SEROPREVALENCE OF AVIAN INFLUENZA VIRUS H5N1 IN MUSCOVY DUCKS IN PT. EPIKUR FARM-TABANAN, BALI
on
Volume 14 No. 5: 452-457
Oktober 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i05.p02
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Seroprevalensi Virus Avian Influenza H5n1 pada Entok di Peternakan Pt.
Epikur, Tabanan, Bali
(SEROPREVALENCE OF AVIAN INFLUENZA VIRUS H5N1 IN MUSCOVY DUCKS IN PT. EPIKUR FARM-TABANAN, BALI)
Melkias Oagay1*, I Nyoman Suartha2, Gusti Ngurah Mahardika3 1Mahasiswa Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
-
2Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
-
3Laboratorium Virologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.
*Email: melkias23oagay@gmail.com
Abstrak
Penelitian tentang seroepideminologi virus avian influenza subtipe H5N1 (VAI-H5N1) pada entok dalam populasi yang besar belum pernah dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seroprevalensi VAI-H5N1 pada kelompok entok di perusahaan PT EPIKUR Tabanan. Sebanyak 48 serum entok dari umur di bawah tiga bulan (32 serum) dan di atas 1 tahun (25 serum) dikumpulkan. Antibodi terhadap VAI H5N1 diuji dengan teknik hambatan haemaglutinasi (HI) pada serum yang diencerkan 5 kali dengan PBS maupun tidak diencerkan. Hasil penelitian seroprevalensi VAI H5N1 pada d PT. EPIKUR adalah 0% baik pada entok muda dan pada entok dewasa.
Kata kunci: Entok; seroprevalensi; serum; virus avian influenza H5N1
Abstract
Seroepideminological study of avian influenza virus of H5N1 (AIV-H5N1) in a muscovy duck flock has never been resported. This study was conducted to know the seroprevalence of AIV-H5N1 in a muscovy duck flock in PT EPIKUR Tabanan. Fourty-eght muscovy duck sera were colelcted, in which 23 were under 3 months old and 25 were more than one year old. Antibody to AIV-H5N1 was detected using haemaglutination inhibition (HI) test in deluted and undeluted sera. The delution was made by adding 4 time volume of PBS to 1 time volume of sera. The result shows that the seroprevalence of AIV-H5N1 in murcovy duck at PT. EPIKUR was 0% in young as well as old ducks.
Keywords: Avian influenza virus H5N1, muscovy dukcs, seroprevalence; serum.
PENDAHULUAN
Virus avian influenza (AI) atau flu burung telah menyebar ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Virus ini bersifat zoonosis, yang dapat ditularkan dari hewan terinfeksi ke manusia (Hayden dan Croiser, 2005). Virus ini pertama kali ditemukan pada angsa peliharaan di Cina Selatan pada 1996 yang kemudian menyebar ke seluruh Dunia. Semua Kabupaten di Provinsi Bali sudah tertular VAI (Mahardika et al., 2005).
Di Indonesia, wabah AI terus mengalami perkembangan. Daerah penyebaran penyakit virus menular hingga ke 26 provinsi (WHO, 2006). Meluasnya wabah diikuti pula dengan meningkatnya peluang kejadian penularan penyakit pada manusia. Kekhawatiran tersebut telah terbukti dengan timbulnya korban jiwa akibat infeksi VIA H5N1 di Indonesia. Informasi terbaru per Februari 2017, jumlah kasus manusia di Indonesia yang dikonfirmasi telah terinfeksi virus avian influenza H5N1 adalah 199 orang, 167
orang diantaranya meninggal dunia (Kemenkes, 2017).
Unggas air termasuk entok dan itik dikenal sebagai resevoir alami VAI (Olsen et al., 2006). Hal senada juga dikatakan oleh (Chen et al., 2004) bahwa unggas air liar termasuk itik merupakan inang alami virus AI. Virus AI H5N1 sangat patogen bagi semua jenis ayam (Monne et al., 2015). Tetapi pada itik VAI H5N1 tidak berbahaya sehingga mampu menyebar ke itik lain dan mengakibatkan endemik dan menjadi acaman pandemik (Hules-Post et al., 2005; Strum-Ramires et al., 2005).
