Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Volume 5 No. 1 : 23-29

Pebruari 2013

Gambaran Total Eritrosit, Hemoglobin, dan Packed Cell Volume Tikus Putih Jantan Selama Pemberian Ekstrak Pegagan

(PROFILE ERYTHROCYTES, HEMOGLOBIN AND PACKED CELL VOLUME IN MALE WHITE RATS WHILE GIVEN EXTRACT CENTELLA ASIATICA)

Vivi Indrawati*1, I Nyoman Suartha2, Anak Agung Sagung Kendran3, I Gusti Ngurah Sudisma4

1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,

2

2Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner,

3Laboratorium Patologi Klinik Veteriner,

4Laboratorium Bedah Veteriner,

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.

*Corespondensi: Telp. 081236304662. Email:[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak pegagan terhadap total eritrosit, kadar hemoglobin, dan packed cell volume pada tikus putih jantan. Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus putih jantan dengan berat badan ± 300 gram dan umur 12 minggu. Tikus ini kemudian dibagi dalam 5 perlakuan yaitu kelompok OA, OB, OC, OD, dan KT. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus. Kelompok OA: 100 mg/ekor (0,2 ml); OB: 200 mg/ekor (0,4 ml); OC: 300mg/ekor (0,6 ml); OD: 400mg/ekor (0,8 ml) dan KT sebagai kontrol diberikan aquades 0,2 ml. Pemberian ekstrak pegagan diberikan secara oral setiap hari selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dari dosis 100 mg/ekor, 200 mg/ekor, 300 mg/ekor, dan 400 mg/ekor berpengaruh secara nyata terhadap gambaran peningkatan total eritrosit, PCV, tetapi tidak mempengaruhi kadar hemoglobin jika dibandingkan dengan control yaitu masih dalam batas normal.

Kata kunci: ekstrak pegagan, tikus putih jantan, total eritrosit, hemoglobin, pcv

ABSTRACT

The aim of this research was to know the effects of pegagan extract (Centella asiatica) to erythrocytes, hemoglobin and packed cell volume in male white rats. This study used 15 male white rats weight ± 300 g and the age of 12 weeks. These rats were randomly divided into five groups, namely OA, OB, OC, OD, and KT. Each group consisted of three rats. OA groups: 100 mg/rat (0.2 ml); OB: 200 mg/rat (0.4 ml); OC: 300 mg/rat (0.6 ml); OD: 400 mg/rat (0.8 ml) and KT as a control was given 0.2 ml aquades. Centella asiatica extract was given orally daily for 7 days. The results showed that Centella asiatica extract dose of 100 mg/rat, 200 mg/rat, 300 mg/ rat, and 400 mg/rat has significantly affect the increase of total erythrocytes, PCV, but did not affect hemoglobin levels when compared with the control that is still within normal limits.

Key word: centella asiatica extract, male white rats, erythrocytes, hemoglobin, packed cell volume

PENDAHULUAN

Hewan laboratorium atau hewan coba merupakan hewan yang dipakai sebagai hewan percobaan untuk penelitian dari berbagai aspek seperti mekanisme infeksi penyakit, mekanisme imunologi, efek obat-obatan, toksin, dan makanan maupun suplemen. Tujuan akhir dari penggunaan hewan laboratorium dalam penelitian ini adalah dapat diterapkan pada manusia ataupun hewan. Penggunaan hewan laboratorium dalam penelitian tidak terlepas dari kelebihan yang dimilikinya yaitu cepat berkembang biak sehingga mudah mendapatkan dalam jumlah banyak, dan mudah ditangani maupun dipelihara (Isroi, 2010).

Salah satu hewan laboratorium adalah tikus. Tikus merupakan hewan liar yang sudah dapat beradaptasi dengan kehidupan manusia (Priyambodo, 2003). Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae. Tikus (Rattus norvegicus) merupakan spesies hewan laboratorium kedua setelah mencit. Kelebihan binatang ini adalah mudah berkembang biak dan cocok untuk kondisi laboratorium. Tikus banyak digunakan oleh ahli-ahli toksikologi dan farmasi, di samping itu juga dipakai sebagai penelitian yang memerlukan jaringan-jaringan lebih banyak untuk pengembangan teknik pembedahan (Daniel, 1998).

Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Sanjoyo, 2010). Bahan obat alam yang berasal dari tumbuhan lebih banyak digunakan dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga sebutan obat tradisional selalu identik

dengan tanaman obat. Istilah ini sering disebut dengan obat herbal yaitu segala jenis tumbuhan dan seluruh bagian-bagiannya yang mengandung satu atau lebih bahan aktif yang dapat dipakai sebagai obat (therapeutic) (Amiera, 2008). Hingga saat ini keberadaan obat herbal masih tetap dipertahankan. Hal ini dikarenakan obat herbal memiliki kelebihan diantaranya mudah ditemui disekitar lingkungan kita, harganya murah, aplikasinya sederhana, dan efek sampingnya kecil (Katno dan Pramono, 2010)

Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat herbal adalah pegagan (Centella asiatica). Pegagan ini terasa manis, bersifat mendinginkan, memiliki fungsi melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretika), menghentikan pendarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, antiinflamasi, insektisida, antialergi, dan stimulant (Linda, 2003). Sejak jaman dahulu pegagan telah dipercaya oleh nenek moyang berkhasiat untuk obat kulit, gangguan syaraf dan memperbaiki peredaran darah, akan tetapi penelitian secara empiris belum banyak dilakukan. Dengan demikian hingga saat ini penelitian tentang tanaman ini masih terus berlanjut dan berkembang, tidak hanya di Indonesia akan tetapi juga di negara-negara lain (Larasati, 2009).

Penggunaan tanaman ini sangat bermanfaat bagi tubuh karena kandungan zat aktifnya seperti asiaticoside mampu membantu proses kesembuhan seperti pada luka (Steven, 2008). Pemberian ekstrak pegagan 100 sampai 500 mg/kg bb pada mencit mampu meningkatkan secara nyata total sel darah putih (White Blood Cells/ WBC) dan meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag terhadap pembersihan karbon (Jayathirta, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran total eritrosit, kadar hemoglobin, dan packed cell

volume tikus putih jantan selama pemberian ekstrak pegagan. Hipotesis penelitian ini adalah pemberian ekstrak pegagan berpengaruh terhadap gambaran total eritrosit, kadar hemoglobin, dan packed cell volume pada tikus putih jantan.

METODE PENELITIAN

Prosedur penelitian

Pembuatan ekstrak

Daun pegagan dikeringkan selama 3 hari dan selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan metode reflux menggunakan air sebagai pelarut. Setelah diperoleh ekstrak air, filtrate disaring dan diuapkan dengan evaporator untuk mendapatkan ekstrak padat. Ekstrak padat yang diperoleh selanjutnya disimpan pada suhu -20ºC sebelum dipakai.

Tahapan pengerjaan

Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus putih (jenis Sprague dawley) jantan dengan berat badan ± 300 gram dan umur 12 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Sebelumnya tikus ini diadaptasikan selama dua hari sebelum perlakuan. Tikus ini kemudian dibagi dalam 5 perlakuan yaitu kelompok OA, OB, OC, OD, dan KT. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus. Kelompok OA: 100 mg/ekor (0,2 ml); OB: 200 mg/ekor (0,4 ml); OC: 300mg/ekor (0,6 ml); OD: 400mg/ekor (0,8 ml) dan KT sebagai kontrol diberikan aquades 0,2 ml. Pemberian ekstrak pegagan diberikan secara oral (langsung ke dalam lambung dengan sonde lambung) setiap hari selama 7 hari. Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-7. Darah diambil dari pembuluh darah daerah ekor tikus sebanyak 1-2 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung EDTA dan dihomogenkan. Selanjutnya darah

disimpan di dalam termos yang berisi es dan dibawa ke laboratorium untuk diteliti.

Penghitungan total eritrosit

Pertama disiapkan terlebih dahulu kamar hitung dan gelas penutup diletakkan diatas kamar hitung sehingga menutupi kedua daerah penghitung. Darah dengan antikoagulansia diisap dengan pipet eritrosit sampai tanda 0,5. Apabila melampaui batas, darah dikeluarkan dengan menyentuh-nyentuhkan ujung pipet dengan tissue. Bagian luar pipet dihapus dengan kertas tissue. Segera larutan pengencer diisap sampai tanda 101. Selama penghisapan pipet diputar-putar melalui sumbu panjangnya supaya daerah dengan larutan hayem tercampur. Kedua ujung pipet ditutup dengan ibu jari dan jari tengah lalu dikocok dengan gerakan tegak lurus pada sumbu panjangnya selama 2 menit. Larutan pengencer yang terdapat di bagian dalam kapiler dan yang tidak mengandung darah dibuang dengan meneteskan sebanyak 3 tetes. Larutan darah dimasukkan ke dalam kamar hitung dengan menempatkan ujung pipet pada tepi gelas penutup. Karena daya kapiler maka larutan darah akan mengalir masuk antara gelas penutup dengan kamar hitung. Larutan darah tidak boleh terlalu banyak. Kamar hitung yang sudah berisi larutan darah diletakkan dibawah mikroskop dan penghitungan dilakukan dengan objektif 45x (Schalms, 1986).

