulit pisang kepok serta latihan fisik intensif. Penggunakan 27 ekor tikus yang terbagi atas 3 kelompok, perlakuan diberikan selama 28 hari. Sampel darah dan organ hati diambil pada hari ke-29. Sampel darah diuji menggunakan metode fotometrik sedangkan sampel hati diperiksa melalui preparat histologi dengan metode pewarnaan hematoksilin eosin (HE). Data hasil penelitian diuji menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan pemberian ekstrak kulit pisang kepok pada tikus putih yang diberikan latihan intensif renang berpengaruh nyata dapat menurunkan kadar ALT, AST, dan dapat mengurangi terjadinya degenerasi dan nekrosis hati. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit pisang kepok dapat mencegah kerusakan hati akibat latihan fisik intensif.

Kata kunci: pisang kepok; radikal bebas; ALT; AST

Abstract

Body activities such as excessive intensive exercise causes the body to need very much oxygen, triggering the emergence of free radicals that can damage various organs; one of them is the liver. In order to prevent damage to liver cells due to free radicals, efforts are needed to provide antioxidant intake from the outside. One of them is musa paradisiaca formatypica peel. The study was conducted to determine changes in ALT levels (Alanin Aminotransferase), AST (Aspartat Aminotransferase), and histology description of white rat liver that was given musa paradisiaca formatypica peel extract and intensive physical exercise. Twenty-seven rats were divided into three groups. The treatment was given for 28 days. Next, blood and liver samples were taken on the 29th day. Blood samples were tested using the photometric method, while liver samples were examined through histological preparations with staining method hematoxylin-eosin (HE). The research data were tested using variance (ANOVA) and continued with test Duncan. The results showed the administration of musa paradisiaca formatypica peel extract to white rats given intensive swimming training significantly reduced levels of ALT, AST and could reduce the occurrence of liver degeneration and necrosis. The results of the study concluded that musa paradisiaca formatypica peel extract can prevent liver damage due to intensive physical exercise.

Keywords: musa paradisiaca formatypica; free radicals; ALT; AST

PENDAHULUAN

Radikal bebas merupakan suatu atom, molekul, atau senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan atau kehilangan atom hidrogen karena disingkirkan oleh suatu kuantum energi dan letaknya di sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap. Apabila produksi radikal bebas melebihi dari kemampuan antioksidan intrasel untuk menetralkannya maka kelebihan radikal bebas sangat potensial menyebabkan kerusakan sel. Sering kali kerusakan ini disebut sebagai kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan biomolekul penyusun sel yang disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas (Suarsana et al., 2013). Sehubungan dengan potensi toksisitas senyawa radikal bebas, tubuh memiliki mekanisme sistem pertahanan alami berupa enzim antioksidan endogen yang berfungsi menetralkan dan mempercepat degradasi senyawa radikal bebas untuk mencegah kerusakan komponen makromolekul sel (Valko et al. 2007).

Radikal bebas dapat menyerang berbagai organ tubuh termasuk salah satunya organ hati. Pada hewan coba, kerusakan hati secara klinis dapat diperiksa melalui uji biokimia darah dan post mortem dengan uji preparat histologi hati. ALT dan AST adalah penanda status fungsional hati karena dapat menunjukkan kerusakan parenkim hati (Puspita, 2015). Parameter ALT digunakan karena enzim ini merupakan salah satu enzim yang diproduksi di hati dan dikeluarkan ke dalam darah di mana kadarnya berbanding lurus dengan keadaan hati itu sendiri, semakin tinggi kadarnya dalam darah menandakan semakin rusak hatinya (Rahayu et al., 2018). Sedangkan enzim AST merupakan salah satu enzim yang diproduksi di hati dan dikeluarkan ke dalam darah bersama enzim ALT. Fungsi dari AST adalah sebagai katalisator reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutarat. Ketika terjadi kerusakan pada hati, maka sel-sel

hepatositnya akan lebih permeabel sehingga enzim AST bocor ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan kadarnya meningkat pada serum (Schumann et al., 2002).