Salah satu unggas air yang memiliki peran sebagai sumber dalam penyebaran virus AI adalah itik (Fouchier et al., 2005). Penyebaran virus AI oleh unggas air ini terjadi secara cepat dan meluas akibat dari pola pemeliharaan itik yang tidak dikandangkan atau itik yang digembalakan di daerah persawahan pasca panen. Pada unggas air sebagai inang virus AI mengakibatkan hasil seroprevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam kampung (Mahardika et al., 2005). Infeksi AI pada unggas air tidak disertai dengan gejala klinis yang menciri (bersifat sub klinis) dan virus terus dieksresikan dalam waktu yang lama.
Laporan deteksi antibodi dan virus AI H5N1 pada entok sudah ada dari banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Adjid et al. (2013) melaporkan entok yang positif antibodi sebanyak 5 dari 26 ekor (sekitar 19%) di Bogor. Sebelumnya penelitian lain sudah mengkarakterisasi virus AI dari entok di Jawa Barat (Susanti et al., 2007). Kenyataan ini, entok tampaknya dapat terinfeksi virus AI walau bersifat sub-klinis. Perusahaan PT. EPIKUR menternakkan entok dalam jumlah yang banyak di Desa Apuan, Kecamatan Baturiti, Tabanan. Jumlah entok yang dipelihara sekitar 1000 ekor. Perusahaan memproduksi daging entok khas Prancis yang disebut foie grass. Perusahaan itu memperoleh entok dari produksi sendiri dan membeli dari luar, perusahaan itu ada di tengah persawahan yang dialiri dari
pengairan subak serta kemungkinan masuknya unggas lain dan burung liar cukup besar. Perusahaan juga memelihara entok dalam kelompok umur yang berbeda. Perusahaan itu merupakan tempat berkumpulnya entok dalam jumlah besar yang jarang ada di Indonesia. Karena itu, penelitian seroprevalensi infeksi virus AI di PT EPIKUR menarik untuk dilakukan.
METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian.
Sampel darah entok diambil di peternakan entok di Tabanan Bali. Sampel penelitian yang digunakan sejumlah 48 sampel serum entok umur muda < 3 bulan 23 sampel dan umur dewasa > 1 tahun 25 sampel.
Pengambilan sampel darah entok diambil dari vena brachialis (vena sayap), mengunakan spoit 3 ml sebanyak 2 ml. Spoit yang berisi darah dimasukan kedalam cool box dengan posisi horisontal agar sampel tidak rusak dan serum bisa dipisah sempurna. Setelah sampai dilaboratorium sampel darah dimasukan dalam refrigerator suhu 4°c selama 18 jam, kemudian serum dipisahkan dari gumpalan darah. Serum ditempatkan kedalam tabung mikro 1,5 ml disimpan dalam suhu -20°c sampai digunakan dalam uji Hambatan Aglutinasi (HI test).
Perlakuan Serum.
Serum diencerkan 5x dengan Posphate Buffer Saline (PBS), yaitu 1 bagian serum ditambahkan dengan 4 bagian PBS. Serum yang diencerkan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 56°c untuk menghilangkan penghambat yang tidak spesifik. Pengujian dilakukan pada serum yang diencerkan dan tidak diencerkan. Serum kontrol positif dan negatif diperoleh dari Laboratorium Biomedik FKH UNUD.
Antigen 4 HA.
Sebagai antingen virus digunakan
(A/Chicken/Denpasar/01/2004 yang sekuens haemaglutinin
AI yang adalah (H5N1) (HA) dan
neurominidase (NA) (GenBank dengan Nomor Akses DQ644955 dan KR987715) (Suartha et al., 2018). Virus itu diencerkan 8x dengan PBS untuk memperoleh 4 unit HA.