Penentuan kadar hemoglobin

Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai tanda 2 gram %. Darah dengan antikoagulansia diisap dengan pipet sahli sampai tepat pada tanda 20 amino. Bagian luar dari pipet dibersihkan dengan kertas tissue dengan catatan tidak sampai menghisap darah dalam pipet. Darah segera dimasukkan dengan hati-hati kedalam tabung hemometer yang berisi larutan HCl 0,1 N tanpa menimbulkan gelembung udara.

Sebelum dikeluarkan, pipet dibilas dengan menghisap dan meniup HCl yang ada dalam tabung beberapa kali. Bagian luar pipet juga dibilas dengan beberapa tetes aquades. Selanjutnya ditunggu 10 menit untuk pembentukan asam hematin (95%). Asam hematin ini diencerkan dengan aquades tetes demi tetes sambil diaduk sampai warnanya sama dengan warna coklat pada gelas standart. Miniskus dari larutan dibaca dalam skala gram % (Schalms, 1986).

Penentuan nilai packed cell volume

Darah dengan antikoagulansia dimasukkan ke dalam pipet mikrohematokrit sekitar 6/7 bagian pipet. Selanjutnya tutup ujung masuknya darah dengan penutup khusus atau malam. Letakkan pipet mikrohematokrit pada pemusing mikrohematokrit yang mempunyai kecepatan tinggi. Pusingkan dengan kecepatan 10.000 sampai 13.000 rpm selama 5 menit. Kemudian baca nilai PCV yang diperoleh pada alat baca khusus (mikrohematokrit reader) (Schalms, 1986).

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Uji Sidik Ragam dengan bantuan piranti software SPSS for window 13.0 (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata total eritrosit tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan disajikan pada Tabel 1. Rata-rata total eritrosit dengan dosis ekstrak pegagan 0 mg/ekor sebesar (2,91 ± 0,08) x 106∕μl. Beberapa peneliti melaporkan total eritrosit normal tikus putih berbeda-beda. Menurut Fieldman dkk., (2000) nilai normal total eritrosit tikus putih adalah sebesar 5,40 ± 0,32 x 106∕μl, sementara menurut Malole dan Pramono (1989) nilai normal total eritrositnya sebesar 710 x 106Zμl, sedangkan menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah total

eritrosit tikus normal berkisar antara 7,29,6 x 106/μl. Menurut Schmidt dan Nelson (1990) perbedaan jumlah total eritrosit yang berbeda ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, berat badan, umur, kondisi tubuh, dan keadaan stress. Adanya infeksi penyakit subklinis juga dapat berpengaruh terhadap jumlah eritrosit.

Tabel 1. Rata-rata total eritrosit pada tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan

Perlakuan (dosis)

Rata-rata ± SD (x 106∕μl)

KT (dosis 0 mg/ekor)

2,91 ± 0,08a

OA (dosis 100 mg/ekor)

6,13 ± 0,86b

OB (dosis 200 mg/ekor)

5,62 ± 0,56b

OC (dosis 300 mg/ekor)

5,12 ± 0,56b

OD (dosis 400 mg/ekor)

4,74 ± 0,59b

Keterangan: huruf yang berbeda kearah kolom berbeda nyata (P<0,05)

Hasil Uji Sidik Ragam menunjukkan bahwa dosis ekstrak pegagan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total eritrosit.

