Volume 5 No. 1 :57-62

Pebruari 2013

Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Konsentrasi Spermatozoa Dan Motilitas Spermatozoa Ayam Hutan Hijau (Gallus varius)*

(THE EFFECT OF FREQUENCY EJACULATION ON SEMEN VOLUME, SPERM CONCENTRATION AND SPERM MOTILITY OF

GREEN JUNGGLE FOWL (GALLUS VARIUS)*)

Wayan Bebas1), dan Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi1) 1)Laboratorium Teknologi Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh Frekuensi Ejakulasi Terhadap Volume Semen, Konsentrasi Spermatozoa, dan Motilitas Spermatozoa Ayam Hutan Hijau (Gallus varius).Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kelompok perlakuan. Perlakuan I (T1) : Frekuensi ejakulasi setiap hari atau semen ditampung setiap hari. Perlakuan II (T2) : Frekuensi ejakulasi setiap 2 hari. Perlakuan III (T3) : Frekuensi ejakulasi setiap 3 hari. Masing-masing perlakuan menggunakan 3 ekor ayam hutan dan setiap ekor ayam hutan dilakukan 5 kali ejakulasi. Pengamatan dilakukan tehadap volume semen (ml), konsentrasi spermatozoa (107/ml) dan motilitas spermatozoa (%). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila berbeda nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil.Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume semen pada perlakuan T1, T2, dan T3 masing masing : 0,029 + 0,010 ml; 0,049 + 0,010 ml, dan 0,069 + 0,015 ml, konsentrasi spermatozoa masing masing : 61,93 + 4,13 x 107 sel/ml; 84.33 + 3,85 x 107 sel/ml dan 89,80 + 4,24 x 107 sel/ml, dan motilitas spermatozoa masing masing : 77,13 + 2,82; 87+ 2,82% %, dan 97,07 + 1,94%. Secara statistik frekuensi ejakulasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau.

Kata kunci : Frekuensi ejakulasi, Volume semen, Konsentrasi Spermatozoa, Motilitas Spermatozoa, Ayam hutan hijau

ABSTRACT

The objective of this study was to find out the effect of frequency ejaculation on semen volume, sperm concentration and sperm motility of green jungle fowl (Gallus varius).The exsperimental design used in this study was a Completely Randomized Design (CRD) with three treatment groups. Treatment I (T1): Daily frequency of ejaculation. Treatment II (T2): The frequency of ejaculation every 2 days. Treatment III (T3): Frequency of ejaculation every 3 days. Each treatment used 3 heads of green jungle fowl that collected its sperm 5 times. The parameters observed were semen volume (ml), spermatozoa concentration (107/ml) and motility of spermatozoa (%). The data obtained were analyzed by analysis of variance and followed by LSD (Least Significant Difference). The results showed, volume of semen in the treatment T1, T2, and T3 were 0.029 + 0.010 ml; 0.049 ml + 0.010 and

0.069 + 0.015 ml respectively, sperm concentration were (61.93 + 4.13).107 cells/ml; (84.33 + 3.85).107 cells/ml, and (89.80 + 4.24).107 cells/ml respectively, and sperm motility were 77.13 + 2.82; 87,07 + 2,82%, and 97.07 + 1.94% respectively. Statistically, the frequency of sperm ejaculation was highly significant (P <0.01) affected the semen volume, sperm concentration and sperm motility of green jungle fowl.

Keywords: Frequency of ejaculation, semen volume, sperm concentration, motility, green jungle fowl.

PENDAHULUAN

Populasi ayam hutan hijau (Gallus varius) semakin berkurang akibat banyak ditangkap masyarakat baik untuk konsumsi, dipelihara sebagai hewan kesayangan ataupun dikomersialkan dengan menyilangkan ayam hutan hijau jantan dengan ayam kampung betina untuk didapatkan keturunan pertamanya yang disebut bekisar (Anon, 1994). Tidak sedikit ayam hutan yang ditangkap itu menjadi mati karena tidak bisa merawatnya. Penurunan populasi ini juga dipengaruhi oleh semakin sempitnya habitat ayam hutan hijau akibat terdesak oleh pemukimam penduduk. Hardijanto (1993), menyatakan pemakaian mesin-mesin mekanik abad modern akan lebih mengusik ketenangan hidup dan perkembangbiakan unggas yang semakin langka ini. Oleh sebab itu sudah saatnya pelestarian ayam hutan hijau mendapat perhatian kita semua

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan dan meningkatkan populasi ayam hutan hijau adalah melalui teknologi kawin suntik. Kawin suntik unggas merupakan alternatif yang paling tepat yang dapat diharapkan untuk mengatasi kesulitan dalam upaya pelestarian unggas liar tersebut, manfaat lain dari teknik kawin suntik unggas ini diantaranya dapat memprakarsai pemurnian galur Gallus varius, bisa juga untuk meningkatkan populasi dan mempercepat produksi ayam bekisar yang berkualitas (Hardijanto, 1993).