Pada uji preparat histologi, kerusakan hati ditandai dengan peradangan akut pada sel–sel hati yaitu terjadinya degenerasi melemak dan nekrosis (Xiaoyue et al., 2007). Guna mencegah kerusakan sel-sel hati akibat radikal bebas, diperlukan usaha-usaha untuk memberikan asupan antioksidan dari luar. Salah satu asupan dari luar yang memiliki kandungan antioksidan tinggi adalah kulit pisang kepok. Ekstrak kulit pisang kepok memiliki kandungan turunan flavonoid yakni gallokatekin (GE: 106.6 µg/mL) termasuk kelompok terbesar fenol alami dengan potensi antioksidan (Pereira dan Maraschin, 2015). Hewan coba tikus putih digunakan karena memiliki kemampuan reproduksi tinggi (sekitar 1012 anak/kelahiran), harga dan biaya pemeliharaan relatif murah, serta efisien dalam waktu karena sifat genetik dapat dibuat seragam dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan ternak besar. Kurangnya kesadaran akan bahaya dari radikal bebas dan berdasarkan kelebihan yang dimiliki oleh kulit pisang kepok tersebut, melatar belakangi dilakukannya penelitian tentang pengaruh ekstrak kulit pisang kepok terhadap kadar ALT dan AST serta perubahan histologi hati tikus putih yang diberikan latihan intensif.

METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Obyek penelitian ini adalah 27 ekor tikus putih (Ratus novergicus) jantan dengan bobot badan 200-225 g, di bagi menjadi tiga kelompok perlakuan.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Tikus putih sebanyak 27 ekor ditempatkan secara acak menjadi 3 perlakuan yang berbeda (P0, P1 dan P2) dengan 9 ekor per perlakuan dan 3 ekor di setiap kandangnya.

Perlakuan P0 sebagai kontrol tidak diberikan perlakuan. Perlakuan P1 tikus diberikan perlakuan renang selama 1 jam. Perlakuan P2 diberikan ekstrak kulit pisang kepok dengan menggunakan sonde secara oral sebanyak 1cc, 30 menit setelah pemberian ekstrak kulit pisang kepok, tikus diberikan perlakuan renang selama 1 jam. Perlakuan renang dilakukan 1 kali setiap hari selama 28 hari. Selama diberikan perlakuan tikus diberi pakan komersil pelet babi 550 dan air minum secara adlibitum.

Ekstraksi Kulit Pisang Kepok

Ekstrak kulit pisang kepok dibuat dengan menggunakan kulit pisang kepok mengkal dengan ciri warna kulit kuning kehijauan. Kulit pisang dipotong kecil-kecil kemudian dimasukan ke dalam gelas sebanyak 100 g, kemudian ditambahkan air sampai volume menjadi 100 ml. Selanjutnya dimasukan ke dalam blender dan di blender selama kurang lebih 5 menit sampai kulit benar-benar hancur. Hasil blenderan disaring hingga didapatkan ekstrak dari kulit pisang kepok tersebut.

Perlakuan dan Pemeriksaan Sampel

Pada hari ke 29, tikus di anestesi untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel darah melalui vena orbitalis dengan pipet kapiler sebanyak 3 cc ditampung ke dalam tabung EDTA (EthylenediamineTetraacetic Acid) dan dimasukan ke dalam cool box. Sampel darah kemudian diperiksa di UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali untuk mengetahui kadar ALT (Alanin Aminotransferase) dan AST (Aspartat Aminotransferase) dengan metode pemeriksaan fotometri menggunakan kit reagen produksi (Analyticon®) dengan alat Photometer 5010v5+. Tikus selanjutnya dinekropsi untuk pengambilan sampel organ hati dan dimasukan ke dalam neutral buffer formalin 10%. Sampel organ hati kemudian diperiksa di Laboratorium Patologi Veteriner Universitas Udayana untuk pembuatan preparat histologi hati dengan teknik pewarnaan Hematoxylin-Eosin.

Analisis Data

Data hasil penelitian diuji menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan, untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil analisis menunjukan perlakuan pemberian ekstrak kulit pisang kepok pada tikus putih dengan latihan intensif renang berpengaruh nyata terhadap kadar ALT dan AST (P<0,05) (Tabel 1). Hasil penelitian terhadap aktivitas enzim AST dan ALT pada perlakuan kontrol (P0) diperoleh masing-masing 122,33 ± 28,52 IU/l dan 104,44 ± 15,10 IU/l. Pada perlakuan aktivitas renang (P1) diperoleh AST 152,33 ± 14,31 IU/l dan ALT 124,00 ± 14,56 IU/l, sedangkan pada perlakuan aktivitas renang dengan ekstrak kulit pisang kepok masing-masing diperoleh AST 123,22 ± 22,95 IU/l dan ALT 106,00 ± 12,54 IU/l.