Uji Hambatan Hemaglutinasi Cepat (Rapid HI)
Uji HI dilakukan dengan mengisi 25 µ1 NaC1 0,9% ke dalam lobang plat mkro dengan dasaran U dari lubang pertama sampai lubang ke-12. Lubang pertama ditambahkan serum unggas yang telah diencerkan 10x sebanyak 25 µ1 cairan pada lubang pertama dan dipindahkan pada lubang ke-12 demikian seterusnya sampai lubang ke-11. Antigen AI 4 unit HA sebanyak 25 µ1 ditambahkan dari lubang pertama sampai lubang ke-11. Plate kemudian diayak selama 30 detik lalu diingkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit. Suspensi sel darah merah (SDM) kosentrasi 0,5% sebanyak 50 µ1 ditambahkan ke semua lubang. Plate kembali diayak dan diinkubasikan selama 30 menit. Pembacaan dilakukan setelah sel darah merah kontrol (lubang 12) menggumpal hasil positip uji HI ditandai dengan adanya endapan seperti pasir SDM pada dasar lubang (WHO, 2002).
Analisis Data.
Data dianalisi secara diskriptif. Seroprevalensi AI dihitung dengan rumus: jumlah sampel positif terdeteksi AI dibagi jumlah sampel yang diambil dari ternak entok yang beresiko, dikalikan 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gambar peternakan entok PT. EPIKUR dan pengambilan darah ditunjukkan dengan Gambar 1. Hasil pengujian HI cepat dan serum yang diencerkan dan serum yang tidak diencerkan ditampilkan pada Gambar 2.
Hasil pengujian HI cepat terhadap serum yang diencerkan dan tidak diencerkan ditampilkan pada Tabel 1. Pengujian dilakukan dua kali yaitu 12 Februari dan 19 Februari 2018. Dari data
tersebut tampak bahwa jumlah serum yang negatif dari total sampel adalah 48, yang positif 0. Hasil itu tampak pada serum yang diencerkan dan tidak diencerkan. Seroprevalensi infeksi AI H5N1 di perusahaan EPIKUR adalah 0%, baik pada entok muda maupun pada entok dewasa. Tebel itu juga menunjukkan bahwa dua serum kontrol positif hasilnya positif dan dua serum kontrol negatif, hasilnya negatif.
Pembahasan.
Unggas air dikenal sebagai resevoir alami VAI (Henaux dan Samuel, 2011). Virus AI H5N1 pada itik VAI H5N1 tidak berbahaya sehingga mampu menyebar ke itik lain dan mengakibatkan endemik dan menjadi menjadi ancaman pandemik (Ellis et al., 2004). Penyebaran virus AI oleh unggas air ini terjadi secara cepat dan meluas akibat dari pola pemeliharaan itik yang tidak dikandangkan atau itik digembalakan didaerah persawahan paska panen. Para itik dan unggas air sebagai inang virus AI mengakibatkan hasil seroprevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam kampung (Mahardika et al., 2005). Damanik et al. (2013) melaporkan seroprevalensi AI pada pasar unggas dan peternakan itik di Kabupaten Klungkung sebesar 81, 4%. Laporan sebelum dari Jawa Barat, Adjid et al. ( 2013) melaporkan entok yang positif antibodi sebanyak 5 dari 26 ekor (sekitar 19%) di Bogor. Penelitian lain sudah mengkarakterisasi virus AI dari entok di Jawa Barat (Susanti et al., 2007). Dari hal itu, entok tampaknya terinfeksi virus AI walaupun bersifat sub-klinis.
Perusahaan PT. EPIKUR menternakan entok dalam jumlah yang banyak sekir 1000 ekor. Perusahaan itu memperoleh entok dari produksi sendiri dan membeli dari luar. Disamping sumber entok dari luar, perusahaan itu ada di tengah persawahan yang dialiri dari pengairan subak serta kemungkinan masuknya unggas lain dan burung liar cukup besar. Perusahaan juga memelihara entok dalam kelompok umur yang berbeda. Perusahaan itu merupakan tempat berkumpulnya entok
dalam jumlah besar yang jarang ada di Indonesia. Karena itu, penelitian seroprevalensi infeksi virus AI di PT. EPIKUR menarik untuk dilakukan.