Teknik ini telah lama dikenal dan banyak dikembangkan di negara-negara maju seperti Prancis, Jerman, Amerika, yang kemudian diikuti negara-negara Asia seperti Jepang, Taiwan dan Korea Selatan. Di Indonesia meskipun percobaan sudah lama dilakukan, namun masih sedikit informasi dan publikasi atau boleh dikatakan upaya menuju pengembangannya belum nampak jelas (Hardijanto, 1993).

Brillard (1993) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan pada unggas adalah : keberhasilan penampungan semen, tercampurnya semen dengan cairan yang keluar dari saluran reproduksi, adanya telur di dalam uterus terutama telur dengan kerabang yang keras yang dapat menghambat gerakan progresif spermatozoa didalam saluran reproduksi, dan yang terpenting adalah kualitas semen harus baik.

Kualitas semen sangat dipengaruhi oleh : musim, breed, umur, lamanya penyinaran, tempertaur lingkungan, makanan, breed dan ukuran testes dan yang tidak kalah pentingnya adalah frekuensi ejakulasi (Zahraddeen et al., 2005; Frangez et al., 2005). Sedangkan menurut Yuwanta (1993), cara pengambilan spermatozoa, kemampuan operator, pejantan itu sendiri dan frekuensi pengambilan sangat mempengaruhi kualitas semen.

Menurut Tanaka et al., (2000) frekuensi ejakulasi pada kucing yang dilakukan sekali seminggu, dua kali seminggu, dan tiga kali seminggu tidak berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa,

motilitas spermatozoa, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa. Penelitian yang dilakukan pada babi oleh Frangez (2005), frekuensi ejakulasi pada babi berpengaruh terhadap volume semen dan konsentrasi spermatozoa. Pada sapi 20 ejakulasi berturut-turut dalam waktu sampai 7 jam menurunkan volume semen dari 4,2 ml samapi 2,1 ml antara ejakulasi pertama sampai ejakulasi ke 20. Konsentrasi sperma menurun dari 1,35 milyar menjadi 0,3 milyar sel per ml (Djanuar, 1985). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zahraddeen et al., (2005) pada kalkun frekuensi ejakulasi berpengaruh terhadap volume dan konsentrasi spermatozoa. Yuwanta (1993) mengatakan jumlah total spermatozoa (konsentrasi) yang diambil setiap minggu pada ayam dua kali lebih banyak dibandingkan dengan pengambilan 5 kali per mingu. Volume semen dan konsentrasi spermatozoa per ejakulasi yang dilaporkan oleh Yuwanta (1993) pada beberapa jenis unggas seperti : ayam tipe ringan mempunyai volume per ejakulasi 0,2 – 0,8 ml dengan konsentrasi 1 – 4 milyar/ml, ayam tipe berat volume per ejakulasi 0,3 – 1,5

Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah Bagaimana pengaruh frekuensi ejakulasi terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi ejakulasi terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau.

Dari hasil penelitian dapat diketahui pengaruh frekuensi ejakulasi terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau sehingga menggunaannya dilapangan menjadi lebih efisiense (karena keberadaanya semakin langka) dalam rangka menunjang peningkatan populasi ayam

hutan, dan pembuatan bekisar melalui teknik inseminasi buatan.

METODE PENELITIAN

Hewan percobaan yang digunakan untuk penelitian adalah ayam hutan hijau jantan sebanyak 9 ekor dengan kisaran umur 1,5 – 2 tahun.

Semen ayam hutan hijau jantan yang digunakan diambil dengan metode pemijatan.yang diperkenalkan oleh Burrows dan Quinn pada tahun 1935 (Yuwanta, 1993). Ayam hutan dipelihara dengan kandang yang terbuat dari bambu dengan diameter 50 cm, dan tinggi 75 cm. Ayam hutan diberi makan campuran antara jagung, beras merah, kacang hijau giling, dan gabah dengan perbandingan 1:1:1:1 (Mufarid, 1996). Untuk menjaga kesehatannya ayam hutan diberikan kroto segar atau jengkrik secukupnya dan dalam air minumnya ditambahkan obat anti stress.

Ayam hutan hijau diadaptasikan dengan lingkungannya selama 2 minggu. Setelah itu mulai dilatih mengeluakan semen dengan metode pemijatan, sekali sehari sampai memberikan respon yang ditandai dengan keluarnya semen. Semen ditampung dengan menggunakan cawan vetri lalu diukur volumenya dengan menyedot menggunakan spuite tuberculine 1cc. Motilitas spermatozoa diamati dengan cara meneteskan satu tetes semen segar diatas obyek gelas lalu ditutup dengan cover gelas dan diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 45x100. lalu menghitung jumlah spermatozoa yang bergerak progresif dalam satu lapang pandang dalam satuan persen (%), konsentrasi spermatozoa dihitung dengan menggunakan haemocytometer thoma dalam satuan juta/ml. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kelompok perlakuan.