Hasil pemeriksaan kerusakan hati secara histologi dapat dilihat dari adanya degenerasi dan nekrosis yang paling banyak ditemukan pada perlakuan P1. Sedangkan pada perlakuan P0 tidak menunjukan adanya kerusakan hati yang dapat dilihat dari keadaan normal hepatosit. Pada perlakuan P2 gambaran histologi tidak menunjukan adanya nekrosis, tetapi degenerasi masih ditemukan dalam jumlah yang sedikit. Gambaran histologi hati tikus putih pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas fisik berlebih dapat mempengaruhi kadar ALT (Alanin Aminotransferase) dan AST (Aspartat Aminotransferase) serta menyebabkan perubahan histologi hati. Berdasarkan hasil penelitian tikus dengan perlakuan renang (P1) menunjukan peningkatan yang signifikan terjadi pada pemeriksaan kadar ALT dan juga AST jika dibandingkan dengan kontrol (P0). Menurut Scott et al. (2011) bahwa salah satu pemicu timbulnya

radikal bebas adalah aktivitas fisik, pada saat aktivitas fisik yang tinggi terjadi konsumsi oksigen yang meningkat di dalam sel dengan cepat dan disertai dengan metabolisme yang meningkat di dalam sel guna penyediaan energi untuk otak dan pergerakan ekstremitas bagian-bagian tubuh saat berenang. Sedangkan pada tikus yang diberikan renang setelah pemberian ekstrak kulit pisang kepok (P2)

Tabel 1. Hasil analisis kadar ALT dan AST.

menunjukkan penurunan kadar ALT dan AST yang berbeda nyata dengan kelompok perlakuan P1 (P<0,05) dan tidak berbeda nyata dibanding dengan perlakuan kontrol (P0). Hal ini menunjukkan pemberian ekstrak kulit pisang kepok dengan dosis 1cc mampu untuk mencegah kerusakan hati akibat radikal bebas selama aktivitas fisik berlebih.

Perlakuan

Rataan ± SD

AST (IU/l)

ALT (IU/l)

P0

122,33 ± 28,52 a

104,44 ± 15,10 a

P1

152,33 ± 14,31 b

124,00 ± 14,56 b

P2

123,22 ± 22,95 a

106,00 ± 12,54 a

Keterangan: huruf yang berbeda yang menyertai angka pada kolom yang sama signifikan pada taraf nyata (P<0,05).

Gambar 1. Gambaran histologi jaringan hati tikus dengan pewarnaan HE. Keterangan: Bar (50µm). Kelompok P0 (kontrol), P1 (renang) dan P2 (renang + ekstrak kulit pisang kepok). Hepatosit Normal (a), Degenerasi (b), Nekrosis (c), dan Sel Radang (d). Pembesaran 400X.


Pembahasan

Enzim ALT paling banyak ditemukan dalam hati, sehingga untuk mendeteksi penyakit hati, ALT dianggap lebih spesifik dibanding AST. Apabila ALT mengalami kenaikan menandakan bahwa hati mengalami kerusakan, ini dikarenakan konsentrasi kadar ALT terbanyak berada di jaringan hati (Sadikin, 2002). Sedangkan kenaikan kadar AST tidak selalu bermakna kerusakan dari sel hati. Hal ini dikarenakan AST terdapat di otot rangka, otak, ginjal dan terbanyak di jaringan jantung dibandingkan hati. Peningkatan kadar ALT dan AST akan terjadi jika adanya pelepasan

enzim secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati (Wibowo et al., 2008)

Aktivitas fisik berlebih menyebabkan proses metabolisme hepatosit secara terus-menerus yang dapat menyebabkan terjadinya kematian sel atau nekrosis (Sudatri et al., 2016). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian, dimana terjadi kerusakan hepatosit berupa nekrosis paling tinggi terjadi pada kelompok perlakuan P1. Sel hepatosit terlihat rusak, inti sel dan bagian-bagian sel terlihat tidak jelas. Pada kelompok perlakuan P2

menunjukkan adanya perbaikan struktur histologi hati jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan P1 dilihat dari terjadinya penurunan jumlah degenerasi dan nekrosis. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak kulit pisang kepok memiliki kandungan antioksidan yang dapat melindungi hepatosit dari kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas fisik berlebih.

Kulit pisang kepok mengandung senyawa flavonoid, saponin dan triterpenoid. Flavonoid dari tanaman berperan sebagai antioksidan karena cincin aromatiknya memiliki gugus hidroksil (OH) bebas yang dapat menyumbangkan atom hidrogennya untuk berpasangan dengan radikal bebas (Sayuti dan Yenrina 2015). Mekanisme antioksidan dari flavonoid adalah menangkap ROS (reactive oxygen species) secara langsung mencegah regenerasi ROS, dan secara tidak langsung dapat meningkatkan aktivitas antioksidan selular (Hardiningtyas et al., 2014).