Pada unggas air (itik, entok) virus AI tidak menimbulkan gejala klinis yang khas dan tidak mematikan. Gejala klinis yang teramati pada itik yaitu penurunan nafsu makan. Isolasi virus AI pada itik di Bali dan daerah Indonesia telah banyak dilaporkan, tetapi laporan isolasi virus AI dan seroprevalesi pada entok di daerah Bali belum ada. Itik dan entok pernah terinfeksi dan sedang diinfeksi dapat deteksi dari titer antibodi yang terbentuk pada entok. Penelitian sebelumnya di Indonesia menujukkan bahwa virus AI dan antibodi terhadap virus AI H5N1 dapat dideteksi di Jawa Barat (Adjid et al., 2013; Susanti et al., 2007). Mengingat peternakan PT. EPIKUR berlokasih ditempat terbuka yang rawan akses ayam milik masyarakat serta aliran air subak dimana terdapat banyak peternakan ayam disepanjang aliran air itu, sehingga diduga peternakan tersebut sudah tertular virus AI H5N1 yang dapat dideteksi dari antibodi di dalam serumnya. Semakin tua umur entok, peluang terpapar virus semakin besar sehingga prevalensinya lebih besar dibandingkan hewan mudah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada, entok yang mempunyai antibodi terhadap virus AI H5N1. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena entok yang dipelihara tidak peka terhadap AI H5N1. Dengan kata lain, virus itu tidak bisa berepilikasi pada tubuh entok. Hasil ini dibedakan dengan temuan Adjid et al. (2013) dan Susanti et al. (2007). Ini kemungkinan terjadi karena jenis entok yang dipelihara berbeda dengan yang ada di PT Epikur. Disamping itu, biosekuriti perusahaan tampaknya sudah dapat mencegah penularan AI dari luar. Hal ini dapat menjadi contoh untuk penerapan biosekuriti ditempat lain di Indonesia. PT EPIKUR sejak setahun terakhir tidak lagi mengunakan air subak untuk permandian dan sumber air minum entoknya.
Perusahaan menggunakan air tanah dari sumur bor untuk keperluan itu.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tidak ditemukan serum positif pada entok yang diteliti.
Saran
Penelitian dalam jangka panjang pada perusahaan yang sama serta pada peternakan entok yang lain perlu dilakukan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT. EPIKUR, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesain penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adjid RMA, NLPI Dharmayanti R, Indriani R, Hewajuli DA. 2013. Characteristic of avian influenza h5n1 virus infection in backyard poultry. Proc. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013.
Chen HG, Deng ZLi‚ Tian G‚ Li Y‚ Join P‚ Zhang L‚ Liu Z‚ Webster RG, Yu K. 2004. The evolution of H5N1 influenza viruses in duck. PNAS. 101(28): 1045210457.
Damanik EG, Kencana GAY, Mahardika IGNK. 2013. Bul. Vet. Udayana. 5(2): 139-146.
Ellis TM, Bousfield B, Bisset L, Dyrting K, Luk GSM, Tsim ST, Strum-Ramirez K, Webster RG, Guang Y, Peiris JS. 2004. Investigation of outbreaks of highly pathogenic H5N1 avian influenza in waterfowl and wild birds in Hong Kong in late 2002. Avian Pathol. 33: 492-505.
Fouchier RA‚ Munster V‚ Wollensten A‚ Besterbroer TM‚ Helfts S‚ Smith D‚ Rimmelzwaan CF‚ Olsen B‚ Osterhaus. 2005. Caracterization of a novel influenza a virus hemaglutinin sub type (h16) obtained from black headad gulls. J. Virol. 79: 2814-2822.
Hayden F dan Croisier A. 2005. Transmission of Avian Influenza Viruses to and between Humans. J. Infect. Dis. 192(8): 1318-1322.
Henaux V, Samuel MD. Avian influenza shedding patterns in waterfowl: implications for surveillance,
environmental transmission, and
disease spread. J. Wildlife Dis. 47(3): 566-578.