Perlakuan I (T1) : Frekuensi ejakulasi setiap hari (semen

ditampung setiap hari sebanyak 5 kali penampungan).

Perlakuan II (T2) : Frekuensi ejakulasi setiap 2 hari (semen ditampung setiap 2 hari selama sebanyak 5 kali penampungan)

Perlakuan III (T3) : Frekuensi ejakulasi setiap 3 hari (semen ditampung setiap 3 hari sebayak 5 kali penampungan)

Masing-masing perlakuan menggunkan 3 ekor ayam hutan hijau. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (SPSS 16 for window)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil (rata rata + SD) penelitian pengaruh frekuensi ejakulasi terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau dapat dilihat pada table 1.

Tabel 1. Hasil rata rata + SD volume, konsentrasi dan motilitas spermatozoa ayam hutan hijau akibat pengaruh frekuensi ejakulasi

Parameter

Perlakuan

T1

T2

T3

Volume (ml)

0,029 + 0,010a

0,049 + 0,010b

0,069 + 0,015c

Konsentrasi (107)

61,93 +

4,13a

84,33 + 3,85b

89,80 +

4,24c

Motilitas (%)

77,13 +

2,82a

87,07 + 1,90b

97,07 + 1,94c

Keterangan :

Huruf yang berbeda kearah baris menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

Setelah dianalisis dengan analisis ragam ternyata frekuensi ejakulasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap volume semen, konsentrasi, dan motilitas progresif spermatozoa ayam

hutan hijau. Setelah dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) ternyata perlakuan T1 menghasilkan volume semen sangat nyata lebih sedikit (P<0,01) jika dibandingkan dengan perlakuan T2 dan T3. Sedangkan perlakuan T2 memberikan volume semen yang sangat nyata lebih sedikit (P<0,01) dari T3. Konsentrasi spermatozoa pada perlakuan T1 sangat nyata lebih sedikit(P<0,01) dari T2 dan T3 dan Perlakuan T2 konsentrasinya sangat nyata lebih sedikit (P<0,01) dari T3. Motilitas progresif spermatozoa pada perlakuan T1 sangat nyata lebih sedikit(P<0,01) dari T2 dan T3, sedangkan motilitas pada perlakuan T2 sangat nyata lebih sedikit (P<0,01) dari T3

Pembahasan

Berdasarkan analisis ragam bahwa frekuensi ejakulasi memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa Setelah dilanjutkan dengan uji BNT, ternyata perlakuan T1 menghasilkan volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermatozoa sangat nyata lebih sedikit (P<0,01) jika dibandingkan dengan perlakuan T2 dan T3. Sedangkan perlakuan T2 menghasilkan volume semen, konsentrasi dan motilitas spermatozoa yang sangat nyata lebih sedikit dari T3. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Toelihere (1993) yang menyatakan bahwa frekuensi ejakulasi yang terlalu sering dalam satuan waktu yang terlalu pendek akan menurunkan volume semen, konsentrasi per ejakulasi juga disertai penurunan motilitas spermatozoa dan libido.

Hal ini sangat berkaitan dengan fungsi organ reproduksi unggas jantan dalam rangka pembentukan spermatozoa (spermatogenesis), pengangkutan spermatozoa sepanjang saluran reproduksi, proses pematangan spermatozoa, dan penyimpanan spermatozoa. Proses spermatogenesis

sebenarnya merupakan sutu proses yang berlangsung secara kontinyu selama masa produktif. Proses spermatogenesis terjadi di tubuli seminiferi kemudian sperma menuju tubuli rekti, rete testes, melalui vas eferen kemudian menuju vas deferen. Unggas tidak memiliki epididimis, epididimisnya mengalami rudimentasi. Fungsi epididimis pada hewan mamalia seperti transportasi, pemasakan dan penyimpanan spermatozoa pada unggas digantikan oleh vas deferen (Hafez and Haafez, 2000)

Perjalanan spermatozoa dari tubuli seminiferi sampai di vas deferen membutuhkan waktu 1 – 4 hari, kemudian terjadi proses pendewasaan pada bagian proximal vas deferen selama beberapa jam lalu disimpan pada bagian distal vas deferen (Yuwanta, 1993)