Total Eritrosit

Gambar 1. Kurva kuadratik pengaruh pemberian ekstrak pegagan terhadap total eritrosit

Keterangan: o = observed

= quadratic

Pemberian ekstrak pegagan berpengaruh terhadap gambaran total eritrosit, hal ini karena adanya kandungan zat besi dalam pegagan. Dalam proses pembentukan eritrosit salah satu bahan yang diperlukan adalah besi (Bakta, 2001). Oleh karena itu pada tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan mengalami peningkatan total eritrosit karena adanya zat besi yang berfungsi sebagai salah satu bahan pembentuk sel darah merah. Akan tetapi pada penelitian ini apabila dosis ekstrak pegagan ditingkatkan maka total eritrosit akan mengikuti pola regresi kuadratik (Gambar 1).

Rata-rata kadar hemoglobin tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan disajikan pada Tabel 2. Rata-rata kadar hemoglobin dengan dosis ekstra pegagan 0 mg/ekor sebesar (13,16 ± 1,52)g/dl. Menurut Fieldman dkk., (2000) nilai normal kadar hemoglobin tikus putih adalah sebesar 11,5 ± 0,9 g/dl, menurut Malole dan Pramono (1989) nilai normal kadar hemoglobin sebesar 11-18 g/dl, sedangkan menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), kadar hemoglobin normal tikus berkisar antara 15-16 g/dl. Perbedaan kadar hemoglobin ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor misalnya umur, jenis kelamin, dan musim (Jones dan Johansen, 1972). Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka komponen darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara internal dan eksternal. Secara internal seperti pertambahan umur, status gizi, latihan, kesehatan, stress, siklus estrus dan suhu tubuh, sedangkan secara eksternal akibat infeksi kuman, patah tulang, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton, 1997). Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi proses eritropoesis dan jumlah sel darah merah juga mempengaruhi kadar hemoglobin misalnya keadaan hipoksia dan anemia (Sturkie dan Grimingger, 1976).

Tabel 2. Rata-rata kadar hemoglobin pada tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan

Perlakuan (dosis)

Rata-rata ± SD (g/dl)

KT (dosis 0 mg/ekor)

13,16 ± 1,52a

OA (dosis 100 mg/ekor)

13,63 ± 1,55a

OB (dosis 200 mg/ekor)

15 ± 1,73a

OC (dosis 300 mg/ekor)

13,86 ± 0,75a

OD (dosis 400 mg/ekor)

12,5 ± 1,63a

Keterangan: huruf yang sama kearah kolom berarti tidak berbeda nyata (P>0,05)

Pemberian ekstrak pegagan pada dosis 200 mg/ekor menyebabkan peningkatan hemoglobin sebesar 15 ± 1,73 g/dl tetapi peningkatannya tidak berbeda nyata. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Sudirman (2007), yang menyatakan pemberian jus pegagan pada tikus putih betina dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Fe terutama dibutuhkan sebagai komponen dalam pembentukan hemoglobin darah (Winarno, dkk, 1980). Besi (heme) bergabung dengan protein (globin) membentuk hemoglobin, senyawa yang mengandung besi pada sel darah merah, dengan demikian besi menstranport oksigen ke semua sel dan jaringan tubuh sebagai bagian dari molekul hemoglobin (Sihombing, 1997). Oleh karena itu kandungan besi pada pegagan mampu meningkatkan hemoglobin tikus putih jantan walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

Rata-rata nilai PCV tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan disajikan pada tabel 3. Rata-rata nilai PCV dengan dosis 0 mg/ekor sebesar (22,16 ± 3,40) %. Beberapa peneliti melaporkan nilai PCV tikus putih yang berbeda-beda. Menurut Fieldman dkk.,

(2000) nilai normal PCV tikus putih adalah 37,7 ± 2,1%, menurut Malole dan Pramono (1989) nilai normal PCV sebesar 36-48%, sedangkan menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) nilai normal PCV tikus sebesar 45-47%. Hasil pemeriksaan PCV menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pegagan menyebabkan peningkatan PCV yang sangat nyata dari control.


Tabel 3. Rata-rata PCV pada tikus putih jantan yang diberi ekstrak pegagan

Perlakuan (dosis)

Rata-rata ± SD (%)

KT (dosis 0 mg/ekor)

22,16 ± 3,40a

OA (dosis 100 mg/ekor)

33,83 ± 1,04b

OB (dosis 200 mg/ekor)

36,16 ± 2,25b

OC (dosis 300 mg/ekor)

35,83 ± 3,32b

OD (dosis 400 mg/ekor)