Kulit pisang kepok juga mengandung vitamin, antara lain vitamin E dan vitamin C yang juga merupakan antioksidan endogen (Dwi et al., 2011). Vitamin E adalah baris pertama pertahanan terhadap proses peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat dalam seluler dan subseluler, fosfolipid pada mitokondria, reticulum endoplasma serta membran plasma (Sulistyowati, 2006). Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air yang bekerja pada sitosol secara ekstraselular. Vitamin ini bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil dan lipid peroksida. Dengan kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Dwi et al., 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak kulit pisang kepok sebanyak 1 cc dapat menurunkan aktivitas ALT, AST darah tikus dengan latihan intensif serta mampu mencegah kerusakan jaringan hati.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan kulit pisang kepok yang diekstraski dengan pelarut selain air (alkohol, hexsan, dll) dan dengan konsentrasi yang ditentukan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada UPT. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali, Laboratorium Patologi Veteriner Universitas Udayana, Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Dwi A, Endang T, Sujuti H. 2011. Serbuk daun kelor menurunkan derajat perlemakan hati dan ekspresi interlukin-6 hati tikus dengan kurang energi protein. J. Kedokteran Brawijaya. 26(3): 125-130.

Hardiningtyas SD, Purwaningsih S, Handharyani E. 2014. Aktivitas antioksidan dan efek hepatoprotektif daun bakau api-api putih. J. PHPI. 17(1): 80-91.

Pereira A, Maraschin M. 2015. Banana (Musa spp) from peel to pulp: Ethnopharmacology, source of bioactive compounds and its relevance for human health. J. Ethnopharmacol. 160: 149-163.

Puspita I. 2015. Pengaruh paparan gelombang elektromagnetik handphone periode kronik terhadap kadar SGOT dan SGPT. J Agromed Unila. 2(4): 536540.

Rahayu L, Yantih N, Supomo N. 2018. Analisis SGPT dan SGOT pada tikus yang diinduksi isoniazid untuk penentuan dosis dan karakteristik hepatoprotektif air buah nanas (Ananas comosus L. Merr) mentah. J. Ilmu Kefarmasian Indonesia.  16(1):  100

106.

Sadikin M. 2002. Biokimia Darah. Jakarta: Wydia Medika.

Sayuti K, Yenrina R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas Univesity Press. Padang.

Schumann G, Bonora R, Cerioti F, Ferrero CA, Franck PF, Gella FJ. 2002. IFCC primary reference procedure for the measurement of catalytic activity aspartate aminotransferase. Clin. Chem. Lab. Med. 40(7): 718-24.

Scott K, Powers, Li Li Ji, Andreas N. Kavazis, and Malcolm J. Jackson. 2011. Reactive oxygen species: impact on skeletal muscle. published in final edited: Compr Physiol. NIH Public Access. 1(2): 941–969.

Suarsana IN, Wresdiyati T, Suprayogi A. 2013.  Respon stres oksidatif  dan

pemberian isoflavon terhadap aktivitas enzim  superoksida dismutase  dan

peroksidasi lipid pada hati tikus. J. ITV. 18(2): 146-152.

Sudatri NW, Setyawati I, Suartini NM, Yulihastuti DW. 2016. Penurunan fungsi hati tikus betina (rattus norvegivus l) yang diinjeksi white vitamin c dosis tinggi dalam jangka waktu lama ditinjau dari kadar SGPT,

SGOT serta gambaran histologi hati. J. Metamorfosa. 3(1): 44-51.

Sulistyowati Y. 2006. Pengaruh pemberian likopen terhadap status antioksidan (Vitamin C, Vitamin E dan Gluthation Peroksidase) tikus (Rattus norvegicus galur       Sprague       Dawley)

hiperkolesterolemik. Tesis. Fakultas Kedokteran, Universitas Dipenogoro, Semarang.

Valko M, Leibfritz D, Moncol J, Cronin MTD, Mazur M, Telser J. 2007. Review: Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. Int. J. Biochem. Cell Biol. 39: 44-84.

Wibowo AW, Maslachah L, Bijanti R. 2008. Pengaruh pemberian perasan buah mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap kadar sgot dan sgpt tikus putih (Rattus norvegicus) diet tinggi lemak. J. Vet. Med. 1: 1-5.

Xiaoyue P, Hussain FN, Iqbal I, Feuerman M, Hussain MM. 2007. Inhibiting

proteasomal degradation of microsomal trigliseride transfer protein prevents CCl4–Induced steatosis. J.   BC.

282(23): 17078–17089.

98