Frekuensi ejakulasi sangat berpengaruh terhadap kualitas semen yang dihasilkan. Frekuensi ejakulasi setiap hari mengakibatkan penuruan volume semen, konsentrasi spermatozoa, dan motilitas spermayozoa. Ini disebabkan karena ejakulasi merupakan proses pengeluaran semen dari tempat penampungan semen di bagian distal vas deferen yang berbatasan dengan kloaka baik secara kawin alam ataupun dengan teknik penampungan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan atau pengosongan tempat penyimpanan. Apabila frekuensi ejakulasi terlalu sering jika dibanbdingkan dengan pengisiannya yang menurut Yuwanta (1993) transport spermatozoa dari tubuli seminiferi sampai pada vas deferen mencapai 1-4 hari, maka akan terjadi penurunan volume semen dan penurunan konsentrasi spermatozoa. Dengen frekuensi ejakulasi yang semakin meningkat mengakibatkan banyak sel yang belum mengalami proses pematangan (immature) ikut ter jakulasikan yang dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa. Spermatozoa immature ditandai dengan adanya bintik sitoplasma pada bagian leher atau badan

spermatozoa, seperti yang dikatakan oleh Yuwanta (!993) frekuensi ejakulasi dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa. Hasil penelitian yang didapat sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada babi oleh Frangez (2005), frekuensi ejakulasi pada babi berpengaruh terhadap volume semen dan konsentrasi spermatozoa. Pada sapi 20 ejakulasi berturut-turut dalam waktu 7 jam menurunkan volume semen dari 4,2 ml samapi 2,1 ml antara ejakulasi pertama dan ejakulasi ke 20. konsentrasi sperma menurun dari 1,35 milyar menjadi 0,3 milyar sel per ml. (Djanuar, 1985). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Zahraddeen et al., (2005) pada kalkun frekuensi ejakulasi berpengaruh terhadap volume dan konsentrasi spermatozoa. Yuwanta (1993) mengatakan jumlah total spermatozoa (konsentrasi) yang diambil setiap minggu adalah dua kali lebih banyak dibandingkan dengan pengambilan 5 kali per minggu.

SIMPULAN

Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan : frekuensi ejakulasi pada ayam hutan hijau berpengaruh sangat nyata terhadap volume semen, konsentrasi spermatozoa dan motilitas spermatozoa. Volume semen pada perlakuan T1, T2, dan T3 masing masing : 0,029 + 0,010 ml, 0,049 + 0,010 ml, dan 0,069 + 0,015 ml; konsentrasi spermatozoa masing masing : 61,93 + 4,13 x 107 sel/ml, 84.33 + 3,85 x 107 sel/ml, dan 89,80 + 4,24 x 107 sel/ml; dan motilitas spermatozoa masing masing : 77,13 + 2,8287, 87+ 2,82% %, dan 97,07 + 1,94%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor Univ. Udayana

yang telah memberikan biaya penelitian melalui Lembaga Penelitian Universitas Udayana. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah mengirimkan usulan penelitian ini kepada Bapak Rektor Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1994. Species Ayam dan Varietasnya, Bonus Trubus, Penerbit Trubus, Jakarta

Brillard, J.P., (1993). Sperm Storage and Transport Following Natural Mating and Artificial Insemination. J.Poultry Sci., 5; 117-143.

Boer, M. 1993. beternak Ayam Ayam Kampung. Penerbit Trasito, Bandung.

Djanuar, R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Frangez, R., T. Gider, M. Kosec. (2005). Frequency of Boar Ejaculation and its Influence on Semen Quality, Pregnancy Rate and Litter Size. ACTA VET. No 74:265-275.

Hafez, E.S.E, and B. Hafez, (2000). Reproduction in Farm Animals. 7th Ed.,Kiawah Island, South Carolina, USA.

Hardijanto. 1993. Pengembangbiakan ayam hutan dan berkisar melalui kawin suntik. Kursus Teknik kawin Suntuk Serta Penanganan

Kesehatan Ayam Hutan Hijau dan Bekisar Sebagai Maskot Jawa Timur Dalam Upaya Pelestariannya. FKH UNAIR. Surabaya

Hardjopranjoto, S. (1983). Ilmu Inseminasi Buatan. FKH Unair Surabaya.

Mufarid, H. 1993. Beternak Ayam Hutan. Cetakan Ketujuh. Penebar Swadaya, Jakarta.

Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah Bambang, S. Edisi Kedua. P.T Gramedia, Jakarta.

Tanaka, A., S. Kuwabara, Y Takagi, K. Nakagawa, Y. Fujimoto, M. Murai, and T Tsutsu (2000). Effect of Ejaculation Intervals on Semen Quality in Cat. J. Vet. Med. Sci., 62 (11); 1157-1164.

Tarigan, M. dan S. Hermanto. 1997.

Bekisar, Pemeliharaan dan Pengembangbiakan Secara Modern. Penerbit Kanusius, Yogyakarta

Toelihere, M.R. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

62