34,33 ± 6,65b

Keterangan: huruf yang berbeda kearah

kolom (P<0,05)

berbeda

nyata

Hasil Uji

Sidik

Ragam

menunjukkan bahwa

dosis

ekstrak

pegagan berpengaruh

sangat

nyata

(P<0,01) terhadap PCV. Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV) adalah suatu ukuran yang mewakili eritrosit di dalam 100 ml darah, sehingga dilaporkan dalam bentuk persentase (Schalm, 1986). Hewan normal memiliki nilai hematokrit yang sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini, peningkatan nilai PCV diikuti dengan peningkatan total eritrosit dan hemoglobin. Nilai hematokrit sangat bervariasi pada setiap individu. Angka ini bergantung pada apakah individu tersebut menderita anemia atau tidak, derajat aktivitas tubuh, dan ketinggian tempat dimana individu tersebut berada (Guyton, 1997).

Gambar 2. Kurva kuadratik pengaruh pemberian ekstrak pegagan terhadap nilai PCV

Keterangan: o = observed

= quadratic

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ekstrak pegagan dari dosis 100 mg/ekor, 200 mg/ekor, 300 mg/ekor, dan 400 mg/ekor berpengaruh secara nyata terhadap gambaran peningkatan total eritrosit, PCV, tetapi tidak mempengaruhi kadar hemoglobin jika dibandingkan dengan kontrol yaitu masih dalam batas normal.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut tentang gambaran komponen sel darah tikus putih

lain yang berkaitan dengan pemberian pegagan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti atas bantuan dana melalui proyek hibah bersaing XV tahun 2010.

DAFTAR PUSTAKA

Amiera, A. (2008). Apa Itu Herbal dan

Pengobatan Herbal.

http://back2herbal.multiply.com/r eviews/item/2. Tanggal akses 14 Agustus 2010.

Bakta, M. (2001). Hematologi klinik Ringkas. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.

Daniel, P. (1998). Surgical Techniques of Orthotopic Rat Liver Transplantation.

http://informahealthcare.com/. Tanggal akses 11 November 2010.

Fieldman B. F, Joseph G. Z, Oscar W. S. (2000). Veterinary   Hematology.

USA: Willey-Blackwell.

Guyton A. C. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Isroi. (2010). Tikus untuk Penelitian di Laboratorium.

http://isroi.wordpress.com/2010/0 3/02/tikus-untuk-penelitian-di-laboratorium/. Tanggal akses 14 Agustus 2010.

Jayathirtha M. G and Mishra S. H. (2004). Preliminary Immunomodulatory Activities of Methanol Extracts of Eclipta alba and Centella asiatica. Phytomedicine 11:    361–365,

http://www.elsevier.de/phymed.

Tanggal akses 10 November 2010.

Jones dan Johansen. (1972). Avian Biology. Volume 2. New York: Academic Press.

Katno dan Pramono S. (2010). Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. http://cintaialam.tripod.com/keam anan_obat%20tradisional.pdf. Tanggal akses 16 Maret 2011.

Larasati. (2009). Herbal Untuk Panjang Umur. http://pegagan-herbal-untuk-panjang-umur.html.

Tanggal akses 11 November 2010.

Linda. (2003). Centella Asiatica. http://www.floridata.com/ref/c/ce nt_asi.cfm. Tanggal akses 5 November 2010.

Malole, M. B. M dan Pramono C. S. U. (1989). Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: IPB.

Priyambodo, S. (2003). Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sanjoyo, R. (2010). Obat Biomedik Farmakologi.

http://yoyoke.web.ugm.ac.id/dow nload/obat.pdf. Tanggal akses 14 agustus 2010.

Schalms. (1986). Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger.

Schmidt, W. and B. Nelson. (1990). Animal Physiology. New York: Harper Collins.

Sihombing, D. T. H. (1997). Ilmu Beternak Babi. Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Press.

Smith J. B dan Mangkoewidjojo S. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan dan  Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta:    Universitas

Indonesia Press.

Steel R. G. D and J. H Torrie. (1991). Principles and Procedures of Statistics A Biomedical Approach. Acond Ed., Mc. Tokyo: Grow Hill.

Steven, D. (2008). Gotucola. http://www.umm.edu/altmed/artic les/gotu-kola-000253.htm.

Tanggal akses 11 November 2010.

Sturkie P. D dan Grimingger. (1976). Blood : Physical Characteristic, Formed Elements, Hemoglobin, and Coagulation. New York: Spinger-Verleg.

Winarno, F. G, Fardiaz,S, Fardiaz, D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

29