Hulse-Post DJ‚ Sturm-Ramires KM‚ Humberd J‚ Seiler P‚ Govorkova EA‚ Krause S‚ Scholtissek C‚ Puthavathana P‚ Buranathai‚ Nguyen TD‚ Peiris H‚ Webster RG. 2005. Role of domestic ducks in the propagation and biological evolution of highli pathonic H5N1 influenza viruses in Asia. PNAS. 102(30): 10682-10687.
Kemenkes. 2017. Kasus Flu Burung ke 200. https://www.kemkes.go.id/article/view/ 17110800005/kemenkes-umumkan-kasus-flu-burung-ke-200.html. Akses tanggal 9 Juli 2018.
Mahardika IGNK dan Tim Surveilans Pembebasan Penyakit AI Kajian AI FKH Unud. 2005. Laporan Surveilans Pembebasan Penyakit Afian Influenza di Propinsi Bali‚ Nusa tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur‚ Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Denpasar.
Monne I, Meseko C, Joannis T, Shittu, Ahmed M, Tassoni L, Fusaro A, Cattoli G. 2015. Highly Pathogenic Avian Influenza A(H5N1) Virus in Poultry, Nigeria, 2015. Emerg. Infect. Dis. 21(7): 1275-1277.
Olsen B, Munster VJ, Wallensten A, Waldenstrom J, Osterhaus AD, Fouchier RA. 2006. Global patterns of influenza A virus in wild birds. Sci. 312: 384–388.
Strum-Ramirez KM‚ Hulse-Post D‚ Govorkova EA‚ Humberd J‚ Sailer P‚ Puthavathana P‚ Buranathai C‚ Nguyen TD, Chaisingh A‚ Long HT‚ Naipospos TSP‚ Chen H‚ Ellis TM‚ Guan Y‚ Peiris JSM‚ Webster RG. 2005. Are ducks contributing to the endemicity of highly pathogenic H5N1 influenza virus in Asia?. J. Virol. 29(17): 11269-11279.
Suartha IN, Suartini GGA, Wirata IW, Dewi NMARK, Putra GNN, Kencana GAY, Mahardika IGN. 2018. Intranasal administration of inactivated AIV-H5N1 vaccine induced systemic immune response in chicken and mice. Vet. World. 11(2): 221-226.
Susanti R‚ Soejoedono RD‚ Mahardika IGN‚ Wibawan IWT‚ Suhartono MT. 2009. Isolasi dan Indentifikasi Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 pada Unggas Air Sehat di Peternakan Skala Rumah Tangga di Jawa Barat. Media Kedokteran Hewan. 24(3): 139-146.
WHO‚ 2002. WHO Manual on Animal Influenza Diagnosis and Surveillance. https://apps.who.int/iris/handle/10665/ 68026. Akses tanggal 10 Juli 2018.
WHO. (2006). Avian – influenza situation in Indonesia – update 14.
www.who.int/csr/don/2006_05_23/en/i ndex.html. Akses tanggal 12 Juni 2007.
Tabel 1. Hasil pengujian HI capat terhadap serum yang diencerkan dan tidak diencerkan.
Kondisi Serum Kategori Jumlah Jumlah Positif Jumlah Negatif
Diencerkan |
Umur < 3 bulan |
23 |
0 |
23 |
Umur >1 bulan |
25 |
0 |
25 | |
Tidak |
Umur < 3 bulan |
11 |
0 |
11 |
diencerkan |
Umur >1 bulan |
17 |
0 |
17 |
Kontrol |
Kontrol Positif |
2 |
2 |
0 |
Kontrol Negatif |
2 |
0 |
2 |
Gambar 1. Peternakan entok PT. Epikur Apuan, Tabanan, entek umur1 tahun (A), entok umur dibawah 3 bulan (B), pengambilan darah pada entok (C).
Gambar 2. Hasil pengujiaan HI pada serum entok. Tanda (-) kontrol serum negatif dan (+)
adalah kontrol serum positif.
457
Discussion and feedback